BAB I
Pendahuluan
Fitrah manusia berkumpul dalam suatu himpunan baik himpunan kecil (
social Biologis) maupun himpunan besar ( masyarakat dunia). Yang mampu
untuk berserikat atau berorganisasi. Organisasi dengan bermacam jenis,
motif, bentuk mampunyai satu tujuan umum yang sama yaitu, pengabdian
kepada kepentingan umum dan pengabdian kepada kehidupan manusia.
Guru sebagai salah salah satu jenis profesi merupakan suatu bentuk
organisasi yang eksistensinya sudah berada dan diakui sejak waktu yang
lama. Dan tidak terlepas dari kehidupan perkembangan organisasi dan
bervariasi sesuai dengan situasi dan kondisi
masyarakat yang
bersangkutan. Sebelum perang dunia ke-2 Indonesia berada dalam kekuasaan
pemerintah kolonial Belanda. Pada waktu itu bermacam organisasi guru
didirikan tetapi kehidupan organisasi guru pada waktu itu diwarnai oleh
pengaruh dari pemerintah kolonial dan kondisi masyarakat waktu itu.
Kesadaran akan persatuan dan kesadaran korp profesi guru sudah lahir
sebelum perang. Guru – guru mendirikan sekolah swasta meskipun tidak
dilindungi pemerintah Belanda ( Wildern School). Baru tangal 25
november 1945 persatuan guru republik Indonesia ( PGRI) lahir digedung
sana harsana – pasar pon Surakarta. Yang lahir tepat setelah 100 hari
Indonesia merdeka.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Sejarah lahirnya PGRI
Di indonesia praktis tidak ada satupun organisasi masyarakat yang
tampil kecuali organisasi bentukan jepang. Dijakarta pernah ada satu
bentuk perserikatan guru dengan nama “guru” dipimpin oleh saudara Amin
Singgih, didampingi beberapa orang kepala sekolah yaitu saudara Adam,
Bachtiar, Soebroto, Ny. Wawu Runtu dll. Tetapi tidak terbentk organisasi
yang jelas. Guru – guru dan aktivis organisasi dilingkungan keguruan
banyak mengambil kesempatan bergerak sebagai pimpinan organisasi
bentukan jepang misalnya; PETA, KEIBODAN, SEINENDAN dll. Pada
waktu proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, Pemerintah Militer
Jepang masih berkuasa di seluruh wilayah Indonesia, walaupun pemerintah
pusatnya sudah menyerah kalah pada sekutu. Terjadilah perebutan
kekuasaan antara pemerintah militer Jepang yang masih mau mempertahankan
kekuasaannya yang sudah goyah dengan Pemerintah Republik Indonesia yang
baru saja memproklamirkan kemerdekaannya. Perebutan kekuasaan tersebut
ada yang berlangsung melalui pertempuran, ada yang melalui perundingan.
Dalam beberapa waktu berhasil diselesaikan penyerahan kekuasaan
pemerintah militer Jepang kepada Pemerintah Republik Indonesia.
Pemerintah Republik Indonesia belum sempat mengadakan konsolidasi,
tiba-tiba datang mendarat bersama-sama tentara sekutu, tentara
Pemerintah Hindia Belanda dalam jumlah yang besar dengan senjata lengkap
serba modern. Pemerintah Hindia Belanda bermaksud mengambil alih
pemerintahan dan menguasai kembali Indonesia seperti pada waktu
sebelumnya. Terjadilah perang kemerdekaan Indonesia melawan Pemerintah
Hindia Belanda yang dibantu tentara Sekutu. Walaupun persenjataan
tentara Hindia Belanda serba lengkap dan modern baik di darat, laut,
maupun udara, tetapi ternyata mereka tidak dapat maju dengan cepat,
bahkan terpaksa berhenti tidak mampu menembus lebih jauh garis
pertahanan tentara kita yang bersenjata serba sederhana.
Menghadapi kenyataan pahit itu, terpaksa Pemerintah Hindia Belanda
mengadakan perundingan dan mengakui secara de facto Pemerintah Republik
Indonesia, dan kemudian diadakan gencatan senjata antara kedua belah
pihak. Perundingan menghasilkan persetujuan yang mengikat kedua belah
pihak untuk menghormati dan melaksanakan keputusan bersama. Dalam
persetujuan tersebut ditetapkan garis kedudukan pasukan masing-masing
yang dikenal dengan garis demarkasi, sehingga terjadilah status quo.
Walaupun persetujuan telah ditandatangani oleh kedua belah pihak,
pelanggaran tetap saja terjadi.
Dalam keadaan yang terancam itu, Pemerintah Republik Indonesia masih
harus mampu mengatasi gejolak golongan masyarakat tertentu yang tidak
dapat mengendalikan diri, memperjuangkan dan memaksakan aspirasi
golongannya kepada Pemerintah. Bentrokan-bentrokan tidak dapat dihindari
lagi dan berakibat melemahkan kedudukan Pemerintah kita. Meskipun
demikian, instansi pemerintah dengan sekolah-sekolah, toko, pasar, dan
lembaga masyarakat tetap terus berjalan. Kegiatan instansi dan lembaga
tersebut memang sangat terbatas karena sumber daya dan dana yang minim.
Demikian pula keadaan pendidikan dan sekolah-sekolah.
Sementara itu, sisa-sisa sikap mental zaman penjajahan Pemerintah
Hindia Belanda dan Pemerintah Militer Jepang memberi bekas yang dalam di
lingkungan pendidikan yang memerlukan waktu lama untuk menghapusnya.
Pada jaman penjajahan, pemerintah Belanda menerapkan politik devide et
impera, yang secara umum menjadikan kita terpecah-pecah kemudian
dikuasi. Cara tersebut dilakukan di segala bidang. Hal-hal yang berbeda
walaupun kecil mengenai sifat, tabiat, bahasa, agama, dan adat istiadat
masyarakat Indonesia selalu dibesar-besarkan kemudian dihasut, diadu
domba antara golongan satu dengan yang lain. Dengan demikian di antara
bangsa Indonesia tidak ada rasa kesatuan, persatuan, dan kesamaan nasib,
justru tertanam rasa benci, curiga, dan permusuhan satu dengan yang
lain.
Dalam kondisi dan situasi yang demikian itu, di Kota Solo, di aula
Sekolah Guru Putri (SGP) yang terletak di Jalan kartini berlangsung
Kongres Guru Pertama Saat memuncaknya revolusi dalam kongres guru
Indonesia di Surakarta tanggal 25 November 1945 yang melahirkan
organisasi profesi, organisasi perjuangan dan serikat pekerja yang
bernama “Persatuan Guru Republik Indonesia” (PGRI) yang nasionalis dan
unitaristik lahir digedung Sana Harsana – Pasar Pon Surakarta. Dengan
lahirnya PGRI di awal kemerdekaan yang diwarnai dengan ledakan bom dan
mesiu perang kemerdekaan, maka hapus sudah organisasi kelompok-kelompok
guru yang berlainan aspirasi perjuangannya. Semua guru bersatu, berjuang
di bawah panji PGRI. menjadi organisasi yang besar, kuat, dan
berwibawa.
2.2. Susunan Pengurus Besar PGRI
PGRI berdiri bermodal tekad semangat perjuangan. Bapak Amin Singgih,
Ketua PGRI, segera melengkapi susunan Pengurus Besar yang ditetapkan
pada rapat pertama yang diselenggarakan di salah satu ruangan kantor
Mangkunegaran. Bapak Amin Singgih menjabat Kepala Pendidikan
Mangunegaran atau disebut Pembesasr Baroyowiyoto. Maka susunan Pengurus
Besar PGRI adalah sebagai berikut:
a. Ketua I : Amin Singgih
b. Ketua II : Rh. Kusnan
c. Ketua III : Soemitro
d. Penulis I : Djajeng Sugianto
e. Penulis II : Ali Marsaban
f. Bendahara I : Sumadi Adisasmito
g. Bendahara II : Martosudigdo
h. Anggota : Siti Wahyunah
i. Anggota : Siswowidjojo
j. Anggota : Siswowardojo
k. Anggota : Parmodjo
Dua bulan kemudian Bapak Amin Singgih diangkat menjadi Bupati
Mangkunegaran, sehingga karena kesibukannya terpaksa mengundurkan diri
sebagai Ketua PGRI. Pimpinan PGRI diserahkan kepada Bapak Rh Kusnan yang
menjabat Ketua II. Kembali SGP memegang peranan dalam keberadaan PGRI,
karena sejak Bapak Rh Kusnan menjadi Ketua PGRI maka Kantor Pengurus
Besar PGRI berada di kampus SGP yang sementara itu sudah pindah di Jalan
Monginsidi, Margoyudan. Susunan Pengurus Besar berubah menjadi sebagai
berikut:
a. Ketua I : Rh. Kusnan
b. Penulis I : Sastrosumarto
c. Penulis II : Kadjat Martosubroto
d. Bendahara I : Sumidi Adisasmito
e. Bendahara II : Martosudigdo
f. Anggauta : Djajengsugianto
g. Anggauta : Siswowardojo
h. Anggauta : Ny. Nurhalmi
i. Anggauta : Suspanji Atmowirogo
j. Anggauta : Baroja
2.3. Asas – Asas PGRI
Dalam menjalankan tugasnya setelah dibentuk secara resmi tentunya PGRI memiliki Asas – asas diantaranya sebagai berikut :
- Pancasila dan UUD 1945
PGRI adalah organisasi yang mengutamakan prinsip kejuangan yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945
- Unitaristik
PGRI tidak membedakan anggota berdasarkan pada agama, ras, suku,
latar belakang pendidikan, tempat, pengabdian, jenis kelamin, dan
keadaan sosial ekonomi serta budaya
- Independen
PGRI merupakan organisasi profesi yang mandiri dengan prinsip
menjamin kerjasama atas dasar kemitrasejajaran dengan pihak manapun,
saling menghormati, berdiri diatas semua golongan, dan menumbuhkan etos
kerja untuk diabdikan bagi kepentingan anggota, bangsa dan Negara serta
kemanusiaan
- Professional
PGRI merupakan organisai profesi, ketenagakerjaan dan perjuangan yang
menjunjung tinggi profesionalitas, obyektifitas dan berorientasi kepada
peningkatan mutu secara berkelanjuatan bagi organisasi dan anggotanya.
- Non partai polotik
PGRI bukan organisasi politik dan bukan merupakan bagian dari partai
politik manapun. PGRI memberikan kebebasn kepada anggotanya dalam
menyalurkan aspirasinya tanpa meninggalkan asas dan jatidiri PGRI.
- Perjuangan
PGRI sebagai organisasi perjuangan pengemban amanat Pancasila dan UUD
1945, cita-cita prokamasi yang dilandasi semangat dan nilai-nilai 1945
dengan penuh rasa tanggungjawab menegakkan dan melaksanakan secara aktif
dan perwujudan cita-cita bangsa Indonesia.
- Kebermanfaatan
PGRI adalah organisasi yang harus memberikan manfaat sebesar-besarnya
bagi organisasi , anggota, masyarakat, dan Negara dengan tidak
merugikan dan mengganggu hak serta kepentingan pihak lain.
- Kebersamaan dan Kekeluargaan
PGRI adalah organisasi yang menumbuhkan sikap saling meghargai,
memahami, menghormati, tenggangn rasa, asah asih asuh dan konsekuen
dalam menegakkan kebenaran dan keluhuran moral.
- Kesetiakawanan Sosial
PGRI adalah organisasi yang menumbuhkan empati, simpati, kepekaan dan solidaritas sosial terhadap anggota dan masyarakat.
- Keterbukaan
PGRI adalah organisasi yang menumbuhkan sikap terbuka, rasa memiliki,
mawas diri, partisipasi, tanggung jawab, kepercayaan, menghindarkan
kecurigaan, dan meningkatkan kepedulian diantara sesama anggota dan
pengurus.
- Keterpaduan dan kemitraan
PGRI adalah organisasi yang mengembangkan sikap kemitraan yang saling
menguntungkan, saling membantu dan bekerjasama dengan sesama pemangku
kepentingan ( stakeholders )
- Demokrasi
PGRI adalah organisasi yang menghargai nilai-nilai luhur Pancasila,
Nilai-nilai universal, kemanusiaan, keadilan, kebenaran, dan perbedaan
pendapat.
2.4. Tujuan & fungsi Dibentuknya PGRI
Dalam terbentuknya suatu Organisasi pastinya mempunyai tujuan –
tujuan tertentu dan fungsi untuk menopang dan menjalankan program –
programnya yaitu antara lain ;
1. Memberikan perlindungan
2. Membela hak dan kewajiban
3. Meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja dan keluarganya
4. Sebagai pihak yang membuat PKB ( perjanjian kerja bersama) dan penyelesaian perselisihan ( Industrial)
5. Wakil pekerja dalam lembaga ketenagakerjaan, sesuai tingkatannya.
6. Sarana menciptakan hubungan ( industrial ) yang harmonis, dinamis dan berkeadailan sesuai peraturan
7. Sarana penyaluran aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentingan anggota.
8. Perencana, pelaksana, penanggung jawab gerakan pekerja (
audensi, unjuk rasa, pemogokan) sesuai dengan aturan yang berlaku.
9. Wakil pekerja dalam memperjuangkan kepemilikan saham dalam perusahaan.
2.5. Visi dan Misi PGRI
Dalam perjalanan hidup sejenak kelahirannya setengah abad yang lalu,
itu telah membuktikannya sebagai organisasi yang masih lestari hingga
kini dan tentunya untuk masa – masa yang akan datang. Dalam menghadapi
tantang era globalisasi memasuki dan pada abad ke – 21 PGRI harus tetap
konsisten terhadapa komitmen jati diri yang bersumber pada visi masa
depannya.
Visi PGRI yaitu “ untuk mewujudkan PGRI sebagai
organisasi dinamis, mandiri dan berwibawa yang dicintai oleh anggotanya,
disegani oleh mitranya dan diakui keberadaanya oleh masyarakat luas”.
Dengan visi ini maka PGRI mengemban sejumlah misi yang harus diwujudkan yaitu :
1. Misi nasional
Misi untuk mempertahankan mengisi dan mewujudkan cita – cita
proklamasi kemerdekaan 17 agustus 1945 berupa terwujudnya masyarakat
adil dan makmur
2. Misi pembangunan nasional
Ikut berperan serta untuk mensukseskan pembangunan nasional sebagai bagian pengisian kemerdekaan
3. Misi pendidikan nasional
Ikut berperan serta dan aktif secara mendalam untuk mensukseskan
pendidikan nasional sebagai bagian dari pembangunan nasional khususnya
dalam upaya mengembangkan sumber daya alam.
4. Misi professional
Misi untuk memperjuangkan perwujudan guru professional dengan hak dan martabatnya srta pengembangan karirnya.
5. Misi kesejahteraan
Memperjuangkan tercapainya kesejahteraan lahir dan batin para guru dan tenaga kependidikannya.
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Pada tahun 1912 telah berdiri PGHB (persatuan Guru hindia belanda).
Sejalan dengan keadaan itu maka disamping PGHB berkembang pula
organisasi guru bercorak keagamaan, kebangsaan, dan yang lainnya.
Lalu pada jaman pendudukan jepang di Indonesia, praktis tidak ada
satu pun organisasi masyarakat yang tampil kecuali organisasi bentukan
Jepang. Segala organisasi dilarang, sekolah ditutup, Persatuan Guru
Indonesia (PGI) tidak dapat lagi melakukan aktivitas. Pada tanggal 25 –
25 November 1945 dibukalah Kongres PGRI ke-1 di Surakarta. Tepanya di
Gedung somaharsana (pasar pon), van deventer school (sekarang SMP negri 3
Surakarta). Pada konngres itu disepakati berdirinya PGRI sebagai wahana
persatuan dan kesatuan segenap guru di seluruh Indonesia.
Perjuangan organisasi PGRI pada periode 1945-1950 menitik beratkan
pada perjuangan menegakkan dan menyelamatkan kemerdekaan sebagaimana
kondisi umumnya Usaha pengisian pendidikan mulai dilaksanakan dengan
bernafaskan peralihan dari pendidikan yang bersifat kolonial ke
pendidikan nasional.
3.2. SARAN
§ PGRI lahir dengan semangat kemerdekaan yang kuat. Semoga hal itu
bisa menjadi pondasi yang kukuh dalam mempertahankan semangat proklamasi
sehingga dapat membrikan pengajaran yang terbaik.
§ Sebaiknya profesi guru harus dijunjung tinggi karena telah banyak pengorbanan-pengorbanan yang terjadi.
0 komentar:
Posting Komentar