PEMBAHASAN
A. Makna Perkembangan Sosial Anak
Syamsu Yusuf (2007) menyatakan
bahwa Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam
hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagao proses
belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral
dan tradisi ; meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling
berkomunikasi dan kerja sama.
Pada
awal manusia dilahirkan belum bersifat sosial, dalam artian belum
memiliki kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan
sosial anak diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul
dengan orang-orang dilingkungannya.
Kebutuhan
berinteraksi dengan orang lain telah dirsakan sejak usia enam bulan,
disaat itu mereka telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan
anggota keluarganya. Anak mulai mampu membedakan arti senyum dan
perilaku sosial lain, seperti marah (tidak senang mendengar suara keras)
dan kasih sayang. Sunarto dan Hartono (1999) menyatakan bahwa :
Hubungan
sosial (sosialisasi) merupakan hubungan antar manusia yang saling
membutuhkan. Hubungan sosial mulai dari tingkat sederhana dan terbatas,
yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa dan
bertambah umur, kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan demikian
tingkat hubungan sosial juga berkembang amat kompleks.
Dari kutipan diatas dapatlah dimengerti bahwa semamin bertambah usia anak maka semakin kompleks perkembangan
sosialnya, dalam arti mereka semakin membutuhkan orang lain. Tidak
dipungkiri lagi bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak akan
mampu hidup sendiri, mereka butuh interaksi dengan manusia lainnya,
interaksi sosial merupakan kebutuhan kodrati yang dimiliki oleh manusia.
B. Bentuk – Bentuk Tingkah laku Sosial
Dalam perkembangan menuju kematangan sosial, anak mewujudkan dalam bentuk-bentuk interkasi sosial diantarannya :
1. Pembangkangan (Negativisme)
Bentuk
tingkah laku melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap
penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau lingkungan yang tidak
sesuai dengan kehendak anak. Tingkah laku ini mulai muncul pada usia 18
bulan dan mencapai puncaknya pada usia tiga tahun dan mulai menurun
pada usia empat hingga enam tahun.
Sikap orang tua terhadap anak seyogyanya tidak memandang pertanda
mereka anak yang nakal, keras kepala, tolol atau sebutan negatif
lainnya, sebaiknya orang tua mau memahami sebagai proses perkembangan
anak dari sikap dependent menuju kearah independent.
2. Agresi (Agression)
Yaitu
perilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal) maupun kata-kata
(verbal). Agresi merupakan salah bentuk reaksi terhadap rasa frustasi (
rasa kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhan atau keinginannya).
Biasanya bentuk ini diwujudkan dengan menyerang seperti ; mencubut,
menggigit, menendang dan lain sebagainya.
Sebaiknya
orang tua berusaha mereduksi, mengurangi agresifitas anak dengan cara
mengalihkan perhatian atau keinginan anak. Jika orang tua menghukum
anak yang agresif maka egretifitas anak akan semakin memingkat.
3. Berselisih (Bertengkar)
Sikap ini terjadi jika anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap atau perilaku anak lain.
4. Menggoda (Teasing)
Menggoda
merupakan bentuk lain dari sikap agresif, menggoda merupakan serangan
mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal (kata-kata ejekan atau
cemoohan) yang menimbulkan marah pada orang yang digodanya.
5. Persaingan (Rivaly)
Yaitu
keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong oleh orang
lain. Sikap ini mulai terlihat pada usia empat tahun, yaitu persaingan
prestice dan pada usia enam tahun semangat bersaing ini akan semakin
baik.
6. Kerja sama (Cooperation)
Yaitu
sikap mau bekerja sama dengan orang lain. Sikap ini mulai nampak pada
usia tiga tahun atau awal empat tahun, pada usia enam hingga tujuh
tahun sikap ini semakin berkembang dengan baik.
7. Tingkah laku berkuasa (Ascendant behavior)
Yaitu
tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau bersikap
bossiness. Wujud dari sikap ini adalah ; memaksa, meminta, menyuruh,
mengancam dan sebagainya.
8. Mementingkan diri sendiri (selffishness)
Yaitu sikap egosentris dalam memenuhi interest atau keinginannya
9. Simpati (Sympaty)
Yaitu
sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian
terhadap orang lain mau mendekati atau bekerjasama dengan dirinya.
C. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial Anak
Perkembangan sosial anak dipengaruhi beberapa faktor yaitu :
1. Keluarga
Keluarga
merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap
berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya.
Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang
kondusif bagi sosialisasi anak. Proses pendidikan yang bertujuan
mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga,
pola pergaulan, etika berinteraksi dengan orang lain banyak ditentukan
oleh keluarga.
2. Kematangan
Untuk
dapat bersosilisasi dengan baik diperlukan kematangan fisik dan psikis
sehingga mampu mempertimbangkan proses sosial, memberi dan menerima
nasehat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional,
disamping itu kematangan dalam berbahasa juga sangat menentukan.
3. Status Sosial Ekonomi
Kehidupan
sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi keluarga dalam
masyarakat. Perilaku anak akan banyak memperhatikan kondisi normatif
yang telah ditanamkan oleh keluarganya.
4. Pendidikan
Pendidikan
merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan
sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif, anak memberikan warna
kehidupan sosial anak didalam masyarakat dan kehidupan mereka dimasa
yang akan datang.
5. Kapasitas Mental : Emosi dan Intelegensi
Kemampuan berfikir dapat banyak mempengaruhi banyak hal,
seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa.
Perkembangan emosi perpengaruh sekali terhadap perkembangan sosial anak.
Anak yang berkemampuan intelek tinggi akan berkemampuan berbahasa
dengan baik. Oleh karena itu jika perkembangan ketiganya seimbang maka
akan sangat menentukan keberhasilan perkembangan sosial anak.
D. Pengaruh Perkembangan Sosial terhadap Tingkah Laku
Dalam
perkembangan sosial anak, mereka dapat memikirkan dirinya dan orang
lain. Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri, yang sering mengarah
kepenilaian diri dan kritik dari hasil pergaulannya dengan orang lain.
Hasil pemikiran dirinya tidak akan diketahui oleh orang lain, bahkan
sering ada yang menyembunyikannya atau merahasiakannya.
Pikiran
anak sering dipengaruhi oleh ide-ide dari teori-teori yang menyebabkan
sikap kritis terhadap situasi dan orang lain, termasuk kepada orang
tuanya. Kemampuan abstraksi anak sering menimbulkan kemampuan
mempersalahkan kenyataan dan peristiwa-peristiwa dengan keadaan
bagaimana yang semstinya menurut alam pikirannya.
Disamping itu pengaruh egoisentris sering terlihat, diantaranya berupa :
1. Cita-cita
dan idealism yangbaik, terlalu menitik beratkan pikiran sendiri, tanpa
memikirkan akibat labih jauh dan tanpa memperhitungkan kesulitan
praktis yang mungkin menyebabkan tidak berhasilnya menyelesaikan
persoalan.
2. Kemampuan berfikir dengan pendapat sendiri, belum disertai pendapat orang lain daalm penilaiannya.
Melalui banyak pengalaman dan penghayatan kenyataan
serta dalam menghadapi pendapat orang lain, maka sikap ego semakin
berkurang dan diakhir masa remaja sudah sangat kecil rasa egonya
sehingga mereka dapat bergaul dengan baik.
0 komentar:
Posting Komentar