BAB 1
 PENDAHULUAN
 I.         Latar belakang otonomi daerah 
 Kebijakan  otonomi daerah lahir ditengah gejolak tuntutan berbagai daerah terhadap  berbagai kewenangan yang selama 20 tahun pemerintahan Orde Baru (OB)  menjalankan mesin sentralistiknya. UU No. 5 tahun 1974 tentang  pemerintahan daerah yang kemudian disusul dengan UU No. 5 tahun 1979  tentang pemerintahan desa menjadi tiang utama tegaknya sentralisasi  kekuasaan OB. Semua mesin partisipasi dan prakarsa yang sebelumnya  tumbuh sebelum OB berkuasa, secara perlahan dilumpuhkan dibawah kontrol  kekuasaan. Stabilitas politik demi kelangsungan investasi ekonomi  (pertumbuhan) menjadi alasan pertama bagi OB untuk mematahkan setiap  gerak prakarsa yang tumbuh dari rakyat.
 Otonomi  daerah muncul sebagai bentuk veta comply terhadap sentralisasi yang  sangat kuat di masa orde baru. Berpuluh tahun sentralisasi pada era orde  baru tidak membawa perubahan dalam pengembangan kreativitas daerah,  baik pemerintah maupun masyarakat daerah. 
 Ketergantungan  pemerintah daerah kepada pemerintah pusat sangat tinggi sehingga sama  sekali tidak ada kemandirian perencanaan pemerintah daerah saat itu. Di  masa orde baru semuanya bergantung ke Jakarta dan diharuskan semua  meminta uang ke Jakarta. Tidak ada perencanaan murni dari daerah karena  Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak mencukupi. 
 Ketika  Indonesia dihantam krisis ekonomi tahun 1997 dan tidak bisa cepat  bangkit, menunjukan sistem pemerintahan nasional Indonesia gagal dalam  mengatasi berbagai persoalan yang ada. Ini dikarenakan aparat pemerintah  pusat semua sibuk mengurusi daerah secara berlebih-lebihan. Semua  pejabat Jakarta sibuk melakukan perjalanan dan mengurusi proyek di  daerah. 
 
 Dari  proyek yang ada ketika itu, ada arus balik antara 10 sampai 20 persen  uang kembali ke Jakarta dalam bentuk komisi, sogokan, penanganan proyek  yang keuntungan itu dinikmati ke Jakarta lagi. Terjadi penggerogotan  uang ke dalam dan diikuti dengan kebijakan untuk mengambil hutang secara  terus menerus. Akibat perilaku buruk aparat pemerintah pusat ini,  disinyalir terjadi kebocoran 20 sampai 30 persen dari APBN. 
 Akibat  lebih jauh dari terlalu sibuk mengurusi proyek di daerah, membuat  pejabat di pemerintahan nasional tidak ada waktu untuk belajar tentang  situasi global, tentang international relation, international economy  dan international finance. Mereka terlalu sibuk menggunakan waktu dan  energinya untuk mengurus masalah-masalah domestik yang seharusnya bisa  diurus pemerintah daerah. Akibatnya mereka tidak bisa mengatasi masalah  ketika krisis ekonomi datang dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. 
 Sentralisasi  yang sangat kuat telah berdampak pada ketiadaan kreativitas daerah  karena ketiadaan kewenangan dan uang yang cukup. Semua dipusatkan di  Jakarta untuk diurus. Kebijakan ini telah mematikan kemampuan prakarsa  dan daya kreativitas daerah, baik pemerintah maupun masyarakatnya.  Akibat lebih lanjut, adalah adanya ketergantungan daerah kepada  pemerintah pusat yang sangat besar. 
 Bisa  dikatakan sentralisasi is absolutely bad. Dan otonomi daerah adalah  jawaban terhadap persoalan sentralisasi yang terlalu kuat di masa orde  baru. Caranya adalah mengalihkan kewenangan ke daerah. Ini berdasarkan  paradigma, hakikatnya daerah sudah ada sebelum Republik Indonesia (RI)  berdiri. Jadi ketika RI dibentuk tidak ada kevakuman pemerintah daerah. 
 Karena  itu, ketika RI diumumkan di Jakarta, daerah-daerah mengumumkan  persetujuan dan dukungannya. Misalnya pemerintahan di Jakarta, sulawesi,  sumatera dan Kalimantan mendukung. Itu menjadi bukti bahwa pemerintahan  daerah sudah ada sebelumnya. Prinsipnya, daerah itu bukan bentukan  pemerintah pusat, tapi sudah ada sebelum RI berdiri. 
 Karena  itu, pada dasarnya kewenangan pemerintahan itu ada pada daerah, kecuali  yang dikuatkan oleh UUD menjadi kewenangan nasional. Semua yang bukan  kewenangan pemerintah pusat, asumsinya menjadi kewenangan pemerintah  daerah. Maka, tidak ada penyerahan kewenangan dalam konteks pemberlakuan  kebijakan otonomi daerah. Tapi, pengakuan kewenangan. 
 Lahirnya  reformasi tahun 1997 akibat ambruknya ekonomi Indonesia dengan tuntutan  demokratisasi telah membawa perubahan pada kehidupan masyarakat,  termasuk di dalamnya pola hubungan pusat daerah. Tahun 1999 menjadi  titik awal terpenting dari sejarah desentralisasi di Indonesia. Pada  masa pemerintahan Presiden Habibie melalui kesepakatan para anggota  Dewan Perwakilan Rakyat hasil Pemilu 1999 ditetapkan Undang-Undang Nomor  22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25  Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat Daerah untuk mengoreksi UU  No.5 Tahun 1974 yang dianggap sudah tidak sesuai dengan prinsip  penyelenggaraan pemerintahan dan perkembangan keadaan. 
 Kedua  Undang-Undang tersebut merupakan skema otonomi daerah yang diterapkan  mulai tahun 2001. Undang-undang ini diciptakan untuk menciptakan pola  hubungan yang demokratis antara pusat dan daerah. Undang-Undang Otonomi  Daerah bertujuan untuk memberdayakan daerah dan masyarakatnya serta  mendorong daerah merealisasikan aspirasinya dengan memberikan kewenangan  yang luas yang sebelumnya tidak diberikan ketika masa orde baru. 
 Paling  tidak ada dua faktor yang berperan kuat dalam mendorong lahirnya  kebijakan otonomi daerah berupa UU No. 22/1999. Pertama, faktor internal  yang didorong oleh berbagai protes atas kebijakan politik sentralisme  di masa lalu. Kedua, adalah faktor eksternal yang dipengaruhi oleh  dorongan internasional terhadap kepentingan investasi terutama untuk  efisiensi dari biaya investasi yang tinggi sebagai akibat korupsi dan  rantai birokrasi yang panjang.
 Secara  khusus, pemerintahan daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun  1999 tentang Pemerintahan Daerah. Namun, karena dianggap tidak sesuai  lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan  penyelenggaraan otonomi daerah, maka aturan baru pun dibentuk untuk  menggantikannya. 
 Selama  lima tahun pelaksanaan UU No. 22 tahun 1999, otonomi daerah telah  menjadi kebutuhan politik yang penting untuk memajukan kehidupan  demokrasi. Bukan hanya kenyataan bahwa masyarakat Indonesia sangat  heterogen dari segi perkembangan politiknya, namun juga otonomi sudah  menjadi alas bagi tumbuhnya dinamika politik yang diharapkan akan  mendorong lahirnya prakarsa dan keadilan. Walaupun ada upaya kritis  bahwa otonomi daerah tetap dipahami sebagai jalan lurus bagi eksploitasi  dan investasi , namun sebagai upaya membangun prakarsa ditengah-tengah  surutnya kemauan baik (good will) penguasa, maka otonomi daerah dapat  menjadi “jalan alternative “ bagi tumbuhnya harapan bagi kemajuan  daerah.
 Namun  demikian, otonomi daerah juga tidak sepi dari kritik. Beberapa  diantaranya adalah; (1) masalah yang berkaitan dengan penyalahgunaan  kekuasaan yang ditandai dengan korupsi “berjamaah” di berbagai kabupaten  dan propinsi atas alasan apapun. Bukan hanya modus operandinya yang  berkembang, tetapi juga pelaku, jenis dan nilai yang dikorupsi juga  menunjukkan tingkatan yang lebih variatif dan intensif dari masa-masa  sebelum otonomi diberlakukan. (2) persoalan yang berkaitan dengan  pengelolaan sumber daya alam untuk kepentingan (atas nama) Pendapatan  Asli Daerah (PAD). Eksploitasi sumber daya alam untuk memperbesar PAD  berlangsung secara masif ketika otonomi daerah di berlakukan. Bukan  hanya itu, alokasi kebijakan anggaran yang dipandang tidak produktif dan  berkaitan langsung dengan kepentingan rakyat juga marak diberbagai  daerah. (3) persoalan yang berkaitan dengan hubungan antara pemerintah  propinsi dan kabupaten. Otonomi daerah yang berada di kabupaten  menyebabkan koordinasi dan hirarki kabupaten propinsi berada dalam  stagnasi. Akibatnya posisi dan peran pemerintah propinsi menjadi  sekunder dan kurang diberi tempat dari kabupaten dalam menjalankan  kebijakan-kebijakannya. Tidak hanya menyangkut hubungan antara propinsi  dan kabupaten, tetapi juga antara kabupaten dengan kabupaten.  Keterpaduan pembangunan untuk kepentingan satu kawasan seringkali macet  akibat dari egoisme lokal terhadap kepentingan pembangunan wilayah lain.  Konflik lingkungan atau sumberdaya alam yang kerap terjadi antar  kabupaten adalah gambaran bagaimana otonomi hanya dipahami oleh  kabupaten secara sempit dan primordial. (4) persoalan yang berhubungan  dengan hubungan antara legislatif dan eksekutif , terutama berkaitan  dengan wewenang legislatif. Ketegangan yang seringkali terjadi antara  legisltif dan eksekutif dalam pengambilan kebijakan menyebabkan berbagai  ketegangan berkembang selama pelaksanaan otonomi. Legislatif sering  dituding sebagai penyebab berkembangnya stagnasi politik ditingkat  lokal.
 Pada  saat rakyat Indonesia disibukkan dengan pelaksanakan Pemilu 2004,  Departemen Dalam Negeri (Depdagri) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)  melakukan revisi terhadap UU No. 22 tahun 1999. Dilihat dari proses  penyusunan revisi, paling tidak ada dua cacat yang dibawa oleh UU yang  baru (UU No. 32 tahun 2004) yakni, proses penyusunan yang tergesa-gesa  dan tertutup ditengah-tengah rakyat sedang melakukan hajatan besar  pemilu. Padahal UU otonomi daerah adalah kebijakan yang sangat penting  dan menyangkut tentang kualitas pelaksanaan partisipasi rakyat dan  pelembagaan demokrasi. Kedua, UU tersebut disusun oleh DPR hasil pemilu  2004 dimana pada waktu penyusunan revisi tersebut anggota DPR sudah mau  demisioner. Tanggal 29 September 2004 bersamaan dengan berakhirnya masa  jabatan anggota DPR periode 1999-2004, Sidang Paripurna DPR menyetujui  rancangan perubahan (revisi) terhadap UU No. 22 tahun 1999 menjadi UU  No. 32 tahun 2004.Tanggal 1 Oktober Anggota DPR baru hasil pemilu 2004  dilantik. Secara defacto DPR pemilu 1999 sudah kehilangan relevansinya  untuk menyusun dan mengagendakan pembahasan kebijakan yang sangat  krusial.
 Pada  15 Oktober 2004, Presiden Megawati Soekarnoputri mengesahkan  Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.  Diharapkan dengan adanya kewenangan di pemerintah daerah maka akan  membuat proses pembangunan, pemberdayaan dan pelayanan yang signifikan.  Prakarsa dan kreativitasnya terpacu karena telah diberikan kewenangan  untuk mengurusi daerahnya. Sementara di sisi lain, pemerintah pusat  tidak lagi terlalu sibuk dengan urusan-urusan domestik. Ini agar pusat  bisa lebih berkonsentrasi pada perumusan kebijakan makro strategis serta  lebih punya waktu untuk mempelajari, memahami, merespons, berbagai  kecenderungan global dan mengambil manfaat darinya. 
 II.           Pengertian Otonomi Daerah
 Pengertian  atau Definisi Otonomi Daerah Otonomi Daerah adalah kewenangan Daerah  Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat  menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan  peraturan perundang-undangan (pasal 1 huruf (h) UU NOMOR 22 Tahun 1999  tentang Pemerintahan Daerah). 
 Daerah  Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum  yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus  kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan  aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia  (pasal 1 huruf (i) UU NOMOR 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah). 
 III.        VISI OTONOMI DAERAH
 Politik:  Harus dipahami sebagai sebuah proses untuk membuka ruang bagi lahirnya  Kepala Pemerintahan Daerah yang dipilh secara demokratis, memungkinkan  berlangsungnya penyelenggaraan pemerintahan yang responsife;
 Ekonomi:  Terbukanya peluang bagi pemerintah di daerah mengembangkan kebijakan  regional dan local untuk mengoptimalkan lpendayagunaan potensi;
 Sosial: Menciptkan kemampuan masyarakat untukmerespon dinamika kehidupan di sekitarnya. 
 BAB II
 ISTILAH DAN PENGERTIAN SISTEM DESENTRALISASI
 A.      Pengertian
 Desentralisasi  sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang berarti penyerahan  kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk  mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan  aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik  Indonesia . Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia,  desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem  pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan  perubahan paradigma pemerintahan di Indonesia.
 Desentralisasi  juga dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab, kewenangan, dan  sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari pemerintah pusat ke  pemerintah daerah.Menurut UU Nomor 5 Tahun 1974, desentralisasi adalah  penyerahan urusan pemerintah dari pusat kepada daerah. Pelimpahan  wewenang kepada Pemerintahan Daerah, semata- mata untuk mencapai suatu  pemerintahan yang efisien.
 Tujuan dari desentralisasi adalah :
 ·           mencegah pemusatan keuangan
 ·           sebagai  usaha pendemokrasian Pemerintah Daerah untuk mengikutsertakan rakyat  bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pemerintahan.
 ·           Penyusunan program-program untuk perbaikan sosial ekonomi pada tingkat local sehingga dapat lebih realistis.
 Sedangkan  tujuan desentralisasi menurut smith(1985) membedakan secara umum 2  tujuan utama desentralisasi yaitu “political and economic goals”lalu  smith mencoba mengupas secara tujuan dari desentralisasi secara lebih  rinci membedakan tujuan desentralisasi bila dilihat dari sudut pandang  kepentingan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. 
 Untuk  kepentingan pemerintah pusat smith menegaskan sedikitnya ada 3 tujuan  desentralisai yaitu: “political education,training in political  leadership,and for political stability” 
 Untuk  kepentingan pemerintah daerah menurut smith ada 3 tujuan desentralisasi  yaitu : “political equality,local accountability,and local  responsiveness”  
 Empat bentuk desentralisasi, yaitu:
 • Dekonsentrasi wewenang administratif
 • Delegasi kepada penguasa otorita
 • Devolusi kepada pemerintah daerah
 • Pemindahan fungsi dari pemerintah kepada swasta
 Sentralisasi  pelayanan dan pembinaan kepada rakyat tidak mungkin dilakukan dari  pusat saja. Oleh karena itu, wilayah Negara dibagi atas daerah besar dan  daerah kecil. Untuk keperluan tersebut, diperlukan asas dalam mengelola  daerah yang meliputi :
 Desentralisasi  pelayanan rakyat /public. Adpun filsafat yang dianut adalah: Pemerintah  Daerah ada karena ada rakyat yang harus dilayani. Desentralisasi  merupakan power sharing (otonomi formal dan otonomi material). Otonomi daerah bertujuan memudahkan pelayanan kepada rakyat. Oleh karena itu, outputnya hendaknya berupa pemenuhan bahan kebutuhan pokok rakyat-public goods-dan peraturan daerah-public regulation agar  rakyat tertib dan adanya kepastian hukum. ,kebijakan desentralisasi  mempunyai tujuan politis dan administrasi, tetapi tujuan utamanya adalah  pealayanan kepada rakyat.
 Dekonsentrasi  : diselenggarakan karena tidak semua tugas-tugas teknis pelayanan  kepada rakyat dapat diselengarakan dengan baik oleh Pemerintah Daerah  (kabupaten/kota). Dekonsentrasi terdiri atas fungsional (kanwil/kandep)  dan terintregrasi (kepala wilayah).
 Pada  kenyataannya, otonomi daerah di Indonesia secara luas tidak/belum  pernah terlaksana. Sejak masa penjajahan Belanda, Jepang, dan setelah  kemerdekaan otonomi masih dalam bentuk dekonsentrasi.
 Di  samping system desentralisasi dan dekonsentrasi yang dipergunakan oleh  system pemerintahan daerah, juga dikenal tugas bantuan yang dilakukan  oelh pemerintah daerah untuk iktu melaksanakan tugas pemerintah pusat  atau pemerintah daerah atasannya.
 Penyelenggaraan  rumah tangga sendiri dilakukan atas dasar inisiatif dan kebijaksanaan  sendiri, namun demikian tidak berarti, bahwa penyelenggaraannya terlepas  sama sekali dari garis-garis yang telah ditentukan oleh pemerintah  pusat maupun pemerintah daerah atasannya. Hubungan antara pemerintah  pusat dan daerah tetap terpelihara dengan melakukan pengawasan untuk  mecegah timbulnya perselisihan yang tidak dikehendaki.
 Pengawasan  preventif merupakan tindakan pencegahan agar tidak terjadi  penyimpangan-penyimpangan terhadap penyelenggaraan urusan rumah tangga  sendiri. Pengawasan ini dilakukan dengan memberikan pengesahan lebih  dahulu oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah atasannya terhadap  suatu peraturan sebelum peraturan itu dilaksanakan oleh pemerintah  daerah. 
 B.       KONSEP dan TEORI DESENTRALISASI
 Desentralisasi  saat ini telah menjadi azas penyelenggaraan pemerintahan yang diterima  secara universal dengan berbagai macam bentuk aplikasi di setiap negara.  Hal ini sesuai dengan fakta bahwa tidak semua urusan pemerintahan dapat  diselenggarakan secara sentralisasi, mengingat kondisi geografis,  kompleksitas perkembangan masyarakat, kemajemukan struktu sosial dan  budaya lokal serta adanya tuntutan demokratisasi dalam penyelenggaraan  pemerintahan. 
 Desentralisasi  memiliki berbagai macam tujuan. Secara umum tujuan tersebut dapat  diklasifikasi ke dalam dua variabel penting, yaitu pertama peningkatan  efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan (yang merupakan  pendekatan model efisiensi struktural/structural efficiency model) dan  kedua peningkatan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan dan  pembangunan (yang merupakan pendekatan model partisipasi/participatory  model).
 Setiap  negara lazimnya memiliki titik berat yang berbeda dalam tujuan-ujuan  desentralisasinya tergantung pada kesepakatan dalam konstitusi terhadap  arah pertumbuhan (direction of growth)yang akan dicapai melalui  desentralisasi. Dalam konteks Indonesia, Desentralisasi telah menjadi  konsensus pendiri bangsa. 
 Pasal  18 UUD 1945 yang sudah diamandemen dan ditambahkan menjadi pasal 18,  18A dan 18B memberikan dasar dalam penyelenggaraan desentralisasi.  Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah Propinsi,  dan daerah provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota yang  masing-masing mempunyai pemerintahan daerah. Amanat dan Konsensus  Konstitusi ini telah lama dipraktekkan sejak Kemerdekaan Republik  Indonesia dengan berbagai pasang naik dan pasang surut tujuan yang  hendak dicapai melalui desentralisasi tersebut. Bahkan Sampai saat ini,  kita telah memiliki 7 (tujuh) Undang-Undang yang mengatur pemerintahan  daerah yaitu UU 1 tahun 1945, UU 22 tahun 1948, UU 1 tahun 1957, UU 18  tahun 1965, UU 5 tahun 1974, UU 22 tahun 1999 dan terakhir UU 32 tahun  2004.
 C.      KELEBIHAN dan KEKURANGAN DESENTRALISASI
 Kelebihan  sistem ini adalah sebagian keputusan dan kebijakan yang ada di daerah  dapat diputuskan di daerah tanpa campur tangan pemerintah pusat.
Kekurangan dari sistem ini adalah pada daerah khusus, euforia yang berlebihan dimana wewenang itu hanya menguntungkan pihak tertentu atau golongan serta dipergunakan untuk mengeruk keuntungan para oknum atau pribadi. Hal ini terjadi karena sulit dikontrol oleh pemerinah pusat.
 Kekurangan dari sistem ini adalah pada daerah khusus, euforia yang berlebihan dimana wewenang itu hanya menguntungkan pihak tertentu atau golongan serta dipergunakan untuk mengeruk keuntungan para oknum atau pribadi. Hal ini terjadi karena sulit dikontrol oleh pemerinah pusat.
D.      DAMPAK POSITIF dan DAMPAK NEGATIF
 Dampak  positif dalam bidang politik adalah sebagian besar keputusan dan  kebijakan yang berada di daerah dapat diputuskan di daerah tanpa adanya  campur tangan dari pemerintahan di pusat. Hal ini menyebabkan pemerintah  daerah lebih aktif dalam mengelola daerahnya.
 Tetapi,  dampak negatif yang terlihat dari sistem ini adalah euforia yang  berlebihan di mana wewenang tersebut hanya mementingkat kepentingan  golongan dan kelompok serta digunakan untuk mengeruk keuntungan pribadi  atau oknum. Hal tersebut terjadi karena sulit untuk dikontrol oleh  pemerintah di tingkat pusat.
 Untuk  mendukung jalannya pemerintahan di daerah, diperlukan dana yang tidak  sedikit. Akan tetapi, tidak semua daerah mampu mendanai sendiri jalannya  roda pemerintahan. Oleh karena itu, Pemerintah harus mampu membagi adil  dan merata hasil potensi masyarakat. Agar adil dan merata, diperlukan  aturan yang baku. Dari ketentuan tersebut, dikeluarkan beberapa istilah  tentang dana untuk keperluan pembinaan wilayah, antara lain:
 1.    Pendapatan Asli Daerah (PAD) 
 ·      Hasil pajak daerah 
 ·      Hasil restribusi daerah 
 ·      Hasil perusahan milik daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. 
 ·      Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah,antara lain hasil penjualan asset daerah dan jasa giro 
 2.    Dana Perimbangan 
 ·      Dana Bagi Hasil 
 ·      Dana Alokasi Umum (DAU)
 ·      Dana Alokasi Khusus 
 3.      Pinjaman Daerah 
 ·           Pinjaman Dalam Negeri 
 1.    Pemerintah pusat 
 2.    Lembaga keuangan bank 
 3.    Lembaga keuangan bukan bank\
 4.    Masyarakat (penerbitan obligasi daerah) 
 ·           Pinjaman Luar Negeri 
 1.    Pinjaman bilateral 
 2.    Pinjaman multilateral 
 3.    Lain-lain pendapatan daerah yang sah; 
 4.     
 BAB III
 KELEBIHAN DAN KEKURANGAN OTONOMI DAERAH
 Suatu  sistem sudah tentu memiliki kelebihan dan kekurangan dalam  implementasinya. Hal ini tentu disesuaikan dengan kondisi masing-masing  Negara. Penerapan desentralisasi dalam otonomi daerah di Indonesia ingin  menjawab beberapa tantangan untuk pembangunan. 
 Pemerintah  yang memilih desentralisasi memandang bahwa dengan penerapan  desentralisasi dapat meningkatkan stabilitas politik dan kesatuan bangsa  karena masing-masing daerah memiliki kebebasan dalam pengambilan  keputusan sehingga dapat meningkatkan keterlibatan dalam sistem politik.  Dengan adanya desentralisasi ini, maka Pemerintah Daerah diberikan  wewenang lebih besar dalam pengambilan keputusan bagi daerahnya dengan  pendekatan yang lebih sesuai. Pemberlakuan desentralisasi juga dapat  mengurangi biaya atas penyediaan layanan publik dengan menekan  diseconomy of scale.
 Desentralisasi  juga memiliki kelemahan yang harus dievaluasi. Di banyak Negara yang  mengadopsi desentralisasi, jarang terdengar cerita-cerita sukses dengan  diberlakukannya desentralisasi karena hal ini tergantung pada  karakteristik daerah masing-masing. Seperti contoh di Negara-negara  afrika, sistem desentralisasi justru tidak efektif dalam strategi untuk  mengurangi kemiskinan. Beberapa studi yang dilakukan di Negara-negara  berkembang ditemukan bahwa dengan sistem desentralisasi dapat mengurangi  kualitas dari pelayanan publik, dapat memperlebar disparitas antara  daerah yang satu dengan daerah yang lain dan juga cendrung dapat  meningkatkan korupsi.
 Otonomi  daerah ......>>> dilaksanakan dengan tujuan untuk mempercepat  pelaksanaan pembangunan, meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan rakyat  di daerah Provinsi, Kab/Kota di seluruh Indonesia.
 Adapun Kekurangan dan kelebihan adanya sistem otonomi daerah diantaranya :
 A.      Kelebihan/keuntungan :
 1.      Pemerintah Prov/Kab/Kota mampu melihat kebutuhan yang mendasar pada daerahnya untuk menjadi prioritas pembangunan.
 2.      Dengan  dilaksanakannya Otoda maka pembangunan didaerah tersebut akan maju,  berkembang dalam pembangunan daerah, peningkatan pelayanan dan  kesejahteraan rakyat.
 3.      Daerah  dapat mengatur sendiri tata kelola pemerintahannya, PAD dengan  membentuk Perda sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah  yang lebih tinggi.
 4.      Pemerintah daerah bersama rakyat di daerah itu akan bersama-sama membangun daerah untuk kemajuan dan kepentingan bersama.
 5.      Dan lain-lain
 Pada dasarnya kelebihan otonomi daerah biasanya  daerah lebih mampu melihat persoalan yang mendasar pada daerah  masing-masing, jadi otonomi daerah akan membuat daerah itu lebih maju,  berkembang dan bersaing dengan daerah-daerah lain tanpa takut  dianaktirikan oleh pemerintah pusat.
 B.       Kekurangan/kerugian :
 1.      Pemda  ada yg mengatur daerahnya dengan menetapkan Perda yang bertentangan  dengan peraturan yg lebih tinggi, sehingga berpotensi menimbulkan  kerawanan di daerah.
 2.      Kalau  kontrol/pengawasan pemerintah pusat lemah, maka besar peluangnya untuk  munculnya raja-raja kecil yg berpotensi terjadinya disintegrasi bangsa.
 3.      Bila  terjadi permasalahan di daerah, misalnya KKN, maka bukan hanya pemda yg  disalahkan, akan tetapi pemerintah pusat akan kenah getahnya (kurang  pengawasan).
 4.      Peraturan  yg ditetapkan pemerintah pusat, kadang-kadang tidak sesuai dengan  kondisi daerah tertentu, sehingga menimbulkan multi tafsir yang dapat  merugikan pemda dan rakyat didaerah itu.
 5.      Dan lain-lain
 Kekurangan yang mendasar pada sistem otonomi daerah adalah  daerah  suka 'kebablasan" dalam mengatur daerahnya. suka membuat peraturan  daerah yang aneh-aneh demi mengisi kas daerah. Hal mana yang berdampak  pada kesejahteraan warga daerah itu sendiri. jadi sebaiknya otonomi daerah diterapkan dengan pengawasan yang ketat dari pemerintah pusat.
 BAB IV
 STRUKTUR PEMERINTAHAN YANG DIHARAPKAN 
 DARI SISTEM OTONOMI DAERAH
 A.      Dasar Hukum Otonomi Daerah
 Dasar Hukum Otonomi Daerah berpijak pada dasar Perundang-undangan yang kuat, yakni : 
 1.        Undang-undang  DasarSebagaimana telah disebut di atas Undang-undang Dasar 1945  merupakan landasan yang kuat untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah.  Pasal 18 UUD menyebutkan adanya pembagian pengelolaan pemerintahan pusat  dan daerah. 
 2.        Ketetapan  MPR-RITap MPR-RI No. XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Otonomi Daerah  : Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang  berkeadilan, erta perimbangan kekuangan Pusat dan Daerah dalam rangka  Negara Kesatuan Republik Indonesia. 
 3.        Undang-Undang  Undang-undang N0.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah pada prinsipnya  mengatur penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang lebih mengutamakan  pelaksanaan asas Desentralisasi. Hal-hal yang mendasar dalam UU  No.22/1999 adalah mendorong untuk pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan  prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran masyarakat, mengembangkan  peran dan fungsi DPRD. 
 Dari  ketiga dasar perundang-undangan tersebut di atas tidak diragukan lagi  bahwa pelaksanaan Otonomi Daerah memiliki dasar hukum yang kuat. Tinggal  permasalahannya adalah bagaimana dengan dasar hukum yang kuat tersebut  pelaksanaan Otonomi Daerah bisa dijalankan secara optimal. 
 Pokok-Pokok  Pikiran Otonomi Daerah Isi dan jiwa yang terkandung dalam pasal 18 UUD  1945 beserta penjelasannya menjadi pedoman dalam penyusunan UU No.  22/1999 dengan pokok-pokok pikiran sebagai berikut : 
 1.      Sistim  ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip-prinsip pembagian  kewenangan berdasarkan asas konsentrasi dan desentralisasi dalam  kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. 
 2.      Daerah  yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi adalah  daerah propinsi, sedangkan daerah yang dibentuk berdasarkan asas  desentralisasi adalah daerah Kabupaten dan daerah Kota. Daerah yang  dibentuk dengan asas desentralisasi berwenang untuk menentukan dan  melaksanakan kebijakan atas prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi  masyarakat. 
 3.      Pembagian  daerah diluar propinsi dibagi habis ke dalam daerah otonom. Dengan  demikian, wilayah administrasi yang berada dalam daerah Kabupaten dan  daerah Kota dapat dijadikan Daerah Otonom atau dihapus. 
 4.      Kecamatan  yang menurut Undang-undang Nomor 5 th 1974 sebagai wilayah administrasi  dalam rangka dekonsentrasi, menurut UU No 22/99 kedudukanya diubah  menjadi perangkat daerah Kabupaten atau daerah Kota. 
 B.       Prinsif-prinsif Pelaksanaan Otonomi Daerah
 Prinsip-Prinsip  Pelaksanaan Otonomi Daerah Berdasar pada UU No.22/1999 prinsip-prinsip  pelaksanaan Otonomi Daerah adalah sebagai berikut: 
 1.      Penyelenggaraan  Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek-aspek demokrasi,  keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah. 
 2.      Pelaksanaan Otonomi Daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab 
 3.      Pelaksanaan  Otonomi Daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah Kabupaten dan  daerah Kota,  sedang Otonomi Daerah Propinsi merupakan Otonomi  Terbatas. 
 4.      Pelaksanaan  Otonomi Daerah harus sesuai dengan Konstitusi negara sehingga tetap  terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar  daerah. 
 5.      Pelaksanaan  Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan kemandirian Daerah Otonom, dan  karenanya dalam daerah Kabupaten dan daerah Kota tidak ada lagi wilayah  administrasi. 
 6.      Kawasan  khusus yang dibina oleh Pemerintah atau pihak lain seperti Badan  Otorita, Kawasan  Pelabuan, Kawasan Pertambangan, Kawasan Kehutanan,  Kawasan Perkotaan Baru, Kawasan Wisata dan semacamnya berlaku ketentuan  peraturan Daerah Otonom. 
 7.      Pelaksanaan  Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan  legislatif daerah,  baik sebagai fungsi legislasi, fungsi pengawas  maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. 
 8.      Pelaksanaan  asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah Propinsi dalam kedudukannya  sebagai Wilayah  Administrasi untuk memelaksanakan kewenangan  pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada  Gubernur sebagai wakil  Pemerintah. 
 9.      Pelaksanaan  asas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari Pemerintah Daerah  kepada Desa  yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana,  serta sumber daya manusia dengan kewajiban  melaporkan pelaksanaan dan  mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan. 
 Perkembangan  Otonomi Daerah di Indonesia Meskipun UUD 1945 yang menjadi acuan  konstitusi telah menetapkan konsep dasar tentang kebijakan otonomi  kepada daerah-daerah, tetapi dalam perkembangan sejarahnya ide otonomi  daerah itu mengalami berbagai perubahan bentuk kebijakan yang disebabkan  oleh kuatnya tarik-menarik kalangan elit politik pada masanya. Apabila  perkembangan otonomi daerah dianalisis sejak tahun 1945, akan terlihat  bahwa perubahan-perubahan konsepsi otonomi banyak ditentukan oleh para  elit politik yang berkuasa pada saat it. Hal itu terlihat jelas dalam  aturan-aturan mengenai pemerintahan daerah sebagaimana yang terdapat  dalam UU berikut ini: 
 1.        UU  No. 1 tahun 1945Kebijakan Otonomi daerah pada masa ini lebih  menitikberatkan pada dekonsentrasi. Kepala daerah hanyalah kepanjangan  tangan pemerintahan pusat. 
 2.        UU  No. 22 tahun 1948Mulai tahun ini Kebijakan otonomi daerah lebih  menitikberatkan pada desentralisasi. Tetapi masih ada dualisme peran di  kepala daerah, di satu sisi ia punya peran besar untuk daerah, tapi juga  masih menjadi alat pemerintah pusat. 
 3.        UU  No. 1 tahun 1957Kebijakan otonomi daerah pada masa ini masih bersifat  dualisme, di mana kepala daerah bertanggung jawab penuh pada DPRD,  tetapi juga masih alat pemerintah pusat. 
 4.        Penetapan  Presiden No.6 tahun 1959Pada masa ini kebijakan otonomi daerah lebih  menekankan dekonsentrasi. Melalui penpres ini kepala daerah diangkat  oleh pemerintah pusat terutama dari kalangan pamong praja.
 5.        UU  No. 8 tahun 1965Pada masa ini kebijakan otonomi daerah menitikberatkan  pada desentralisasi dengan memberikan otonomi yang seluas-luasnya bagi  daerah, sedangkan dekonsentrasi diterapkan hanya sebagai pelengkap saja 
 6.        UU  No. 5 tahun 1974 Setelah terjadinya G.30.S PKI pada dasarnya telah  terjadi kevakuman dalam pengaturan penyelenggaraan pemerintahan di  daerah sampai dengan dikeluarkanya UU NO. 5 tahun 1974 yaitu  desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas perbantuan. Sejalan dengan  kebijakan ekonomi pada awal Ode Baru, maka pada masa berlakunya UU No. 5  tahun 1974 pembangunan menjadi isu sentral dibanding dengan politik.  Pada penerapanya, terasa seolah-olah telah terjadi proses depolitisasi  peran pemerintah daerah dan menggantikannya dengan peran pembangunan  yang menjadi isu nasional. 
 7.        UU  No. 22 tahun 1999 Pada masa ini terjadi lagi perubahan yang menjadikan  pemerintah daerah sebagai titik sentral dalam penyelenggaraan  pemerintahan dan pembangunan dengan mengedapankan otonomi luas, nyata  dan bertanggung jawab.
 C.      Pembagian Kewenangan Pusat dan Daerah 
 1.      Kewenangan  Daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan kecuali  kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan,  peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain. 
 2.      Kewenangan  bidang lain tersebut meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional  dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan  keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara,  pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber  daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan  standardisasi nasional. 
 3.      Kewenangan  Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah dalam rangka desentralisasi  harus disertai dengan penyerahan dan pengalihan pembiayaan, sarana dan  prasarana, serta sumber daya manusia sesuai dengan kewenangan yang  diserahkan tersebut. 
 4.      Kewenangan  Pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur dalam rangka ekonsentrasi  harus disertai dengan pembiayaan sesuai dengan kewenangan yang  dilimpahkan tersebut. 
 5.      Kewenangan  Propinsi sebagai Daerah Otonom mencakup kewenangan dalam bidang  pemerintahan yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, serta kewenangan  dalam bidang pemerintahan tertentu   lainnya. 
 6.      Kewenangan  Propinsi sebagai Daerah Otonom termasuk juga kewenangan yang tidak atau  belum dapat  dilaksanakan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. 
 7.      Kewenangan  Propinsi sebagai Wilayah Administrasi mencakup kewenangan dalam  bidang pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur selaku wakil  Pemerintah. 
 8.      Daerah  berwenang mengelola sumber daya nasional yang tersedia di wilayahnya  dan bertanggung  jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan  peraturan perundang-undangan. Kewenangan Daerah di wilayah laut  meliputi: 
 ·  Eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah laut tersebut; 
 ·         Pengaturan kepentingan administratif; 
 ·         Pengaturan tata ruang;
 ·         Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan   kewenangannya oleh pemerintah; dan 
 ·         Bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara. 
 9.      Kewenangan  Daerah Kabupaten dan Daerah Kota di wilayah laut adalah sejauh  sepertiga dari batas laut Daerah Propinsi. Pengaturan lebih lanjut  mengenai batas laut diatur dengan Peraturan Pemerintah. 
 10.  Kewenangan  Daerah Kabupaten dan Daerah Kota mencakup semua kewenangan pemerintahan  selain kewenangan yang dikecualikan seperti kewenangan dalam bidang  politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal,  agama, serta kewenangan bidang lain yang mencakup kebijakan tentang  perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro,  dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga  perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia,  pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis,  konservasi, dan standarisasi nasional. 
 11.  Kewenangan  Daerah Kabupaten dan Daerah Kota tidak mencakup kewenangan pemerintahan  yang menjadi kewenangan Daerah Propinsi. Bidang pemerintahan yang wajib  dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota meliputi pekerjaan  umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan,  industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan,  koperasi, dan tenaga kerja. 
 12.  Pemerintah  dapat menugaskan kepada Daerah tugas-tugas tertentu dalam rangka tugas  pembantuan disertai pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya  manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan  mempertanggungjawabkannya kepada Pemerintah. Setiap penugasan ditetapkan  dengan peraturan perundang-undangan.
 BAB V
 PENUTUP
 A.      KESIMPULAN
 Sejak  proklamasi kemerdekaan hingga sekarang system pemerintahan daerah yang  berlaku di Negara RI mengalami beberapa kali perubahan karena  Undang-Undang yang mengaturnya itu berbeda-beda dan bersumber pada  Undang-Undang Dasar tidak menganut azas yang sama. Selain itu juga  system pemerintahan daerah sebelum proklamasi kemerdekaan sudah dikenal  orang pada zaman penjajahan Hindia-Belanda dan Jepang.
 Arti penting Otonomi Daerah-Desentralisasi:
 1.        Untuk terciptanya efisiensi-efektifitas penyelenggraan pemerinntahan;
 2.        Sebagai sarana pendidikan politik;
 3.        Pemerintahan daerah sebagai persiapan untuk karir politik lanjutan;
 -          Stabilitas politik;
 -          Kesetaraan politik
 -          Akuntabilitas publik.
 -           
 B.       SARAN 
 Dalam  rangka melancarkan pelaksanaan pembangunan yang tersebar di seluruh  pelosok Negara, dan dalam membina kestabilan politik serta kesatuan  bangsa maka hubungan yang serasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah atas  dasar keutuhan Otonomi Daerah yang nyata dan bertanggung jawab yang  dapat menjamin perkembangan dan pembangunan daerah dan dilaksanakan  bersama-san\ma dengan dekonsentrasi.
 DAFTA PUSTAKA
 Google:http//www.otonomidaerah.com. “latar belakang munculnya otonomi daerah.”
 Google: http//www.otonomidaerah.com. “senralisasi dan desentralisasi dalam otonomi daerah.”
0 komentar:
Posting Komentar