BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Pembinaan karakter
bangsa memiliki urgensi yang sangat luas dan bersifat multidimensional. Sangat
luas karena terkait dengan pengembangan multiaspek potensi-potensi keunggulan bangsa dan
bersifat multidimensional karena mencakup dimensi-dimensi kebangsaan yang
hingga saat ini sedang dalam proses “menjadi”.
Dalam hal ini dapat juga disebutkan bahwa:
(1) karakter merupakan hal sangat esensial dalam berbangsa dan
bernegara,
hilangnya karakter akan menyebabkan hilangnya
generasi penerus bangsa
(2) karakter berperan sebagai “kemudi” dan kekuatan sehingga bangsa
ini tidak terombang-ambing
(3) karakter tidak datang
dengan sendirinya, tetapi harus dibangun dan dibentuk untuk menjadi bangsa yang
bermartabat.
Selanjutnya, pembinaan
karakter bangsa akan mengerucut pada tiga tataran besar, yaitu
(1)
untuk menumbuhkan dan memperkuat jati diri bangsa,
(2)
untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan (3) untuk
membentuk manusia dan masyarakat Indonesia yang berakhlak mulia
dan
bangsa yang bermartabat.
Pembinaan karakter
bangsa harus diaktualisasikan secara nyata dalam bentuk aksi nasional dalam
rangka memantapkan landasan spiritual, moral, dan etika pembangunan bangsa
sebagai upaya untuk menjaga jati diri bangsa dan memperkukuh persatuan dan
kesatuan bangsa dalam naungan NKRI. Pembinaan karakter bangsa harus dilakukan
melalui pendekatan sistematik dan integratif dengan melibatkan keluarga; satuan
pendidikan; pemerintah; masyarakat termasuk teman sebaya, generasi muda, lanjut
usia, media massa, pramuka, organisasi kemasyarakatan, organisasi politik,
organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat; kelompok strategis seperti
elite struktural, elite politik, wartawan, budayawan, agamawan, tokoh adat,
serta tokoh masyarakat. Adapun strategi pembinaan karakter dapat dilakukan
melalui sosialisasi, pendidikan, pemberdayaan, pembudayaan, dan kerja sama
dengan memperhatikan kondisi lingkungan dan kebutuhan masyarakat serta
pendekatan multidisiplin yang tidak menekankan pada indoktrinasi.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa yang di maksud dengan
karakter, karakter bangsa, dan pembinaan karakter bangsa ?
2.
Lingkunagan apa saja yang
mempengaruhi karakter bangsa?
3.
Bagaimana hasil karakter yang
diharapkan dari pembinaan karakter bangsa dalam rangka ketahanan nasional?
4.
Bagaimana strategi pembinaan karakter
bangsa dalam rangka ketahanan nasional?
C. TUJUAN PENULISAN
Pembinaan karakter
bangsa bertujuan untuk membina dan mengembangkan karakter warga negara sehingga
mampu mewujudkan masyarakat yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan
yang adil dan beradab, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta
berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
D.
METODE
PENGUMPULAN DATA
1. Metode
pengambilan data dari sumber-sumber bacaan
2. Mencari bahan dari internet
3. Mengumpulkan informasi
3. Mengumpulkan informasi
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Di
dalam makalah ini, penulis menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut :
1. Pendahuluan
2. Pembahasan
3. Penutup
1. Pendahuluan
2. Pembahasan
3. Penutup
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Keberhasilan
dari sejarah panjang Keindonesiaan yang membuahkan kemerdekaan tersebut pada
hakikatnya digelorakan oleh ”semangat perubahan/pembaruan” yang disuburkan oleh
mosaik nilai-nilai keadilan, kekeluargaan, gotong-royong, kebersamaan,
toleransi, mufakat, persatuan, komitmen, keberanian, keuletan, sikap pantang
menyerah dan yang terpenting adalah keteladanan. Para founding fathers/mothers
telah membingkai nilai-nilai tersebut dalam pigura Pancasila sebagai ”pandangan
hidup bangsa” (Weltanschauung) yang dihasilkan dalam sidang BPUPKI/PPKI pada 1
Juni 1945, kemudian secara legal-formal ditetapkan bersamaan dengan
diberlakukannya UUD 1945 pada 18 Agustus 1945. Dengan demikian Pancasila secara
resmi telah mengikat seluruh bangsa Indonesia (terutama kaum elit-politiknya)
dalam kehidupan berbangsa-bernegara. Berarti pula Pancasila telah disepakati
dan resmi menjadi Jatidiri Bangsa Indonesia yang harus dibentuk lewat proses
akbar ”Character Building” yang tetap berkelanjutan (never ending process).
Namun
pertanyaan besar yang selalu menggelitik akal budi, mengusik nurani adalah
apakah nilai-nilai tersebut masih tetap hidup dan berkembang dalam sanubari
anak-anak bangsa Indonesia? Berbagai fenomena memperlihatkan betapa nilai-nilai
tersebut telah mengalami kelunturan, erosi dan degradasi. Padahal para founding
fathers/mothers secara sangat cerdas, arif dan visioner telah memformulasikan
Pancasila dengan merujuk pada nilai-nilai kearifan lokal serta nilai-nilai yang
berkembang secara global-universal. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
Pancasila adalah buah perkawinan antara ”lokalitas dan universalitas” yang
sangat tepat, relevan untuk bangsa Indonesia, benar-benar berakar dan bersumber
pada ranah Keindonesiaan yang ideal sekaligus realistis. Sehingga Prof. Syafii
Maarif mengapresiasinya sebagai ”masterpiece” (karya agung) anak bangsa dan
Jacob Oetama menyebutnya sebagai hasil dari pemikiran cerdas yang mendahului
jamannya (Syahnakri.2009)
Kondisi saat ini
tingkat kesadaran generasi muda terhadap ideologi bangsa semakin menurun.
Indikator semakin menurunnya tingkat kesadaran ideologi bangsa tampak pada
masih banyaknya generasi muda yang memiliki perilaku semakin jauh dari
nilai-nilai utama Pancasila. Nilai-nilai utama Pancasila pada dasarnya dapat
dibagi menjadi tiga jenis nilai, meliputi: ketuhanan, keilmuan dan kebangsaan
yang merupakan pilar-pilar utama dari karakter bangsa. Ketuhanan, berkaitan
dengan rendahnya tingkat ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, keilmuan
berkaitan dengan rendahnya tingkat penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan
teknologi untuk memecahkan masalah kehidupan, edangkan kebangsaan berkaitan
dengan menurunnya rasa nasionalisme atau kecintaan kepada tanah air, negara dan
bangsa. Degradasi kesadaran ideologi bangsa apabila dibiarkan berlangsung
secara terus menerus maka akan semakin dapat membahayakan ketahanan nasional
dan stabilitas negara juga akan semakin rapuh.
Bangsa Indonesia sampai
saat ini belum memiliki landasan pedagogis yang kuat dan kokoh dalam menanamkan
kesadaran nilai-nilai karakter bangsa. Pengembangan pembinaan karakter
bangsa pada generasi muda melalui aplikasi “Pendidikan Karakter” di
semua jenjang lembaga-lembaga pendidikan masih belum menemukan format yang
tepat dan sesuai dengan karakteristik bangsa. Memang, apabila ditinjau dari
landasan yuridis, pendidikan karakter telah tertuang dalam UU No 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), dan telah ditindaklanjuti
dengan kebijakan Kemdiknas untuk diberlakukan pada semua jenis dan jenjang pendidikan
mulai TA. 2011. Hal ini berarti secara makro, pendidikan karakter telah
memiliki landasan yuridis yang cukup kuat, akan tetapi secara mikro, pada
aplikasi di tingkat satuan pendidikan dan kelas, pendidikan karakter yang telah
dicanangkan ini belum memiliki landasan pedagogis yang mendasarinya. Setiap
pengembangan pendidikan harus dilandasi dengan teori-teori pendidikan. Untuk
meningkatkan kualitas praktek pendidikan diperlukan aplikasi dari berbagai
teori pendidikan. Apabila melihat sejarah reformasi pendidikan hampir selalu
berakhir dengan keadaan yang lebih buruk. Hal ini disebabkan karena reformasi
pendidikan tersebut tidak ditopang dengan landasan teori yang cukup kuat dan
berkualitas (Amori,2007:51-77)
Dalam kasus Indonesia,
krisis karakter, mengakibatkan bangsa Indonesia kehilangan kemampuan untuk
mengerahkan potensi masyarakat guna mencapai cita-cita bersama. Krisis karakter
ini seperti penyakit akut yang terus menerus melemahkan jiwa bangsa, sehingga
bangsa kita kehilangan kekuatan untuk tumbuh dan berkembang menjadi bangsa yang
maju dan bermartabat di tengah-tengah bangsa lain di dunia.
Krisis karakter di Indonesia tercermin dalam banyak fenomena sosial ekonomi yang secara umum dampaknya menurunkan kualitas kehidupan masyarakat luas. Korupsi, mentalitas peminta-minta, konflik horizontal dengan kekerasan, suka mencari kambing hitam, kesenangan merusak diri sendiri, adalah beberapa ciri masyarakat yang mengalami krisis karakter.
Korupsi, korupsi adalah salah satu bentuk krisis karakter yang dampaknya sangat buruk bagi bangsa Indonesia. Dalam pergaulan internasional, posisi Indonesia sebagai salah satu negara yang terkorup di dunia telah menyebabkan bangsa ini kehilangan martabat di tengah-tengah bangsa lain. Korupsi terjadi karena orang-orang kehilangan beberapa karakter baik, terutama sekali kejujuran , pengendalian diri (self regulation), dan tanggung jawab sosial.
Kesenangan merusak diri sendiri. Di samping korupsi, memudarnya karakter di Indonesia ditunjukkan oleh meningkatnya ‘kesenangan’ dari sebagian warganya terlibat dalam kegiatan atau aksi aksi yang berdampak merusak atau menghancurkan diri –bangsa kita- sendiri (act of self distruction). Ketika bangsa-bangsa lain bekerja keras mengerahkan potensi masyarakatnya untuk meningkatkan daya saing negaranya, kita di Indonesia sebagian dari kita malah dengan bersemangat memakai energi masyakat untuk mencabik-cabik dirinya sendiri, dan sebagian besar yang lain terkesan membiarkannya. Memecahkan perbedaan pendapat atau pandangan dengan menggunakan kekerasan, secara sistematik mengobarkan kebencian untuk memicu konflik horizontal atas dasar SARA, dan menteror bangsa sendiri adalah beberapa bentuk dari kegiatan merusak diri sendiri. Ini terjadi karena makin memudarnya nilai-nilai kemanusiaan yang mencakup semangat dan kesediaan untuk bertumbuh kembang bersama, secara damai, dalam kebhinekaan (Nunut. 2011).
Krisis karakter di Indonesia tercermin dalam banyak fenomena sosial ekonomi yang secara umum dampaknya menurunkan kualitas kehidupan masyarakat luas. Korupsi, mentalitas peminta-minta, konflik horizontal dengan kekerasan, suka mencari kambing hitam, kesenangan merusak diri sendiri, adalah beberapa ciri masyarakat yang mengalami krisis karakter.
Korupsi, korupsi adalah salah satu bentuk krisis karakter yang dampaknya sangat buruk bagi bangsa Indonesia. Dalam pergaulan internasional, posisi Indonesia sebagai salah satu negara yang terkorup di dunia telah menyebabkan bangsa ini kehilangan martabat di tengah-tengah bangsa lain. Korupsi terjadi karena orang-orang kehilangan beberapa karakter baik, terutama sekali kejujuran , pengendalian diri (self regulation), dan tanggung jawab sosial.
Kesenangan merusak diri sendiri. Di samping korupsi, memudarnya karakter di Indonesia ditunjukkan oleh meningkatnya ‘kesenangan’ dari sebagian warganya terlibat dalam kegiatan atau aksi aksi yang berdampak merusak atau menghancurkan diri –bangsa kita- sendiri (act of self distruction). Ketika bangsa-bangsa lain bekerja keras mengerahkan potensi masyarakatnya untuk meningkatkan daya saing negaranya, kita di Indonesia sebagian dari kita malah dengan bersemangat memakai energi masyakat untuk mencabik-cabik dirinya sendiri, dan sebagian besar yang lain terkesan membiarkannya. Memecahkan perbedaan pendapat atau pandangan dengan menggunakan kekerasan, secara sistematik mengobarkan kebencian untuk memicu konflik horizontal atas dasar SARA, dan menteror bangsa sendiri adalah beberapa bentuk dari kegiatan merusak diri sendiri. Ini terjadi karena makin memudarnya nilai-nilai kemanusiaan yang mencakup semangat dan kesediaan untuk bertumbuh kembang bersama, secara damai, dalam kebhinekaan (Nunut. 2011).
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian Karakter,
Karakter Bangsa, dan Pembangunan Karakter Bangsa
1.
Karakter
Karakter
adalah nilai-nilai yang khas-baik (tahu
nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik
terhadap lingkungan) yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam
perilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah
raga, serta olah rasa dan karsa seseorang atau sekelompok orang. Karakter
merupakan ciri khas seseorang atau sekelompok orang yang mengandung nilai,
kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan
tantangan.
2.
Karakter
Bangsa
Karakter
bangsa adalah kualitas perilaku kolektif
kebangsaan yang khas-baik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa,
karsa, dan perilaku berbangsa dan
bernegara sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olah
raga seseorang atau sekelompok orang. Karakter bangsa Indonesia akan menentukan
perilaku kolektif kebangsaan Indonesia yang khas-baik yang tecermin dalam
kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku
berbangsa dan bernegara Indonesia yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila,
norma UUD 1945, keberagaman dengan prinsip Bhinneka
Tunggal Ika, dan komitmen
terhadap NKRI.
3.
Pembinaan
Karakter Bangsa
Pembinaan
Karakter Bangsa adalah upaya kolektif-sistemik suatu negara kebangsaan untuk
mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang sesuai dengan dasar dan ideologi, konstitusi, haluan negara,
serta potensi kolektifnya dalam konteks kehidupan nasional, regional, dan
global yang berkeadaban untuk membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif,
berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, patriotik, dinamis,
berbudaya, dan berorientasi Ipteks berdasarkan Pancasila dan dijiwai oleh iman
dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pembinaan karakter bangsa
dilakukan secara koheren melalui proses sosialisasi, pendidikan dan
pembelajaran, pemberdayaan, pembudayaan, dan kerja sama seluruh komponen bangsa dan negara.
B.
Lingkungan
yang mempengaruhi karakter bangsa
1.
Lingkungan
Global
Globalisasi dalam
banyak hal memiliki kesamaan dengan internasionalisasi yang dikaitkan
dengan berkurangnya peran dan
batas-batas suatu negara yang disebabkan adanya peningkatan keterkaitan dan
ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia melalui berbagai
bentuk interaksi. Globalisasi juga dapat memacu pertukaran arus manusia,
barang, dan informasi tanpa batas. Hal itu dapat menimbulkan dampak terhadap
penyebarluasan pengaruh budaya dan nilai-nilai termasuk ideologi dan agama
dalam suatu bangsa yang sulit dikendalikan. Pada gilirannya hal ini akan dapat
mengancam jatidiri bangsa.
Berdasarkan indikasi tersebut,
globalisasi dapat membawa perubahan terhadap pola berpikir dan bertindak
masyarakat dan bangsa Indonesia, terutama masyarakat kalangan generasi muda
yang cenderung mudah terpengaruh oleh nilai-nilai dan budaya luar yang tidak
sesuai dengan kepribadian dan karakter bangsa Indonesia. Untuk itu, diperlukan
upaya dan strategi yang tepat dan sesuai agar masyarakat Indonesia dapat tetap
menjaga nilai-nilai budaya dan jati diri bangsa serta generasi muda tidak
kehilangan kepribadian sebagai bangsa Indonesia.
2.
Lingkungan
Regional
Pada lingkungan regional, pengaruh
globalisasi juga membawa dampak terhadap terkikisnya budaya lokal di zona
negara-negara Asia Tenggara. Dampak tersebut berwujud adanya ekspansi budaya
dari negara-negara maju yang menguasai teknologi informasi. Meskipun telah
dilaksanakan upaya pencegahan melalui program kerja sama kebudayaan, namun
melalui teknologi infomasi yang dikembangkan, pengaruh negara lain dapat saja
masuk. Produk-produk budaya disebarluaskan melalui berbagai teknologi media
yang akhirnya membentuk perilaku baru, kebudayaan baru, dan kemungkinan jati
diri baru. Hal ini tentunya merupakan ancaman bagi pembinaan sikap, perilaku,
dan jati diri sebagai suatu bangsa.
Perkembangan regional Asia atau
lebih khusus ASEAN dapat membawa perubahan terhadap pola berpikir dan bertindak
masyarakat dan bangsa Indonesia. Untuk itu, diperlukan strategi yang tepat dan
sesuai agar masyarakat Indonesia dapat tetap menjaga nilai-nilai budaya dan
jati diri bangsa serta generasi muda tetap memiliki kepribadian sebagai bangsa
Indonesia.
3.
Lingkungan
Nasional
Perkembangan politik di
dalam negeri dalam era reformasi telah menunjukkan arah terbentuknya demokrasi
yang baik. Selain itu telah direalisasikan adanya kebijakan desentralisasi
kewenangan melalui kebijakan otonomi daerah. Namun, sampai saat ini, pemahaman
dan implementasi konsep demokrasi dan otonomi serta pentingnya peran pemimpin
nasional masih belum memadai. Sifat kedaerahan yang kental dapat mengganggu
proses demokrasi dan bahkan mengganggu persatuan nasional.
Harus diakui bahwa banyak kemajuan
yang telah dicapai bangsa Indonesia sejak lebih dari enam puluh tahun merdeka.
Pembangunan fisik dimulai dari zaman orde lama, orde baru, orde reformasi
hingga pasca reformasi terasa sangat pesat, termasuk pembangunan infrastruktur
pendukung pembangunan yang mencapai tingkat kemajuan cukup berarti. Misalnya, jaringan
listrik, jaringan komunikasi, jalan raya, berbagai sumber energi, serta
prasarana dan sarana pendukung lainnya. Kemajuan fisik yang terlihat kasat mata
adalah banyaknya gedung bertingkat di kota-kota besar di Indonesia yang
mengindikasikan kemajuan bangsa Indonesia dalam bidang pembangunan. Selain itu,
kemajuan penting yang dicapai dalam tata pemerintahan adalah diluncurkannya
Undang-undang tentang Otonomi Daerah pada tahun 2001 yang memberi keleluasaan
kepada pemerintah daerah, provinsi dan kabupaten/kota untuk membangun daerah
dengan kekuatan dan potensi yang dimilikinya.
Kemajuan di bidang fisik harus
diimbangi dengan pembangunan nonfisik, termasuk membina karakter dan jati diri
bangsa agar menjadi bangsa yang kukuh dan memiliki pendirian yang teguh. Sejak
zaman sebelum merdeka hingga zaman pasca reformasi saat ini perhatian terhadap
pendidikan dan pengembangan karakter terus mendapat perhatian tinggi. Pada awal
kemerdekaan pembangunan pendidikan menekankan pentingnya jati diri bangsa
sebagai salah satu tema pokok pembinaan karakter dan pekerti bangsa. Pada zaman
Orde Lama, Nation and Character Building
merupakan pembinaan karakter dan pekerti bangsa. Pada zaman Orde Baru, pembinaan
karakter bangsa dilakukan melalui mekanisme penataran Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila (P4). Pada zaman Reformasi, sejumlah elemen kemasyarakatan
menaruh perhatian terhadap pembinaan karakter bangsa yang diwujudkan dalam
berbagai bentuk kegiatan.
C.
Karakter
yang Diharapkan
Secara psikologis
karakter individu dimaknai sebagai hasil keterpaduan empat bagian, yakni olah
hati, olah pikir, olah raga, olah rasa dan karsa. Olah hati berkenaan dengan
perasaan sikap dan keyakinan/keimanan. Olah pikir berkenaan dengan proses nalar
guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif.
Olah raga berkenaan dengan proses
persepsi, kesiapan, peniruan, manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru
disertai sportivitas. Olah rasa dan karsa berkenaan dengan kemauan dan
kreativitas yang tecermin dalam kepedulian, pencitraan, dan penciptaan
kebaruan. Karakter individu yang dijiwai oleh sila-sila Pancasila pada
masing-masing bagian tersebut, dapat dikemukakan sebagai berikut.
1.
Karakter yang bersumber
dari olah hati, antara lain beriman dan bertakwa, jujur, amanah, adil, tertib, taat
aturan, bertanggung jawab, berempati, berani mengambil resiko, pantang
menyerah, rela berkorban, dan berjiwa patriotik;
2.
Karakter
yang bersumber dari olah pikir antara
lain cerdas, kritis, kreatif, inovatif, ingin tahu, produktif, berorientasi
Ipteks, dan reflektif;
3.
Karakter
yang bersumber dari olah raga/kinestetika
antara lain bersih, dan sehat, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan,
bersahabat, kooperatif, determinatif, kompetitif, ceria, dan gigih;
4.
Karakter
yang bersumber dari olah rasa dan karsa antara
lain kemanusiaan, saling menghargai, gotong royong, kebersamaan, ramah, hormat,
toleran, nasionalis, peduli, kosmopolit (mendunia), mengutamakan kepentingan
umum, cinta tanah air (patriotis), bangga menggunakan bahasa dan produk Indonesia,
dinamis, kerja keras, dan beretos kerja.
Olah
hati, olah pikir, olah raga, serta olah rasa dan karsa sebenarnya saling
terkait satu sama lainnya. Oleh sebab itu, banyak aspek karakter yang dapat
dijelaskan sebagai hasil dari beberapa proses.
D.
STRATEGI PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA
1.
Strategi Pembinaan Karakter Bangsa Melalui Sosialisasi
Sosialisasi dimaknai sebagai usaha sadar dan
terencana untuk membangkitkan kesadaran dan sikap positif terhadap pembangunan
karakter bangsa guna mewujudkan masyarakat yang
berketuhanan yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berjiwa
persatuan Indonesia, berjiwa kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Agar sosialisasi
dapat berlangsung efektif dan efisien,
maka pemilihan media dan target sasaran menjadi sangat penting. Disadari atau tidak perkembangan teknologi informasi dengan media sebagai
piranti utama, berimplikasi pada tatanan kehidupan umat manusia dalam berbagai
dimensinya, baik dalam dimensi politik, ekonomi, sosial budaya, maupun agama.
Kondisi ini patut diwaspadai sehingga masyarakat tidak terjebak pada kemajuan
teknologi informasi semata tanpa berupaya. Dengan demikian, unsur media (cetak,
elektronik, tradisional) harus diposisikan sebagai mitra strategis dalam upaya
pembinaan karakter bangsa
utamanya dalam hal sosialisasi.
Di samping unsur
media, hal lain yang perlu mendapatkan perhatian adalah penentuan kelompok-kelompok
sasaran sehingga dampak sosialisasi segera merambah pada setiap anak bangsa,
terutama generasi muda. Pada dasarnya kelompok sasaran adalah seluruh warga
negara Indonesia, yang lebih difokuskan pada generasi muda. Adapun sasaran
adalah pemerintah, dunia usaha dan industri, satuan pendidikan, organisasi
sosial kemasyarakatan/ profesi,
organisasi sosial politik, dan media massa.
2. Strategi
Pembinaan Karakter Bangsa Melalui Pendidikan
Pendidikan karakter adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana serta proses pemberdayaan potensi dan
pembudayaan peserta didik guna membangun karakter pribadi dan/atau kelompok
yang unik-baik sebagai warga negara. Hal itu diharapkan mampu memberikan kontribusi optimal dalam
mewujudkan masyarakat yang berketuhanan yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil
dan beradab, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, berkeadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Strategi pembinaan karakter bangsa
melalui program pendidikan memerlukan dukungan penuh dari pemerintah yang dalam
hal ini berada di jajaran Kementerian Pendidikan Nasional. Oleh karena itu, fasilitasi
yang perlu didukung berupa hal-hal sebagai berikut:
a.
Pengembangan
kerangka dasar dan perangkat kurikulum, inovasi pembelajaran dan pembudayaan
karakter; standardisasi perangkat dan proses penilaian, kerangka dan
standardisasi media pembelajaran yang dilakukan secara sinergis oleh
pusat-pusat di lingkungan Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
Nasional.
b.
Pengembangan
satuan pendidikan yang memiliki budaya kondusif bagi pembangunan karakter dalam
berbagai modus dan konteks pendidikan usia dini, pendidikan dasar dan menengah, serta pendidikan
tinggi dilakukan secara sistemik oleh
semua direktorat terkait di lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional.
c.
Pengembangan
kelembagaan dan program pendidikan nonformal dan informal dalam rangka
pendidikan karakter melalui berbagai
modus dan konteks dilakukan secara sistemik oleh semua direktorat terkait di
lingkungan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan
Informal.
d.
Pengembangan
dan penyegaran kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan, baik di jenjang
pendidikan usia dini, dasar, menengah maupun pendidikan tinggi yang relevan
dengan pendidikan karakter dalam berbagai modus dan konteks dilakukan secara
sistemik oleh semua direktorat terkait.
e.
Pengembangan
karakter peserta didik di perguruan tinggi
melalui penguatan standar isi dan proses, penelitian dan pengembangan
pendidikan karakter, pembinaan lembaga pendidikan tenaga kependidikan,
pengembangan dan penguatan jaringan informasi professional. Pembinaan karakter
dilakukan secara sistemik oleh semua direktorat terkait.
3. Strategi
Pembinaan Karakter Bangsa melalui
Pemberdayaan
Pemberdayaan merupakan salah satu strategi pembinaan
karakter bangsa yang diarahkan untuk memampukan para pemangku kepentingan dalam
rangka menumbuhkembangkan partisipasi aktif mereka dalam pembangunan karakter.
Lingkungan keluarga
merupakan wahana pendidikan karakter yang pertama dan utama. Oleh karena itu
orang tua perlu ditingkatkan kemampuannya sehingga memiliki kemampuan untuk
melakukan pembinaan dan pengembangan karakter. Pemberdayaan dilingkup keluarga
dilakukan melalui:
(1) penetapan regulasi yang mendorong orang tua dapat berinteraksi
dengan sekolah, dan lembaga pendidikan yang terkait pembangunan karakter
(2) pemberian pelatihan dan penyuluhan tentang pendidikan karakter
(3) pemberian penghargaan kepada para tokoh-tokoh atau orang tua yang telah
menunjukkan komitmennya dalam membangun karakter di lingkungan keluarga
(4) peningkatan komunikasi pihak sekolah dan lembaga pendidikan terkait dengan orang tua.
4. Strategi Pembinaan
Karakter Bangsa melalui Pembudayaan
Strategi pembinaan
karakter bangsa melalui pembudayaan dilakukan melalui keluarga, satuan
pendidikan, masyarakat, dunia usaha, partai politik, dan media massa. Strategi
pembudayaan menyangkut pelestarian, pembiasaan, dan pemantapan nilai-nilai baik
guna meningkatkan martabat sebuah bangsa. Strategi tersebut dapat berwujud
pemodelan, penghargaan, pengidolaan, fasilitasi, serta hadiah dan hukuman.
Pemerintah
harus menjadi teladan bagi pembudayaan karakter bangsa karena pemerintah harus
dapat menjadi contoh warganya. Pemerintahan yang baik mencerminkan masyarakat
yang baik. Masyarakat yang berkarakter mencerminkan warga negara yang
berkarakter. Pemerintah
dengan demikian harus selalu di garda depan dalam pembudayaan karakter dengan
segala manifestasinya. Selain
keteladan, pembudayaan dalam lingkup pemerintah dapat dilakukan dengan pembiasaan nilai-nilai di lingkungan pemerintah, peningkatan ketaqwaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa, serta penegakan aturan.
5. Strategi
Pembinaan Karakter Bangsa Melalui Kerjasama
Pada
dasarnya, kunci akhir sebuah strategi ada pada kerjasama dan koordinasi.
Berbagai kerjasama dan kordinasi dapat dilakukan antarwarga negara,
antarkelompok, antarlembaga, antardaerah, dan bahkan antarnegara.
Ada
beberapa cara yang dapat menjadikan kerjasama dapat berjalan dengan baik dan
mencapai tujuan yang telah disepakati. Hal itu dapat dimulai dengan saling
terbuka, saling mengerti, dan saling menghargai. Setelah
kerjasama dapat dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah koordinasi dan
evaluasi. Bentuk koordinasi yang dapat dilakukan antara lain:
1. koordinasi
perencanaan kegiatan pendidikan karakter secara dinamis dari jenjang pendidikan
usia dini, dasar, menengah, hingga pendidikan tinggi sesuai konteks kebutuhan
dan perubahan zaman;
2. koordinasi
kegiatan satuan pendidikan dengan lembaga pendidikan di alam terbuka, antara
lain gerakan Pramuka, dalam hal penerapan silabi pendidikan karakter;
3. koordinasi
secara teknikal dengan lembaga yang mengembangkan kompetensi teknologi
informasi dan komunikasi, multimedia
dalam pembuatan materi interaktif
pendidikan karakter;
4. koordinasi
dengan lembaga yang mengembangkan kompetensi bidang psikologi dan komunikasi dalam perencanaan model proses
pembelajaran pendidikan karakter sesuai
penciri warga negara agar mampu mengadaptasikan dirinya dalam pluralitas
karakter di lingkungan global.
BAB
IV
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Negara Indonesia adalah
negara yang solid terdiri dari berbagai suku dan bangsa, terdiri dari banyak
pulau-pulau dan lautan yang luas. Jika kita sebagai warga negara ingin
mempertahankan daerah kita dari ganguan bangsa/negara lain, maka kita harus
memperkuat ketahanan nasional kita. Ketahanan nasional adalah cara paling
ampuh, karena mencakup banyak landasan seperti : Pancasila sebagai landasan
ideal, UUD 1945 sebagai landasan konstitusional dan Wawasan Nusantara sebagai
landasan visional, jadi dengan demikian katahanan nasional kita sangat solid.
Mengingat
penting dan luasnya cakupan pembinaan karakter bangsa dalam rangka ketahanan
nasional, menjadikan masyarakat berketuhanan yang Maha Esa, berkemanusiaan yang
adil dan beradab, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta berkeadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, maka diperlukan komitmen dan dukungan
dari lembaga penyelenggara negara, dunia usaha dan industri, masyarakat, media
massa dan pemangku kepentingan lainnya untuk menyusun program kerja dan mengkoordinasikan dengan
pihak terkait agar terjadi sinergi yang kokoh untuk mewujudkan Indonesia yang
lebih baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Amori,
A. 2007. A
Theoritical Framework for Educational Game Development. Educational Technology Research &
Development: Game Object Model Version II
Hasan,
H.S. 2010. Pengembangan
Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa.
Jakarta: Litbang Puskur Kemdiknas
Nunut. 2011. Pembentukan karakter bangsa dengan pancasila. http://nunutwaone/2011/5/makalah-pembentukan-karakter-bangsa-pancasila.html. 16 mei 2011
Syahnakri. 2009. Renungan Kebangsaan Dan Pancasila.
http://syahnakri.blogspot.com/2009/11/renungan-kebangsaan-dan- pancasila.html. 31 Desember 2009
0 komentar:
Posting Komentar