PARASITOLOGI
Adalah Ilmu yg mempelajari makhluk hidup (organisme)
yang hidupnya menumpang (bergantung) pada makhluk hidup yang lain.
Organisme /makhluk hidup yang menumpangàParasit
Organisme/makhluk hidup yang ditumpangi biasanya
lebih besar daripada parasità
disebut Host atau Hospes atau Tuan Rumah à yg memberi makanan dan perlindungan fisik kepada parasit.
Ada istilah
Ø
Endoparasità parasit yg hidup di dalam tubuh manusia (darah,otot, usus atau organ lain
)àplasmodium
Ø
Ectoparasitàhidup menempel pada bagian luar kulit kadang masuk ke dalam jaringan
kulit..sarcoptes scabiei
Ø
Obligate Parasit à parasit yg tidak bisa hidup bila tidak menumpang pada host ..Virus
Ø
Fakultatif Parasit à parasit yang pada keadaan tertentu dapat hidup sendiri di alam, tidak
menumpang host .. cacing
Parasit (berdasarkan arti katanya, bhs Yunani)
merupakan semua organism yang hidup menumpang pada organism lain (host/inang)
untuk mendapat tempat hidup dan memenuhi kebutuhan nutriennya dengan mengambil
nutrient inang.
Dengan definisi tersebut, yang dimaksud parasit (secara luas) mencakup semua agen infeksius meliputi: virus, bakteri, jamur, protozoa, dan helminthes (cacing).
Namun, praktisnya, saat ini bidang yang menelaah agen-agen infeksius terbagi atas mikrobiologi (bakteri, virus, jamur) dan parasitologi (protozoa, helminthes)
Dengan definisi tersebut, yang dimaksud parasit (secara luas) mencakup semua agen infeksius meliputi: virus, bakteri, jamur, protozoa, dan helminthes (cacing).
Namun, praktisnya, saat ini bidang yang menelaah agen-agen infeksius terbagi atas mikrobiologi (bakteri, virus, jamur) dan parasitologi (protozoa, helminthes)
Hubungan Parasitologi Dengan Ilmu Lain
Dalam
perkembanganya, parasitologi tentunya tidak lepas dari ilmu-ilmu yang lain,
terkait pada hal-hal berikut:
1. Taksonomi
Sebelum merambah ke disiplin ilmu yang
lain, tentunya diperlukan adanya pengetahuan mengenai subyek parasitologi itu
sendiri. Yakni dengan mengidentifikasi dan mengklasifikasi organisme parasit
yang dipelajari dalam parasitologi menurut klasifikasi yang diterapkan pada
taksonomi.
2. epidemiologiàDisiplin Ilmu social
Untuk memahami epidemiologi parasit,
diperlukan pengetahuan menganai:Faktor social, Iklim, Budaya setempat, Ekonomi
global
3. Ekologi dan embriologi parasit
Dalam mengatasi masalah yang muncul oleh
infeksi parasit ini, manusia berusaha untuk menyembuhkan penderita (yang
terinfeksi) dan mengeliminasi agen infeksius.
1. Untuk dapat melaksanakan usaha tersebut diperlukan
pemahaman mengenai:
pengetahuan tentang siklus hidup parasit yakniàEkological event transmisi dari satu host ke host lain beserta tahapan eksternalnya
pengetahuan tentang siklus hidup parasit yakniàEkological event transmisi dari satu host ke host lain beserta tahapan eksternalnya
2. pengetahuan tentang reproduksi parasitàEmbriological event
(inget, blok nya dr kadek: Occupational Health Care Service bab
kedokteran agroindustri, membasmi tahapan embrional parasit jauh lebih efektif
daripada membasmi stadium dewasanya)
4. biologi molekuleràDasar-dasar biologi kehidupan
Dasar biologi sel antara parasit dengan
organisme bebas tidak berbeda, sehingga parasit dapat digunakan untuk
mempelajari genetika molekuler dan ekspresi gen, serta meneliti metode diagnose
penyakit infeksi dan pembasmian parasit.
Contoh: Trypanosoma, salah satu protozoa,
digunakan untuk meriset genetika molekuler dan ekspresi gen
5. Ilmu lain yang menelaah agen infeksius
Disiplin ilmu lain, bukan cabang ilmu dari
parasitologi
·
Virology
·
Bakteriologi
·
Mikologi
·
Nematologi
tumbuhan
Tujuan
Pengajaran Parasitologi
Menyadari akibat yang dapat
ditimbulkan oleh gangguan parasit terhadap kesejahteraan manusia, maka perlu
dilakukan usaha pencegahan dan pengendalian penyakitnya. Sehubungan dengan hal
tersebut maka sangat diperlukan suatu pengetahuan tentang kehidupan organisme
parasit yang bersangkutan selengkapnya. Tujuan pengajaran parasitologi, dalam
hal ini di antaranya adalah mengajarkan tentang siklus hidup parasit serta
aspek epidemiologi penyakit yang ditimbulkannya. Dengan mempelajari siklus
hidup parasit, kita akan dapat mengetahui bilamana dan bagaimana kita dapat
terinfeksi oleh parasit, serta bagaimana kemungkinan akibat yang dapat
ditimbulkannya. Selanjutnya ditunjang oleh pengetahuan epidemiologi penyakit,
kita akan dapat menentukan cara pencegahan dan pengendaliannya.
Istilah
dalam Parasitologi dan Pembagian Hewan Parasit
1.
Organisme (manusia atau hewan) yang ditempati oleh organisme lain
(parasit) di mana organisme tersebut merugikan hospes (inang) yang
ditumpanginya karena mengambil makanan disebut hospes.
2.
Hospes yang dirugikan itu dapat digolongkan menjadi 4 macam yaitu hospes
definitif, hospes perantara, hospes predileksi dan hospes reservoir. Hospes
definitif yaitu hospes yang membantu hidup parasit dalam stadium dewasa/stadium
seksual.
3.
Berdasar lama waktu hidupnya parasit dibagi menjadi dua yaitu parasit
temporer dan stasioner. Parasit temporer disebut juga parasit nonperiodis
(nonberkala) yang mengunjungi hospesnya pada waktu-waktu berselang atau parasit
tersebut tidak menetap pada tubuh hospesnya.
4.
Pediculus humanus disebut sebagai ektoparasit karena hidup di kepala atau
hidup pada permukaan luar hospesnya.
Hubungan antara Parasit dengan
Inang Derajat preferensi inang adalah produk adaptasi biologis dari parasit yang
menyebabkan parasit tersebut secara alami mempunyai pilihan terhadap inang dan
juga jaringan tubuh inang. Semakin tinggi derajat preferensi suatu parasit
terhadap inang akan menyebabkan adanya spesifitas inang.
Kekebalan terhadap parasit,
Modus dan Sumber Penulurannya Di dalam tubuh terdapat suatu mekanisme yaitu
mekanisme tanggap kebal yang akan mengenali dan segera memusnahkan setiap sel
yang berbeda/asing dari sel normal tubuhnya sendiri. Seperti pada kekebalan
terhadap bakteri, cendawan, dan virus, kekebalan dalam parasitologi terdiri
dari kekebalan bawaan yang mungkin disebabkan spesifitas inang, karakteristik
fisik inang, sifat biokimia yang khas dan kebiasaan inang serta kekebalan
didapat. Kekebalan didapat dibedakan menjadi:
·
Kekebalan secara pasif, contohnya ialah kekebalan anak yang didapat dari
kolostrum ibunya.
·
Kekebalan didapat secara aktif.
Reaksi kekebalan didapat secara
aktif timbul setelah adanya rangsangan oleh antigen. Tergantung dari sifat
antigen sehingga terjadi pembelahan limfosit-limfosit menjadi sel-T atau sel B.
Sel T mempunyai reseptor khusus terhadap antigen tertentu, sedangkan sel B akan
mengeluarkan antibodi yang dikenal sebagai imunoglobulin yang akan berikatan
secara khas pula dengan antigen. Modus penularan ialah cara atau metode
penularan penyakit yang biasanya terjadi. Pada umumnya, cara penularan penyakit
parasit adalah secara kontak langsung, melalui mulut (food-borne parasitosis),
melalui kulit, melalui plasenta, melalui alat kelamin dan melalui air susu.
Sumber penularan bagi penyakit parasit, seperti halnya bagi penyakit menular
lain terjadi dari inang yang satu ke inang yang lain. Penularan dapat juga dari
sumber penyakit kepada inang baru. Adapun yang dapat berlaku sebagai sumber
penularan penyakit parasit ialah organisme baik hewan maupun tumbuhan dan benda
mati seperti tanah, air, makanan dan minuman.
Ekologi
Parasit
Ekologi parasit adalah ilmu
yang mempelajari hubungan antara parasit dengan lingkungan habitatnya, terutama
mengenai distribusi parasit dengan sumber makanannya dan interaksi jenis-jenis
parasit dalam satu habitat. Parasit yang terdapat di dalam tubuh inang, mungkin
terdapat di dalam sistem pencernaan, sistem sirkulasi, sistem respirasi atau
alat-alat dalam tubuh seperti hati, ginjal, otak dan limpa. Biometeorologi
adalah ilmu tentang atmosfer dan segala fenomena-fenomenanya/ilmu tentang cuaca
yang berhubungan dengan data kehidupan. Faktor meteorologi yang berpengaruh
pada kelangsungan hidup parasit adalah:
a. Data biometeorologi
b. Penguapan air
c. Kandungan air dalam tanah.
Pengaruh
Faktor Cuaca terhadap Siklus Hidup Parasit
Pengaruh jumlah hujan dan
temperatur terhadap kelangsungan hidup suatu jenis parasit berbeda, sebagai
contoh Nematoda parasit membutuhkan lebih sedikit curah hujan dibandingkan
dengan Trematoda. Trematoda membutuhkan jumlah air yang lebih banyak
dibandingkan dengan Nematoda sebab untuk menetaskan miracidium diperlukan
genangan air. Demikian juga pada telur cacing nematoda umumnya lebih tahan
terhadap temperatur yang lebih tinggi daripada Trematoda dan Cestoda, tetapi
sebagai larva infektif sebaliknya, yaitu larva Nematoda lebih tahan dingin
daripada larva Trematoda dan Cestoda. Diduga bagian sinar matahari yang
berpengaruh besar pada siklus hidup parasit adalah sinar ultraviolet. Dalam bereaksi
terhadap tantangan dari faktor-faktor cuaca tersebut parasit bereaksi secara
gabungan dan bukan bereaksi terhadap faktor itu satu demi satu.
Ruang
Lingkup Parasitisme
Dalam mempelajari parasitologi
diperlukan pengertian dan pendekatan ekologi serta memahami ekologi parasit
yang merupakan dasar pembahasan berbagai masalah antara lain masuknya parasit
ke dalam hospes, kepadatan parasit, inang dan sebagainya. Demikian juga untuk
memahami penyebarannya perlu dipelajari mikro distribusi parasit. Faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap kehidupan parasit antara lain air, temperatur, sinar
matahari, waktu, flora dan fauna. Semua makhluk hidup itu bereaksi terhadap
banyak faktor-faktor tersebut secara bersama-sama, tidak terhadap faktor satu
demi satu. Selanjutnya dalam mencegah dan mengobati penyakit secara umum dengan
tindakan praktis, khususnya dalam pencegahan serta pemberantasannya.
Penggolongan
Zoonosis dan Aspek yang Mempengaruhinya
Zoonosis adalah penyakit atau
penularan-penularan yang secara alamiah terjadi antara hewan dan manusia.
Penggolongan zoonosis dapat didasarkan pada:
(1) tingkat derajat revervoirnya dalam sistem
zoologi,
(2) siklus penularan dan prospek pengendaliannya,
(3) taksonomi parasit penyebabnya.
Hal-hal yang berpengaruh
terhadap kasus zoonosis parasiter pada manusia adalah:
1.
aspek sosial budaya atau ekonomi; di antaranya adalah jenis pekerjaan.
Sebagai pemburu juga pekerja hutan, mereka lebih terbuka kemungkinannya untuk
memperoleh zoonosis parasiter dari hewan buruan dan hewan liar di hutan sebagai
reservoirnya. Berbeda dengan pekerja pengalengan susu, daging atau ikan yang
secara langsung lebih terbuka terhadap penularan zoonosis parasiter dari jenis
toksoplasmosis, hidatidosis dan larva migran.
2.
Aspek ekologi; bertambahnya populasi atau dengan adanya transmigrasi,
yang akan mengubah keadaan lingkungan. Perubahan ekologi, seperti adanya 2
ekosistem yang semula terpisah, kemudian bersatu dan dapat menjadi fokus baru
bagi berbagai penyakit zoonosis; di antaranya schistosomiasis, trypanosomiasis,
paragonimiasis dan sebagainya
3.
Aspek iklim dan cuaca; sebagai contoh: negara Indonesia dengan iklim tropis,
panas, tetapi curah hujan cukup sehingga kelembabannya cukup pula. Hal tersebut
memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan berbagai jenis parasit selagi berada
di luar tubuh hospesnya. Contoh: sporulasi ookista Toxoplasma gondii,
pembentukan telur infektif berbagai cacing parasit usus, demikian pula bagi
kelangsungan hidup berbagai vektor dan hospes perantara yang sangat dipengaruhi
oleh iklim dan cuaca. Faktor-faktor yang mendukung siklus hidup zoonosis
parasiter di daerah endemis, di antaranya: faktor bangsa, ethnis, agama,
populasi geografis.
Jika parasit masuk ke host à timbul gejala penyakit à
INFEKSIà mulai masuk s/d timbul gejala à masa inkubasi.
Penyakit Karena Parasit à Parasitosis
Sumber Penularan Parasitosis
1.
Tanah dan air terkontaminasi
2.
Makanan yang mengandung parasit
3.
Arthropoda pengisap darah
4.
Binatang peliharaan yg mengandung
parasit
5.
Penderita dan barang/lingkungannya.
Parasit dapat masuk ke host à inhalasi, kontak langsung, mulut /pencernaan, plasenta dll.
Mengenal Makhluk HidupàParasitàpenyakit
Virus,monera,protista,fungi,plantae,
animalia.
BAKTERI
Moneraà
kingdom makhluk bersel tunggal prokariot ( tdk punya membran inti yg
sebenarnya) àbakteri
dan ganggang biru-hijau
Ø
Jika Disebut Bakteri
1.
identik dg makhluk sangat kecil
penyebab penyaki( anggapan yg kurang tepat )
2.
karena byk bakteri yg apatogenà
sebagian patogen
3.
ukuran antara 0,5 mikron – 2 mikron dengan bentuk bermacam-macam ( batang/bacil, spiral,
vibrio,cocus dll ) ada anaerob ada juga yg aerob.
4.
contoh jenis bakteri parasit : Salmonela Typosa, Micobakterium TB, Clostrodium Tetani,
Treponema Palidum, Eschercia Coli, Peneumococus, Stapilococus, Corrynebacterium
diphtheriae,Neichria gonorhoae, Vibrio Cholera/eltor, Bordetella Pertusis,
Shigella Disentriae dll.
5.
Bakteri bisa berada di tanah, udara,
air, tubuh hewan, tumbuhan di tempat yg suhunya 60 drjt Clcius juga ada.
Beberapa spesies menghasilkan spora shg sulit di basmi ( anthrax)..
6.
Pertumbuhan bakteri setiap 20 menit
(jd2) 40 menit (4 sel)dst.
7.
Nutrisi Bakterià Autotrof (buat sendiri)
à
Heterotrof (bergantung makhluk lain)
Tbc, Typus, Anthrax dll.
Ø
Kedudukan bakteri
-
Tumbuhan 5 divisi à protophyta, Thalophyta, Bryophyta, Pteridophyta dan Spermatophyta.
-
Protophyta à 3 kelas à Schizophyceae (gg.bru) Schizomycetes (bakteri dan yg serupa),
Microtatobiotes (ricketsia,virus)...
-
Schizomycetes à 10 Ordo à Pseudomonadales, Clamydobacteriales, Hyphomicrobiales, Eubacteriales,
Actinomycetales, Caryophanales, Beggiatoales, Mycobacteriales, Spirochaetales,
Mycoplasmastales...
-
Masing2 ordo à Sub Ordo à Famili, genus dan Spesies...
Ø
Penyakit pada manusia yang disebabkan
oleh Bakteri
1.
Anthrax
Anthrax
adalah penyakit hewan yang dapat menular ke manusia dan bersifat akut.
Penyebabnya bakteri Bacillus anthracisà famili
bacillaceae...Ordo Eubacteriales...
Bakteri bentuk batang, gram positif, menghasilkan exotoxin, tidak
bergerak punya kapsul...Menurut drh Suprodjo Hardjo Utomo MS APU dari Balitvet,
bakteri ini bersifat aerob, memerlukan oksigen aerob dan anaerob ..untuk hidup.
Di alam bebas bakteri ini membentuk spora yang tahan puluhan tahun dalam tanah
dan bisa menjadi sumber penularan pada hewan dan manusia. Kasus di Bogor tejadi
karena spora terbawa banjir. Hewan tertular akibat makan spora yang menempel
pada tanaman yang dimakan. Hewan yang mati akibat anthrax harus langsung
dikubur atau dibakar, tidak boleh dilukai supaya bakteri tidak menyebar.
Bakteri ini parasit pada ternak, kuda, kambing, biri, sapi, burung unta.. gejala
pada hewan à demam
tinggi, gelisah, gemetar.. produksi susu hewan turun...nafsu makan hilang,
keluar darah hitam dari anus...mulut..hidung...air kemih...-->mati..
Penularan
pada manusia bisa lewat kontak langsung spora yang ada di tanah, tanaman,
maupun bahan dari hewan sakit (kulit, daging, tulang atau darah). Mengonsumsi
produk hewan yang kena anthrax atau melalui udara yang mengandung spora,
misalnya, pada pekerja di pabrik wool atau kulit binatang. Karenanya ada empat
tipe anthrax, yaitu anthrax kulit, pencernaan/anthrax usus, pernapasan/anthrax
paru dan anthrax otak. Anthrax otak terjadi jika bakteri terbawa darah masuk ke
otak.
Masa
inkubasi anthrax kulit sekitar dua sampai lima hari. Mula-mula kulit gatal,
kemudian melepuh yang jika pecah membentuk keropeng hitam di tengahnya disertai
demam tinggi à muntah
campur darah...sakit perut /mencret...sesk nafas, sakit kepala hebat...kaku
saat duduk..kesadaran turun,,kejang ...mati... Di sekitar keropeng bengkak dan
nyeri.
Pada
anthrax yang masuk tubuh dalam 24 jam sudah tampak tanda demam. Mual, muntah
darah pada anthrax usus, batuk, sesak napas pada anthrax paru, sakit kepala dan
kejang pada anthrax otak. Jika tak segera diobati bisa meninggal dalam waktu
satu atau dua hari. Namun obatnya sudah ada, yakni penisilin dan derivatnya.
Karena setiap petugas kesehatan sudah dilatih untuk menangani, sebaiknya
penderita segera dibawa ke Puskesmas atau rumah sakit. Untuk mencegah tertular
anthrax dianjurkan untuk membeli daging dari tempat pemotongan resmi, memasak
daging secara matang untuk mematikan kuman, serta mencuci tangan sebelum makan.
Tingkat
Kematian Manusia Akibat Anthrax Mencapai 18 Persen. Penyakit Anthrax memang
layak ditakuti karena sangat mematikan. Sapi, domba atau kambing yang
terserang, akan menemui ajal dalam hitungan jam. Kemampuan membunuh yang sangat
cepat ini justru ada baiknya, karena penularan penyakit anthrak sangat lambat
dan tak meluas (endemik, sporadik). Lain dengan flu yang bisa mewabah hampir di
semua muka bumi dengan begitu cepatnya.
Penyakit
Anthrax termasuk kelompok penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia
(Zoonosis). Penyakit ini paling sering menyerang ternak herbivora terutama
Sapi, domba, Kambing dan selalu berakhir pada kematian. Sasaran berikutnya kuda
dan babi. Hewan kelompok omnivora ini bisa lebih bertahan sehingga sebagian
penderita selamat dari maut. Serangan pada ayam, belum pernah ada laporan. Berdasar
penelitan yang selama ini telah dilakukan, pada manusia, dilaporkan tingkat
kematian mencapai 18 persen (dari 100 kasus, 18 penderita meninggal). Penyebab
Anthrax, bernama Bacillus anthracis, dapat bersembunyi dalam tanah selama 70
tahun. Bila situasi lingkungan cocok bagi pertumbuhan kuman, misalnya karena
tergenang air, B anthracis akan bangkit dari kubur dan menyerang hewan yang ada
di sekitarnya. Karenanya, tanah yang tercemar merupakan sumber infeksi dan
bersifat bahaya laten. Kumannya dapat terserap akar tumbuh-tumbuhan hingga
mencapai daun maupun buah sehingga akan menginfeksi ternak maupun manusia yang
mengkonsumsinya
2.
Tuberkulosis (TBC)
Tuberkulosis
adalah suatu infeksi menular dan bisa berakibat fatal, yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis, Mycobacterium bovis atau Mycobacterium africanum.
Tuberkulosis menunjukkan penyakit yang paling sering disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis, tetapi kadang disebabkan oleh M.bovis atau M.africanum.
Bakteri
lainnya menyebabkan penyakit yang menyerupai tuberkulosis, tetapi tidak menular
dan sebagian besar memberikan respon yang buruk terhadap obat-obatan yang
sangat efektif mengobati tuberkulosis.
Tuberkulosis
ditularkan melalui udara yang terkontaminasi oleh bakteri M. tuberculosis. Udara terkontaminasi oleh bakteri karena
penderita tuberkulosis aktif melepaskan bakteri melalui batuk dan bakteri bisa
bertahan dalam udara selama beberapa jam. Janin bisa tertular dari ibunya
sebelum atau selama proses persalinan karena menghirup atau menelan cairan
ketuban yang terkontaminasi. Bayi bisa tertular karena menghirup udara yang
mengandung bakteri. Di negara-negara berkembang, anak-anak terinfeksi oleh
mikobakterium lainnya yang menyebabkan tuberkulosis. Organisme ini disebut M.
bovis, yang bisa disebarkan melalui susu yang tidak disterilkan.
Sistem
kekebalan seseorang yang terinfeksi oleh tuberkulosis biasanya menghancurkan
bakteri atau menahannya di tempat terjadinya infeksi. Kadang bakteri tidak
dimusnahkan tetapi tetap berada dalam bentuk tidak aktif (dorman) di
dalam makrofag (sejenis sel darah putih) selama bertahun-tahun. Sekitar
80% infeksi tuberkulosis terjadi akibat pengaktivan kembali bakteri . Bakteri
yang tinggal di dalam jaringan parut akibat infeksi sebelumnya (biasanya di
puncak salah satu atau kedua paru-paru) mulai berkembangbiak. Pengaktivan
bakteri dorman ini bisa terjadi jika sistem kekebalan penderita menurun
(misalnya karena AIDS, pemakaian kortikosteroid atau lanjut usia).
Biasanya
seseorang yang terinfeksi oleh tuberkulosis memiliki peluang sebesar 5% untuk
mengalami suatu infeksi aktif dalam waktu 1-2 tahun.
Perkembangan
tuberkulosis pada setiap orang bervariasi, tergantung kepada berbagai faktor:
§
Suku : tuberkulosis berkembang lebih
cepat pada orang kulit hitam dan penduduk asli Amerika
§
Sistem kekebalan : infeksi aktif lebih
sering dan lebih cepat terjadi pada penderita AIDS. Penderita AIDS memiliki
peluang sebesar 50% utnuk menderita infeksi aktif dalam waktu 2 bulan. Jika
bakteri menjadi resisten terhadap antibiotik, maka kemungkinan meninggal pada
penderita AIDS dan tuberkulosis dalam waktu 2 bulan adalah sebesar 50%.
Tuberkulosis aktif biasanya dimulai di paru-paru (tuberkulosis pulmoner).
Tuberkulosis yang menyerang bagian tubuh lainnya (tuberkulosis ekstrapulmoner) biasanya berasal dari tuberkulosis pulmoner yang telah menyebar melalui darah. Infeksi bisa tidak menyebabkan penyakit, tetapi bakteri tetap hidup dorman di dalam jaringan parut yang kecil.
Tuberkulosis milier Tuberkulosis
yang bisa berakibat fatal dapat terjadi jika sejumlah besar bakteri menyebar ke
seluruh tubuh melalui aliran darah. Infeksi ini disebut tuberkulosis milier,
karena menyebabkan terbentuknya jutaan luka kecil seukuran jewawut (makanan
burung). Gejala tuberkulosis milier bisa sangat samar dan sulit dikenali; yaitu
berupa penurunan berat badan, demam, menggigil, lemah, tidak enak badan dan
gangguan pernafasan. Jika menyerang sumsum tulang, bisa terjadi anemia
berat dan kelainan darah lainnya, yang menyerupai leukemia. Pelepasan
bakteri sewaktu-waktu ke dalam aliran darah dari luka yang tersembunyi bisa
menyebabkan demam yang hilang-timbul, disertai penurunan berat badan secara
bertahap.
Penyebab : Bakteri Mycobacterium
tuberculosis, Mycobacterium bovis atau Mycobacterium africanum
Gejala : Pada awalnya
penderita hanya merasakan tidak sehat atau batuk. Pada pagi hari, batuk bisa
disertai sedikit dahak berwarna hijau atau kuning. Jumlah dahak biasanya akan
bertambah banyak, sejalan dengan perkembangan penyakit. Pada akhirnya, dahak
akan berwarna kemerahan karena mengandung darah. Salah satu gejala yang paling
sering ditemukan adalah berkeringat di malam hari. Penderita sering terbangun
di malam hari karena tubuhnya basah kuyup oleh keringat sehingga pakaian atau
bahkan sepreinya harus diganti. Sesak nafas merupakan pertanda adanya udara (pneumotoraks
atau cairan (efusi pleura) di dalam rongga pleura. Sekitar
sepertiga infeksi ditemukan dalam bentuk efusi pleura. Pada infeksi
tuberkulosis yang baru, bakteri pindah dari luka di paru-paru ke dalam kelenjar
getah bening yang berasal dari paru-paru. Jika sistem pertahanan tubuh alami
bisa mengendalikan infeksi, maka infeksi tidak akan berlanjut dan bakteri
menjadi dorman. Pada anak-anak, kelenjar getah bening menjadi besar dan menekan
tabung bronkial dan menyebabkan batuk atau bahkan mungkin menyebabkan penciutan
paru-paru. Kadang bakteri naik ke saluran getah bening dan membentuk sekelompok
kelenjar getah bening di leher. Infeksi pada kelenjar getah bening ini bisa
menembus kulit dan menghasilkan nanah. Tuberkulosis bisa menyerang organ tubuh
selain paru-paru dan keadaan ini disebut tuberkulosis ekstrapulmoner. Bagian tubuh yang paling sering terkena
adalah ginjal dan tulang. Tuberkulosis ginjal bisa hanya menghasilkan sedikit
gejala, tetapi infeksi bisa menghancurkan sebagian dari ginjal. Lalu
tuberkulosis bisa menyebar ke kandung kemih.
Pada
pria, infeksi juga bisa menyebar ke prostat, vesikula seminalis dan epididimis,
menyebabkan terbentuknya benjolan di dalam kantung zakar.
Pada wanita, tuberkulosis bisa menyerang indung telur dan salurannya, sehingga terjadi kemandulan. Dari indung telur, infeksi bisa menyebar ke selaput rongga perut dan menyebabkan peritonitis tuberkulosis, dengan gejala berupa lelah, nyeri perut disertai nyeri tekan ringan sampai nyeri hebat yang menyerupai radang usus buntu. Infeksi bisa menyebar ke persendian, menyebabkan artritis tuberkulosis. Sendi meradang dan nyeri. Yang paling sering terkena adalah sendi pinggul dan lutut; tetapi bisa juga menyerang tulang pergelangan tangan, tangan dan sikut.
Pada wanita, tuberkulosis bisa menyerang indung telur dan salurannya, sehingga terjadi kemandulan. Dari indung telur, infeksi bisa menyebar ke selaput rongga perut dan menyebabkan peritonitis tuberkulosis, dengan gejala berupa lelah, nyeri perut disertai nyeri tekan ringan sampai nyeri hebat yang menyerupai radang usus buntu. Infeksi bisa menyebar ke persendian, menyebabkan artritis tuberkulosis. Sendi meradang dan nyeri. Yang paling sering terkena adalah sendi pinggul dan lutut; tetapi bisa juga menyerang tulang pergelangan tangan, tangan dan sikut.
Tuberkulosis
bisa menginfeksi kulit, usus dan kelenjar adrenal.
Infeksi pada dinding aorta (arteri utama) menyebabkan pecahnya aorta.
Infeksi pada kantung jantung menyebabkan perikarditis tuberkulosis, dimana perikardiuim teregang oleh cairan. Cairan ini bisa mengganggu kemampuan jantung dalam memompa darah. Gejalanya berupa demam, pelebaran vena leher dan sesak nafas.
Infeksi pada dinding aorta (arteri utama) menyebabkan pecahnya aorta.
Infeksi pada kantung jantung menyebabkan perikarditis tuberkulosis, dimana perikardiuim teregang oleh cairan. Cairan ini bisa mengganggu kemampuan jantung dalam memompa darah. Gejalanya berupa demam, pelebaran vena leher dan sesak nafas.
Infeksi
pada dasar otak disebut meningitis tuberkulosis. Gejalanya berupa demam,
sakit kepala yang menetap, mual dan penurunan kesadaran. Kuduk sangat kaku
sehingga dagu tidak dapat didekatkan ke dada. Kadang setelah meningitisnya
membaik, akan terbentuk massa di dalam otak, yang disebut tuberkuloma.
Tuberkuloma bisa menyebabkan kelemahan otot (seperti yang terjadi pada stroke)
dan harus diangkat melalui pembedahan.
Pada
anak-anak, bakteri bisa menginfeksi tulang belakang dan ujung tulang-tulang panjang
pada lengan dan tungkai. Jika keadaan ini tidak segera diatasi, bisa terjadi
kolaps pada 1 atau 2 tulan belakang yang dapat menyebabkan kelumpuhan.
Di
negara-negara berkembang, bakteri tuberkulosis bisa disebarkan melalui susu
yang terkontaminasi dan tinggal di dalam kelenjar getah bening leher atau di
dalam usus halus. Selaput lendir dari saluran pencernaan resisten terhadap
bakteri, karena itu infeksi baru terjadi jika bakteri terdapat dalam jumlah
yang sangat banyak atau jika terdapat gangguan sistem kekebalan. Tuberkulosis
intestinalis bisa tidak menimbulkan gejala, tetapi menyebabkan pertumbuhan
jaringan yang abnormal di daerah yang terinfeksi, yang bisa disalahartikan
sebagai kanker.
Tuberkulosis
pada berbagai organ
Bagian Yg Terinfeksi
|
Gejala atau komplikasi
|
Rongga perut
|
Lelah,
nyeri tekan ringan, nyeri seperti apendisitis
|
Kandung kemih
|
Nyeri ketika berkemih
|
Otak
|
Demam, sakit kepala, mual,
penurunan kesadaran, kerusakan otak yg menyebabkan terjadinya koma
|
Perikardium
|
Demam,
pelebaran vena leher, sesak nafas
|
Persendian
|
Gejala yg menyerupai artritis
|
Ginjal
|
Kerusakan gijal, infeksi di sekitar
ginjal
|
Organ reproduksi pria
|
Benjolan di
dalam kantung zakar
|
Organ reproduksi wanita
|
Kemandulan
|
Tulang belakang
|
Nyeri, kollaps
tulang belakang & kelumpuhan tungkai
|
Diagnosa :Yang seringkali merupakan petunjuk awal dari tuberkulosis adalah foto rontgen dada. Penyakit ini tampak sebagai daerah putih yang bentuknya tidak teratur dengan latar belakang hitam. Rontgen juga bisa menunjukkan efusi pleura atau pembesaran jantung (perikarditis).
Pemeriksaan diagnostik untuk
tuberkulosis adalah:
1. Tes kulit tuberkulin,
disuntikkan sejumlah kecil protein yang berasal dari bakteri tuberkulosis ke
dalam lapisan kulit (biasanya di lengan). 2 hari kemudian dilakukan pengamatan
pada daerah suntikan, jika terjadi pembengkakand an kemerahan, maka hasilnya
adalah positif.
2. Pemeriksaan dahak, cairan tubuh atau
jaringan yang terinfeksi. Dengan sebuah jarum diambil contoh cairan dari dada,
perut, sendi atau sekitar jantung. Mungkin perlu dilakukan biopsi untuk
memperoleh contoh jaringan yang terinfeksi.
Untuk memastikan diagnosis meningitis tuberkulosis, dilakukan pemeriksaan reaksi rantai polimerase (PCR) terhadap cairan serebrospinalis. Untuk memastikan tuberkulosis ginjal, bisa dilakukan pemeriksaan PCR terhadap air kemih penderita atau pemeriksaan rontgen dengan zat warna khusus untuk menggambarkan adanya massa atau rongga abnormal yang disebabkan oleh tuberkulosis. Kadang perlu dilakukan pengambilan contoh massa tersebut untuk membedakan antara kanker dan tuberkulosis.
Untuk memastikan diagnosis tuberkulosis
pada organ reproduksi wanita, dilakukan pemeriksaan panggul melalui laparoskopi.
Pada kasus-kasus tertentu perlu dilakukan pemeriksaan terhadap contoh jaringan
hati, kelenjar getah bening atau sumsum tulang.
Pengobatan :Terdapat
5 jenis antibotik yang dapat digunakan. Suatu infeksi tuberkulosis pulmoner
aktif seringkali mengandung 1 miliar atau lebih bakteri, sehingga pemberian 1
macam obat akan menyisakan ribuan organisme yang benar-benar resisten terhadap
obat tersebut. Karena itu, paling tidak, diberikan 2 macam obat yang memiliki
mekanisme kerja yang berlainan dan kedua obat ini akan bersama-sama memusnahkan
semua bakteri.
Setelah penderita benar-benar sembuh,
pengobatan harus terus dilanjutkan, karena diperlukan waktu yang lama untuk
memusnahkan semua bakteri dan untuk mengurangi kemungkinan terjadi kekambuhan.
Antibiotik yang paling sering
digunakan adalah isoniazid, rifampicin, pirazinamid, streptomisin dan
etambutol. Isoniazid, rifampicin dan pirazinamid dapat digabungkan dalam 1
kapsul, sehingga mengurangi jumlah pil yang harus ditelan oleh penderita. Ketiga
obat ini bisa menyebabkan mual dan muntah sebagai akibat dari efeknya terhadap
hati. Jika timbul mual dan muntah, maka pemakaian obat harus dihentikan sampai
dilakukan tes fungsi hati. Jika tes fungsi hati menunjukkan adanya reaksi
terhadap salah dari ketiga obat tersebut, maka biasanya obat yang bersangkutan
diganti dengan obat yang lain.
Pemberian
etambutol diawali dengan dosis yang relatif tinggi untuk membantu mengurangi
jumlah bakteri dengan segera. Setelah 2 bulan, dosisnya dikurangi untuk
menghindari efek samping yang berbahaya terhadap mata. Streptomisin merupakan
obat pertama yang efektif melawan tuberkulosis, tetapi harus diberikan dalam
bentuk suntikan. Jika diberikan dalam dosis tinggi atau pemakaiannya berlanjut
sampai lebih dari 3 bulan, streptomisin bisa menyebabkan gangguan pendengaran
dan keseimbangan.
Jika
penderita benar-benar mengikuti pengobatan dengan teratur, maka tidak perlu
dilakukan pembedahan untuk mengangkat sebagian paru-paru. Kadang pembedahan
dilakukan untuk membuang nanah atau memperbaiki kelainan bentuk tulang belakang
akibat tuberkulosis.
Pencegahan : Terdapat
beberapa cara untuk mencegah tuberkulosis:
·
Sinar ultraviolet pembasmi bakteri, bisa
digunakan di tempat-tempat dimana sekumpulan orang dengan berbagai penyakit
harus duduk bersama-sama selama beberapa jam (misalnya di rumah sakit, ruang
tunggu gawat darurat). Sinar ini bisa membunuh bakteri yang terdapat di dalam
udara.
·
Isoniazid
sangat efektif jika diberikan kepada orang-orang dengan resiko tinggi
tuberkulosis, misalnya petugas kesehatan dengan hasil tes tuberkulin positif,
tetapi hasil rontgen tidak menunjukkan adanya penyakit. Isoniazid diminum
setiap hari selama 6-9 bulan.
·
Penderita
tuberkulosis pulmoner yang sedang menjalani pengobatan tidak perlu diisolasi
lebih dari beberapa hari karena obatnya bekerja secara cepat sehingga
mengurangi kemungkinan terjadinya penularan. Tetapi penderita yang mengalami
batuk dan tidak menjalani pengobatan secara teratur, perlu diisolasi lebih lama
karena bisa menularkan penyakitnya Penderita biasanya tidak lagi dapat
menularkan penyakitnya setalah menjalani pengobatan selama 10-14 hari.
·
Di
negara-negara berkembang, vaksin BCG digunakan untuk mencegah infeksi
oleh M. tuberculosis.
PROTISTA
Mirip tumbuhan à Filum
Crysophyta, Euglenophyta, Gg coklat, merah, hijau
Mirip Hewan à
Rhizopoda *Amoeba à
E.histolitika dan Ginggivalis
à Ciliata (Paramecium)
à Flagelata ( Tripanosoma )
à Sporozoa à plasmodium à
Vivak
(T), malariae(Q), falcifarum(T), ovale(0)
1. Mirip Hewan à
Protozoa
a.
Flagelata
1. Trichonympha & Myxotricha
Dalam usus rayap à kayu
jadi lunak à non
parasit
2. Trypanosoma Gambiense à parasit
Golongan dari spesies ini pada umumnya hidup sebagai
parasit yang hidup di dalam darah, baik manusia maupun ternak. Penyakit ini
pernah menyerang orang afrika bagian barat dengan gejala awal si penderita suka
tidur dan dikenal dengan penyakit tidur. Trypanosoma Gambiense hidup di dalam
kelenjar ludah lalat Tsetse (Glossina palpalis). Pada saat menusuk kelenjar
yang mengandung parasit tersebut masuk ke dalam darah manusia yang menyerang
getah bening ( kelenjar limfa ) dan akibatnya kelenjar limfa si penderita
membengkak / membesar dan terasa nyeri disertai demam tinggi.
Apabila tidak segera diobati , setelah beberapa
bulan kemudian Trypanosoma Gambiense akan menyerang sistem syaraf pusat (otak).
Hal tersebut akan mengakibatkan penderita mengalami kelumpuhan, penurunan
mental , dan tidak dapat bicara dengan jelas serta sering pingsan. Jika
keadaan ini berlanjut , maka si penderita akan koma dan akhirnya akan meninggal
dunia. Penyakit ini di kenal sebagai penyakit tidur di ” afrika barat ”. Apakah
juga ada penyakit tidur di afrika timur ? Penyakit tidur di Afrika Timur di
sebabkan oleh jenis spesies Trypanosoma rhodesiense, hanya penularan melalui
lalat Glossina mortisans.
Tripanosoma Cruzi àvektor
kutu à demam,
muntah diare....--> bengkak kgb...
3. Trichomonas Vaginalis
Bila ditinjau dari namanya, jenis ini menimbulkan
satu tipe penyakit vaginitis, yaitu merupakan peradangan
pada vagina yang ditandai dengan keluarnya cairan *mirip keputihan* dan
disertai rasa panas seperti terbakar dan rasa gatal. Spesies ini tidak
mempunyai stadium yg menyebar sebagai penyakit kelamin. Dapat juga
menginfeksi dan menular pada pria yanng menimbulkan penyakit prostatitis.
Trichomonas Vaginalis dapat berpindah dari
wanita pada pria melalui hubungan
seksual.
4. Giardia Lambia
Merupakan satu-satunya protozoa usus yang menimbulkan
penyakit disentri/diare dan kejang-kejang di bagian perut.Protozoa ini
ditemukan dalam duodenum/usus dua belas jari. Penularanya melalui makanan atau
minuman yang tercemar dan melaui kontak dari tangan ke mulut.
5. Leishmania Donovani
Leishmania Donovani menimbulkan penyakit pada anjing
dan dapat ditularkan pada manusia. Penyakit ini menyebabkan perbesaran limpa,
hati, anemia sehingga dapat menimbulkan kematian . Inang perantaranya sejenis
lalat pasir (phlebotomus
Di Indonesia penyakit seperti ini belum pernah
ditemukan.
b.
Rizopoda
Amoeba merupakan salah satu anggota Rhizopoda yang terkenal.Golongan
rhizopoda ini bergerak dengan menggunakan kaki semu (pseupodia). Kaki semu ini
sebenarnya merupakan perluasan protoplasma sehingga dapat bergerak di suatu
permukaan dan menelan partikel-partikel makanan kemudian masuk dalam vakuola yang akan dicerna dalam vakuola
tersebut.
Bentuk amoeba senantiasa berubah-ubah, hidupnya
bebas, terdapat di tanah becek atau di perairan yang babyak mengandung bahan
organik, tetapi ada juga yang hidup sebagai parasit yang sering di kenal dengan
sebutan Entamoeba.
Pada bagian luar tubuh amoeba terdapat memberan
sel/memberan plasma sebagai pelindung isi sel dan pengatur pertukaran zat
makanan, gas, ekskresi. Disebelah dalam terdapat sitoplasma yaitu bagian luar
(ektoplasma) berbatasan dengan memberan, tipis, jernih. Di sebelah dalam
organel sel terdapat vakuola yang berguna untuk mencerna makanan dan
mengedarkannya, mengatur pembuangan sisa-sisa metabolisme berupa cairan atau gas
dan inti/nukleus yang berfungsi sebagai pusat pengaturan proses yang terjadi
didalam sel.
Bagaimana cara amoeba mendapatkan mskanan? Jika ada
makanan diluar, ia akan menjulurkan pseudopodianya dan akan bergerak menuju
makanan tersebut. Pseudopodia akan mengelilingi makanan tersebut dan akan masuk
dalam membran plasma. Selanjutnya ,prosesnya sama seperti terjadi pada protozoa
.
Jika makanannya habis, amoeba dapat mempertahankan
hidupnya dengan membentuk kista, yaitu dengan tubuhnya yang inaktif berubah berbentuk
bulat, sehingga memberan plasmanya menebal untuk melindungi tubuhnya dari
kondisi luar yang jelek. Jika keadaan luar sudah memungkinkan, misalnya
tersedia makanannya, maka diding kista tersebut akan pecah dan keluarlah amoeba
tersebut untuk memenuhi hidupnya kembali. Bagaimana juga dengan caranya
bereproduksi?
Amoeba memperbanyak diri dengan cara pembelahan inti
sel menjadi dua yang diikuti dengan pembelahan sitoplasma (sitokinesis).
Mula-mula, nukleus membelah (kariokinesis) sehingga menjadi pelekukan memberan
plasma ke arah dalam. Pelekukan ini menggenting dan
terputus sehingga terbentuk dua sel anak. Waktu yang diperlukan untuk proses
pembelahan ini adalah 21 menit.
Apa peranan rhizopoda dalam kehidupan
manusia?
Entamoba
Golongan entamoeba yang banyak hidup pada
manusia, misalnya Entamoeba gingivalis yang hidup dalam mulut manusia dan
merupakan salah satu penyebab radang pada gusi.
Untuk mencegah penyakit ini seringlah menggosok
gigi untuk mencegah pembusukan yang sangat baik sebagai tempat hidupnya.
Entamoeba coli hidup dalam usus manusia dan
bersifat tidak berbahaya. Spesies ini bila hidup di perut manusia akan membantu
proses pencernaan makanan. Tetapi untuk Entamoeba histolytica bersifat parasit
pada usus manusia, kucing, anjing dan babi à
yang akan menyebabkan penyakit diare / disentri atau yang dikenal dengan
penyakit amobiasisà
mudah ditularkan oleh serangga (lalat/kecoak). Apabila tidak diobati, maka
kista amoeba dapat mencapai hati dan tinggal di dalamnya sampai bertahun-tahun
dan suatu saat kista tersebut akan tumbuh dan menyerang organ hati . Untuk. itulah, hendaknya selalu
mengusahakan supaya makanan/minuman yang kita konsumsi bersih .
c.
Ciliata
Paramecium à
Balantidium coli à
disentri à
manusia , monyet, orang hutan, babi dan tikus...
d.
Sporozoa
Plasmodiumà4
Vivax à
malaria tertiana
Malariae àmalaria
quartana
Falcifarum à
malaria tropikana
Ovale à
malaria ovale
à
ada darah manusia / hewan dan tubuh nyamuk Anopheles Betina...
MICROCCOCUS
1.
Staphylococus
a)
Bentuk kuman
b)
Dapat bundar atau lonjong, tidak
bergerak, gram +
c)
Besarnya, + 0,8 micron
d)
Letaknya kuman. Bergerombolan
seperti buah anggur
e)
Identifikasi
Bilamana ditanam dalam perbenihan, terlihat
koloni-koloni yang dari atas terlihat bundar dan dari sisi meninggi. Warna
koloni dapat : putih. Kuning kehijau-hijauan dan kuning tua
f)
Klasifikasi
Melihat warna koloni tadi maka Staphylococcus ini
dibagi atas golongan :
-
Staphylococcus albus = warna putih
-
Staphylococcus citreus = warna kuning
atau kehijauan
-
Staphylococcus aureus = warna kuning tua
atau seperti emas
g)
Patogenitas
Patogenitasnya dapat timbul dan dapat hilang. Yang
pathogen ialah golongan aureus
Penyakit yang ditimbulkannya
-
Radang di kulit atau di bawah kulit dan
menimbulkan bisul yang bernanah
-
Lubang berisi nanah ini disebut abses
-
Kuman-kuman di dalam abses dapat
menembus masuk ke dalam darah bisa menimbulkan sepsis dan menimbulkan abses di
tempat lain
h)
Pemeriksaan
Untuk menentukan jenis dan
patogenitasnya kuman diadakan pemeriksaan, dengan dua cara :
1.
Dengan menggunakan percobaan hewan
Hewan yang digunakan ialah kelinci. Kelinci disuntik
intrakutan dengan kuman tadi. Bila kuman itu patogen, maka sesudah 3 hari
sampai 1 minggu terlihat kulit tempat suntikan tadi jadi nekrotik
2.
Dengan menanamkan kuman di dalam
perbenihan darah
Jika Staphylococcus itu patogen, maka terlihat warna
bening di sekitar koloni hilang. Terjadinya hal ini oleh karena adanya proses
hemolisis
2.
Streptococcus
1) Alpha Streptococcus = Streptococcus
viridans = Vergroenendestreptoccous
a)
Bentuk kuman. Bundar atau lonjong, gram
+
b)
Letak kuman
Bila dilihat dalam preparat, terlihat kuman itu
terletak berjajar seperti rantai. Dapat juga terputus dan terlihat terletak
berdua-dua yaitu seperti Diplococcus
c)
Identifikasi
Bila ditanam di dalam perbenihan darah, di sekitar
koloni, warna menjadi berubah, warnanya coklat kehijau-hijauan karena
mengandung methemoglobin, jika diperiksa secara kimia.
Preparat yang dimuat dari bahan yang berasal dari
menusia atau binatang percobaan memperlihatkan kuman-kuman yang mempunyai
selubung (kapsul). Bila preparat diambil dari perbenihan, maka tidak akan
terlihat adanya selubung.
d)
Klasifikasi
- Yang
terkenal Pneumococcus Bentuk kuman bulat panjang, berkelompok dua.
- Alpha
streptococcus yang menyebabkan penyakit jantung yaitu Endocarditis lenta.
e)
Patogenitas
Pneumococcus adalah yang sangat patogen untuk
manusia dan binatang. Ada juga Streptococcus yang tidak patogen yakni yang
terdapat dalam mulut dan tekak manusia.
f)
Penyakit yang ditimbulkannya
Streptococcus yang termasuk golongan Pneumococcus dapat menimbulkan :
- Radang
pada telinga (Otitis media)
- Radang
pada mata (Ulcus serpons cornea)
g)
Pemeriksaan
Untuk diagnosa yang cepat, maka diambil sputum,
kemudian disuntikkan pada tikus putih intraperitoneal. Jika ternyata ada
Pneumococcus di dalamnya, maka tikus tadi akan mati dalam 24 jam. Untuk
memastikannya darah dalam jantung diambil dan ditanam. Bila ternyata tidak
terdapat Pneumococcus, maka hal tersebut
merupakan suatu tanda bahwa matinya tikus bukan karena Pneumococcus
2)
Betta Streptococcus
a)
Bentuk kuman. Bundar atau lonjong, gram
+
b)
Letak kuman
Bila dilihat
dalam preparat, terlihat kuman itu terletak berjajar seperti rantai. Dapat juga
terputus dan terlihat terletak berdua-dua yaitu seperti Diplococcus
c)
Identifikasi
Bila ditanam di
atas perbenihan darah, maka terlihat di sekeliling koloni itu putih yaitu
karena terjadinya hemolisis. Pada perbenihan cair yang dicampur darah, bila
didiamkan, maka eritrosit di bawah dengan cairan putih di atasnya.
Jika perbenihan
cair ini ditanami dengan Betastreptococcus, maka eritrosit sebagian akan
dipecahkan dan terlihat di bawah eritrosit yang belum dipecahkan berwarna merah
keruh, dan di atasnya terdapat cairan yang berwarna merah jernih.
d)
Patogenesitas
Dari golongan
ini semua sangat patogen, dan menimbulkan berbagai macam penyakit
e)
Penyakit yang ditimbulkannya
Penyakit yang ditimbulkannya antara lain
:
- Angina
- Radang
paru-paru (pneumoni)à alveoli
- Radang
telinga tengah (otitis media)
- Radang
selaput otak (meningitis)
- Radang atau
gangguan pada alat kelamin wanita )
3)
Streptococcus indifferens
a)
Bentuk kuman. Bundar atau lonjong, gram
+
b)
Letak kuman
Bila dilihat
dalam preparat, terlihat kuman itu terletak berjajar seperti rantai. Dapat juga
terputus dan terlihat terletak berdua-dua yaitu seperti Diplococcus
c)
Identifikasi
Jika ditanam
dalam perbenihan darah, tidak akan terjadi perubahan apa-apa. Bentuk koloni
dari semua Streptococcus :
- dari
atas : bundar, bening
- dari
samping : sedikit datar
3.
Neisseria
1)
Gonococcus
a)
Bentuk kuman. Bundar atau lonjong, gram
+
b)
Letak kuman
Bila dilihat
dalam preparat, terlihat kuman itu terletak berjajar seperti rantai. Dapat juga
terputus dan terlihat terletak berdua-dua yaitu seperti Diplococcus
c)
Identifikasi
Membutuhkan
media pembiakan khusus
d)
Penyakit yang ditimbulkan
Sangat patogen
e)
Penyakit yang ditimbulkan
Dapat
menyebabkan radang pada alat kelamin, menimbulkan kencing nanah atau Gonorrhoe.
Radang juga dapat timbul di lain tempat misalnya pada selaput mata. Kalau
tangan tidak dicuci dengan bersih dapat membawa penularan kepada mata. Pada
wanita, radang pada alat kelamin luar, dapat menjalar ke alat kelamin dalam hingga dapat menjalar sampai
uterus, tuba ovarii, kemudian dapat juga ke peritoneum dan menimbulkan
peritonitis. Selain dari itu dapat juga menjalar ke kandung kemih hingga
menimbulkan radang kandung kemih atau sistitis, terus ke ginjal, menimbulkan
peielitis. Bila kuman masuk ke dalam darah dapat menimbulkan radang pada
sendi-sendi, dinamakan : artitis.
2)
Meningococcus
1)
Bentuk kuman. Bundar atau lonjong, gram
+
2)
Letak kuman
Bila dilihat
dalam preparat, terlihat kuman itu terletak berjajar seperti rantai. Dapat juga
terputus dan terlihat terletak berdua-dua yaitu seperti Diplococcus
3)
Identifikasi
Bila dilihat dalam
preparat berbeda dari Gonococcus. Gonococcus bentuknya seperti biji kopi
dan terdapat intraseluler
4)
Patogenitas
Patogen. Terjadi
epidemi dari meningitis ini karena adanya carrier
(pembawa kuman)
5)
Penyakit yang ditimbulkan
Menyebabkan
radang pada selaput otak (meningen) yang disebut meningitis cerebro soubakus eoudenuca
1. Penyakit demam tipoid ( tipes ).
Penyakit tipes disebabkan oleh kuman jenis bakteri (
Salmonella
Typhi ) yang penularannya melalui makanan dan minuman yang tercemar oleh kuman
di kotoran manusia. Gejala atau
tanda-tanda penyakit ini adalah sbb:
- Panas badan tinggi terus
menerus, lesu dan sakit kepala yg disertai mual / muntah dan lidah kotor.
- Rasa sakit dan pegal di
otot-otot, kenaikan denyut nadi tidak sesuai kenaikan suhu tubuh ( biasanya
kalau suhu tubuh naik denyut nadi akan bertambah, tetapi pada penyakit ini
tidak demikian karena pertambahan denyut nadi relatif sedikit ).
-
Pada minggu kedua biasanya panas
meninggi dan sering disertai bercak merah di perut.
Sebaiknya penderita segera berobat ke dokter/RSU.
Pencegahan : Menjaga kebersihan makanan dan minuman.
2.
Penyakit diare ( muntaber ).
Sebagian
besar diare disebabkan oleh virus yang penularannya melalui makanan/minuman
yang tercemar kotoran. Tanda-tandanya yaitu berak cair lebih dari 3 kali sehari
kadang disertai muntah. Pengobatan beri Oralit atau Larutan Gula Garam memakai air masak ( 1 gelas setiap sekali
keluar cairan ). Pada diare biasa belum memerlukan obat-obatan antibiotika .
Jika diare hebat ( KHOLERA ) yaitu berak lebih dari 20 kali sehari kotoran
seperti tajin / air cucian beras atau Diare jenis Disentri ( berak sering tapi
tidak banyak dan disertai lendir dan darah , nyeri pada perut ) harus segera
dibawa ke Puskesmas. Kholera dan Disentri disebabkan oleh kuman jenis bakteri
dan sering menimbulkan wabah seta kematian. Pencegahan dengan membiasakan
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat melalui pemakaian air bersih, minum air yang
dimasak dan membuang kotoran di Jamban Keluarga.
3.
Penyakit gonorrhoe (kencing nanah).
Penyakit
Gonorrhoe atau sering disebut kencing nanah, merupakan penyakit menular
langsung yang disebabkan oleh kuman jenis bakteri gonokokus bernama Neisseria
Gonorrhoae yang penularannya melalui hubungan kelamin. Gejala
atau tanda-tanda dari penyakit kencing nanah ini adalah sebagai berikut :
-
Rasa sakit / nyeri pada waktu kencing dan
pada waktu ereksi setelah beberapa hari ( 1 minggu ) berhubungan kelamin dengan penderita penyakit
Gonorrhoe.
-
Keluar nanah dari saluran kencing terutama
pada pagi hari.
-
Pada wanita sering tanpa gejala, biasanya
rasa nyeri pada perut bagian bawah dan kadang-kadang ditandai dengan keputihan
serta bau yang tidak sedap pada vagina.
Penyakit ini dapat disembuhkan jika segera berobat ke dokter /
puskesmas dan menghentikan kebiasaan berhubungan seks dengan penderita yang
biasanya pada wanita penjaja seks.
4.
Penyakit sifilis ( raja
singa ).
Merupakan
penyakit menular langsung disebabkan oleh kuman jenis bakteri
Triponema Palidum yang menular melalui hubungan kelamin. Gejala atau
tanda-tandanya adalah sebagai berikut :
- Luka yang bersih dan tidak
nyeri disekitar alat kelamin, anus dan mulut yang muncul 2 – 3 minggu setelah
terkena infeksi ( berhubungan kelamin ).
- 6 – 8 minggu kemudian timbul
pembesaran kelenjar getah bening ( bagian leher ) disusul dengan rasa badan
tidak enak serta bercak merah pada kulit.
- Semua gejala ini bisa hilang
sendiri dan penderita sering terkecoh dikira sudah sembuh, padahal saat itu
infeksi terus berlangsung sehingga lama-lama mempengaruhi hati, jantung,
tulang, saraf dan menimbulkan kerusakan diberbagai bagian tubuh.
Penyakit
Sifilis ini dapat dicegah dengan menghindari hubungan seks secara bebas atau
liar. Dan apabila terlanjur terkena infeksi harus sesegera mungkin berobat
sejak gejala awal.
5. Difteri
1. Identifikasi
Difteria adalah suatu
penyakit bakteri akut terutama menyerang tonsil, faring, laring, hidung,
adakalanya menyerang selaput lendir atau kulit serta kadang-kadang konjungtiva
atau vagina. Timbulnya lesi yang khas disebabkan oleh cytotoxin spesifik yang
dilepas oleh bakteri. Lesi nampak sebagai suatu membran asimetrik keabu-abuan
yang dikelilingi dengan daerah inflamasi. Tenggorokan terasa sakit, sekalipun
pada difteria faucial atau pada difteria faringotonsiler, diikuti dengan
kelenjar limfe yang membesar dan
melunak. Pada kasus-kasus yang sedang dan berat ditandai dengan pembengkakan
dan oedema di leher dengan pembentukan membran pada trachea secara ekstensif
dan dapat terjadi obstruksi jalan napas.
Difteri hidung biasanya
ringan dan kronis dengan salah satu rongga hidung tersumbat dan terjadi
ekskorisasi (ledes). Infeksi subklinis (atau kolonisasi) merupakan kasus terbanyak.
Toksin dapat menyebabkan myocarditis dengan heart block dan kegagalan jantung
kongestif yang progresif, timbul satu minggu setelah gejala klinis difteri.
Gejala lain yang muncul belakangan antara lain neuropati yang mirip dengan Guillain
Barre Syndrome. Tingkat kematian kasus mencapai 5-10% untuk difteri
noncutaneus, angka ini tidak banyak berubah selama 50 tahun. Bentuk lesi pada
difteria kulit bermacam-macam dan tidak dapat dibedakan dari lesi penyakit
kulit yang lain, bisa seperti atau merupakan bagian dari impetigo.
Pengaruh toksin difteria
pada lesi perifer tidak jelas. Difteria sebaiknya selalu dipikirkan dalam
membuat diferensial diagnosa pada infeksi bakteri (khususnya Streptococcus) dan
viral pharingitis, Vincent’s angina, mononucleosis infeksiosa, syphilis pada
mulut dan candidiasis.
Perkiraan diagnosa difteri
didasarkan pada ditemukan adanya membran asimetris keabu-abuan khususnya bila
menyebar ke ovula dan palatum molle pada penderita tonsillitis, pharingitis
atau limfadenopati leher atau adanya discharge serosanguinus dari hidung.
Diagnosa difteri dikonfrimasi dengan pemeriksaan bakteriologis terhadap sediaan
yang diambil dari lesi.
Jika diduga kuat bahwa kasus ini adalah penderita
difteria maka secepatnya diberikan pengobatan yang tepat dengan antibiotika dan
pemberian antitoksin. Pengobatan ini dilakukan sambil menunggu hasil
pemeriksaan laboratoriumnya negative.
2. Penyebab
Penyakit
Penyebab penyakit adalah Corynebacterium
diphtheria dari biotipe gravis, mitis atau intermedius. Bakteri membuat
toksin bila bakteri terinfeksi oleh coryne bacteriophage yang mengandung
diphtheria toxin gene tox. Strain nontoksikogenik jarang menimbulkan
lesi lokal, namun strain ini dikaitkan
dengan kejadian endokarditis infektif.
3. Distribusi
Penyakit
Penyakit ini muncul
terutama pada bulan-bulan dimana temperatur lebih dingin di negara subtropis
dan terutama menyerang anak-anak berumur di bawah 15 tahun yang belum
diimunisasi. Sering juga dijumpai pada kelompok remaja yang tidak diimunisasi.
Di negara tropis variasi musim kurang jelas, yang sering terjadi adalah infeksi
subklinis dan difteri kulit.
Di Amerika Serikat dari
tahun 1980 hingga 1998, kejadian difteri dilaporkan rata-rata 4 kasus setiap
tahunnya; dua pertiga dari orang yang terinfeksi kebanyakan berusia 20 tahun
atau lebih. KLB yang sempat luas terjadi di Federasi Rusia pada tahun 1990 dan
kemudian menyebar ke negara-negara lain yang dahulu bergabung dalam Uni Soviet
dan Mongolia. Faktor risiko yang mendasari terjadinya infeksi difteri dikalangan
orang dewasa adalah menurunnya imunitas yang didapat karena imunisasi pada
waktu bayi, tidak lengkapnya jadwal imunisasi oleh karena kontraindikasi yang
tidak jelas, adanya gerakan yang menentang imunisasi serta menurunnya tingkat
sosial ekonomi masyarakat.
Wabah mulai menurun
setelah penyakit tersebut mencapai puncaknya pada tahun 1995 meskipun pada
kejadian tersebut dilaporkan telah terjadi 150.000 kasus dan 5.000 diantaranya
meninggal dunia antara tahun 1990-1997. Di Ekuador telah terjadi KLB pada tahun
1993/1994 dengan 200 kasus, setengah dari kasus tersebut berusia 15 tahun ke
atas. Pada kedua KLB tersebut dapat diatasi dengan cara melakukan imunisasi
massal.
4. Reservoir: Manusia.
5. Cara
Penularan
Cara penularan adalah
melalui kontak dengan penderita atau carrier; jarang sekali penularan melalui
peralatan yang tercemar oleh discharge dari lesi penderita difteri. Susu yang
tidak dipasteurisasi dapat berperan sebagai media penularan.
6. Masa
Inkubasi
Biasanya
2-5 hari terkadang lebih lama.
7. Masa Penularan
Masa penularan beragam,
tetap menular sampai tidak ditemukan lagi bakteri dari discharge dan lesi;
biasanya berlangsung 2 minggu atau kurang bahkan kadangkala dapat lebih dari 4
minggu. Terapi antibiotik yang efektif dapat mengurangi penularan. Carrier
kronis dapat menularkan penyakit sampai 6 bulan.
8. Kerentanan
dan Kekebalan
Bayi yang lahir dari ibu
yang memiliki imunitas biasanya memiliki imunitas juga; perlindungan yang
diberikan bersifat pasif dan biasanya hilang sebelum bulan keenam. Imunitas
seumur hidup tidak selalu, adalah imunitas yang didapat setelah sembuh dari
penyakit atau dari infeksi yang subklinis. Imunisasi dengan toxoid memberikan
kekebalan cukup lama namun bukan kekebalan seumur hidup. Sero survey di Amerika
Serikat menunjukkan bahwa lebih dari 40% remaja kadar antitoksin protektifnya
rendah; tingkat imunitas di Kanada, Australia dan beberapa negara di Eropa
lainnya juga mengalami penurunan. Walaupun demikian remaja yang lebih dewasa
ini masih memiliki memori imunologis yang dapat melindungi mereka dari serangan
penyakit. Di Amerika Serikat kebanyakan anak-anak telah diimunisasi pada
kuartal ke-2 sejak tahun 1997, 95% dari anak-anak berusia 2 tahun menerima 3
dosis vaksin difteri. Antitoksin yang terbentuk melindungi orang terhadap
penyakit sistemik namun tidak melindungi dari kolonisasi pada nasofaring.
DPT3 à DIPTERI, PERTUSIS, TETANUS....
BCG 1 à TBC
HB3 à HEPATIS
CAMPAK 1 à CAMPAK
POLIO4 àPOLIO
9. Cara-cara Pemberantasan
A.
Cara Pencegahan
1)
Kegiatan
penyuluhan sangatlah penting: beri penyuluhan kepada masyarakat terutama kepada
para orang tua tentang bahaya dari difteria dan perlunya imunisasi aktif
diberikan kepada bayi dan anak-anak.
2)
Tindakan
pemberantasan yang efektif adalah dengan melakukan imunisasi aktif secara luas
(missal) dengan Diphtheria Toxoid (DT). Imunisasi dilakukan pada waktu bayi
dengan vaksin yang mengandung diphtheria toxoid, tetanus toxoid, antigen
“acellular pertussis: (DtaP, yang digunakan di Amerika Serikat) atau vaksin
yang mengandung “whole cell pertusis” (DTP). Vaksin yang mengandung
kombinasi diphtheria dan tetanus toxoid antigen “whole cell pertussis”,
dan tipe b haemophillus influenzae (DTP-Hib) saat ini juga telah tersedia.
3)
Jadwal
imunisasi berikut ini adalah yang direkomendasikan di Amerika Serikat (Negara
lain mungkin menggunakan jadwal lain dan tidak memberikan 4 dosis sebagai
imunisasi dasar).
a) Untuk anak-anak berusia kurang dari 7 tahun.
Imunisasi dasar untuk vaksin DtaP atau DTP-Hib, 3
dosis pertama diberikan dengan interval 4-8 minggu. Dosis pertama diberikan
saat bayi berusia 6-8 minggu; dosis ke-4 diberikan 6-12 bulan setelah dosis
ke-3 diberikan. Jadwal ini tidak perlu diulang kembali walaupun terjadi
keterlambatan dalam pelaksanaan jadwal tersebut.
Dosis ke-5 diberikan pada
saat usia 4-6 tahun (usia masuk sekolah); dosis ke-5 ini tidak perlu diberikan
jika sudah mendapat dosis ke-4 pada usia 4 tahun. Bila komponen pertusis dari
DTP merupakan kontraindikasi, sebagai pengganti dapat diberikan vaksin DT.
b) Untuk usia 7 tahun ke atas:
Mengingat efek samping
pemberian imunisasi meningkat dengan bertambahnya usia maka dosis booster untuk
anak usia di atas 7 tahun, vaksin yang dipakai adalah vaksin dengan konsentrasi
/ kadar diphtheria toxoid (dewasa) yang rendah. Sedangkan untuk mereka yang
sebelumnya belum pernah diimunisasi maka diberikan imunisasi dasar berupa 3
dosis vaksin serap tetanus dan diphtheria toxoid (Td).
Dua dosis pertama diberikan
dengan interval 4-6 minggu dan dosis ke-3 diberikan 6 bulan hingga 1 tahun
setelah dosis ke-2. data yang terbatas dari Swedia menunjukkan bahwa jadwal
pemberian imunisasi ini mungkin tidak memberikan tingkat perlindungan yang
memadai pada kebanyakan remaja, oleh karena itu perlu diberikan dosis tambahan.
Untuk mempertahankan tingkat perlindungan maka
perlu dilakukan pemberian dosis Td setiap 10 tahun kemudian.
4)
Upaya khusus perlu
dilakukan terhadap mereka yang terpajan dengan penderita seperti kepada para
petugas kesehatan dengan cara memberikan imunisasi dasar lengkap dan setiap
sepuluh tahun sekali diberikan dosis booster Td kepada mereka.
5)
Bagi anak-anak
dan orang dewasa yang mempunyai masalah dengan sistem kekebalan mereka (immunocompromised)
atau mereka yang terinfeksi HIV diberikan imunisasi dengan vaksin diphtheria
dengan jadwal yang sama bagi orang normal walaupun ada risiko pada orang-orang
ini tidak memberikan respon kekebalan yang optimal.
B.
Penanganan Penderita, Kontak dan
Lingkungan Sekitar
1)
Laporan kepada
petugas kesehatan setempat: Laporan wajib dilakukan di hampir semua negara
bagian di Amerika Serikat dan negara-negara lain di dunia, Kelas 2 A (lihat
pelaporan tentang penyakit menular).
2)
Isolasi:
Isolasi ketat dilakukan terhadap penderita difteria faringeal, isolasi untuk
difteria kulit dilakukan terhadap kontak hingga 2 kultur dari sampel
tenggorokan dan hidung (dan sampel dari lesi kulit pada difteria kulit hasilnya
negatif tidak ditemukan baksil. Jarak 2 kultur ini harus dibuat tidak kurang
dari 24 jam dan tidak kurang dari 24 jam setelah penghentian pemberian
antibiotika. Jika kultur tidak mungkin dilakukan maka tindakan isolasi dapat
diakhiri 14 hari setelah pemberian antibiotika yang tepat (lihat 9B7 di bawah).
3)
Desinfeksi
serentak: Dilakukan terhadap semua
barang yang dipakai oleh/untuk penderita dan terhadap barang yang tercemar
dengan discharge penderita. Dilakukan pencucihamaan menyeluruh.
4)
Karantina: Karantina dilakukan terhadap dewasa yang
pekerjaannya berhubungan dengan pengolahan makanan (khususnya susu) atau
terhadap mereka yang dekat dengan anak-anak yang belum diimunisasi. Mareka
harus diistirahatkan sementara dari pekerjaannya sampai mereka telah diobati
dengan cara seperti yang diuraikan di bawah dan pemeriksaan bakteriologis
menyatakan bahwa mereka bukan carrier.
5)
Manajemen
Kontak: Semua kontak dengan penderita
harus dilakukan kultur dari sample hidung dan tenggorokan, diawasi selama 7
hari. Dosis tunggal Benzathine Penicillin (IM: lihat uraian dibawah untuk dosis
pemberian) atau dengan Erythromycin selama 7-10 hari direkomendasikan untuk
diberikan kepada semua orang yang tinggal serumah dengan penderita difteria
tanpa melihat status imunisasi mereka. Kontak yang menangani makanan atau
menangani anak-anak sekolah harus dibebaskan untuk sementara dari pekerjaan
tersebut hingga hasil pemeriksaan bakteriologis menyatakan mereka bukan
carrier. Kontak yang sebelumnya sudah mendapatkan imunisasi dasar lengkap perlu
diberikan dosis booster apabila dosis imunisasi terakhir yang mereka terima
sudah lebih dari lima tahun. Sedangkan bagi kontak yang sebelumnya belum pernah
diimunisasi, berikan mereka imunisasi dasar dengan vaksinasi: Td, DT, DTP, DtaP
atau DTP-Hib tergantung dari usia mereka.
6)
Investigasi
kontak dan sumber infeksi: Pencarian carrier dengan menggunakan kultur dari
sampel yang diambil dari hidung dan tenggorokan tidak bermanfaat jika tindakan
yang diuraikan pada 9B5 diatas sudah dilakukan dengan benar. Pencarian carrier
dengan kultur hanya bermanfaat jika dilakukan terhadap kontak yang sangat
dekat.
7)
Pengobatan
spesifik: Jika diduga kuat bahwa
seseorang menderita difteria didasarkan kepada gejala klinis maka antitoksin
harus diberikan setelah sampel untuk pemeriksaan bakteriologis diambil tanpa
harus menunggu hasil pemeriksaan bakteriologis tersebut. (Saat ini yang
tersedia adalah antitoksin yang berasal dari kuda).
C.
Penanggulangan Wabah
1)
Imunisasi
sebaiknya dilakukan seluas mungkin terhadap kelompok yang mempunyai risiko
terkena difteria akan memberikan perlindungan bagi bayi dan anak-anak
prasekolah. Jika wabah terjadi pada orang dewasa, imunisasi dilakukan terhadap
orang yang paling berisiko terkena difteria. Ulangi imunisasi sebulan kemudian
untuk memperoleh sukurang-kurangnya 2 dosis.
2)
Lakukan
identifikasi terhadap mereka yang kontak dengan penderita dan mencari
orang-orang yang berisiko. Di lokasi yang terkena wabah dan fasilitasnya
memadai, lakukan penyelidikan epidemiologi terhadap kasus yang dilaporkan untuk
menetapkan diagnosis dari kasus-kasus tersebut dan untuk mengetahui biotipe dan
toksisitas dari C. diphtheriae.
D.
Implikasi Bencana
Kejadian luar biasa dapat terjadi ditempat dimana
kelompok rentan berkumpul, khususnya bayi dan anak-anak. Kejadian wabah
difteria seringkali terjadi oleh karena adanya perpindahan penduduk yang rentan
terhadap penyakit tersebut dalam jumlah banyak.
E. Penanganan Internasional
Orang yang mengadakan kunjungan atau singgah di
negara-negara yang terjangkit difteria faucial atau difteria kulit dianjurkan
mendapatkan imunisasi dasar. Dosis booster Td diberikan kepada orang yang
sebelumnya telah mendapatkan imunisasi.
6. Salmonelosis
1. Identifikasi
Penyakit
yang disebabkan oleh bakteri yang umumnya ditandai dengan gejala enterokolitis
akut, dengan sakit kepala yang tiba-tiba, sakit perut, diare, mual dan
kadang-kadang muntah. Dehidrasi, terutama yang terjadi pada anak-anak atau pada
orang tua, bisa berat. Demam biasanya selalu ada. Anoreksi dan diare kadang
muncul selama beberapa hari. Infeksi bisa bisa dimulai dengan enterokolitis
akut dan berkembang menjadi septicemia atau hanya infeksi lokal. Kadang-kadang,
penyebab infeksi terlokalisir di jaringan tubuh tertentu, menyebabkan abses dan
septic arthritis, kolesistitis,
endokarditis, meningitis, perikarditis, pneumonia, pyoderma atau pyelonefritis.
Kematian jarang terjadi, kecuali pada mereka yang berusia sangat muda atau
sangat tua, orang-orang yang lemah atau orang dengan imunosupresif. Namun
morbiditas dan hal yang berhubungan dengan biaya yang hilang karena
salmonellosis cukup tinggi.
Pada kasus
septicemia, Salmonella mungkin bisa
diisolasi pada media enterik dari contoh tinja dan darah selama fase akut dari
penyakit. Pada kasus enterokolitis,
ekskresi salmonella melalui tinja biasanya berlangsung selama beberapa hari atau beberapa minggu sesudah fase akut
dari penyakit; pemberian antibiotika mungkin tidak mengurangi waktu lamanya
organisme diekskresikan. Untuk mendeteksi infeksi asimtomatik, 3-10 gram tinja sebagai sample
lebih baik daripada rectal swabs dan
sample tinja ini diinokulasikan ke dalam media yang dipercaya; spesimen
dikumpulkan selama beberapa hari karena ekskresi organisme ini melalui tinja
tidak berlangsung tiap hari. Tes serologis tidak begitu bermanfaat dalam
menegakkan diagnosa.
2. Penyebab Penyakit
Nomenklatur
baru untuk Salmonella telah diusulkan berdasarkan pada keterkaitan DNA. Menurut
nomenklatur tadi, hanya ada 2 spesies yaitu Salmonella
bongori dan Salmonella enterica (kedua genus dan spesies ditulis dengan huruf
miring). Seluruh salmonella yang patogen terhadap manusia dianggap sebagai
serovarian dalam subspecies I dan S.
enterica. Nomenklatur baru tadi akan mengubah S. typhi menjadi S. enterica serovar Typhi dan
dipendekkan menjadi S. typhi (perhatikan bahwa Typhi tidak ditulis miring
dan dengan huruf besar). Beberapa lembaga resmi telah menggunakan nomenklatur
baru walaupun secara resmi belum disetujui hingga pertengahan tahun 1999.
Nomenklatur baru digunakan didalam bab ini.
Banyak
serotipe Salmonella patogen terhadap
binatang maupun manusia (strain manusia yang menyebabkan demam Tifoid dan
paratifoid akan dijelaskan pada bab yang berbeda). Prevalensi berbagai serotipe
yang berbeda bervariasi di berbagai negara; do beberapa negara yang melakukan
surveilans salmonella dengan baik, Salmonella enterica serovar Typhimurium
(S. typhimurium) dan Salmonella enterica serovar Entiritidis
(S. enteritidis) adalah yang paling banyak dilaporkan. Dari 2.000 jenis lebih
serotipe, hanya 200 yang dideteksi di AS. Di banyak daerah, hanya sejumlah
kecil serotipe saja yang dilaporkan sebagai penyebab kebanyakan kasus.
3. Distribusi penyakit
Tersebar di
seluruh dunia; lebih banyak dilaporkan di Amerika Utara dan Eropa karena sistem
pelaporannya baik. Salmonellosis dikategorikan sebagai penyakit yang ditularkan
melalui makanan (foodborne disease) oleh karena makanan yang
terkontaminasi, terutama kontaminasi oleh binatang, merupakan cara penularan
yang utama. Hanya sebagian kecil saja dari kasus-kasus ini yang diketahui
secara klinis dan di negara-negara industri hanya sekitar 1% kasus yang
dilaporkan. Incidence rate tertinggi
pada bayi dan anak kecil. Secara epidemiologis, gastroenteritis Salmonella bisa terjadi berupa KLB kecil
di lingkungan masyarakat umum. Sekitar 60-80% dari semua kasus muncul secara
sporadis; namun KLB besar di rumah sakit, institusi anak-anak, restoran dan
tempat penitipan anak-anak atau orang tua jarang terjadi dan biasanya muncul
karena makanan yang terkontaminasi, atau yang lebih jarang terjadi, adalah
pencemaran yang terjadi karena makanan diolah orang yang menjadi carrier,
penularan dari orang ke orang dapat terjadi. Diperkirakan bahwa sekitar 5 juta
kasus salmonellosis terjadi setiap tahun di AS. KLB yang pernah terjadi di AS
menyebabkan 25.000 orang jatuh sakit disebabkan oleh suplai air minum perkotaan
yang tidak diklorinasi; wabah tunggal etrbesar yang pernah terjadi disebabkan
oleh susu yang tidak dipasteurisasi menyebabkan 285.000 orang jatuh sakit.
4. Reservoir
Sejumlah
besar binatang peliharaan dan binatang liar bertindak sebagai reservoir,
termasuk unggas, babi, hewan ternak, tikus dan binatang peliharaan seperti
iguana, tortoise, kura-kura, terapin, ayam, anjing, kucing dan juga manusia
misalnya penderita, carrier yang sedang dalam masa penyembuhan dan terutama
kasus-kasus ringan dan kasus tanpa gejala. Carrier kronis jarang terjadi pada
manusia tetapi cukup tinggi pada binatang dan burung.
5. Cara-cara penularan
Penularan
terjadi karena menelan organisme yang ada di dalam makanan yang berasal dari
binatang yang terinfeksi atau makanan yang terkontaminasi oleh kotoran binatang
atau kotoran orang yang terinfeksi. Sebagai contoh adalah telur dan produk
telur yang tidak dimasak dengan baik (misalnya suhu yang kurang tinggi), susu
mentah dan produk susu, air yang terkontaminasi, daging dan produk daging,
unggas dan produk unggas. Disamping itu binatang peliharaan seperti kura-kura,
iguana dan anak ayam atau obat-obatan berbahan dasar hewan yang tidak
disterilkan merupakan sumber yang potensial bagi penularan bakteri ini.
Beberapa KLB salmonellosis yang terjadi baru-baru ini telah diketahui bersumber
dari buah dan sayuran yang terkontaminasi pada saat disiapkan. Infeksi yang
ditularkan kepada binatang ternak melalui makanan dan pupuk yang berasal dari
potongan daging afkir yang terkontaminasi, makanan ikan dan tulang; infeksi
terjadi pada waktu proses pemeliharaan ternak dan pada saat hewan dipotong. Penularan
rute fekal-oral dari orang ke orang menjadi sangat penting, terutama pada saat
orang tersebut terkena diare; tinja dari anak dan orang dewasa yang menderita
diare mempunyai risiko penularan yang lebih besar daripada penularan oleh
carrier yang asimtomatik. Dari beberapa serotipe, hanya beberapa jenis
organisme yang tertelan yang dapat menyebabkan infeksi karena adanya penahan
dari asam lambung, biasanya untuk terjadi infeksi dibutuhkan jumlah organisme
> 102-3.
KLB
biasanya terjadi akibat makanan seperti produk daging, produk unggas; makanan
mengandung telur yang tidak dimasak atau yang hanya dimasak sebentar, produk
telur, susu mentah dan produk susu, termasuk susu bubuk dan makanan yang
terkontaminasi tinja dari penjamah makanan. KLB juga bisa dilacak dari makanan
dan produk unggas yang diproses atau diolah menggunakan alat-alat yang
terkontaminasi atau diolah pada permukaan atau meja yang terkontaminasi pada
waktu penggunaan sebelumnya. Infeksi S.
enteritidis pada ayam dan telur telah menyebabkan KLB dan kasus tunggal,
terutama di bagian timur laut AS dan Eropa, dan serotipe ini menjadi penyebab
utama kasus salmonellosis di AS. Organisme ini dapat berkembang biak pada
berbagai jenis makanan, terutama susu, sampai mencapai jumlah yang infektif;
suhu yang tidak tepat selama pengolahan dan kontaminasi silang yang terjadi
selama makanan tersebut sampai kepada konsumen adalah faktor risiko yang paling
penting. KLB di rumah sakit cenderung berlangsung lebih lama, karena organisme
bertahan di lingkungan rumah sakit; KLB ini biasanya dimulai dari makanan yang
terkontaminasi dan menular dari orang ke orang melalui tangan yang tercemar
dari orang yang mengolah makan atau melalui melalui alat yang digunakan. Bagian
kebidanan dengan bayi yang terinfeksi (pada saat itu asimtomatik) bisa menjadi
sumber penularan selanjutnya. Kontaminasi suplai air minum public yang tidak
diklorinasi dan yang tercemar oleh tinja dapat menyebabkan KLB ekstensif.
Beberapa tahun terakhir KLB yang terjadi yang meluas ke wilayah geografis tertentu
diketahui karena mengkonsumsi tomat atau melon dari supplier tunggal.
6. Masa inkubasi: dari 6 hingga 72 jam, biasanya sekitar 12-36 jam.
7. Masa penularan
Penularan
terjadi selama sakit; lamanya sangat bervariasi, biasanya berlangsung beberapa
hari hingga beberapa minggu. Carrier yang temporer biasanya terus menjadi
acrrier selama beberapa bulan, terutama pada anak-anak. Tergantung pada
serotipenya, kira-kira 1% dari orang dewasa yang terinfeksi dan 5% anak-anak
< 5 tahun yang terinfeksi akan mengeluarkan organisme ini selama lebih dari
1 tahun.
8. Kerentanan dan kekebalan
Semua orang
rentan terhadap penyakit ini dan biasanya bertambah rentan dengan adanya achlorhydria (tidak adanya asam
hidroklorid di lambung), pada terapi antasida, bedah gastrointestinal, pernah
mendapat atau sedang menjalani terapi antibiotika, penyakit neoplastik, terapi
yang menyebabkan daya tahan tubuh menjadi lemah dan keadaan lain yang
melemahkan kondisi tubuh seperti malnutrisi. Berat ringannya penyakit ini
tergantung kepada serotipe, jumlah organisme yang tertelan dan faktor hospes.
Orang yang terinfeksi HIV mempunyai risiko untuk terkena septicemia Salmonella
non Tifoid berulang. Septikemia pada orang dengan penyakit sickle-cell menambah risiko infeksi sistemik fokal misalnya dapat
terjadi osteomielitis
9. Cara-cara pemberantasan
1) Upaya pencegahan
1)
Lakukan penyuluhan kepada pengolah
makanan tentang pentingnya:
2)
mencuci tangan sebelum, selama dan
sesudah mengolah makanan.
3)
mendinginkan
makanan yang sudah diolah didalam wadah kecil.
4)
Memasak dengan sempurna semua bahan
makanan yang berasal dari binatang, terutama unggas, babi, produk telur dan
produk daging.
5)
Hindari rekontaminasi didalam dapur
sesudah memasak.
6)
Menjaga kebersihan di dapur dan
melindungi makanan dari kontaminasi tikus dan insektisida.
2) Lakukan penyuluhan kepada masyarakat untuk menghindari mengkonsumsi telur mentah atau setengah matang, seperti telur yang dimasak “over easy” atau “sunny side”, minuman eggnog atau es krim buatan sendiri dan menggunakan telur yang kotor atau retak.
3) Orang yang menderita diare sebaiknya tidak mengolah atau menjamah makanan dan tidak boleh merawat penderita di rumah sakit atau rumah penitipan baik untuk penitipan anak maupun orang tua.
4) Sampaikan kepada mereka yang menjadi carrier, akan pentingnya mencuci tangan yang benar sesudah buang air besar (dan sebelum menjamah makanan) dan sebaiknya mereka yang tidak mengolah dan menjamah makanan selama mereka menjadi carrier.
5) Perlu diketahui oleh semua anggota keluarga tentang risiko infeksi Salmonella pada binatang peliharaan. Ayam, bebek dan kura-kura adalah binatang peliharaan yang berbahaya untuk anak kecil.
6) Sediakan fasilitas radiasi dan Anjurkan masyarakat untuk menggunakan daging dan telur yang sudah diradiasi.
7) Lakukan inspeksi dan supervisi yang ketat terhadap tempat-tempat pemotongan hewan, pabrik pengolahan makanan, tempat pengolahan susu, tempat pensortiran telur dan toko daging.
8) Buat rencana program pemberantasan Salmonella (pengawasan makanan, kebersihan dan disinfeksi, pemberantasan vektor dan upaya sanitasi lain)
7. Ascariasis
1. Identifikasi
Infeksi cacing pada usus halus yang
biasanya ditandai dengan sedikit gejala atau tanpa gejala sama sekali. Cacing
yang keluar bersama kotoran atau kadang keluar dari mulut, anus atau hidung adalah
sebagai tanda awal adanya infeksi. Beberapa penderita menunjukkan gejala
kelainan paru-paru (pneumonitis, sindroma Loffler) yang disebabkan oleh migrasi
larva (terutama selama masa reinfeksi), biasanya ditandai dengan bersin, batuk,
demam, eusinofilia darah dan adanya infiltrat paru-paru. Infeksi parasit yang
berat dapat mengganggu penyerapan zat gizi makanan. Komplikasi serius, kadang
fatal seperti ileus obstruktivus yang disebabkan oleh gumpalan cacing, terutama
pada anak-anak; atau sumbatan pada organ yang berongga seperti pada saluran
empedu, saluran pankreas atau usus buntu dapat terjadi yang disebabkan oleh
cacing dewasa. Laporan terjadinya pankreatitis disebabkan oleh ascaris
cenderung meningkat.
Diagnosa dibuat dengan menemukan telur
pada kotoran atau ditemukannya cacing dewasa yang keluar dari anus, mulut atau
hidung. Adanya cacing pada usus dapat juga diketahui dengan teknik pemeriksaan
radiologi atau sonografi. Terkenanya paru-paru dapat diketahui dengan menemukan
larva cacing ascaris pada sputum atau cucian lambung.
2. Penyebab penyakit.
Ascaris
lumbricoides, cacing gelang yang berukuran besar yang ada pada usus
manusia, Ascaris suum, parasit yang
serupa yang terdapat pada babi, jarang namun bisa berkembang menjadi dewasa
pada usus manusia, namun ia dapat juga
menyebabkan “larva migrans”.
3. Distribusi penyakit.
Ascaris tersebar diseluruh dunia, dengan
frekuensi terbesar berada di negara tropis yang lembab dimana angka prevalensi
kadang kala mencapai diatas 50%. Angka prevalensi dan intensitas infeksi
biasanya paling tinggi pada anak-anak antara usia 3 dan 8 tahun. Di Amerika
Serikat, Ascaris umumnya ditemukan dikalangan imigran yang berasal dari negara
berkembang.
4. Reservoir –
Reservoir adalah manusia, telur ascaris ditemukan di tanah
5. Cara penularan.
Penularan terjadi karena menelan telur
yang fertile dari tanah yang
terkontaminasi dengan kotoran manusia atau dari produk mentah yang
terkontaminasi dengan tanah yang berisi telur cacing. Penularan tidak terjadi
langsung dari orang ke orang lain atau dari tinja segar ke orang. Penularan
terjadi paling sering di sekitar rumah, dimana anak-anak, tanpa adanya
fasilitas jamban yang saniter, mencemari daerah tersebut; infeksi pada anak
kebanyakan karena menelan tanah yang tercemar. Tanah yang terkontaminasi telur
cacing dapat terbawa jauh karena menempel pada kaki atau alas kaki masuk ke
dalam rumah, penularan melalui debu juga dapat terjadi.
Telur mencapai tanah melalui tinja, dan
berkembang (embrionasi); pada suhu musim panas mereka menjadi infektif setelah
2 – 3 minggu dan kemudian tetap infektif selama beberapa bulan atau beberapa
tahun di tanah dalam kondisi yang cocok. Telur embrionasi yang tertelan
menetas pada lumen usus, larva menembus dinding usus dan mencapai paru-paru
melalui sistem sirkulasi. Larva tumbuh dan berkembang pada paru-paru; 9 – 10
hari setelah infeksi mereka masuk ke alveoli, menembus trakhea dan tertelan
untuk mencapai usus halus 14 – 20 hari setelah infeksi, didalam usus halus
mereka tumbuh menjadi dewasa, kawin dan mulai bertelur 45 – 60 hari setelah
menelan telur yang terembrionasi.
6. Masa Inkubasi – siklus hidup membutuhkan 4 hingga 8
minggu untuk menjadi lengkap.
7. Masa Penularan
Cacing betina dewasa yang subur hidup di
usus. Umur yang normal dari cacing dewasa adalah 12 bulan; paling lama bisa
lebih dari 24 bulan, cacing betina dapat memproduksi lebih dari 200.000 telur
sehari. Dalam kondisi yang memungkinkan telur dapat tetap bertahan hidup di
tanah selama bertahun-tahun.
8. Kerentanan dan Kekebalan– semua orang rentan terhadap infeksi
ascaris.
9. Cara Cara Pemberantasan
A. Cara Cara Pencegahan :
1) Berikan
penyuluhan kepada masyarakat untuk menggunakan fasilitas jamban yang memenuhi
syarat kesehatan.
2) Sediakan fasilitas yang cukup memadai
untuk pembuangan kotoran yang layak dan cegah kontaminasi tanah pada daerah
yang berdekatan langsung dengan rumah, terutama di tempat anak bermain.
3) Di daerah pedesaan, buatlah jamban umum
yang konstruksinya sedemikian rupa sehingga dapat mencegah penyebaran telur
Ascaris melalui aliran air, angin, dan lain-lain. Kompos yang dibuat dari
kotoran manusia untuk digunakan sebagai pupuk kemungkinan tidak membunuh semua
telur.
4) Dorong kebiasaan berperilaku higienis
pada anak-anak, misalnya ajarkan mereka untuk mencuci tangan sebelum makan dan
menjamah makanan.
5) Di daerah endemis, jaga agar makanan
selalu ditutup supaya tidak terkena debu dan kotoran. Makanan yang telah jatuh
ke lantai jangan dimakan kecuali telah dicuci atau dipanaskan.
B. Pengawasan Penderita, Kontak & Lingkungan
Sekitarnya :
1)
Laporan kepada instansi kesehatan
setempat : laporan resmi biasanya tidak dilakukan, Kelas 5 (lihat Petentang
pelaporan penyakit menular).
2)
Isolasi : tidak perlu.
3)
Disinfeksi serentak : pembuangan kotoran
pada jamban yang saniter.
4)
Karantina : tidak diperlukan.
5)
Imunisasi : tidak ada.
6)
Investigasi kontak dan sumber infeksi :
cari & temukan penderita lain yang perlu diberpengobatan. Perhatikan
lingkungan yang tercemar yang menjadi sumber infeksi terutama disekitar rumah
penderita.
7)
Pengobatan spesifik : Mebendazole (Vermox®) dan albendazole (Zentel®) (juga
efektif terhadap Trichuris trichiura
dan cacing tambang, lihat Trichuriasis & cacing tambang). Kedua obat
tersebut merupakan kontraindikasi untuk diberikan selama kehamilan. Penyimpangan
migrasi dari cacing ascaris telah dilaporkan setelah pemberian terapi
Mebendazole; namun hal ini dapat juga terjadi dengan terapi obat yang lain atau
penyimpangan migrasi dapat juga terjadi secara spontan pada infeksi yang berat.
Pyrantel pamoate (Antiminth®,
Combantrin®) juga efektif diberikan dalam dosis tunggal (obat ini
dapat juga dipakai untuk cacing tambang, tapi tidak untuk T. Trichiura).
C. Tindakan Penanggulangan Wabah :
lakukan survei prevalensi di daerah
endemis tinggi, berikan penyuluhan pada masyarakat tentang sanitasi lingkungan
dan higiene perorangan dan sediakan fasilitas pengobatan.
8. Filariasis
1) Identifikasi
Filariasis bancrofti Adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing nematoda Wuchereria bancrofti yang biasanya tinggal di sistem limfatik (saluran dan kelenjar limfa) dari penderita. Cacing betina menghasilkan mikrofilaria yang dapat mencapai aliran darah dalam 6-12 bulan setelah infeksi. Ada jenis filarial yang menunjukkan perbedaan biologis yaitu : pertama dimana mikrofilaria ditemukan dalam darah tepi pada malam hari (periodisitas nokturnal) dengan konsentrasi maksimal pada pukul 22.00 hingga 02.00, kedua dimana mikrofilaria ditemukan dalam darah tepi terus-menerus namun konsentrasi maksimalnya terjadi pada siang hari (diurnal). Bentuk yang kedua endemis di Pasifik Selatan dan di daerah pedesaan muncul sebagai fokus kecil di Asia Tenggara dimana vektornya adalah nyamuk Aedes yang menggigit siang hari.
Filariasis bancrofti Adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing nematoda Wuchereria bancrofti yang biasanya tinggal di sistem limfatik (saluran dan kelenjar limfa) dari penderita. Cacing betina menghasilkan mikrofilaria yang dapat mencapai aliran darah dalam 6-12 bulan setelah infeksi. Ada jenis filarial yang menunjukkan perbedaan biologis yaitu : pertama dimana mikrofilaria ditemukan dalam darah tepi pada malam hari (periodisitas nokturnal) dengan konsentrasi maksimal pada pukul 22.00 hingga 02.00, kedua dimana mikrofilaria ditemukan dalam darah tepi terus-menerus namun konsentrasi maksimalnya terjadi pada siang hari (diurnal). Bentuk yang kedua endemis di Pasifik Selatan dan di daerah pedesaan muncul sebagai fokus kecil di Asia Tenggara dimana vektornya adalah nyamuk Aedes yang menggigit siang hari.
· Filariasis
Brugia
Disebabkan oleh cacing nematoda Brugia malayi dan Brugia timori. Bentuk periodik nokturnal dari Brugia malayi ditemukan pada masyarakat pedesaan yang tinggal di daerah persawahan terbuka yang sebagian besar ditemukan di Asia Tenggara. Bentuk subperiodik dapat menginfeksi manusia, kera serta hewan karnivora baik hewan peliharaan ataupun binatang liar di hutan-hutan Indonesia dan Malaysia. Manifestasi klinis sama dengan filariasis bancrofti, kecuali bedanya ada pada serangan akut berupa demam filarial, dengan adenitis dan limfangitis retrograde yang lebih parah, sementara kiluria biasanya jarang terjadi dan elephantiasis biasanya mengenai ekstremitas bagian bawah (lengan bawah, kaki bagian bawah) paling banyak ditemui di bagian kaki di bawah lutut. Limfedema pada payudara dan hidrokel jarang ditemukan.
Infeksi Brugia Timori.Ditemukan di
Pulau Timor dan di bagian tenggara kepulauan Indonesia. Manifestasi klinis sama
dengan infeksi yang terjadi pada Brugia malayi.
Manifestasi klinis filariasis timbul tanpa ditemukannya mikrofilaria dalam darah (occult filariasis). Dari ribuan penderita dikalangan tentara Amerika yang diperiksa selama perang Dunia II, mikrofilaria ditemukan hanya pada 10 –15 orang penderita dengan pemeriksaan darah berulang-ulang. Pada sebagian dari penderita tersebut, infeksi ditandai dengan eosinofilia yang sangat jelas terkadang disertai dengan gejala pada paru berupa sindroma “tropical pulmonary eosinophilia”.
Manifestasi klinis filariasis timbul tanpa ditemukannya mikrofilaria dalam darah (occult filariasis). Dari ribuan penderita dikalangan tentara Amerika yang diperiksa selama perang Dunia II, mikrofilaria ditemukan hanya pada 10 –15 orang penderita dengan pemeriksaan darah berulang-ulang. Pada sebagian dari penderita tersebut, infeksi ditandai dengan eosinofilia yang sangat jelas terkadang disertai dengan gejala pada paru berupa sindroma “tropical pulmonary eosinophilia”.
Mikrofilaria dengan mudah dapat
dideteksi pada waktu mikrofilaremia maksimal. Mikrofilaria hidup dapat dilihat
dengan mikroskop kekuatan rendah pada tetesan darah tepi (darah jari) pada
slide atau pada darah yang sudah dihemolisa di dalam bilik hitung.
Pengecatan dengan giemsa untuk sediaan
darah tebal maupun darah tipis dapat dipakai untuk mengidentifikasi spesies
dari mikrofilaria. Mikrofilaria dapat dikonsentrasikan dengan cara filtrasi
melalui filter “Nucleopore (dengan ukuran lubang 2-5 µm) dengan adapter Swinney
dan teknik Knott (sedimentasi dengan sentrifugasi 2 cc darah yang dicampur
dengan 10 cc formalin 2%) atau dengan “Quantitative
Buffy Coat (QBC)” acridine orange dengan teknik tabung mikrohematokrit.
2)
Penyebab
Penyakit
Cacing panjang halus
seperti benang yaitu :
-
Wuchereria bancrofti
-
Brugia malayi
-
Brugia timori.
3)
Penyebaran
Penyakit
Wuchereria bancrofti endemis di sebagian besar wilayah di dunia di daerah
dengan kelembaban yang cukup tinggi termasuk Amerika Latin(fokus-fokus penyebaran yang tersebar
di Suriname, Guyana, Haiti, Republik Dominika dan Costa Rica), Afrika, Asia dan
Kepulauan Pasifik. Umum ditemukan di daerah perkotaan dengan kondisi ideal
untuk perkembangbiakan nyamuk.
Secara umum periodisitas nokturnal dari daerah
endemis Wuchereria di wilayah Pasifik yang ditemukan di sebelah barat 140º
bujur timur sedangkan dengan subperiodisitas diurnal ditemukan di wilayah yang
terletak di sebelah timur daerah 180º bujur timur.
Brugia malayi endemis di daerah
pedesaan di India, Asia Tenggara, daerah pantai utara China dan Korea Selatan.
Brugia
timori keberadaannya di daerah pedesaan di Kepulauan Timor, Flores,
Alor dan Roti di Tenggara Indonesia.
4)
Reservoir
Reservoir adalah manusia yang darahnya
mengandung mikrofilaria W. bancrofti, Brugia malayi (periodik) dan Brugia timori.
Di Malaysia,
Tenggara Thailand, Philipina dan Indonesia, hewan seperti kucing, musang (Viverra
tangalunga) dan kera
dapat menjadi reservoir untuk Brugia malayi subperiodik.
5)
Cara Penularan
Melalui
gigitan nyamuk yang mengandung larva infektif.
W. bancrofti ditularkan melalui berbagai spesies nyamuk,
yang paling dominan adalah Culex quinquefasciatus, Anopheles gambiae,
An. funestus, Aedes polynesiensis, An. scapularis dan Ae.
pseudoscutellaris.
Brugia malayi ditularkan oleh spesies yang bervariasi dari Mansonia,
Anopheles dan Aedes.
Brugia
timori ditularkan oleh An. barbirostris. Didalam tubuh nyamuk betina, mikrofilaria
yang terisap waktu menghisap darah akan melakukan penetrasi pada dinding
lambung dan berkembang dalam otot thorax hingga menjadi larva filariform
infektif, kemudian berpindah ke proboscis. Saat nyamuk menghisap darah, larva
filariform infektif akan ikut terbawa dan masuk melalui lubang bekas tusukan
nyamuk di kulit. Larva infektif tersebut akan bergerak mengikuti saluran limfa
dimana kemudian akan mengalami perubahan bentuk sebanyak dua kali sebelum
menjadi cacing dewasa.
6)
Masa Inkubasi
Manifestasi
inflamasi alergik mungkin timbul lebih cepat yaitu sebulan setelah terjadi
infeksi, mikrofilaria mungkin belum pada darah hingga 3-6 bulan pada B.
malayi dan 6-12 bulan pada W. bancrofti.
7)
Masa
Penularan
Tidak
langsung menular dari orang ke orang. Manusia dapat menularkan melalui nyamuk
pada saat mikrofilaria berada pada darah tepi, mikrofilaria akan terus ada
selama 5-10 tahun atau lebih sejak infeksi awal. Nyamuk akan menjadi infektif
sekitar 12-14 hari setelah menghisap darah yang terinfeksi.
8)
Kerentanan dan Kekebalan
Semua
orang mungkin rentan terhadap infeksi namun ada perbedaan yang bermakna secara
geografis terhadap jenis dan beratnya infeksi. Infeksi ulang
yang terjadi di daerah endemis dapat mengakibatkan manifestasi lebih berat
seperti elephantiasis.
9)
Cara-cara Pemberantasan
A. Cara Pencegahan
1. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat di daerah
endemis mengenai cara penularan dan cara pengendalian vektor (nyamuk).
2. Mengidentifikasi vektor dengan mendeteksi adanya
larva infektif dalam nyamuk dengan menggunakan umpan manusia; mengidentifikasi
waktu dan tempat menggigit nyamuk serta tempat perkembangbiakannya. Jika
penularan terjadi oleh nyamuk yang menggigit pada malam hari di dalam rumah
maka tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan penyemprotan,
menggunakan pestisida residual, memasang kawat kasa, tidur dengan menggunakan
kelambu (lebih baik yang sudah dicelup dengan insektisida piretroid), memakai
obat gosok anti nyamuk (repellents) dan membersihkan tempat perindukan nyamuk
seperti kakus yang terbuka, ban-ban bekas, batok kelapa dan membunuh larva
dengan larvasida. Jika ditemukan Mansonia sebagai vektor pada suatu daerah,
tindakan yang dilakukan adalah dengan membersihkan kolam-kolam dari tumbuhan
air (Pistia) yang menjadi sumber oksigen bagi larva tersebut.
3. Pengendalian vektor jangka panjang mungkin
memerlukan perubahan konstruksi rumah dan termasuk pemasangan kawat kasa serta
pengendalian lingkungan untuk memusnahkan tempat perindukan nyamuk.
4. Lakukan pengobatan misalnya dengan menggunakan
diethylcarbamazine (DEC, Banocide®, Hetrazan®, Notezine®);
Pengobatan ini terbukti lebih efektif bila diikuti dengan pengobatan setiap
bulan menggunakan DEC dosis rendah (25-50 mg/kg BB) selama 1-2 tahun atau
konsumsi garam yang diberi DEC (0,2-0,4 mg/g garam) selama 6 bulan sampai
dengan 2 tahun. Namun pada beberapa kasus timbulnya reaksi samping dapat
mengurangi partisipasi masyarakat, khususnya di daerah endemis onchocerciasis
(lihat Onchorcerciasis, reaksi Marzotti). Ivermectin dan
Albendazole juga telah digunakan; saat ini, pengobatan dosis tunggal setahun
sekali dengan kombinasi obat ini akan lebih efektif.
B. Penanganan Penderita, Kontak dan
Lingkungan Sekitarnya
1. Laporkan kepada instansi kesehatan yang
berwenang: di daerah endemis tertentu di kebanyakan negara, bukan merupakan
penyakit yang wajib dilaporkan, Kelas 3 C (lihat pelaporan tentang penyakit
menular). Laporan penderita disertai dengan informasi tentang ditemukannya
mikrofilaria memberikan gambaran luasnya wilayah transmisi di suatu daerah.
2. Isolasi:
tidak dilakukan. Kalau memungkinkan penderita dengan mikrofilaria harus
dilindungi dari gigitan nyamuk untuk mengurangi penularan.
3.
Desinfeksi serentak: tidak ada.
4. Karantina: tidak ada.
5. Pemberian imunisasi: tidak ada.
6. Penyelidikan kontak dengan sumber infeksi:
dilakukan sebagai bagian dari gerakan yang melibatkan masyarakat (lihat 9 A dan
9 C).
7. Pengobatan spesifik: Pemberian diethylcarbamazine
(DEC, Banocide®, Hetrazan®, Notezine®) dan
Ivermectin hasilnya membuat sebagian atau seluruh mikrofilaria hilang dari
darah, namun tidak membunuh seluruh cacing dewasa. Mikrofilaria dalam jumlah
sedikit mungkin saja muncul kembali setelah pengobatan. Dengan demikian
pengobatan biasanya harus diulangi lagi dalam interval setahun. Mikrofilaria
dalam jumlah sedikit hanya dapat dideteksi dengan teknik konsentrasi. DEC,
umumnya menimbulkan reaksi umum akut dalam 24 jam pertama dari pengobatan
sebagai akibat dari degenerasi dan matinya mikrofilaria; reaksi ini biasanya di
atasi dengan Parasetamol, anti histamine atau kortikosteroid. Limfadenitis dan
limfangitis lokal mungkin juga terjadi karena matinya cacing dewasa. Antibiotik
pada stadium awal infeksi dapat mencegah terjadinya gejala sisa pada sistem
limfa yang disebabkan oleh infeksi bakteri.
C. Penanggulangan Wabah
Pengendalian vektor adalah upaya yang paling utama.
Di daerah dengan tingkat endemisitas tinggi, penting sekali mengetahui dengan
tepat bionomik dari vektor nyamuk, prevalensi dan insidensi penyakit, dan
faktor lingkungan yang berperan dalam penularan di setiap daerah. Bahkan dengan
upaya pengendalian vektor yang tidak lengkappun dengan menggunakan obat anti
nyamuk masih dapat mengurangi insiden dan penyebaran penyakit. Hasil yang
diperoleh sangat lambat karena masa inkubasi yang panjang.
D. Implikasi
menjadi bencana: tidak
ada.
E Tindakan
Internasional: tidak
ada.
9. Trypanosomiasis
1. Identifikasi
Merupakan penyakit protozoa sistemik.
Stadium awal penyakit ditandai dengan terbentuknya ulcus (Chancre) yang sakit
sekali yang pada awalnya berkembang dari papula menjadi nodula. Gejala-gejala
ini ditemukan pada tempat gigitan lalat tse tse. Gejala lain yang ditemukan
adalah demam, sakit kepala yang amat sangat, insomnia, pembengkakan kelenjar
limfe tanpa disertai rasa sakit, berat badan menurun, somnolen dan tanda-tanda
lain SSP. Penyakit gambiense (ICD9
086.3; ICD-10 B56.0) bisa berlangsung bertahun tahun; sedangkan penyakit rhodesiense (ICD-9 086.4; ICD-10 B56.1)
lethal dalam beberapa minggu atau dalam beberapa bulan jika tidak diobati.
Kedua bentuk penyakit ini fatal jika tidak diobati.
Diagnosa ditegakkan dengan ditemukannya
trypanosoma didalam darah, cairan limfe atau LCS. Untuk penyakit jenis
gambiense diperlukan teknik konsentrasi parasit seperti sentrifugasi dengan
tabung kapiler, “Quantitative Buffy Coat”
(QBC) atau dengan “minianion exchange
centrifugation”. Teknik-teknik ini jarang digunakan pada penyakit jenis rhodesiense.
Untuk penyakit jenis rhodesiense terkadang digunakan teknik
inokulasi pada tikus percobaan. Spesimen yang diambil dari aspirat kelenjar
limfe membantu ditemukannya parasit. Antibodi spesifik dapat diketahui dengan
menggunakan teknik pemeriksaan ELISA, IFA dan tes aglutinasi. Titer
imunoglobulin yang tinggi terutama IgM umum ditemukan pada penderita
tripanosomiasis Afrika “Circulating
antigen” dapat dideteksi dengan menggunakan berbagai teknik pemeriksaan
imunologis seperti dengan kartu Tryp Tech
CIATT, tes aglutinasi tidak langsung.
2. Penyebab
Penyakit
Penyebab penyakit adalah Trypanosoma brucei gambiense dan T.b. rhodesiense, flagelata darah.
Kriteria untuk diferensiasi spesies tidaklah mutlak; isolat yang diambil dari
kasus virulen dengan perjalanan penyakit yang sangat progresif dianggap
sebagai T. B rhodesiense, terutama apabila infeksi terjadi di Afrika bagian
timur. Sedangkan jika infeksi didapatkan di Afrika bagian barat dan tengah,
biasanya perjalanan penyakit lebih kronis biasanya disebabkan oleh T.b. gambiense.
3. Distribusi
Penyakit
Penyakit ini menyebar didaerah tropis
benua Afrika antara 150LU dan 200LS, sesuai dengan daerah
penyebaran lalat tsetse. Di daerah
endemis 0,1% - 2% penduduk terineksi. Pada saat terjadi KB prevalensi penyakit
ini bisa mencapai 70%. KLB dapat terjadi apabila karena sesuatu hal terjadi
peningkatan intensitas kontak antara manusia dan lalat tsetse atau strain
tripanosoma yang virulen masuk kedaerah dimana densitas lalat tsetse sangat padat. Masuknya strain
virulen dimungkinkan oleh karena adanya pergerakan hospes manusia atau lalat tsetse yang terinfeksi ke suatu daerah.
Lalat Glossina palpalis merupakan
vector utama, dibagian barat dan bagian tengah Afrika. Infeksi biasanya terjadi
disepanjang aliran sungai atau anak sungai yang berbatasan dengan daerah yang
berhutan.
Di Afrika bagian timur dan danau
victoria vector utamanya adalah kelompok G.
Morsitans, infeksi terjadi didaerah savana yang kering.
G.
fuscipes yang termasuk dalam kelompok palpalis merupakan vector
penular penyakit pada saat KLB penyakit tidur jenis rhodiense yang terjadi di
Kenya dan Zaire dan vector ini juga sejak tahun 1976 diketahui sebagai vector
pada penularan peridomestik di Uganda.
4. Reservoir: Untuk T.b.
gambiense, manusia merupakan reservoir utama, sedangkan peranan binatang
peliharaan dan binatang buas sebagai reservoir tidak jelas. Binatang buas
terutama babi hutan dan sapi peliharaan merupakan reservoir utama T.b. rhodiense.
5. Cara Penularan:
Penularan terjadi melalui gigitan lalat tsetse
Glossina infektif. Di alam
terdapat 6 spesies yang
berperan sebagai vektor utama, G.
Palpalis, G. Tachinoides, G. Morsitans, G. Pallidipes, G. Swynnertoni dan
G.fuscipes. Lalat tsetse terinfeksi karena menghisap darah manusia atau
binatang yang mengandung trypanosoma.
Parasit berkembang biak dalam tubuh
lalat selama 12-30 hari, tergantung pada suhu dan faktor-faktor lain, sampai
terjadi bentuk infektif didalam kelenjar-kelenjar ludahnya. Sekali terinfeksi
lalat tsetse akan tetap infektif selama
hidupnya (rata-rata 3 bulan, bisa sampai 10 bulan). Infeksi pada lalat tidak
diturunkan ke generasi lalat berikutnya.
Penularan kongenital dapat terjadi pada
manusia. Penularan langsung secara mekanis dapat terjadi melalui darah pada
probosis Glossina dan serangga
penggigit lainnya, seperti lalat kuda, atau karena kecelakaan di laboratorium.
6. Masa Inkubasi
Masa inkubasi infeksi
T.b. rhodiensiense yang
lebih virulen, biasanya 3 hari
sampai dengan beberapa minggu. Masa inkubasi infeksi T.b gambiense yang lebih kronik, berlangsung lebih lama yaitu
beberapa bulan sampai bahkan beberapa tahun.
7. Masa
Penularan
Penularan kepada lalat tsetse terjadi
selama ada parasit didalam darah manusia dan hewan yang terinfeksi. Parasitemia
muncul dengan intensitas bervariasi pada saat-saat tertentu pada kasus-kasus
yang tidak di obati, parasitemia terjadi pada semua stadium tahapan penyakit.
Pada suatu penelitian yang dilakukan terhadap penyakit rhodesiense, parasitemia ditemukan hanya pada 60 % kasus infeksi.
8. Kerentanan dan
kekebalan
Semua orang rentan terhadap penyakit
ini. Kadang kala terjadi infeksi tanpa gejala baik pada infeksi T b. Gambiense maupun infeksi T.b. rhodesiense. Pernah ada yang
melaporkan bahwa ada penderita dengan infeksi jenis gambience tanpa gejala SSP
yang sembuh spontan namun laporan ini belum terbukti kebenarannya.
9. Cara-cara
pemberantasan
A. Cara-cara Pencegahan
Memilih cara pencegahan yang tepat harus di dasari
pada pengetahuan dan pengenalan ekologi dari vektor dan penyebab penyakit
disuatu wilayah. Dengan pengetahuan tersebut,
maka suatu daerah dengan keadaan
geografis tertentu, dapat dilakukan satu atau beberapa langkah berikut sebagai
langkah prioritas dalam upaya pencegahan :
1). Berikan
Penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-cara perlindungan diri terhadap
gigitan lalat tsetse.
2). Menurunkan
populasi parasit melalui survei masyarakat untuk menemukan mereka yang
terinfeksi, obati mereka yang terinfeksi.
3). Bila
perlu hancurkan habitat lalat tsetse,
namun tidak dianjurkan untuk
menghancurkan vegetasi secara tidak merata. Membersihkan semak-semak dan
memotong rumput disekitar desa sangat bermanfaat pada saat terjadi penularan
peridomestik. Apabila pada wilayah yang telah dibersihkan dari vegetasi liar
dilakukan reklamasi dan dimanfaatkan untuk lahan pertanian maka masalah vektor
teratasi untuk selamanya.
4)
Mengurangi kepadatan lalat dengan menggunakan perangkap dan kelambu yang
sudah dicelup dengan deltametrin
serta dengan penyemprotan insektisida residual (perythroid sintetik 5%, DDT, dan dieldrin 3% merupakan insektidida yang efektif). Dalam situasi
darurat gunakan insektisida aerosol yang disemprotkan dari udara.
5) Melarang orang-orang yang pernah tinggal
atau pernah mengunjungi daerah endemis di Afrika untuk menjadi donor darah.
B. Pengawasan penderita, kontak dan
lingkungan sekitarnya
1) Laporan kepada
Instansi Kesehatan setempat : Di daerah endemis tertentu, kembangkan sistem
pencatatan dan pelaporan. Dan galakkan upaya pencegahan dan pemberantasan.
Disebagian besar negara penyakit ini bukan penyakit yang wajib di laporkan
kelas 3 B (lihat tentang pelaporan Penyakit Menular).
2) Isolasi: Tidak
dilakukan. Cegahlah agar lalat tsetse tidak menggigit penderita trypanosomiasis. Di beberapa negara,
diberlakukan peraturan pembatasan gerak dari pasien-pasien yang tidak diobati.
3) Disinfeksi serentak: Tidak dilakukan
4) Karantina: Tidak dilakukan
5) Imunisasi
terhadap kontak: Tidak dilakukan
6) Investigasi
kontak dan sumber infeksi : Bila penderita merupakan anggota dari rombongan
wisatawan merupakan anggota dari rombongan wisatawan, maka anggota lain dari
rombongan tersebut harus diberi tahu agar berhati-hati dan terhadap mereka
dilakukan investigasi.
7) Pengobatan spesifik: Bila tidak terjadi
perubahan gambaran sel dan kadar protein pada LCS, suramin merupakan obat pilihan untuk infeksi T.b. rhodiense dan pentamidine untuk infeksi T.b. gambiense. Namun obat-obat ini
tidak dapat menembus barier darah otak.
T.b. rhodesiense, mungkin
sudah resistens terhadap pentamidine,
Melarsoprol (Mel-B®) telah
digunakan dengan hasil yang sangat efektif untuk mengobati pasien dengan
gambaran LCS abnormal untuk semua jenis parasit, namun efek samping yang berat
mungkin dapat terjadi pada 5 % - 10 % dari penderita.
Suramin dan melarsoprol
bisa didapatkan dan tersedia di Depot Farmasi CDC Atlanta untuk tujuan
penelitian. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa Eflornithin (difluoromethylornithine
(DFMO), Ornidyl®) lebih baik digunakan untuk pengobatan penyakit gambiense SSP, obat ini sejak tahun 1999
tidak ada dalam persediaan lagi di CDC Atlanta dan penyediaan obat ini oleh WHO
dimasa yang akan datang tidak dapat dipastikan. Terhadap semua penderita yang
sudah diobati harus dilakukan pemeriksaan ulang 3, 6 dan 24 bulan setelah
pengobatan untuk mencegah kemungkinan relaps.
C.
Penanggulangan Wabah
Dalam keadaan KLB lakukkan survei massal
yang terorganisasikan dengan baik dan berikan pengobatan bagi penderita yang
ditemukan serta lakukan pengendalian lalat tsetse.
Bila terjadi lagi KLB di daerah yang
sama walaupun sudah melaksanakan upaya-upaya pemberantasan, maka upaya-upaya
yang tercantum pada butir 9A harus dilakukan dengan lebih giat.
D.
Implikasi bencana: Tidak
ada.
E.
Penanganan Internasional :
Meningkatkan upaya kerjasama lintas
sektor di daerah endemis. Penyebar luasan informasi dan meningkatkan
tersedianya bahan dan alat diagnosa sederhana untuk skrining dan upaya
sederhana pengendalian vektor.
Kembangkan sistem yang efektif pendistribusian reagen dan
obat-obatan. Kembangkan sistem pelatihan pada tingkat nasional dan
internasional. Manfaatkan pusat-pusat kerjasama WHO.
10. Amoebiasis
1. Identifikasi
Infeksi oleh protozoa ada dalam 2
bentuk; dalam bentuk kista yang infektif dan bentuk lain yang lebih rapuh,
berupa trofosoit yang patogen. Parasit bisa menjadi komensal atau
menyerang jaringan dan naik ke saluran pencernaan atau menjadi penyakit
ekstraintestinal. Kebanyakan infeksi tidak memberikan gejala, namun muncul
gejala klinis pada kondisi tertentu. Penyakit pada saluran pencernaan
bervariasi mulai dari akut atau berupa disenteri fulminan dengan gejala demam,
menggigil, diare dengan darah atau diare mukoid (disenteri amoeba), hingga
hanya berupa perasaan tidak nyaman pada abdomen dengan diare yang mengandung
darah atau lendir dengan periode konstipasi atau remisi. Amoeba granulomata (ameboma), kadang-kadang dikira sebagai kanker,
bisa muncul di dinding usur besar pada penderita dengan disenteri intermiten
atau pada kolitis kronis. Luka pada kulit, di daerah perianal, sangat jarang
terjadi sebagai perluasan langsung dari lesi saluran pencernaan atau abses hati
yang disebabkan oleh amoeba, lesi pada penis bisa terjadi pada orang dengan
perilaku homoseksual aktif. Penyebaran melalui aliran darah mengakibatkan abses
di hati, atau yang lebih jarang di paru-paru atau di otak.
Kolitis yang disebabkan oleh amoeba
sering dikelirukan dengan berbagai bentuk penyakit radang usus seperti kolitis
ulserativa; harus hati-hati dalam membedakan kedua penyakit ini karena
pemberian kortikosteroid bisa memperburuk kolitis oleh amoeba. Amoebiasis juga mirip dengan berbagai penyakit saluran
pencernaan non-infeksi dan infeksi. Sebaliknya, ditemukannya amoeba dalam tinja
bisa dikira sebagai penyebab diare pada orang yang penyakit saluran
pencernaannya disebabkan oleh sebab lain.
Diagnosa dibuat dengan ditemukannya
trofosoit atau kista pada spesimen tinja segar, atau preparat apus dari aspirat
atau kerokan jaringan yang didapat dari proctoscopy
atau aspirat dari abses atau dari potongan jaringan. Adanya trofosoit yang
mengandung eritrosit mengindikasikan adanya invasive
amoebiasis.
Pemeriksaan sebaiknya dilakukan pada
spesimen segar oleh seorang yang terlatih karena organisme ini harus di bedakan
dari amoeba non patogen dan makrofag. Tes deteksi antigen pada tinja saat ini
telah tersedia; tetapi tes ini tidak dapat membedakan organisme patogen dari
organisme non-patogen. Diharapkan kelak dikemudian hari, pengujian spesifik
terhadap Entamoeba histolityca telah
tersedia. Diperlukan adanya laboratorium rujukan. Banyak tes serologis yang
tersedia sebagai tes tambahan untuk mendiagnosa amoebiasis ekstraintestinal,
seperti abses hati dimana pemeriksaan tinja kadang-kadang hasilnya negatif. Tes
serologis terutama imunodifusi HIA dan ELISA, sangat bermanfaat untuk
mendiagnosa penyakit invasif. Scintillography,
USG dan pemindaian CAT sangat membantu menemukan dan menentukan lokasi dari
abses hati amoeba dan sebagai penegakan diagnosa apabila disertai dengan
ditemukannya antibodi spesifik terhadap Entamoeba
histolityca.
2. PenyebabPenyakit.
Entamoeba histolityca adalah parasit yang berbeda dengan E. hartmanni, Escherishia coli atau protozoa saluran pencernaan lainnya. Membedakan E. histolityca patogen dengan organisme non-patogen yang secara morfologis sama yaitu E. dispar didasarkan pada perbedaan imunologis dan pola isoenzim nya. Ada 9 patogen dan 13 nonpatogen zymodemes (yang di klasifikasikan sebagai E. dispar) telah diidentifikasi dan di isolasi dari 5 benua. Kebanyakan kista yang ditemukan dalam tinja orang tanpa gejala adalah E. dispar.
Entamoeba histolityca adalah parasit yang berbeda dengan E. hartmanni, Escherishia coli atau protozoa saluran pencernaan lainnya. Membedakan E. histolityca patogen dengan organisme non-patogen yang secara morfologis sama yaitu E. dispar didasarkan pada perbedaan imunologis dan pola isoenzim nya. Ada 9 patogen dan 13 nonpatogen zymodemes (yang di klasifikasikan sebagai E. dispar) telah diidentifikasi dan di isolasi dari 5 benua. Kebanyakan kista yang ditemukan dalam tinja orang tanpa gejala adalah E. dispar.
3. Distribusi
penyakit.
Amoebiasis ada dimana-mana. Invasive amoebiasis biasanya terjadi
pada dewasa muda. Abses hati terjadi terutama pada pria. Amoebiasis jarang
terjadi pada usia dibawah 5 tahun dan terutama di bawah 2 tahun, pada usia ini
disenteri biasanya karena shigella. Angka prevalensi kista yang di
publikasikan, biasanya didasarkan pada bentuk morfologi dari kista, sangat
bervariasi dari satu tempat ketempat lain. Pada umumnya, angka ini lebih tinggi
di tempat dengan sanitasi buruk (sebagian besar daerah tropis), di institusi
perawatan mental dan diantara para homoseksual pria, (kemungkinan kista dari E. dispar). Di daerah dengan sanitasi
yang baik, infeksi amoeba cenderung terjadi di rumah tangga dan institusi.
Proporsi dari pembawa kista yang menunjukkan gejala klinis biasanya rendah.
4. Reservoir
: Manusia; biasanya penderita kronis atau pembawa kista yang tidak menampakkan
gejala.
5. Cara penularan.
Penularan terjadi terutama dengan
mengkonsumsi makanan atau air yang terkontaminasi tinja dan mengandung kista
amoeba yang relatif resisten terhadap klorin. Penularan mungkin terjadi secara
seksual melalui kontak oral-anal. Penderita dengan disentri amoeba akut mungkin
tidak akan membahayakan orang lain karena tidak adanya kista dan trofosoit pada
kotoran.
6. Masa inkubasi :
Bervariasi, mulai dari beberapa hari hingga beberapa bulan atau tahun, biasanya
2 – 4 minggu.
7. Masa penularan :
Selama ada E. histolytica, kista
dikeluarkan melalui tinja dan ini bisa berlangsung selama bertahun-tahun.
8. Kekebalan dan
kerentanan.
Semua orang rentan tertulari,
orang-orang yang terinfeksi E. dispar
tidak akan menjadi sakit. Infeksi ulang mungkin tejadi tetapi sangat jarang.
9. Cara pemberantasan.
A. Tindakan pencegahan.
1) Memberi
penyuluhan kepada masyarakat tentang kebersihan perorangan, terutama pembuangan
tinja yang saniter, dan mencuci tangan sesudah buang air besar dan sebelum
memasak atau menjamah makanan. Menyebarkan informasi tentang risiko
mengkonsumsi buah atau sayuan mentah atau yang tidak dimasak dan minum air yang
tidak terjamin kebersihannya.
2) Membuang tinja
dengan cara yang saniter.
3) Melindungi
sumber air umum dari kontaminasi tinja. Saringan air dari pasir menghilangkan
hampir semua kista dan filter tanah diatomaceous
menghilangkan semua kista. Klorinasi air yang biasanya dilakukan pada
pengolahan air untuk umum tidak selalu membunuh kista; air dalam jumlah sedikit
seperti di kantin atau kantong Lyster sangat baik bila di olah dengan yodium
dalam kadar tertentu, apakah itu dalam bentuk cairan (8 tetes larutan yodium tincture 2% per quart air atau 12,5 ml/ltr larutan jenuh
kristal yodium) atau sebagai tablet pemurni air (satu tablet tetraglycin hydroperiodide, Globaline â, per quart
air). Biarkan lebih kurang selama 10 menit (30 menit jika dingin) sebelum air
bisa diminum. Filter yang mudah dibawa dengan ukuran pori kurang dari 1,0 µm
efektif untuk digunakan. Air yang kualitasnya diragukan dapat digunakan dengan
aman bila di rebus selama 1 menit.
4) Mengobati orang yang diketahui
sebagai “carriers”; perlu ditekankan pentingnya mencuci tangan dengan baik
sesudah buang air besar untuk menghindari infeksi ulang dari tetangga atau
anggota keluarga yang terinfeksi.
5) Memberi
penyuluhan kepada orang dengan risiko tinggi untuk menghindari hubungan seksual
oral yang dapat menyebabkan penularan fekal-oral.
6) Instansi
kesehatan sebaiknya membudayakan perilaku bersih dan sehat bagi orang-orang
yang menyiapkan dan mengolah makanan untuk umum dan menjaga kebersihan dapur
dan tempat-tempat makan umum. Pemeriksaan rutin bagi penjamah makanan sebagai
tindakan pencegahan sangat tidak praktis. Supervisi yang ketat perlu dilakukan
terhadap pembudayaan perilaku hidup bersih dan sehat ini.
7) Disinfeksi
dengan cara merendam buah dan sayuran dengan disinfektan adalah cara yang belum
terbukti dapat mencegah penularan E.
histolytica. Mencuci tangan dengan baik dengan air bersih dan menjaga
sayuran dan buah tetap kering bisa membantu upaya pencegahan; kista akan
terbunuh dengan pengawetan, yaitu dengan suhu diatas 50oC dan dengan
iradiasi.
8) Penggunaan kemopropilaktik tidak
dianjurkan.
B. Pengawasan penderita,
kontak dan lingkungan sekitar.
1). Laporan kepada instansi kesehatan
setempat; pada daerah endemis tertentu; di sebagian besar negara bagian di AS
dan sebagian besar negara didunia penyakit ini tidak wajib dilaporkan, Kelas 3C
(lihat tentang pelaporan penyakit menular).
2). Isolasi : Untuk penderita yang di rawat
di rumah sakit, tindakan kewaspadaan enterik dilakukan pada penanganan tinja,
baju yang terkontaminasi dan sprei. Mereka yang terinfeksi dengan E. histolityca dijauhkan dari kegiatan
pengolahan makanan dan tidak diizinkan merawat pasien secara langsung. Ijinkan
mereka kembali bekerja sesudah kemoterapi selesai.
3). Disinfeksi serentak : Pembuangan tinja
yang saniter.
4). Karantina : Tidak diperlukan.
5). Imunisasi kontak : Tidak
dilakukan.
6). Investigasi kontak dan sumber
infeksi : Terhadap anggota rumah tangga dan kontak lain yang dicurigai
sebaiknya dilakukan pemeriksaan tinja secara mikroskopis.
7). Pengobatan spesifik : Disentri
amoebik akut dan amoebiasis ekstraintestinal sebaiknya diobati dengan metronidazole (Flagyl), diikuti dengan iodoquinol (Diodoquin), paromomycin (Humatinâ) atau diloxanide furoate (Furamideâ). Dehydroemetine (Mebadinâ), diikuti
dengan iodoquinol, paromomycin atau diloxanide furoate, adalah pengobatan alternatif yang cocok untuk
penyakit saluran pencernaan yang sukar disembuhkan atau yang berat. Pada
penderita dengan abses hati dengan demam yang berlanjut 72 jam sesudah terapi
dengan metronidazole, aspirasi
non-bedah bisa dilakukan. Kadang-kadang klorokuin ditambahkan pada terapi
dengan metronidazole atau dehydroemetine untuk pengobatan abses
hati yang sulit disembuhkan. Kadang-kadang abses hati membutuhkan tindakan
aspirasi bedah jika ada risiko pecah atau abses yang semakin melebar walaupun
sudah diobati. Pembawa kista yang tidak mempunyai gejala diobati dengan iodoquinol, paromomycin atau diloxanide furoate. Metronidazole tidak
direkomendasikan untuk digunakan selama kehamilan trimester pertama, namun
belum ada bukti adanya teratogenisitas pada manusia. Dehydroemetin merupakan
kontraindikasi selama kehamilan. Diloxanide
furoate dan dehydroemetin
tersedia di CDC Drug Service, CDC, Atlanta, telp 404-639-3670.
C. Penanggulangan Wabah:
Terhadap mereka yang diduga terinfeksi sebaiknya
dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk menghindari “false positive” dari E.
histolityca atau oleh etiologi lain. Investigasi epidemiologis dilakukan
untuk mengetahui sumber dan cara penularan. Jika sumber penularan bersifat “common source”, misalnya berasal dari
air atau makanan, tindakan yang tepat perlu dilakukan untuk mencegah penularan
lebih lajut.
D. Implikasi bencana :
Buruknya fasilitas sanitasi dan fasilitas pengolahan
makanan memudahkan timbulnya KLB amoebiasis, terutama pada kelompok masyarakat
yang sebagian besar adalah pembawa kista.
E. Tindakan internasional : tidak ada.
11. Botulisme
1. Identifikasi.
Ada 3 bentuk botulisme, yaitu
yang di tularkankan melalui makanan (bentuk klasik) dan yang ditularkan
melalui, luka dan saluran pencernaan (bayi dan dewasa). Tempat produksi toksin
berbeda untuk tiap bentuk, tetapi semua bentuk memberikan gejala lumpuh layuh
yang diakibatkan oleh racun saraf botulinum. Botulisme saluran pencernaan
diusulkan sebagai identitas penyakit baru dari apa yang sebelumnya disebut
Botulisme bayi. Nama baru secara resmi diterima pada pertengahan tahun 1999,
dan akan digunakan secara umum di bab ini sebagai pengganti istilah botulisme
bayi.
Foodborne botulism adalah keracunan berat yang diakibatkan
karena menelan racun yang terbentuk di dalam makanan yang terkontaminasi.
Penyakit ini ditandai dengan gangguan nervus
cranialis bilateral akut dan melemahnya anggota tubuh disertai kelumpuhan.
Gangguan visual (kabur dan dobel), disfagia dan mulut kering sering merupakan
keluhan pertama. Gejala-gejala ini bisa meluas berupa layuh simetris pada orang
yang waspada akan gejala-gejala ini. Muntah dan konstipasi atau diare mungkin
muncul pada awalnya. Demam tidak terjadi bila tidak ada komplikasi Infeksi
lain. CFR di AS 5 – 10 %. Pemulihan bisa
berlangsung beberapa bulan.
Untuk jenis Botulisme luka,
gambaran klinis yang sama terlihat pada saat organisme penyebab mengkontaminasi
luka dalam kondisi anaerob. Sedangkan botulisme saluran pencernaan (bayi)
adalah bentuk botulisme yang paling sering terjadi di AS; ini muncul akibat
menelan spora Clostridium botulinum
kemudian tumbuh berkembang dan memproduksi racun pada usus besar. Botulisme saluran
pencernaan ini secara spesifik menyerang bayi dibawah 1 tahun, tetapi dapat
juga menyerang orang dewasa yang mempunyai kelainan anatomi saluran pencernaan
serta terjadinya perubahan flora usus. Gejala klinis khas dimulai dengan
konstipasi, diikuti dengan letargi, tidak nafsu makan, listlessness, ptosis, susah menelan, kehilangan kontrol gerakan
kepala, hipotonia dan menjurus kepada keadaan lemah secara menyeluruh (floppy baby) dan pada beberapa kasus,
terjadi kesulitan bernapas sampai gagal nafas. Botulisme pada bayi mempunyai
spektrum klinis luas, mulai dari sakit ringan dengan onset bertahap hingga
kematian mendadak; beberapa penelitian menemukan bahwa penyakit ini merupakan
penyebab terjadinya 5% sindroma kematian mendadak (Sudden Infant Death Syndrome/SIDS). CFR dari penderita yang dirawat
di rumah sakit di AS kurang dari 1 %; sudah barang tentu penderita tanpa akses
ke Rumah Sakit dengan Unit Perawatan Intensif Anak akan terjadi lebih banyak
kematian.
Diagnosa dari botulisme yang
ditularkan melalui makanan ditegakkan dengan menemukan racun botulinum dalam
serum, tinja, cairan lambung atau makanan yang tercemar; atau dari kultur C. botulinum cairan lambung atau tinja
penderita. Menemukan organisme dari makanan yang di curigai cukup membantu,
tetapi biasanya tidak punya nilai diagnostik karena spora ada dimana-mana,
menemukan racun botulinum pada makanan yang terkontaminasi lebih bermanfaat.
Diagnosa bisa dipastikan apabila orang dengan gejala klinis disertai dengan
riwayat mengkonsumsi makanan yang tercemar dan didukung dengan bukti hasil
pemeriksaan laboratorium. Botulisme luka didiagnosa dengan ditemukannya racun
pada serum atau hasil kultur luka yang positif. Elektromiografi dengan rangsangan
pengulangan cepat dapat digunakan untuk mendukung pencegahan diagnosa klinis
untuk semua bentuk botulisme.
Diagnosa dari botulisme saluran
pencernaan dapat di tegakkan dengan menemukan organisme C. botulism dan atau racun pada tinja penderita atau pada spesimenotopsi.
Racun jarang terdeteksi pada sera penderita.
2. Penyebab
penyakit.
Botulisme yang ditularkan melalui
makanan disebabkan oleh racun yang diproduksi oleh Clostridium botulinum, spora membentuk basil anaerob. Beberapa
nanogram dari racun dapat menyebabkan sakit. Kebanyakan KLB pada manusia
terjadi karena tipe A, B, E dan jarang karena tipe F. Tipe G pernah diisolasi
dari tanah dan dari specimen otopsi, tetapi perannya sebagai penyebab botulisme
belum jelas. KLB tipe E biasanya berhubungan dengan konsumsi ikan, ikan laut
dan daging mamalia laut.
Racun diproduksi karena proses
pengalengan yang tidak tepat, makanan basa, makanan yang dipasturisasi dan
makanan yang diolah sembarangan dan disimpan tanpa menggunakan pendingin,
terutama dengan pengepakan kedap udara. Racun dihancurkan dengan cara direbus,
untuk menonaktifkan spora dibutuhkan suhu yang lebih tinggi.
Racun tipe E dapat diproduksi
pada suhu serendah 3oC (37,4oF), suhu yang lebih rendah
dari suhu lemari es.
Banyak kasus botulisme anak disebabkan
karena tipe A atau B. Beberapa kasus
(racun tipe E dan F) dilaporkan berasal dari spesies clostridium
neurotoksigenik, seperti C. butyricum dan
C. baratii.
3. Distribusi
penyakit :
Tersebar di seluruh dunia, secara
sporadis. KLB yang terjadi didalam keluarga dan masyarakat terutama terjadi
karena produk makanan dibuat dengan cara-cara yang tidak menghancurkan spora
dan memberi peluang terbentuknya racun. Botulisme jarang diakibatkan oleh
produk komersial; KLB terjadi karena kontaminasi melalui kaleng yang rusak
selama proses pengalengan. Kasus botulisme saluran pencernaan dilaporkan dari 5
benua; Asia, Australia, Eropa dan Amerika Selatan dan Utara. Insidens yang
pasti dan penyebaran dari botulisme saluran pencernaan tidak diketahui karena kesadaran
para dokter yang masih rendah dan fasilitas laboratorium untuk diagnostik
sangat terbatas, seperti yang dilaporkan dalam review, kasus botulisme saluran
pencernaan yang terjadi di California antara tahun 1976, dan awal tahun 1999.
Dari 1700 total kasus secara global, 1400 kasus terjadi di AS dengan hampir
separuhnya terjadi di California. Di seluruh dunia sekitar 150 kasus dilaporkan
dari di Argentina; kurang dari 20 kasus di Australia dan Jepang; kurang dari 15
kasus di Kanada; dan sekitar 30 kasus di Eropa (kebanyakan di Italia dan
Inggris) serta beberapa kasus tersebar di Chili, Cina, Israel dan Yaman.
4. Reservoir
Spora tersebar di atas tanah di
seluruh dunia, kadang-kadang ditemukan pada produk pertanian termasuk madu.
Spora juga ditemukan pada lapisan sedimen di dasar laut dan di saluran
pencernaan binatang, termasuk ikan.
5. Cara penularan
Mengkonsumsi makanan yang
mengandung toksin botulinum akan mengakibatkan Botulisme terutama karena
makanan tersebut tidak dimasak dengan suhu yang cukup tinggi selama pengawetan
atau tidak dimasak sebelum dikonsumsi. Di AS keracunan kebanyakan terjadi
karena mengkonsumsi sayur dan buah-buahan yang dikalengkan dirumah; daging
jarang sebagai perantara penyakit ini. Beberapa KLB yang baru-baru ini terjadi
setelah mengkonsumsi ikan yang tidak dibersihkan ususnya. Kasus botulisme juga
pernah dilaporkan terjadi sehabis makan kentang panggang dan potpies yang tidak
ditangani dengan baik. KLB yang terjadi baru-baru ini dilaporkan sehabis
memakan bawang merah, dua lainnya adalah sehabis mengkonsumsi acar dan bawang
putih dalam minyak. Beberapa KLB bersumber dari restoran. Sayuran lain seperti
tomat, yang sebelumnya di anggap terlalu asam untuk berkembang biaknya C. botulinum, ternyata dapat menjadi
ancaman sebagai sumber keracunan makanan yang dikalengkan di rumah.
Di Kanada dan Alaska, KLB terjadi
karena mengkonsumsi daging anjing laut, salmon asap dan telur salmon yang
difermentasi. Di Eropa sebagian besar kasus terjadi karena makan sosis dan
daging panggang atau daging olahan; di Jepang, karena ikan laut.
Perbedaan ini disebabkan sebagian
karena perbedaan dalam penggunaan natrium nitrit untuk mengawetkan daging di
AS.
Kasus Botulisme luka kadang kala
terjadi sebagai akibat dari kontaminasi luka dengan tanah ketika merawat patah
tulang terbuka. Botulisme luka dilaporkan terjadi diantara para pecandu Napza (terutama abses kulit akibat
injeksi subkutan dari pecandu heroin dan juga dari sinusitis para penghisap
kokain).
Botulisme saluran pencernaan
terjadi karena seseorang menelan spora botulinum yang kemudian tumbuh
berkembang di usus besar, bukan karena menelan racun yang telah terbentuk.
Sumber spora bagi anak-anak berasal dari berbagai sumber termasuk makanan dan
debu. Madu, yang diberikan pada bayi, dapat mengandung spora C. botulinum.
6. Masa inkubasi.
Gejala neurologis dari botulisme
yang ditularkan oleh makanan biasanya muncul dalam 12 – 36 jam, kadang-kadang
beberapa hari, sesudah mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi. Pada
umumnya, semakin pendek masa inkubasi, semakin berat penyakitnya dan semakin
tinggi CFR-nya. Masa inkubasi dari botulisme saluran pencernaan pada bayi tidak
diketahui, karena kapan saat bayi menelan makanan yang terkontaminasi tidak
diketahui.
7. Masa penularan.
Walaupun Racun C. botulisnum dan
bakterinya dikeluarkan bersama tinja pada kadar yang tinggi (ca. 106
organisme/g) oleh pasien botulisme saluran pencernaan selama beberapa minggu
hingga berbulan-bulan sesudah onset penyakit, namun tidak ada bukti terjadi
penularan dari orang ke orang. Pasien Botulisme yang ditularkan melalui makanan
biasanya mengeluarkan racun dan bakteri dalam jangka waktu yang lebih pendek.
8. Kekebalan dan kerentanan.
Semua orang rentan. Hampir semua
pasien dengan botulisme pencernaan yang di rawat dirumah sakit berusia antara 2
minggu dan 1 tahun; 94 % berusia kurang dari 6 bulan, dan median umur penderita
adalah 13 minggu. Kasus botulisme saluran pencernaan terjadi di semua ras dan
kelompok etnik. Orang dewasa yang mempunyai gangguan buang air besar yang mengarah
pada gangguan flora usus (atau flora usus yang secara tidak sengaja terganggu
karena pengobatan antibiotik untuk tujuan lain) bisa rentan mengidap botulisme
saluran pencernaan.
9. Cara pemberantasan.
A. Tindakan pencegahan
1). Lakukan pengawasan yang ketat terhadap proses pengolahan makanan
dalam kaleng serta makanan yang diawetkan lainnya.
2). Beri penyuluhan kepada mereka yang bekerja pada proses pengolahan
makanan, baik pengolahan makanan kaleng rumah tangga maupun kepada mereka yang
bekerja pada proses pengawetan makanan. Materi penyuluhan adalah tentang teknik
pengolahan makanan yang benar terutama berkaitan dengan masalah waktu, tekanan
dan suhu yang tepat untuk menghancurkan spora.
Begitu
pula materi penyuluhan berisi pengetahuan tentang teknik penyimpanan makanan
yang belum diolah secara sempurna didalam lemari es dan cara-cara memasak dan
mengaduk dengan benar sayur-sayuran yang akan dikalengkan sebagai industri
rumah tangga. Diperlukan waktu paling sedikit selama 10 menit untuk
menghancurkan toksin botulinum.
3). C. botulinum kadang-kadang bisa atau tidak bisa menyebabkan tutup
kaleng menggembung dan menimbulkan bau.
Bahan pencemar lain juga dapat menyebabkan tutup kaleng atau botol menggembung.
Wadah yang menggembung sebaiknya tidak dibuka, dan makanan yang berbau
sebaiknya tidak dimakan atau dicicipi. Makanan kaleng yang sudah menggembung
sebaiknya dikembalikan ke penjualnya tanpa dibuka.
4). Walaupun spora C. botulinum dapat dijumpai dimana saja, makanan
yang diketahui tercemar seperti madu, sebaiknya tidak diberikan kepada bayi.
B. Pengawasan penderita, kontak dan
lingkungan sekitar.
1). Laporan kepada instansi kesehatan
setempat. Kasus pasti dan yang dicurigai wajib dilaporkan di kebanyakan negara
dan negara bagian, Kelas 2A (lihat tentang pelaporan penyakit menular);
diperlukan laporan segera melalui telepon.
2). Isolasi: tidak diperlukan, tetapi
cucilah tangan sesudah menangani popok yang tercemar.
3). Disinfeksi serentak: makanan yang
tercemar sebaiknya di detoksifikasi dengan cara merebusnya sebelum dibuang;
atau wadahnya dihancurkan dan di kubur dalam-dalam di dalam tanah untuk
mencegah makanan tersebut dimakan oleh binatang. Barang-barang yang
terkontaminasi sebaiknya disterilisasi dengan cara merebus atau dengan
disinkfeksi klorin untuk menonaktifkan racun yang tersisa. Lakukan pembuangan
tinja yang saniter dari penderita bayi. Pembersihan terminal.
4). Karantina : tidak ada
5). Manajemen kontak : tidak
dilakukan untuk kontak langsung biasa. Terhadap mereka yang diketahui telah mengkonsumsi
makanan yang tercemar harus diberi pencahar, dilakukan lavage lambung dan enema
tinggi dan di observasi dengan ketat. Keputusan untuk memberikan pengobatan
presumptive dengan antitoksin polyvalent (equine
AB atau ABE) bagi orang yang
terpajan namun tidak menunjukkan gejala harus dipertimbangkan benar : harus
diperhitungkan manfaat pemberian antitoksin di awal kejadian (dalam waktu 1 – 2
hari sesudah mengkonsumsi makanan tercemar) terhadap risiko efek samping yang
berat karena peka terhadap serum kuda.
6). Investigasi kontak dan sumber
racun: selidiki makanan apa yang dikonsumsi oleh penderita, kumpulkan semua
makanan yang dicurigai untuk pemeriksaan laboratorium yang semestinya dan
kemudian dimusnahkan dengan cara yang benar. Cari kasus-kasus tambahan untuk
memastikan bahwa telah terjadi KLB botulisme yang ditularkan oleh makanan.
7). Pengobatan spesifik: jika terjadi
botulisme berikan sesegera mungkin 1 vial antiracun botulinum polyvalent (AB atau ABE) intravena. Anti
racun ini tersedia di CDC, Atlanta, dan dapat diminta melalui departemen
kesehatan negara bagian sebagai bagian dari pengobatan rutin (nomor telpon
darurat di CDC untuk botulisme pada jam kerja adalah: 404-639-2206 dan sesudah
jam kerja atau hari libur : 404-2888). Serum sebaiknya diambil untuk
mengidentifikasi toksin spesifik sebelum anti toksin di berikan, namun anti
toksin sebaiknya jangan ditunda pemberiannya karena menunggu hasil tes. Yang
terpenting dilakukan adalah akses secepatnya ke ICU untuk antisipasi
kemungkinan terjadinya kegagalan pernapasan, yang dapat menyebabkan kematian,
sehingga perlu ditangani dengan cepat dan tepat. Untuk botulisme luka, selain
anti toksin, luka sebaiknya di bersihkan (debridemen) dan atau di lakukan
drainase, diberikan antibiotik yang tepat (misalnya penisilin).
Pada botulisme saluran pencernaan,
perawatan supportive yang cermat
sangat penting. Anti toksin botulinum serum kuda tidak digunakan karena
dikhawatirkan terjadi renjatan anafilaksis. Imunoglobulin untuk botulisme (Botulinal Immune, BIG) saat ini tersedia
hanya untuk botulismus pada bayi yang telah disetujui oleh FDA dengan label Protokol penelitian penggunaan obat baru
dari Depertemen Kesehatan California.
Informasi tentang BIG untuk pengobatan
empiris terhadap mereka yang dicurigai menderita botulisme saluran pencernaan
bayi bisa diperoleh dari Departemen Kesehatan melalui Saluran 24 jam pada nomor
510-540-2646. Pemberian Antibiotik tidak berpengaruh pada perjalanan penyakit
dan pemberian aminoglikosid justru bisa membuat keadaan lebih buruk oleh karena
adanya blokade neuromuskuler. Dengan demikian antibiotik sebaiknya digunakan
hanya untuk infeksi sekunder. Bantuan pernafasan mungkin diperlukan.
C. Penanggulangan wabah.
Bila terjadi kasus botulisme,
sebaiknya segera diteliti apakah telah terjadi KLB yang menimpa keluarga atau
orang-orang lain yang mengkonsumsi makanan yang sama. Makanan yang diawetkan
dan dikalengkan dalam industri rumah tangga dan
dicurigai tercemar sebaiknya disingkirkan. Walaupun makanan dari
restoran atau makanan olahan komersial yang didistribusikan secara luas,
kadang-kadang terbukti sebagai sumber keracunan, dan ini jauh lebih mengancam
kesehatan masyarakat. Bahkan beberapa KLB yang dilaporkan terjadi baru-baru ini
melibatkan jenis makanan yang tidak biasa, dan secara teoritis jenis makanan
tersebut tidak mungkin sebagai sumber KLB.
Pada saat produk makanan tertentu
terbukti tercemar melalui pemeriksaan laboratorium atau melalui penyelidikan
epidemiologis, maka produk makanan tersebut harus ditarik segera dan lacak orang-orang
yang mengkonsumsi makanan yang sama dan makanan yang tersisa dari produk yang
sama. Sisa makanan dari produk yang sama mungkin tercemar, dan jika ditemukan
harus dikirim untuk pemeriksaan laboratorium. Kumpulan sera dan cairan lambung
serta tinja dari pasien, atau bila perlu dari orang yang terpajan tetapi tidak
sakit dan dikirim segera ke laboratorium yang telah di tunjuk sebelum orang-orang ini diberi antitoksin.
D. Implikasi bencana : tidak ada.
E. Tindakan internasional :
Produk komersial biasanya di
pasarkan secara luas, oleh karena itu perlu ada upaya internasional untuk
menemukan dan menguji makanan yang tercemar. KLB Common Source lintas batas
negara pernah terjadi oleh karena distribusi produk makanan yang tercemar
sangat luas.
12. Pneumococcal penumonia
1. Identifikasi
Merupakan
infeksi bakteri akut ditandai dengan serangan mendadak dengan demam menggigil,
nyeri pleural, dyspnea, tachypnea, batuk
produktif dengan dahak kemerahan serta lekositosis. Serangan ini biasanya tidak
begitu mendadak, khususnya pada orang tua dan hasil foto toraks mungkin memberi
gambaran awal adanya pneumonia. Pada bayi dan anak kecil, demam, muntah dan
kejang dapat merupakan gejala awal penyakit. Konsolidasi yang terjadi mungkin
berupa bronchopneumonia, khususnya
pada anak dan orang tua, bukan pneumonia segmental atau lober. Pneumoni
pneumokokus sebagai penyebab kematian utama pada bayi dan orang tua. CFR
sebelumnya mencapai 20-40% diantara penderita yang dirawat di rumah sakit dan
telah menurun 5-10% dengan terapi antimicrobial dan tetap sekitar 20-40% pada
penderita yang mempunyai latar belakang penyakit lain atau pada pecandu
alcohol. Di Negara berkembang CFR pada anak-anak sering mencapai lebih dari 10%
dan bahkan mencapai 60% pada bayi usia dibawah 6 bulan.
Diagnosa
etiologis secara dini sangat penting untuk mengarahkan pemberian terapi
spesifik. Diagnosa pneumoni pneumokokus dapat diduga apabila ditemukannya diplococci gram positif pada sputum
bersamaan dengan ditemukannya lekosit polymorphonuclear.
Diagnosa dapat dipastikan dengan
isolasi pneumococci dari spesimen darah atau sekret yang diambil dari saluran
pernafasan baian bawah orang dewasa yang diperoleh dengan asprasi percutaneous transtracheal.
2. Penyebab penyakit: Streptococcus
pneumoniae (pneumococcus). Dari 83 tipe kapsula yang diketahui, 23
diperkirakan menyebabkan 90% infesi yang terjadi di AS.
3. Distribusi penyakit
Merupakan penyakit
yang endemisitasnya berkelanjutan,khususnya menyerang bayi dan usia lanjut serta orang-orang yang menderita penyakit
tertentu; lebih sering menyerang kelompok dengan tingkat sosial ekonomi rendah
di negara berkembang. Penyakit ini muncul pada semua iklim dan musim, tapi
insidensi paling tinggi pada musim
dingin dan musim semi. Biasanya sporadis di AS, bisa terjadi KLB pada penduduk
yang padat dan pada urbanisasi yang cepat. KLB yang berulang pernah terjadi
pada kelompok pekerja tambang di Afrika Selatan; insidensi yang tinggi
ditemukan pada daerah geografis tertentu (misalnya Papua Nugini) dan di banyak
negara berkembang; menyerang anak-anak
dan merupakan penyebab kematian terbesar pada anak. Peningkatan
insidensi biasanya mengikuti KLB influenza. Tingkat resistensi yang tinggi
terhadap penisilin dan kadang-kadang terhadap generasi ketiga cephalosporin semakin meningkat di
seluruh dunia.
4. Reservoir: Manusia. Pneumococci umum ditemukan pada saluran pernafasan bagian atas dari
orang yang sehat di seluruh dunia.
5. Cara penularan
Melalui percikan
ludah, kontak langsung lewat mulut atau kontak tidak langsung melalui peralatan
yang terkontaminasi discharge saluran
pernafasan. Biasanya penularan organisme terjadi dari orang ke orang, namun
penularan melalui kontak sesaat jarang terjadi.
6. Masa inkubasi: Tidak diketahui dengan pasti, mungkin hanya 1-3 hari.
7. Masa penularan
Diperkirakan penularan
berlangsung sampai dengan saat dimana liur dan ingus dari hidung tidak lagi
mengandung pneumococci yang virulen
dalam jumlah yang bermakna. Apabila bakteri masih sensitif terhadap penisilin
maka pemberian penisilin akan membunuh bakteri dalam waktu 24-48 jam sehinga
penderita tidak menjadi infeksius lagi.
8. Kerentanan dan kekebalan
Orang akan semakin
rentan terhadap infeksi pneumokokus apabila integritas struktur anatomi dan
fisiologi dari saluran pernafasan bagian bawah terganggu. Gangguan ini bisa
disebabkan oleh influenza, edema paru oleh berbagai sebab, aspirasi pada
pecandu alkohol atau sebab lain, penyakit paru kronis, atau karena terpajan
bahan kimia yang iritatif dari udara. Orang tua dan orang-orang dengan penyakit-penyakit
seperti yang disebutkan berikut berisiko tinggi terserang infeksi: asplenia, penyakit sickle cell, penyakit
kardiovaskuler kronis, diabetes mellitus, sirosis hati, penyakit
Hodgkins,limfoma, multiple myeloma,
gagal ginjal kronis, sindroma nefrotik, infeksi HIV dan transplantasi organ. Kekebalan spesifik
terhadap serotipe kapsul bakteri dapat
terbentuk setelah mengalami infeksi dan kekebalan ini daat bertahan sampai bertahun-tahun.
Di negara berkembang penyebab penting sebagai kofaktor timbulnya pneumonia pada bai dan anak-anak adalah
malnutrisi dan berat badan lahir rendah.
9. Cara-cara
pemberantasan
A. Cara-cara pencegahan
1) Hindari kepadatan hunian bila mungkin, khususnya pada institusi,
barak-barak dan kapal.
2) Berikan vaksin polivalen kepada orang dengan risiko tinggi. Vaksin
ini berisi polisakarida dari 23 tipe pneumokokus penyebab 90% dari semua
infeksi pneumokokus di AS. Vaksin ini tidak efektif apabila diberikan pada anak
umur kurang dari 2 tahun. Mereka yang berisiko tinggi terhadap infeksi fatal
adalah orang yang berumur 65 tahun keatas, mereka dengan asplenia anatomis maupun fungsional, penyakit sickel cel, infeksi
HIV dan berbagai penyakit sistemik yang kronis, termasuk penyakit jantung dan
paru, sirosis hati, gangguan fungsi ginjal dan diabetes mellitus. Oleh karena
risiko infeksi dan CFR meningkat sejalan dengan meningkatnya umur, maka manfaat
imunisasipun juga meningkat. Bagi sebagian besar orang vaksin 23 valent pneumcoccal hanya diperlukan
sekali, namun imunisasi ulang pada umumnya aman dan vaksinasi sebaiknya
diberikan kepada orang yang status imunisasinya tidak jelas. Reimunisasi
direkomendasikan untuk diberikan kepada anak usia dua tahun yang berisiko
tinggi untuk mendapatkan infeksi pneumokokus
yang serius (misalnya penderita asplenik) dan diberikan kepada mereka yang
mempunyai kecenderungan penurunan titer antibodi secara cepat dengan catatan
sudah lima tahun atau lebih sejakpemberian dosis terakhir. Reimunisasi 3 tahun kemudian sejak dosis terakhir juga
harus dipertimbangkan pada anak dengan asplenia anatomik atau fungsional
(misanya penyakit sickel cell atau splenektomi). Dan reimunisasi juga perlu
diberikan kepada mereka dengan kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya
penurunan antibodi yang cepat setelah
pemberian imunisasi inisial (misalnya sindroma nefrotik, gagal ginjal,
transplantasi ginjal), mereka harus berumur 10 tahun atau lebih pada saat
reimunisasi. Sebagai tambahan orang yang berusia 65 tahun keatas harus
diberikan imunisasi ulangan apabila mereka imunisasi terakhir sudah lebih dari
5 tahun yang lalu, dengan catatan usia pada saat menerima imunisasi tersebut
kurang dari 65 tahun. Sebagian besar tipe antigen pneumococcal pada vaksin 23-valent,
imunogenitasnya rendah jika diberikan pada anak berumur kurang dari 2
tahun. Karena perbedaan daam prevalensi serotipe, maka vaksin tersebut
mempunyai efikasi yang rendah di negara berkembang. Pada akhir tahun 1999
vaksin pneumococcal conjugate protein sedang dievaluasi
dalam satu uji klinis,dan apabila terbukti efektif maka akan diijinan untuk
digunakan pada anak.
B. Pengawasan penderita,
kontak dan lingkungan sekitarnya
1) Laporan ke institusi kesehatan setempat: Wajib dilaporkan kalau
ada wabah (KLB); kasus individual tidak dilaorkan, Kelas 4 (lihat tentang
Laporan penyakit menular). Beberapa negara bagian mewajibkan melaporkan isolat
yang resistens terhadap penisilin.
2) Isolasi: Di rumah sakit islasi pernafasan dilakukan pada penerita
infeksi yang resistens terhadap antibiotika karena penderita ini mungkin dapat
menularkan ke penderita lain yang mempunyai risiko tinggi.
3) Disinfeksi serentak: Disinfeksi dilakukan terhadap discharge dari hidung dan tenggorokan. Pembersihan
menyeluruh.
4) Karantina: Tidak diperlukan.
5) Imunisasi: Tidak diperlukan.
6) Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi: Tidak praktis.
7) Pengobatan spesifik:
Apabila fasilitas diagnosa terbatas dan penundaan pengobatan bisa
berakibat fatal, maka pengobatan dengan antibiotika terhadap bayi dan anak
kecil harus segera dimulai dngan diagnosa presumptive
berdasarkan gejala klinis, khususnya kalau terjadi trachypnea dan chest
indrawing. Bayi umur 2 bulan atau kurang harus segera dirujuk ke rumah
sakit untuk mendapatkan perawatan tanpa boleh ditunda. Penicilline G parenteral adalah obat piliha, gunakan erythromycin untuk yang hypersensitive terhadap penicilline. Oleh karena pneumococci yang resisten terhadap penicilline dan antimikrobial yanglain
semakin banyak ditemukan, maka tes sensitivitas terhadap strain dari siolat
yang diambil dari tempat yang dalam
kadaan nomral steril, seperti cairan serebrospinal darah harus dilakukan. Di AS
dimana resistensi terhadap beta-lactam
umum ditemukan, maka vancomycin harus
dimasukkan dalam regimen awal pengobatan meningitis yang diduga disebabkan oleh
pneumococci sampai hasil tes
sensitivitas diketahui. Untuk pengobatan pneumonia dan infeksi pneumokokal yang
lain, dengan antibiotika beta-lactam secara parenteral kemungkinan masih
efektif pada sebagian besar kasus. Vancomycin
jarang digunakan pada penderita infeksi pneumokokus di luar sistem saraf pusat.
Untuk negara berkembang, WHO menganjurkan penggunaan salah satu dari obat-obat
erikut apakah TMP-SMX, ampicillin atau amoxicillin untuk pengobatan di rumah
bagi penderita pneumonia yang tidak
berat (batuk dan tachypnea, tanpa chest indrawing) bagi anak berusia
dibawah lima tahun.
C. Penanggulangan Wabah
Jika KLB terjadi di rumah sakit
atau terjadi pada masyarakat yang berkelompok, maka imunisasi dengan vaksin 23-valent harus diberikan kecuali kalau sudah diketahui
bahwa penyebab penyakit tidak termasuk didalam strain vaksin.
D. Implikasi Bencana:
Tempat-tempat penampungan pengungsi mempunyai risiko tinggi terjadi KLB,
terutama dapat terjadi pada anak-anak dan orang tua.
E. Tindakan internasional: Tidak
ada.
13. Pneumocystis Pneumonia
1. Identifikasi
Adalah penyakit
paru mulai dari akut sampai subakut bahkan seringkali fatal, khususnya
menyerang bayi yang kurang gizi, sakit kronis dan prematur. Pada anak yang lebih tua dan dewasa, penyakit
ini muncul sebagai penyakit oportunistik
yang berkaitan dengan pemakaian immunosupresan dan penyakit sistem
imunitas. Penyakit ini merupakan masalah yang besar bagi penderita AIDS. Secara
klinis didapati gejala dyspnea yang progresif, tachypnea dan cyanosis, demam mungkin tidak muncul. Tanda-tanda auskultasi selain ronchi gejala
lain biasanya minimal bahkan tidak ada. Pada foto toraks secara khas
menunjukkan adanya infiltrat interstitial bilateral. Pada pemeriksaan
postmortem didapati paru-paru yang berat tanpa udara, septum alveoler yang
menebal dan pada ruang alveoler didapati material seperti busa yang berisi
parasit.
Diagnosa ditegakkan dengan ditemukannya agen penyebab
dalam material yang berasal dari sikatan bronchial,
biopsi paru terbuka dan aspirasi paru atau dari preparat apus lendir tracheobronchial. Otganisme yang
diidentifikasi dengan pengecatan methenamine-silver,
toluidine blue O, Gram-Weigert, cresyl-echt-violet atau metoda pewarnaan
IFA. Sampai saat ini tidak ada metoda kultur pada media atau tes serologis yang
memuaskan untuk dipakai secara rutin.
2. Penyebab penyakit: Pneumocystis
carinii. Umumnya dianggap sebagai protozoa; peneltian yang dilakukan
kemudian menunjukkan bahwa susunan DNA organisme tersebut mendekati kepada
jamur.
3. Distribusi penyakit
Penyakit ini telah
dikenal di seluruh dunia; endemis dan kadang-kadang muncul sebagai KLB pada
bayi yang kurang gizi, debilitas atau pada bayi yang mengalami imunosupresi.
Penyakit ini menyerang hampir 60% penderita AIDS di Amerika Serikat, Eropa dan
Australia sebelum dilakukan pengobatan profilaktis secara rutin. Hampir tidak
ada laporan PCP pada penderita AIDS di Afrika.
4. Reservoir
Manusia. Organisme
dapat ditemukan pada binatang mengerat, ternak, anjing dan hewan lain, namun
dengan ditemukannya organisme dimana-mana dan ditambah dengan bahwa terjadi
infeksi subklinis yang bertahan pada manusia, kecil sekali kemungkinan bahwa
sumber penularan pada manusia berasal dari binatang.
5. Cara penularan
Penularan dari
binatang ke binatang melalui udara dapat dilihat terjadi pada tikus. Cara
penularan pada manusia tidak diketahui. Pada satu penelitian didapatkan sekitar
75% dari individu normal dilaporkan telah memiliki anibodi humoral terhadap P. Carinii setelah umur 4 tahun. Hal ini
menunjukkan bahwa infeksi sublinis umum terjadi di AS. Pneumonitis pada hospes immunocompromize sebagai akibat dari
salah satu apakah telah terjadi reaktivasi dari infeksi laten atau oleh karena
infeksi yang baru didapat.
6. Masa inkubasi: Tidak diketahui. Analisis dari data KLB yang
terjadi pada panti-panti dan penelitian yang dilakukan pada binatang
menunjukkan bahwa serangan penyakit biasanya terjadi 1-2 bulan setelah
terbentuknya status imunosupresi.
7. Masa penularan: Tidak diketahui.
8. Kerentanan dan Kekebalan
Kerentanan
meningkat dengan prematuritas, penyakit kronis yang melemahkan keadaan umum dan
pada penyakit-penyakit atau
pengobatan yang menyebabkan mekanisme kekebalan tubuh terganggu. Infeksi HIV
merupakan faktor risiko predominan untuk penyakit PCP.
9. Cara-cara pemberantasan
A. Cara-cara
pencegahan
Pengobatan profilaksis dengan salah satu
obat apakah dengan TMP-SMX atau dengan pentamidine
(berupa aerosol), terbukti efektif (selama penderita dapat menerima obat ini)
dalam mencegah reakivasi endogeneous
pada penderita imunosupresi, khususnya mereka dengan infeksi HIV dan mereka
yang mendapatkan pengobatan lymphatic
leukemia dan mereka yang menerima transplantasi organ.
B. Pengawasan penderita,
kontak dan lingkungan sekitarnya
1) Laporan kepada institusi kesehatan setempat: Laporan resmi
biasanya tidak diperlukan, Kelas 5 (lihat tentang pelaporan penyakit menular).
Bla PCP muncul pada orang dengan infeksi HIV, kasus ini wajib dilaporkan hampir
di semua negara bagian, Kelas 2B (lihat tentang pelaporan penyakit menular).
2) Isolasi: Tidak ada.
3) Disinfeksi serentak: Tidak cukup pengetahuan tentang hal ini.
4) Karanina: Tidak dilakukan.
5) Imunisasi kontak: Tidak ada.
6) Penyelidikan terhadap kontak dan sumber infeksi: Tidak ada.
7) Pengobatan spesifik: TMP-SMX merupakan obat pilihan. Oba
alternatif adalah pentamidine (IM atau IV) dan trometrexate
dengan leucoviron; berbagai jenis
obat saat ini sedang dalam tahap evaluasi.
C. Penangulangan wabah: Pengetahuan
kita tentang asal organisme ini dan cara-cara penularan sangat tidak lengkap sehingga
sampai saat ini tidak ada cara penanggulangan yang dapat diterima secara umum.
D. Implikasi bencana: Tidak ada.
E. Penanganan Internasional: Tidak
ada.
14. Trypanosomiasis
1. Identifikasi
Merupakan penyakit protozoa
sistemik. Stadium awal penyakit ditandai dengan terbentuknya ulcus (Chancre)
yang sakit sekali yang pada awalnya berkembang dari papula menjadi nodula.
Gejala-gejala ini ditemukan pada tempat gigitan lalat tse tse. Gejala lain yang
ditemukan adalah demam, sakit kepala yang amat sangat, insomnia, pembengkakan
kelenjar limfe tanpa disertai rasa sakit, berat badan menurun, somnolen dan
tanda-tanda lain SSP. Penyakit gambiense
(ICD9 086.3; ICD-10 B56.0) bisa berlangsung bertahun tahun; sedangkan penyakit rhodesiense (ICD-9 086.4; ICD-10 B56.1)
lethal dalam beberapa minggu atau dalam beberapa bulan jika tidak diobati.
Kedua bentuk penyakit ini fatal jika tidak diobati.
Diagnosa ditegakkan dengan
ditemukannya trypanosoma didalam darah, cairan limfe atau LCS. Untuk penyakit
jenis gambiense diperlukan teknik konsentrasi parasit seperti sentrifugasi
dengan tabung kapiler, “Quantitative
Buffy Coat” (QBC) atau dengan “minianion
exchange centrifugation”. Teknik-teknik ini jarang digunakan pada penyakit
jenis rhodesiense.
Untuk penyakit jenis rhodesiense terkadang digunakan teknik
inokulasi pada tikus percobaan. Spesimen yang diambil dari aspirat kelenjar
limfe membantu ditemukannya parasit. Antibodi spesifik dapat diketahui dengan
menggunakan teknik pemeriksaan ELISA, IFA dan tes aglutinasi. Titer
imunoglobulin yang tinggi terutama IgM umum ditemukan pada penderita
tripanosomiasis Afrika “Circulating
antigen” dapat dideteksi dengan menggunakan berbagai teknik pemeriksaan
imunologis seperti dengan kartu Tryp Tech
CIATT, tes aglutinasi tidak langsung.
2. Penyebab
Penyakit
Penyebab penyakit adalah Trypanosoma brucei gambiense dan T.b. rhodesiense, flagelata darah.
Kriteria untuk diferensiasi spesies tidaklah mutlak; isolat yang diambil dari
kasus virulen dengan perjalanan penyakit yang sangat progresif dianggap
sebagai T. B rhodesiense, terutama apabila infeksi terjadi di Afrika bagian
timur. Sedangkan jika infeksi didapatkan di Afrika bagian barat dan tengah,
biasanya perjalanan penyakit lebih kronis biasanya disebabkan oleh T.b. gambiense.
3. Distribusi
Penyakit
Penyakit ini menyebar didaerah
tropis benua Afrika antara 150LU dan 200LS, sesuai dengan
daerah penyebaran lalat tsetse. Di
daerah endemis 0,1% - 2% penduduk terineksi. Pada saat terjadi KB prevalensi
penyakit ini bisa mencapai 70%. KLB dapat terjadi apabila karena sesuatu hal
terjadi peningkatan intensitas kontak antara manusia dan lalat tsetse atau
strain tripanosoma yang virulen masuk kedaerah dimana densitas lalat tsetse sangat padat. Masuknya strain
virulen dimungkinkan oleh karena adanya pergerakan hospes manusia atau lalat tsetse yang terinfeksi ke suatu daerah.
Lalat Glossina palpalis merupakan
vector utama, dibagian barat dan bagian tengah Afrika. Infeksi biasanya terjadi
disepanjang aliran sungai atau anak sungai yang berbatasan dengan daerah yang
berhutan.
Di Afrika bagian timur dan danau
victoria vector utamanya adalah kelompok G.
Morsitans, infeksi terjadi didaerah savana yang kering.
G.
fuscipes yang termasuk dalam kelompok palpalis merupakan vector
penular penyakit pada saat KLB penyakit tidur jenis rhodiense yang terjadi di
Kenya dan Zaire dan vector ini juga sejak tahun 1976 diketahui sebagai vector
pada penularan peridomestik di Uganda.
4. Reservoir: Untuk T.b.
gambiense, manusia merupakan reservoir utama, sedangkan peranan binatang
peliharaan dan binatang buas sebagai reservoir tidak jelas. Binatang buas
terutama babi hutan dan sapi peliharaan merupakan reservoir utama T.b. rhodiense.
5. Cara Penularan: Penularan terjadi
melalui gigitan lalat tsetse Glossina infektif. Di alam terdapat 6 spesies
yang berperan sebagai vektor
utama, G. Palpalis, G.
Tachinoides, G. Morsitans, G. Pallidipes, G. Swynnertoni dan G.fuscipes.
Lalat tsetse terinfeksi karena menghisap darah manusia atau binatang yang
mengandung trypanosoma.
Parasit berkembang biak dalam
tubuh lalat selama 12-30 hari, tergantung pada suhu dan faktor-faktor lain,
sampai terjadi bentuk infektif didalam kelenjar-kelenjar ludahnya. Sekali
terinfeksi lalat tsetse akan tetap
infektif selama hidupnya (rata-rata 3 bulan, bisa sampai 10 bulan). Infeksi
pada lalat tidak diturunkan ke generasi lalat berikutnya.
Penularan kongenital dapat
terjadi pada manusia. Penularan langsung secara mekanis dapat terjadi melalui
darah pada probosis Glossina dan
serangga penggigit lainnya, seperti lalat kuda, atau karena kecelakaan di
laboratorium.
6. Masa Inkubasi
Masa inkubasi infeksi
T.b. rhodiensiense yang
lebih virulen, biasanya 3 hari
sampai dengan beberapa minggu. Masa inkubasi infeksi T.b gambiense yang lebih kronik, berlangsung lebih lama yaitu
beberapa bulan sampai bahkan beberapa tahun.
7. Masa
Penularan
Penularan
kepada lalat tsetse terjadi selama ada parasit didalam darah manusia dan hewan
yang terinfeksi. Parasitemia muncul dengan intensitas bervariasi pada saat-saat
tertentu pada kasus-kasus yang tidak di obati, parasitemia terjadi pada semua
stadium tahapan penyakit. Pada suatu penelitian yang dilakukan terhadap
penyakit rhodesiense, parasitemia
ditemukan hanya pada 60 % kasus infeksi.
8. Kerentanan dan
kekebalan
Semua
orang rentan terhadap penyakit ini. Kadang kala terjadi infeksi tanpa gejala
baik pada infeksi T b. Gambiense
maupun infeksi T.b. rhodesiense.
Pernah ada yang melaporkan bahwa ada penderita dengan infeksi jenis gambience
tanpa gejala SSP yang sembuh spontan namun laporan ini belum terbukti
kebenarannya.
9. Cara-cara pemberantasan
A. Cara-cara
Pencegahan
Memilih cara pencegahan yang
tepat harus di dasari pada pengetahuan dan pengenalan ekologi dari vektor dan
penyebab penyakit disuatu wilayah. Dengan pengetahuan tersebut, maka suatu daerah dengan keadaan geografis tertentu, dapat
dilakukan satu atau beberapa langkah berikut sebagai langkah prioritas dalam
upaya pencegahan :
1). Berikan
Penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-cara perlindungan diri terhadap
gigitan lalat tsetse.
2). Menurunkan
populasi parasit melalui survei masyarakat untuk menemukan mereka yang
terinfeksi, obati mereka yang terinfeksi.
3). Bila
perlu hancurkan habitat lalat tsetse,
namun tidak dianjurkan untuk
menghancurkan vegetasi secara tidak merata. Membersihkan semak-semak dan
memotong rumput disekitar desa sangat bermanfaat pada saat terjadi penularan
peridomestik. Apabila pada wilayah yang telah dibersihkan dari vegetasi liar
dilakukan reklamasi dan dimanfaatkan untuk lahan pertanian maka masalah vektor
teratasi untuk selamanya.
4)
Mengurangi kepadatan lalat dengan menggunakan perangkap dan kelambu yang
sudah dicelup dengan deltametrin
serta dengan penyemprotan insektisida residual (perythroid sintetik 5%, DDT, dan dieldrin 3% merupakan insektidida yang efektif). Dalam situasi
darurat gunakan insektisida aerosol yang disemprotkan dari udara.
5) Melarang
orang-orang yang pernah tinggal atau pernah mengunjungi daerah endemis di
Afrika untuk menjadi donor darah.
B. Pengawasan
penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1) Laporan kepada
Instansi Kesehatan setempat : Di daerah endemis tertentu, kembangkan sistem
pencatatan dan pelaporan. Dan galakkan upaya pencegahan dan pemberantasan.
Disebagian besar negara penyakit ini bukan penyakit yang wajib di laporkan
kelas 3 B (lihat tentang pelaporan Penyakit Menular).
2) Isolasi: Tidak dilakukan. Cegahlah agar
lalat tsetse tidak menggigit penderita trypanosomiasis.
Di beberapa negara, diberlakukan peraturan pembatasan gerak dari pasien-pasien
yang tidak diobati.
3) Disinfeksi serentak: Tidak dilakukan
4) Karantina: Tidak dilakukan
5) Imunisasi
terhadap kontak: Tidak dilakukan
6) Investigasi
kontak dan sumber infeksi : Bila penderita merupakan anggota dari rombongan
wisatawan merupakan anggota dari rombongan wisatawan, maka anggota lain dari
rombongan tersebut harus diberi tahu agar berhati-hati dan terhadap mereka
dilakukan investigasi.
7) Pengobatan spesifik: Bila tidak terjadi
perubahan gambaran sel dan kadar protein pada LCS, suramin merupakan obat pilihan untuk infeksi T.b. rhodiense dan pentamidine untuk infeksi T.b. gambiense. Namun obat-obat ini
tidak dapat menembus barier darah otak.
T.b. rhodesiense,
mungkin sudah resistens terhadap pentamidine,
Melarsoprol (Mel-B®) telah
digunakan dengan hasil yang sangat efektif untuk mengobati pasien dengan
gambaran LCS abnormal untuk semua jenis parasit, namun efek samping yang berat
mungkin dapat terjadi pada 5 % - 10 % dari penderita.
Suramin dan melarsoprol
bisa didapatkan dan tersedia di Depot Farmasi CDC Atlanta untuk tujuan
penelitian. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa Eflornithin (difluoromethylornithine
(DFMO), Ornidyl®) lebih baik digunakan untuk pengobatan penyakit gambiense SSP, obat ini sejak tahun 1999
tidak ada dalam persediaan lagi di CDC Atlanta dan penyediaan obat ini oleh WHO
dimasa yang akan datang tidak dapat dipastikan. Terhadap semua penderita yang
sudah diobati harus dilakukan pemeriksaan ulang 3, 6 dan 24 bulan setelah
pengobatan untuk mencegah kemungkinan relaps.
C. Penanggulangan Wabah
Dalam keadaan KLB lakukkan survei
massal yang terorganisasikan dengan baik dan berikan pengobatan bagi penderita
yang ditemukan serta lakukan pengendalian lalat tsetse.
Bila terjadi lagi KLB di daerah
yang sama walaupun sudah melaksanakan upaya-upaya pemberantasan, maka
upaya-upaya yang tercantum pada butir 9A harus dilakukan dengan lebih giat.
D. Implikasi bencana: Tidak ada.
E. Penanganan Internasional :
Meningkatkan upaya kerjasama lintas
sektor di daerah endemis. Penyebar luasan informasi dan meningkatkan
tersedianya bahan dan alat diagnosa sederhana untuk skrining dan upaya
sederhana pengendalian vektor.
Kembangkan sistem yang efektif
pendistribusian reagen dan obat-obatan. Kembangkan sistem pelatihan pada
tingkat nasional dan internasional. Manfaatkan pusat-pusat kerjasama WHO.
VIRUS
TIdak dapat diamati dg mikroskop
biasa (0,2 mikron ) atau 1/50 bakteri. struktur virus hanya berupa asam inti
(dna/rna) dnaà
hewan/manusia... rna (tumbuhan) dan selubung protein sbg kapsid.
Tidak dapat digolongkan sel
karena tidak punya nukleus, sitoplasma dan organel sel lain. Tidak bisa hidup
di alam bebas à hidup parasit dalam inangnya baik hewan, tumbuhan, manusia atau dpt juga
di bakteriofage (e.coli).
Manusiaàhiv,hepatitis, rabies, polio,dengue, chiku, diare,campak,cacar,
denggong, influinza, herpes, conjunktivitis...hewanà ai, mastitis. tumbuhan à tmv,
dll.
Berkembang
biak dg menginfeksi sel hidup lain, virus memasukkan asam intinya ke sel inang
selanjutnya asam inti virus memperbanyak diri dalam sel inang sehingga sel
inang rusak, virus keluar. Replikasi dengan penggandaan materi genetik sel
inang virus mengambil alih metabolisme sel inang untuk membentuk materi genetik
virus itu sendiri.
Virus
adalah parasit berukuran mikroskopik yang menginfeksi sel organisme biologis. Virus bersifat
parasit obligat, hal tersebut disebabkan karena virus hanya dapat bereproduksi di dalam material hidup
dengan menginvasi dan memanfaatkan sel makhluk hidup karena virus tidak
memiliki perlengkapan selular untuk bereproduksi sendiri. Biasanya virus
mengandung sejumlah kecil asam nukleat
(DNA atau RNA, tetapi tidak kombinasi keduanya) yang
diselubungi semacam bahan pelindung yang terdiri atas protein, lipid, glikoprotein,
atau kombinasi ketiganya. Genom virus akan
diekspresikan menjadi baik protein yang digunakan untuk memuat bahan genetik
maupun protein yang dibutuhkan dalam daur hidupnya.
Istilah virus biasanya merujuk pada
partikel-partikel yang menginfeksi sel-sel eukariota (organisme multisel dan banyak
jenis organisme sel tunggal), sementara istilah bakteriofage atau fage
digunakan untuk jenis yang menyerang jenis-jenis sel prokariota (bakteri dan organisme lain yang tidak berinti sel).
Virus sering diperdebatkan statusnya sebagai
makhluk hidup karena ia tidak dapat menjalankan fungsi biologisnya secara bebas
jika tidak berada dalam sel inang. Karena karakteristik khasnya ini virus
selalu terasosiasi dengan penyakit tertentu, baik pada manusia (misalnya virus influenza dan HIV), hewan (misalnya virus flu burung), atau tanaman (misalnya virus
mosaik tembakau/TMV).
Ø Sejarah penemuan Virus
Virus mosaik tembakau merupakan virus yang
pertama kali divisualisasikan dengan mikroskop elektron.
·
Virus telah menginfeksi sejak jaman sebelum
masehi, hal tersebut terbukti dengan adanya beberapa penemuan-penemuan yaitu
laporan mengenai infeksi virus dalam hieroglyph di Memphis, ibu kota
Mesir kuno (1400SM) yang menunjukkan adana penyakit poliomyelitis,
selain itu, Raja Firaun Ramses V meninggal pada
tahun 1196 SM dan dipercaya meninggal karena terserang virus Smallpox.
·
Pada
jaman sebelum masehi, virus endemik yang cukup terkenal adalah virus Smallpox
yang menyerang masyarakat cina pada tahun 1000. Akan tetapi pada pada tahun
1798 , Edward Jenner menemukan bahwa beberapa pemerah
susu memiliki kekebalan terhadap virus pox. Hal tersebut diduga karena Virus
Pox yang terdapat pada sapi, melindungi manusia dari Pox. Penemuan tersebut
yang dipahami kemudian merupakan pelopor penggunaan vaksin.
·
Pada
tahun 1880, Louis Pasteur dan Robert Koch
mengemukakan suatu "germ theory" yaitu bahwa mikroorganisme merupakan
penyebab penyakit. Pada saat itu juga terkenal Postulat Koch
yang sangat terkenal hingga saat ini yaitu :
1. Agen penyakit harus ada di dalam
setiap kasus penyakit
2. Agen harus bisa diisolasi dari inang
dan bisa ditumbuhkan secara in vitro
3. Ketika kultur agen muri
diinokulasikan ke dalam sel inang sehat yang rentan maka ia bisa menimbulkan
penyakit
4. Agen yang sama bisa di ambil dan
diisolasi kembali dari inang yang terinfeksi tersebut
·
Penelitian
mengenai virus dimulai dengan penelitian mengenai penyakit mosaik yang
menghambat pertumbuhan tanaman tembakau dan membuat daun tanaman tersebut memiliki
bercak-bercak. Pada tahun 1883, Adolf Mayer, seorang
ilmuwan Jerman, menemukan bahwa penyakit tersebut dapat menular ketika tanaman
yang ia teliti menjadi sakit setelah disemprot dengan getah tanaman yang sakit.
Karena tidak berhasil menemukan mikroba di getah tanaman tersebut, Mayer
menyimpulkan bahwa penyakit tersebut disebabkan oleh bakteri
yang lebih kecil dari biasanya dan tidak dapat dilihat dengan mikroskop.
·
Pada
tahun 1892,
Dimitri Ivanowsky dari Rusia menemukan bahwa
getah daun tembakau yang sudah disaring dengan penyaring bakteri masih dapat
menimbulkan penyakit mosaik. Ivanowsky lalu menyimpulkan dua kemungkinan, yaitu
bahwa bakteri penyebab penyakit tersebut berbentuk sangat kecil sehingga masih
dapat melewati saringan, atau bakteri tersebut mengeluarkan toksin yang dapat
menembus saringan. Kemungkinan kedua ini dibuang pada tahun 1897 setelah Martinus Beijerinck dari Belanda
menemukan bahwa agen infeksi di dalam getah yang sudah disaring tersebut dapat
bereproduksi karena kemampuannya menimbulkan penyakit tidak berkurang setelah
beberapa kali ditransfer antartanaman. Patogen mosaik tembakau disimpulkan
sebagai bukan bakteri, melainkan merupakan contagium vivum fluidum,
yaitu sejenis cairan hidup pembawa penyakit
·
Setelah
itu, pada tahun 1898, Loeffler dan Frosch melaporkan bahwa penyebab penyakit mulut dan kaki sapi dapat
melewati filter yang tidak dapat dilewati bakteri. Namun demikian, mereka
menyimpulkan bahwa patogennya adalah bakteri yang sangat kecil.
·
Pendapat
Beijerinck baru terbukti pada tahun 1935, setelah Wendell Meredith Stanley dari Amerika
Serikat berhasil mengkristalkan partikel penyebab penyakit mosaik yang kini dikenal
sebagai virus mosaik tembakau. Virus ini juga
merupakan virus yang pertama kali divisualisasikan dengan mikroskop elektron pada tahun 1939 oleh ilmuwan Jerman
G.A. Kausche, E. Pfankuch, dan H. Ruska
·
Pada
tahun 1911, Peyton Rous menemukan jika ayam yang sehat diinduksi dengan sel tumor
dari ayam yang sakit, maka pada ayam yang sehat tersebut juga akan terkena
kanker. Selain itu, Rous juga mencoba melisis sel tumor dari ayam yang sakit
lalu menyaring sari-sarinya dengan pori-pori yang tidak dapat dilalui oleh bakteri,
lalu sari-sari tersebut di suntikkan dalam sel ayam yang sehat dan ternyata hal
tersebut juga dapat menyebabkan kanker. Rous menyimpulkan kanker disebabkan
karena sel virus pada sel tumor ayam yang sakit yang menginfeksi sel ayam yang
sehat. Penemuan tersebut merupakan penemuan pertama virus onkogenik, yaitu
virus yang dapat menyebabkan tumor. Virus yang ditemukan oleh Rous dinamakan Rous Sarcoma Virus(RSV).
·
Pada
tahun 1933, Shope papilloma virus atau cottontail rabbit papilloma
virus (CRPV)yang ditemukan oleh Dr Richard E Shope
merupakan model kanker
pertama pada manusia yag disebabkan oleh virus. Dr Shope melakukan
percobaan dengan mengambil filtrat dari tumor pada hewan lalu disuntikkan pada
kelinci domestik yang sehat, dan ternyata timbul tumor pada kelinci tersebut.
·
Wendell
Stanley merupakan orang pertama yang berhasil mengkristalkan
virus pada tahun 1935. Virus yang dikristalkan merupakan Tobacco Mozaic Virus
(TMV). Stanley
mengemukakan bahwa virus akan dapat tetap aktif meskipun setelah kristalisasi.
·
Martha Chase dan Alfred
Hershey pada tahun 1952 berhasil menemukan bakteriofage. Bakterofage merupakan virus yang memiliki inang bakteri sehingga hanya dapat
bereplikasi di dalam sel bakteri.
Ø Struktur dan anatomi virus
Model
skematik virus berkapsid heliks (virus mosaik tembakau): 1. asam nukleat (RNA), 2. kapsomer, 3.
kapsid.
Virus
merupakan organisme subselular yang karena ukurannya sangat kecil, hanya dapat
dilihat dengan menggunakan mikroskop elektron. Ukurannya lebih kecil
daripada bakteri
sehingga virus tidak dapat disaring dengan penyaring bakteri. Virus terkecil
berdiameter hanya 20 nm (lebih kecil daripada ribosom),
sedangkan virus terbesar sekalipun sukar dilihat dengan mikroskop cahaya.
Genom
virus dapat berupa DNA
ataupun RNA.
Genom virus dapat terdiri dari DNA untai ganda, DNA untai tunggal, RNA untai
ganda, atau RNA untai tunggal. Selain itu, asam nukleat genom virus dapat
berbentuk linear tunggal atau sirkuler. Jumlah gen virus bervariasi dari empat
untuk yang terkecil sampai dengan beberapa ratus untuk yang terbesar.Bahan
genetik kebanyakan virus hewan dan manusia berupa DNA, dan pada virus tumbuhan
kebanyakan adalah RNA yang beruntai tunggal.
Bahan
genetik virus diselubungi oleh suatu lapisan pelindung. Protein
yang menjadi lapisan pelindung tersebut disebut kapsid. Bergantung pada
tipe virusnya, kapsid bisa berbentuk bulat (sferik), heliks, polihedral, atau
bentuk yang lebih kompleks dan terdiri atas protein yang disandikan oleh genom virus.Kapsid
terbentuk dari banyak subunit protein yang disebut kapsomer.
Bakteriofag
terdiri dari kepala polihedral berisi asam nukleat dan ekor untuk menginfeksi
inang.
Untuk
virus berbentuk heliks, protein kapsid (biasanya disebut protein nukleokapsid)
terikat langsung dengan genom virus. Misalnya, pada virus campak, setiap
protein nukleokapsid terhubung dengan enam basa RNA membentuk heliks sepanjang
sekitar 1,3 mikrometer. Komposisi kompleks protein dan asam nukleat ini disebut
nukleokapsid. Pada virus campak, nukleokapsid ini diselubungi oleh lapisan lipid yang
didapatkan dari sel inang, dan glikoprotein yang disandikan oleh virus melekat
pada selubung lipid tersebut. Bagian-bagian ini berfungsi dalam pengikatan pada
dan pemasukan ke sel inang pada awal infeksi.
Virus cacar air memiliki
selubung virus.
Kapsid
virus sferik menyelubungi genom virus secara keseluruhan dan tidak terlalu
berikatan dengan asam nukleat seperti virus heliks. Struktur ini bisa
bervariasi dari ukuran 20 nanometer hingga 400 nanometer dan terdiri atas
protein virus yang tersusun dalam bentuk simetri ikosahedral. Jumlah
protein yang dibutuhkan untuk membentuk kapsid virus sferik ditentukan dengan
koefisien T, yaitu sekitar 60t protein. Sebagai contoh, virus hepatitis B
memiliki angka T=4, butuh 240 protein untuk membentuk kapsid. Seperti virus
bentuk heliks, kapsid sebagian jenis virus sferik dapat diselubungi lapisan
lipid, namun biasanya protein kapsid sendiri langsung terlibat dalam
penginfeksian sel
Beberapa
jenis virus memiliki unsur tambahan yang membantunya menginfeksi inang.Virus
pada hewan memiliki selubung virus, yaitu membran menyelubungi kapsid.]
Selubung ini mengandung fosfolipid dan protein dari sel inang, tetapi juga mengandung
protein dan glikoprotein yang berasal dari virus. Selain
protein selubung dan protein kapsid, virus juga membawa beberapa molekul enzim
di dalam kapsidnya. Ada
pula beberapa jenis bakteriofag yang memiliki ekor protein yang
melekat pada "kepala" kapsid. Serabut-serabut ekor tersebut digunakan
oleh fag untuk menempel pada suatu bakteri. Partikel lengkap virus disebut virion. Virion berfungsi sebagai alat
transportasi gen, sedangkan komponen selubung dan kapsid bertanggung jawab
dalam mekanisme penginfeksian sel inang.
Ø Macam-macam infeksi virus
Virus dapat menginfeksi inangnya dan
menyebabkan berbagai akibat bagi inangnya. ada yang berbahaya, namun juga ada
yang dapat ditangani oleh sel imun dalam tubuh
sehingga akibat yang dihasilkan tidak terlalu besar.
v Infeksi Akut infeksi akut merupakan infeksi
yang berlangsung dalam jangka waktu cepat namun dapat juga berakibat
fatal.Akibat dari infeksi akut adalah :
Sembuh tanpa kerusakan (Sembuh total).Sembuh dengan kerusakan/cacat, misalnya : polioBerlanjut kepada infeksi kronis. Kematian
Sembuh tanpa kerusakan (Sembuh total).Sembuh dengan kerusakan/cacat, misalnya : polioBerlanjut kepada infeksi kronis. Kematian
v
Infeksi
KronisInfeksi kronis merupakan infeksi virus yang berkepanjangan sehingga ada
resiko gejala penyakit muncul kembali. Contoh dari infeksi kronis adalah :
* Silent subclinical infection seumur hidup, contoh : cytomegalovirus( CMV)
* Periode diam yang cukup lama sebelum munculnya penyakit, contoh : HIV
* Reaktivasi yang menyebabkan infeksi akut, contoh : shingles
* Penyakit kronis yang berulang (kambuh), contoh : HBV, HCV
* Kanker contoh : HTLV-1, HPV, HBV, HCV, HHV.
* Silent subclinical infection seumur hidup, contoh : cytomegalovirus( CMV)
* Periode diam yang cukup lama sebelum munculnya penyakit, contoh : HIV
* Reaktivasi yang menyebabkan infeksi akut, contoh : shingles
* Penyakit kronis yang berulang (kambuh), contoh : HBV, HCV
* Kanker contoh : HTLV-1, HPV, HBV, HCV, HHV.
Ø Penyakit Akibat Virus
Beberapa
virus ada yang dapat dimanfaatkan dalam rekombinasi genetika. Melalui terapi
gen, gen jahat (penyebab infeksi) yang terdapat dalam virus diubah menjadi gen
baik (penyembuh) disebut vaksin. Contohnya pembuatan vaksin polio,
rabies, hepatitis B, influenza, cacar, dan vaksin MMR (Measles, Mumps, Rubella)
untuk cacar gondong, dan campak.
Pada
umumnya virus bersifat merugikan. Virus sangat dikenal sebagai penyebab penyakit infeksi pada
manusia, hewan, dan tumbuhan. Sejauh ini tidak ada makhluk hidup yang tahan
terhadap virus. Tiap virus secara khusus menyerang sel-sel tertentu dari
inangnya. Virus dapat menginfeksi tumbuhan, hewan, dan manusia sehingga
menimbulkan penyakit.
a. Penyakit pada tumbuhan yang disebabkan oleh virus
1. Mosaik, penyakit yang menyebabkan
bercak kuning pada daun tumbuhan seperti tembakau, kacang kedelai, tomat
kentang dan beberapa jenis labu. Penyakit ini disebabkan oleh Tobacco Mozaic
Virus (TMV). Mentimun (Cucumber Mozaic), buncis (Bean cane mozaic dan Bean
mozaic), gandum (Wheat mozaic), tebu (Sugar cane mozaic). Virus TMV pada
tanaman ditularkan secara mekanis atau melalui benih. Virus ini belum diketahui
dapat ditularkan melalui vektor (serangga penular). Virus dapat bertahan dan
bersifat infektif selama beberapa tahun. Virus bersifat sangat stabil dan mudah
ditularkan dari benih ke pembibitan pada saat pengelolaan tanaman secara
mekanis misalnya pada saat pemindahan bibit ke pertanaman. Gejala Serangan daun
tanaman yang terserang menjadi berwarna belang hijau muda sampai hijau tua.
Ukuran daun relatif lebih kecil dibandingkan dengan ukuran daun normal. Jika
menyerang tanaman muda, pertumbuhan tanaman terhambat dan akhirnya kerdil
2. Yellows, penyakit yang menyerang
tumbuhan aster.
3. Daun menggulung, terjadi pada
tembakau, kapas, dan lobak yang diserang virus TYMV.
4. Penyakit tungro (virus Tungro) pada
tanaman padi. Tungro adalah penyakit virus pada padi yang biasanya terjadi pada
fase pertumbuhan vegetatif dan menyebabkan tanaman tumbuh kerdil dan
berkurangnya jumlah anakan. Pelepah dan helaian daun memendek dan daun yang
terserang berwarna kuning sampai kuning-oranye. Daun muda sering berlurik atau
strip berwarna hijau pucat sampai putih dengan panjang berbeda sejajar dengan
tulang daun. Gejala mulai dari ujung daun yang lebih tua. Daun menguning
berkurang bila daun yang lebih tua terinfeksi. Dua spesies wereng hijau
Nephotettix malayanus dan N.virescens adalah serangga yang menyebarkan (vektor)
virus tungro.
5. Penyakit degenerasi pembuluh tapis
pada jeruk (virus citrus vein phloem degeneration (CVPD). Virus ini dengan
begitu cepat menyebar ditularkan serangga vektor Diaphorina Citri Kuwayana
(Homoptera Psyllidae) atau masyarakat umum menyebutnya kutu loncat atau kutu
putih.
b. Penyakit pada hewan yang disebabkan oleh virus
1.
Penyakit tetelo, yakni jenis penyakit yang menyerang bangsa unggas, terutama
ayam. Penyebabnya adalah new castle
disease virus (NCDV). Ayam yang terjangkit penyakit ini harus dimusnahkan
karena dapat bertindak sebagai sumber pencemaran dan penular.diikuti oleh gangguan
syaraf serta diare.
2.
Penyakit kuku dan mulut, yakni jenis penyakit yang menyerang ternak sapi dan
kerbau. penyakit kuku dan mulut merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh
virus yang mudah menyerang hewan ternak berkuku belah diantaranya sapi, kerbau,
domba, kambing, dan babi. Penyebaran penyakit itu dapat disebabkan oleh
beberapa hal diantaranya virus yang terbawa oleh angin, persinggungan badan
dengan hewan ternak yang sudah terinveksi, bercampurnya hewan ternak dalam
angkutan truk, serta pakan ternak yang mengandung virus. Penyakit kuku dan
mulut mengakibatkan sariawan yang mengganggu kuku dan mulut sehingga ternak
tidak nafsu makan selama hampir dua minggu, hingga berangsur kurus dan akhirnya
mati.
3.
Penyakit kanker pada ayam oleh rous sarcoma virus (RSV).
4.
Penyakit rabies, yakni jenis penyakit yang menyerang anjing, kucing, dan
monyet. Penyebabnya adalah Rhabdovirus. Penyakit anjing gila (rabies) adalah
suatu penyakit menular yang akut, menyerang susunan syaraf pusat, disebabkan
oleh virus rabies jenis Rhabdho virus yang dapat menyerang semua hewan berdarah
panas dan manusia. Penyakit ini sangat ditakuti dan mengganggu ketentraman
hidup manusia, karena apabila sekali gejala klinis penyakit rabies timbul maka
biasanya diakhiri dengan kematian.
5.
Polyoma, penyebab tumor pada hewan.
6.
Adenovirus, penyebab tumor pada hewan tertentu.
c. Penyakit pada manusia yang disebabkan oleh virus
1. lnfluenza
Penyebab
influenza adalah virus orthomyxovirus yang berbentuk seperti bola. Virus influenza
ditularkan lewat udara dan masuk ke tubuh manusia melalui alat pernapasan.
Virus influenza pada umumnya menyerang hanya pada sistem pernapasan. Terdapat
tiga tipe serologi virus influenza, yaitu tipe A, B, dan C. Tipe A dapat
menginfeksi manusia dan hewan, sedangkan B dan C hanya menginfeksi manusia.
Gejala influenza adalah demam, sakit kepala, pegal linu otot, dan kehilangan
nafsu makan, Orang yang terserang influenza biasanya akan sembuh dalam 3 sampai
7 hari.
Penanggulangan
virus ini telah diusahakan oleh beberapa ahli dengan pembuatan vaksin.
pendekatan terbaru adalah dengan pemakaian mutan virus hidup vang dilemahkan
untuk mendorong agar respon kekebalan tubuh meningkat.
Pencegahan
terhadap penyakit influenza adalah dengan menjaga daya tahan tubuh dan
menghindari kontak dengan penderita influenza.
2. Campak
Campak
disebabkan oleh virus paramyxovirus yang tidak rnengandung enzim
neurominidase.Gejala campak adalah demam tinggi, batuk, dan rasa nyeri di
seluruh tubuh.
Di
awal masa inkubasi, virus berlipat ganda di saluran pernapasan atas. Di akhir
masa inkubasi, virus menuju darah dan beredar keseluruh bagian tubuh, terutama
kulit.
3. Cacar air
Cacar
air disebabkan oleh virus Herpesvirus varicellae. Virus ini mempunvai DNA ganda
dan menyerang sel diploid manusia.
4. Hepatitis
Hepatitis
(pembengkakan hati) disebabkan oleh virus hepatitis. Ada 3 macam virus hepatitis yaitu hepatitis
A, B, dau C (non-A,non-B). Gejalanya adalah demam, mual, dan muntah, serta
perubahan warna kulit dan selaput lendir menjadi kuning. Virus hepatitis A
cenderung menimbulkan hepatitis akut, sedangkan virus hepatitis B cenderung
menimbulkan hepatitis kronis. Penderita hepatitis B mempunyai risiko menderita
kanker hati. Penyakit ini dapat rnenular melalui minuman yang terkontaminasi,
transfusi darah, dan penggunaan jarum suntik yang tidak steril.
5. Polio
Polio
disebabkan oleh poliovirus. Serangan poliovirus menyebabkan lumpuh bila virus
menginfeksi selaput otak (meninges) dan merusak sel saraf yang berhubungan
dengan saraf tepi.
Virus
ini menyerang anak - anak berusia antara 1 - 5 tahun . virus polio dapat hidup
di air selama berbulan - bulan, sehingga dapat menginfeksi melalui air yang
diminum. Dalam keadaan beku virus ini dapat ditularkan lewat lingkungan yang
buruk, melalui makanan dan minuman. penularan dapat terjadi melalui alat makan
bahkan melalui ludah.
6.
Gondong
Penyakit
gondong disebabkan oleh paramyxovirus dapat hidup dijaringan otak , selaput
otak, pankreas, testis, kelenjar parotid dan radang di hati. Penyakit gondong
ditandai dengan pembengkakan di kelenjar parotid pada leher di bawah daun
telinga. penularannya terjadi melalui kontak langsung dengan penderita melalui
ludah, urin dan muntahan.
7. AIDS /hiv
AIDS
(Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah penurunan sistem kekebalan tubuh
yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). Virus HIV adalah
virus kompleks yang rnempunvai 2 molekul RNA di dalam intinya. Virus tersebut
diduga kuat berasal dari virus kera afrika yang telah mengalami mutasi.
Walaupun AIDS sangat mematikan, penularannya tidak semudah penularan virus
lain. Virus HIV tidak ditularkan melalui kontak biasa seperti jabat tangan,
pelukan, batuk, bersin, peralatan makan dan mandi, asalkan tidak ada luka di
kulit.
Virus
HIV dapat masuk ke dalam tubuh melalui luka di kulit atau selaput lendir.
Penularannya dapat terjadi melalui hubungan seksual, transfusi darah, dan
penggunaan jarum suntik yang tidak steril. Gejala awal ditandai oleh pembesaran
nodus limfa. Penyakit yang umumnya diderita adalah pneumonia, diare, kanker,
penurunan berat badan, dan gagal jantung. Pada penderita, virus HIV banyak
terkonsentrasi di dalam darah dan cairan mani. Sekali virus menginfeksi
penderita, virus akan tetap ada sepanjang hidup penderita
8. Ebola
Gejala
awal vang ditimbulkan ebola mirip influenza, yaitu demam, menggigil, sakit
kepala, nyeri otot, dan hilang nafsu makan. Gejala ini muncul setelah 3 hari
terinfeksi. Setelah itu virus ebola mulai mereplikasikan dirinya. Virus ebola
menyerang sel darah.
Sebagai
akibatnva sel darah yang mati akan menyumbat kapiler darah, mengakibatkan kulit
memar, rnelepuh, dan seringkali larut seperti kertas basah.
Pada
hari ke-6, darah keluar dari mata, hidung, dan telinga. Selain itu penderita memuntahkan
cairan hitam vang merupakan bagian jaringan dalam tubuh yang hancur. Pada hari
ke-9, biasanva penderita akan mati.
Ebola ditularkan melalui kontak langsung dengan cairan tubuh penderita ebola (darah, feses, urin, ludah, keringat). Sampai saat ini belum ada obat penyembuhnya.
Ebola ditularkan melalui kontak langsung dengan cairan tubuh penderita ebola (darah, feses, urin, ludah, keringat). Sampai saat ini belum ada obat penyembuhnya.
Virus
ebola ditemukan pada tahun 1976 di Sudan
dan Zaire.
Habitatnya di alam belum diketahui, demikan pula bagaimana prosesnya menjadi
epidemik. Virus ebola dapat hidup di atmosfer selama beberapa menit. kemudian
akan mati oleh radiasi uliraviolet.
9. Herpes
simplex
Disebabkan
oleh virus anggota sukuHerpetoviridae, yang menyerang kulit dan selaput lendir.
Virus herpes simplex dapat menyerang bayi, anak-anak, dan orang dewasa.
Penyakit
ini biasanya menyerang mata, bibir, mulut, kulit, alat kelamin, dan kadang -
kadang otak. Infeksi pertama biasanya setempat dan cenderung hilang timbul.
Virus masuk ke dalam tubuh melalui luka kecil. Pada bayi, virus sering
ditularkan pada saat dilahirkan.
Selain
itu virus juga ditularkan melalui hubungan seksual. Kecuali pada mata dan otak,
gejala utama penyakit adalah timbul gelembung - gelembung kecil. Gelembung
tersebut sangat mudah pecah. Infeksi pada alat kelamin diduga merupakan salah
satu faktor penyebab tumor ganas di daerah genitalia tersebut.
10. Papilloma
Disebabkan
oleh salah satu virus yang diduga dapat menimbulkan tumor di kulit, alat
kelamin, tenggorokan, dan saluran utama pernapasan.Infeksi terjadi melalui
kontak langsung dan hubungan seksual dengan penderita.
11. SARS (Severe
Acute Respirotory Syndrome)
Diduga
disebabkan oleh virus Corona
mamalia (golongan musang, rakun) yang mudah sekali bermutasi setiap terjadi
replikasi.
Gejala-gejala
penyakit: suhu tubuh di atas 39oC, menggigil, kelelahan otot, batuk kering,
sakit kepala, susah bernapas, dan diare.
12. Rabies
Disebabkan
oleh virus rabies. Rabies sebenarnya merupakan penyakit yang menyerang hewan,
misalnya anjing, kucing, dan kelelawar penghisap darah. Hewan yang terkena
dapat menunjukkan tingkah laku agresif ataupun kelumpuhan.
Virus
ditularkan pada manusia melalui gigitan binatang yang terinfeksi. Setelah masa
inkubasi yang sangat bervariasi, dari 13 hari sampai 2 tahun (rata-rata 20 - 60
hari), timbul gejaia kesemutan di sekitar luka gigitan, gelisah, dan otot tegang.
Gangguan fungsi otak, seperti hilangnya kesadaran, terjadi kira - kira satu
minggu kemudian, Rabies sering kali menyebabkan kematian.
Sebagai
panduan tentang rabies, dapat dipakai teori dari Vaughan sebagai berikut:
1)
Jika hewan yang menggigit tidak menunjukkan gejala rabies dalam waktu 5 - 7
hari setelah menggigit, dapat dianggap bahwa gigitan tidak mengandung virus
rabies.
2)
Tidak semua hewan berpenyakit rabies mengeluarkan virus rabies dalam ludahnya.
3) Gigitan kucing lebih
berbahaya daripada gigitan anjing, karena kemungkinan adanya virus pada ludah
kucing yang terinfeksi rabies lebih besar (90%) daripada anjing (45%).
Pencegahan penyakit pada hewan dilakukan dengan cara vaksinasi
Rabies à VIRUS
-
Penyakit pada
binatang à anjing, kera, kucing dan kelelawar
-
Menular ke
manusia melalui gigitan hewan tsb
-
Virus
menyerang susunan syaraf pusatà CFR 99%
-
Gejala pada
anjing à Furious àgelisah * galak, gigit apa saja *
lumpuh otot telan lidah menjulur. Air ludah ada virus suara anjing berubah dan
mati 7-10 hari ......
à Dumb àpendiam..sembunyi..ngantyuk...lumpuh mati 3 hari
-
Masa
inkubasi 20 -60 hari
-
Pada manusia
inkubasi 2 mgu – 7 bulan ..gejala demam, sakit kepala, sulit tidur, gelisah dan
murung...luka gigitan gatal, panas terbakar.. gelisah dan gugup...otot telan
lumpuh sakit menelan...hidrophobia – takut air...sulit telanàludah keluar *ada
virusnya...
-
Bilabelum
timbul gejala à vaksin rabies dpt membantu à suntik 14 kali tiap hari berturutan..
1. Identifikasi
Suatu penyakit encephalomyelitis
viral akut dan fatal; serangan biasanya dimulai dengan perasaan ketakutan, sakit kepala, demam,
malaise, perubahan perasaan sensoris, pada bekas gigitan binatang. Gejala yang
sering muncul adalah eksitabilitas dan aerophobia. Penyakit ini
berlanjut kearah terjadinya paresis atau paralisis, kejang otot-otot menelan
menjurus kepada perasaan takut terhadap air (hydrophobia), diikuti
dengan delirium dan kejang. Tanpa intervensi medis, basanya berlangsung 2-6
hari dan kadang-kadang lebih, 428 kematian biasanya karena paralisis
pernafasan.
Diagnosa
ditegakkan dengan teknik pewarnaan FA yang spesifik terhadap jaringan otak atau
dengan isolasi virus pada tikus atau sistem pembiakan sel. Diagnosa presumptive
dapat ditegakkan dengan teknik pewarnaan FA spesifik dari potongan kulit yang
dibekukan diambil dari kuduk kepaa bagian yang berambut. Diagnosa serologis
didasarkan pada tes neutralisasi pada mencit atau kultur sel.
2. Penyebab penyakit Virus rabies
Rhabdovirus dari genus Lyssavirus. Semua anggota genus ini mempunyai persamaan
antigen, namun dengan teknik antibodi monoklonal dan nucleotide sequencing dari
virus menunjukkan adanya perbedaan tergantung spesies binatang atau lokasi
geografis darimana mereka berasal. Virus yang mirip dengan rabies yang
ditemukan di Afrika (Mokola dan Duvenhage) jarang menyebabkan kesakitan pada
manusia mirip seperti rabies dan jarang yang fatal. Lyssavirus baru telah
ditemukan pertama kali pada tahun 1996, pada beberapa spesies dari Flying fox
dan kelelawar di Australia
dan telah menyebabkan dua kematian pada manusia dengan gejala penyakit seperti
rabies. Virus ini untuk sementara diberi nama ”Lyssavirus kelelawar Australia”.
Virus ini mirip dengan virus rabies namun tidak identik dengan virus rabies
klasik. Sebagian penderita penyakit yang disebabkan oleh virus yang mirip
rabies inim dengan teknik pemeriksaan standard FA test kemungkinan didiagnosa
sebagai rabies.
MIKOSIS
Mikosis à
penyakit pada manusia yang disebabkan parasit jamur à mikosis
superfisial (kulit kuku dan rambut ) dan sistemik. (alat dalam ..jaringan
subcutan, paru2, jantung, mukosa mulut,
usus dan vagina.
Superfisial à 3 genera jamur
.. Trichophyton, Microsporum dan epidermophyton
Pemeriksaan à kerok
bagian lesi / kering (rkk) tetesi KOH tutup cv.gls panaskan hati2 lihat dg
mikroskop...mislium/spora...
Tinea Capitis à Infeksi Kulit Kepala ...Microsporum
canis & Trichophyton sulfureum àrambut
kusam, mudah patah à
bernanah....
Tinea Favosa àKulit
Kepala, Kuku Dan Kulit Lain Yg Tidak Berambut... Trichophyton schoenleini à bintik
putih kulit kepala, kerak kuning kotor lengket di kepala...diangkat luka basah
berdarah......
Tinea BabaeàJanggut
dan leher... Lesi bernanah...Baok rontok.... Trc.mentegrophytes, T.rubrum atau
Mc.canis...
Dermatophytosis à tinea pedis ...
kulit sela2jari...mengelupas dan pecah2....biasanya jari ke 345....bernanah....
sebab à
Trc.violaceum...Trc.tonsurans
Tinea Cruris -à paha dalam
dsktrx....juga ketiak.....Trc.sp...
Tinea versicolor àpanu....bercak
putih kekuningan rasa gatal....kulit dada, bahu, punggung, leher dan perut
atas....--> Malassezia furfur...
Tinea circinata ..t.corporis...--> seperti cincin...lesi
mengelupas dan gatal merah2 melebar tengah membaik tinggal pinggirnya....
Microsporum sp dan Trc.sp...
Otomycosis à lubang telinga
dan kulit sekitarnya....gatal dan sakit....jika infeksi bakteri bernanah sangat
nyeri.....Trc.sp....
Mikosis sistemik.....
Nocardiosis.....Menyerang
jaringan subcutan...bengkak...lubang..nanah..Nocardia asteroides...-->masuk
mll luka...biasanya kaki/tangan...bila masuk darah àorgan
lain...otak/paru2...-->kronis....
Candidiasis.....Menyerang jaringan lebih dalam lagi....candida
albicans...biasa pada mukosa mulut...saluran nafas.... bisa juga ke
organ lain...ginjal jantung dan paru....Candidiasis dpt myrg kulit,kuku,dll
Actinomycosis.....Menyerang
jaringan tubuh ànanah àabses
Maduromycosis....-->madura
foot...
Coccidioidomycosis...-->paru2à
coccodioides immitis..
Sporotrichosis...-->kelenjar limfa...-->sporotrichum
schenckii
Dan Blastomycosis.....-->kulit, paru, tulang dan
syaraf....Blastomyces dermatitidis
PENYAKIT TIDAK MENULAR.
Beberapa
penyakit yang tidak menular yang kasusnya terus meningkat di Lombok Timur yaitu
jenis penyakit yang berhubungan dengan usia lanjut dan berubahnya pola makan
dan gaya hidup.
Penyakit-penyakit tersebut antara lain :
a. Penyakit Diabetes Melitus (
Kencing Manis ) : Penyakit yang disebabkan karena meningkatnya kadar gula dalam
darah akibat kurang atau tidak tersedianya hormon insulin dalam tubuh, karena
pola makan yang salah / gaya
hidup / kurang olah raga / terlalu banyak makan / obesitas ( kegemkan ) atau factor
keturunan. Diabetes belum dapat
disembuhkan dengan obat, dan hanya dapat dikendalikan agar cara diit teratur
dan OLAH RAGA yang teratur sesuai kondisi fisik masing-masing orang.
b. Penyakit Tekanan Darah
Tinggi ( Hipetensi ) : Jika tekanan darah sistolik melebihi 160 mmHg dan atau
Diastolik lebih besar dari 95 mmHg yang biasanya disebabkan pola makan yang
kurang baik yaitu terlalu banyak makan daging/kolesterol atau lemak, kegemukan
dan kurang olah raga. Pencegahan penyakit ini melalui olah raga dan mengurangi
makanan tinggi lemak / kolesterol.
c. Penyakit Jantung atau
Jantung Koroner yaitu penyakit yang mengenai pembuluh darah jantung, bisa
karena tersumbat atau karena penyempitan pembuluh darah jantung akibat
penumpukan lemak pada dinding pembuluh darah. Penyakit ini biasanya kelanjutan
dari penyakit hipertensi atau karena komplikasi dari kencing manis.
d. Penyakit lain yang termasuk
tidak menular yaitu Rematik, Penyakit Asma, Penyakit Tumor ( kanker ) dll.
PENYAKIT MINAMATA ( KERACUNAN AIR RAKSA)
Akhir-akhir ini
diberbagai media cetak dan elektronik banyak berita yang mengangkat topik
penyakit MINAMATA. Masyarakat Lombok Timur juga banyak yang menanyakan hal
tersebut kepada Dikes Lombok Timur. Terlebih setelah koran pernah
memberitakan adanya warga daerah pantai
yang diduga menderita sakit aneh ( gatal-gatal, lumpuh dan silu-silu ), membuat
keingintahuan masyarakat mengenai MINAMATA menjadi lebih besar lagi. Untuk
mengetahui mengenai hal yang berkaitan dengan Minamata dapat kita baca melalui
penjelasan berikut :
Banyak Industri yang
menggunakan air raksa (Hg) atau merkuri. Diantara industri yang membuang
limbahnya belum memenuhi syarat sehingga dapat menyebabkan pencemaran
lingkungan. Sebagai contoh, pabrik plastik yang tersebar di banyak tempat.
Pabrik ini sering kali menggunakan
merkuri dalam proses produksinya. Industri sabun dan kosmetika juga ada yang menggunakan merkuri sebagai campuran bahan antiseptiknya.
Amalgam yang digunakan dalam penambalan
gigi juga mengandung merkuri, begitu pula fungisida yang banyak dipakai
disektor pertanian.
Gejala keracunan merkuri
ditandai dengan sakit kepala, sukar menelan, pengelihatan menjadi kabur, dan
daya dengar menurun. Selain dari itu, orang yang keracunan merkuri merasa tebal di bagian kaki dan
tangannya, mulut terasa tersumbat oleh logam, gusi membengkak dan disertai pula
dengan diare. Kematian dapat terjadi karena
kondisi tubuh yang makin melemah.
Wanita yang mengandung akan melahirkan bayi yang cacat apabila ia keracunan
merkuri.
Kasus wabah keracunan
merkuri pernah terjadi di Minamata
(Jepang) pada tahun 1953 sampai 1960. Kasus ini sangat terkenal karena selama tujuh tahun itu telah banyak jatuh korban di antara warga
kota yang
sebagian adalah nelayan. Pada kurun waktu itu lebih dari 100 orang menderita
cacat dan 43 orang diantaranya meninggal. Korban lainya adalah 119 bayi yang
lahir cacat. Sumber utama keracunan
merkuri adalah pembuangan limbah pabrik plastik ke air lingkungan
(laut). Walaupun kadar merkuri yang dibuang ke laut kecil namun karena proses
biologikal magnification maka kadar
merkuri yang terdapat dalam ikan menjadi berlipat kali, sekitar 27 – 102 ppm.
Kadar itu tentu akan menjadi lebih besar lagi manakala ikan tersebut dimakan
oleh manusia. Proses pelipata merkuri dan akumulasinya di dalam tubuh manusia
inilah yang menyebabkan terjadinya keracunan. Kasus serupa pernah terjadi juga
di kota Niigata
(Jepang) pada tahun 1965. Jumlah warga
yang keracunan 26 orang dan 5 orang diantaranya meninggal. Penyebabnya sama,
yaitu para korban banyak mengkonsumsi ikan yang telah tercemar oleh merkuri.
Tiap hari mereka makan ikan yang mengandung Hg 5 – 20 ppm sebanyak 3 kali sehari. Kebiasaan makan ikan dalam
jumlah banyak ini menyebabkan warga kota Niigata keracunan merkuri.
karena kasus ini muncul pertama di minamata jepang, sehingga sampai saat ini
penyakit akibat keracunan merkuri di sebut dengan penyakit minamata.
0 komentar:
Posting Komentar