DAFTAR ISI
v KATA PENGANTAR
v DAFTAR ISI
v BAB I PENDAHULUAN
§ Latar Belakang Masalah
§ Identifikasi Masalah
§ Rumusan Masalah
v BAB II KERANGKA TEORITIK DAN RUMUSAN HIPOTESIS
§ BATASAN ISTILAH
§ SUDUT PANDANG PENDEKATAN
§ KERANGKA BERPIKIR
§ RUMUSAN HIPOTESIS
v BAB III PEMBAHASAN
§ GLOBALISASI DAN BUDAYA
§ GLOBALISASI DALAM KEBUDAYAAN TRADISIONAL DI INDONESIA
§ PERUBAHAN BUDAYA DALAM GLOBALISASI ;
Ø KESENIAN YANG BERTAHAN DAN YANG TERSISIHKAN
§ PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP BUDAYA BANGSA
§ TINDAKAN YANG MENDORONG TIMBULNYA GLOBALISASI KEBUDAYAAN DAN CARA MENGANTISIPASI ADANYA GLOBALISASI KEBUDAYAAN
v BAB IV PENUTUP
§ KESIMPULAN
§ SARAN SARAN
v DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Globalisasi
adalah suatu fenomena khusus dalam peradaban manusia yang bergerak
terus dalam masyarakat global dan merupakan bagian dari proses manusia
global itu. Kehadiran teknologi informasi dan teknologi komunikasi
mempercepat akselerasi proses globalisasi ini. Globalisasi menyentuh
seluruh aspek penting kehidupan. Globalisasi menciptakan berbagai
tantangan dan permasalahan baru yang harus dijawab, dipecahkan dalam
upaya memanfaatkan globalisasi untuk kepentingan kehidupan. Globalisasi
sendiri merupakan sebuah istilah yang muncul sekitar dua puluh tahun
yang lalu, dan mulai begitu populer sebagai ideologi baru sekitar lima
atau sepuluh tahun terakhir. Sebagai istilah, globalisasi begitu mudah
diterima atau dikenal masyarakat seluruh dunia. Wacana globalisasi
sebagai sebuah proses ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi sehingga ia mampu mengubah dunia secara
mendasar. Globalisasi sering diperbincangkan oleh banyak orang, mulai
dari para pakar ekonomi, sampai penjual iklan. Dalam kata globalisasi
tersebut mengandung suatu pengetian akan hilangnya satu situasi dimana
berbagai pergerakan barang dan jasa antar negara diseluruh dunia dapat
bergerak bebas dan terbuka dalam perdagangan. Dan dengan terbukanya satu
negara terhadap negara lain, yang masuk bukan hanya barang dan jasa,
tetapi juga teknologi, pola konsumsi, pendidikan, nilai budaya dan
lain-lain. Konsep akan globalisasi menurut Robertson (1992), mengacu
pada penyempitan dunia secara insentif dan peningkatan kesadaran kita
akan dunia, yaitu semakin meningkatnya koneksi global dan pemahaman kita
akan koneksi tersebut. Di sini penyempitan dunia dapat dipahami dalam
konteks institusi modernitas dan intensifikasi kesadaran dunia dapat
dipersepsikan refleksif dengan lebih baik secara budaya. Globalisasi
memiliki banyak penafsiran dari berbagai sudut pandang. Sebagian orang
menafsirkan globalisasi sebagai proses pengecilan dunia atau menjadikan
dunia sebagaimana layaknya sebuah perkampungan kecil. Sebagian lainnya
menyebutkan bahwa globalisasi adalah upaya penyatuan masyarakat dunia
dari sisi gaya hidup, orientasi, dan budaya. Pengertian lain dari
globalisasi seperti yang dikatakan oleh Barker (2004) adalah bahwa
globalisasi merupakan koneksi global ekonomi, sosial, budaya dan politik
yang semakin mengarah ke berbagai arah di seluruh penjuru dunia dan
merasuk ke dalam kesadaran kita. Produksi global atas produk lokal dan
lokalisasi produk global Globalisasi adalah proses dimana berbagai
peristiwa, keputusan dan kegiatan di belahan dunia yang satu dapat
membawa konsekuensi penting bagi berbagai individu dan masyarakat di
belahan dunia yang lain.(A.G. Mc.Grew, 1992). Proses perkembangan
globalisasi pada awalnya ditandai kemajuan bidang teknologi informasi
dan komunikasi. Bidang tersebut merupakan penggerak globalisasi. Dari
kemajuan bidang ini kemudian mempengaruhi sektor-sektor lain dalam
kehidupan, seperti bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan
lain-lain. Contoh sederhana dengan teknologi internet, parabola dan TV,
orang di belahan bumi manapun akan dapat mengakses berita dari belahan
dunia yang lain secara cepat. Hal ini akan terjadi interaksi
antarmasyarakat dunia secara luas, yang akhirnya akan saling
mempengaruhi satu sama lain, terutama pada kebudayaan daerah,seperti
kebudayaan gotong royong,menjenguk tetangga sakit dan lain-lain.
Globalisasi juga berpengaruh terhadap pemuda dalam kehidupan
sehari-hari, seperti budaya berpakaian, gaya rambut dan sebagainya
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Dalam
perkembangannya globalisasi menimbulkan berbagai masalah dalam bidang
kebudayaan,misalnya : - hilangnya budaya asli suatu daerah atau suatu
negara - terjadinya erosi nilai-nilai budaya, - menurunnya rasa
nasionalisme dan patriotisme - hilangnya sifat kekeluargaan dan gotong
royong - kehilangan kepercayaan diri - gaya hidup kebarat-baratan
C. RUMUSAN MASALAH
Adanya
globalisasi menimbulkan berbagai masalah terhadap eksistensi kebudayaan
daerah, salah satunya adalah terjadinya penurunan rasa cinta terhadap
kebudayaan yang merupakan jati diri suatu bangsa, erosi nilai-nilai
budaya, terjadinya akulturasi budaya yang selanjutnya berkembang menjadi
budaya massa.
D. TUJUAN
Adapun
tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu : 1. Mengetahui pengaruh
globalisasi terhadap eksistensi kebudayaan daerah 2. Untuk meningkatkan
kesadaran remaja untuk menjunjung tinggi kebudayaan bangsa sendiri
karena kebudayaan merupakan jati diri bangsa
BAB II KERANGKA TEORITIK DAN RUMUSAN HIPOTESIS
A. BATASAN ISTILAH
Dalam
pembuatan makalah ini menggunakan istilah-istilah yang sudah dimengerti
oleh masyarakat banyak, adapun tujuan dari penggunaan istilah-istilah
tersebut yaitu untuk memudahkan pembaca dalam membaca makalah ini.
B. SUDUT PANDANG PENDEKATAN
Sudut
pandang yang kami gunakan dalam pembuatan mekalah ini yaitu sudut
pandang secara sosiologis dan psikologis yaitu pengaruh globalisasi pada
masyarakat umum dan sikap para pemuda dalam menyikapi pengaruh budaya
asing.
C. KERANGKA BERPIKIR
Dalam
pembuatan makalah ini kami menggunakan pola paragraf dari umum ke
khusus, dengan alasan agar pembaca merasa bingung dalam membaca karena
dalam membaca dimulai dari hal-hal yang ringan dulu baru meningkat ke
hal-hal yang lebih kompleks.
D. RUMUSAN HIPOTESIS
Adanya
globalisasi yang memiliki dampak positif maupun negative, maka perlu
adanya tindak lanjut dalam menyikapi globalisasi tersebut. Adapun
tindakan-tindakan yang dapat dilakukan yaitu : 1. Menambah porsi
pengetahuan tentang kebudayaan bangsa di sekolah-sekolah baik mulai dari
tingkat SD sampai perguruan tinggi 2. Menyeleksi kemunculan globalisasi
kebudayaan baru, sehingga budaya yang masuk tidak merugikan dan
berdampak negative. 3. Mengadakan berbagai pertunjukan kubudayaan 4.
Membatasi acara-acara yang dapat memunculkan rasa cinta terhadap budaya
asing.
BAB III PEMBAHASAN
A. GLOBALISASI DAN BUDAYA
Gaung
globalisasi, yang sudah mulai terasa sejak akhir abad ke-20, telah
membuat masyarakat dunia, termasuk bangsa Indonesia harus bersiap-siap
menerima kenyataan masuknya pengaruh luar terhadap seluruh aspek
kehidupan bangsa. Salah satu aspek yang terpengaruh adalah kebudayaan.
Terkait dengan kebudayaan, kebudayaan dapat diartikan sebagai
nilai-nilai (values) yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang
dimiliki oleh warga masyarakat terhadap berbagai hal. Atau kebudayaan
juga dapat didefinisikan sebagai wujudnya, yang mencakup gagasan atau
ide, kelakuan dan hasil kelakuan (Koentjaraningrat), dimana hal-hal
tersebut terwujud dalam kesenian tradisional kita. Oleh karena itu
nilai-nilai maupun persepsi berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan atau
psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam pikiran. Aspek-aspek
kejiwaan ini menjadi penting artinya apabila disadari, bahwa tingkah
laku seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang ada dalam alam pikiran
orang yang bersangkutan. Sebagai salah satu hasil pemikiran dan penemuan
seseorang adalah kesenian, yang merupakan subsistem dari kebudayaan
Bagi bangsa Indonesia aspek kebudayaan merupakan salah satu kekuatan
bangsa yang memiliki kekayaan nilai yang beragam, termasuk keseniannya.
Kesenian rakyat, salah satu bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia
tidak luput dari pengaruh globalisasi. Globalisasi dalam kebudayaan
dapat berkembang dengan cepat, hal ini tentunya dipengaruhi oleh adanya
kecepatan dan kemudahan dalam memperoleh akses komunikasi dan berita
namun hal ini justru menjadi bumerang tersendiri dan menjadi suatu
masalah yang paling krusial atau penting dalam globalisasi, yaitu
kenyataan bahwa perkembangan ilmu pengertahuan dikuasai oleh
negara-negara maju, bukan negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Mereka yang memiliki dan mampu menggerakkan komunikasi internasional
justru negara-negara maju. Akibatnya, negara-negara berkembang, seperti
Indonesia selalu khawatir akan tertinggal dalam arus globalisai dalam
berbagai bidang seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, termasuk
kesenian kita. Wacana globalisasi sebagai sebuah proses ditandai dengan
pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga ia mampu
mengubah dunia secara mendasar. Komunikasi dan transportasi
internasional telah menghilangkan batas-batas budaya setiap bangsa.
Kebudayaan setiap bangsa cenderung mengarah kepada globalisasi dan
menjadi peradaban dunia sehingga melibatkan manusia secara menyeluruh.
Simon Kemoni, sosiolog asal Kenya mengatakan bahwa globalisasi dalam
bentuk yang alami akan meninggikan berbagai budaya dan nilai-nilai
budaya. Dalam proses alami ini, setiap bangsa akan berusaha menyesuaikan
budaya mereka dengan perkembangan baru sehingga mereka dapat
melanjutkan kehidupan dan menghindari kehancuran. Tetapi, menurut Simon
Kimoni, dalam proses ini, negara-negara harus memperkokoh dimensi budaya
mereka dan memelihara struktur nilai-nilainya agar tidak dieliminasi
oleh budaya asing. Dalam rangka ini, berbagai bangsa haruslah
mendapatkan informasi ilmiah yang bermanfaat dan menambah pengalaman
mereka. Terkait dengan seni dan budaya, Seorang penulis asal Kenya
bernama Ngugi Wa Thiong’o menyebutkan bahwa perilaku dunia Barat,
khususnya Amerika seolah-olah sedang melemparkan bom budaya terhadap
rakyat dunia. Mereka berusaha untuk menghancurkan tradisi dan bahasa
pribumi sehingga bangsa-bangsa tersebut kebingungan dalam upaya mencari
indentitas budaya nasionalnya. Penulis Kenya ini meyakini bahwa budaya
asing yang berkuasa di berbagai bangsa, yang dahulu dipaksakan melalui
imperialisme, kini dilakukan dalam bentuk yang lebih luas dengan nama
globalisasi.
B. GLOBALISASI DALAM KEBUDAYAAN TRADISIONAL DI INDONESIA
Proses
saling mempengaruhi adalah gejala yang wajar dalam interaksi antar
masyarakat. Melalui interaksi dengan berbagai masyarakat lain, bangsa
Indonesia ataupun kelompok-kelompok masyarakat yang mendiami nusantara
(sebelum Indonesia terbentuk) telah mengalami proses dipengaruhi dan
mempengaruhi. Kemampuan berubah merupakan sifat yang penting dalam
kebudayaan manusia. Tanpa itu kebudayaan tidak mampu menyesuaikan diri
dengan keadaan yang senantiasa berubah. Perubahan yang terjadi saat ini
berlangsung begitu cepat. Hanya dalam jangka waktu satu generasi banyak
negara-negara berkembang telah berusaha melaksanakan perubahan
kebudayaan, padahal di negara-negara maju perubahan demikian berlangsung
selama beberapa generasi. Pada hakekatnya bangsa Indonesia, juga
bangsa-bangsa lain, berkembang karena adanya pengaruh-pengaruh luar.
Kemajuan bisa dihasilkan oleh interaksi dengan pihak luar, hal inilah
yang terjadi dalam proses globalisasi. Oleh karena itu, globalisasi
bukan hanya soal ekonomi namun juga terkait dengan masalah atau isu
makna budaya dimana nilai dan makna yang terlekat di dalamnya masih
tetap berarti.. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk
dalam berbagai hal, seperti anekaragaman budaya, lingkungan alam, dan
wilayah geografisnya. Keanekaragaman masyarakat Indonesia ini dapat
dicerminkan pula dalam berbagai ekspresi keseniannya. Dengan perkataan
lain, dapat dikatakan pula bahwa berbagai kelompok masyarakat di
Indonesia dapat mengembangkan keseniannya yang sangat khas. Kesenian
yang dikembangkannya itu menjadi model-model pengetahuan dalam
masyarakat.
C. PERUBAHAN BUDAYA DALAM GLOBALISASI ; KESENIAN YANG BERTAHAN DAN YANG TERSISIHKAN
Perubahan
budaya yang terjadi di dalam masyarakat tradisional, yakni perubahan
dari masyarakat tertutup menjadi masyarakat yang lebih terbuka, dari
nilai-nilai yang bersifat homogen menuju pluralisme nilai dan norma
social merupakan salh satu dampak dari adanya globalisasi. Ilmu
pengetahuan dan teknologi telah mengubah dunia secara mendasar.
Komunikasi dan sarana transportasi internasional telah menghilangkan
batas-batas budaya setiap bangsa. Kebudayaan setiap bangsa cenderung
mengarah kepada globalisasi dan menjadi peradaban dunia sehingga
melibatkan manusia secara menyeluruh. Misalnya saja khusus dalam bidang
hiburan massa atau hiburan yang bersifat masal, makna globalisasi itu
sudah sedemikian terasa. Sekarang ini setiap hari kita bisa menyimak
tayangan film di tv yang bermuara dari negara-negara maju seperti
Amerika Serikat, Jepang, Korea, dll melalui stasiun televisi di tanah
air. Belum lagi siaran tv internasional yang bisa ditangkap melalui
parabola yang kini makin banyak dimiliki masyarakat Indonesia. Sementara
itu, kesenian-kesenian populer lain yang tersaji melalui kaset, vcd,
dan dvd yang berasal dari manca negara pun makin marak kehadirannya di
tengah-tengah kita. Fakta yang demikian memberikan bukti tentang betapa
negara-negara penguasa teknologi mutakhir telah berhasil memegang
kendali dalam globalisasi budaya khususnya di negara ke tiga. Peristiwa
transkultural seperti itu mau tidak mau akan berpengaruh terhadap
keberadaan kesenian kita. Padahal kesenian tradisional kita merupakan
bagian dari khasanah kebudayaan nasional yang perlu dijaga
kelestariannya. Di saat yang lain dengan teknologi informasi yang
semakin canggih seperti saat ini, kita disuguhi oleh banyak alternatif
tawaran hiburan dan informasi yang lebih beragam, yang mungkin lebih
menarik jika dibandingkan dengan kesenian tradisional kita. Dengan
parabola masyarakat bisa menyaksikan berbagai tayangan hiburan yang
bersifat mendunia yang berasal dari berbagai belahan bumi. Kondisi yang
demikian mau tidak mau membuat semakin tersisihnya kesenian tradisional
Indonesia dari kehidupan masyarakat Indonesia yang sarat akan pemaknaan
dalam masyarakat Indonesia. Misalnya saja bentuk-bentuk ekspresi
kesenian etnis Indonesia, baik yang rakyat maupun istana, selalu
berkaitan erat dengan perilaku ritual masyarakat pertanian. Dengan
datangnya perubahan sosial yang hadir sebagai akibat proses
industrialisasi dan sistem ekonomi pasar, dan globalisasi informasi,
maka kesenian kita pun mulai bergeser ke arah kesenian yang berdimensi
komersial. Kesenian-kesenian yang bersifat ritual mulai tersingkir dan
kehilangan fungsinya. Sekalipun demikian, bukan berarti semua kesenian
tradisional kita lenyap begitu saja. Ada berbagai kesenian yang masih
menunjukkan eksistensinya, bahkan secara kreatif terus berkembang tanpa
harus tertindas proses modernisasi. Pesatnya laju teknologi informasi
atau teknologi komunikasi telah menjadi sarana difusi budaya yang ampuh,
sekaligus juga alternatif pilihan hiburan yang lebih beragam bagi
masyarakat luas. Akibatnya masyarakat tidak tertarik lagi menikmati
berbagai seni pertunjukan tradisional yang sebelumnya akrab dengan
kehidupan mereka. Misalnya saja kesenian tradisional wayang orang
Bharata, yang terdapat di Gedung Wayang Orang Bharata Jakarta kini
tampak sepi seolah-olah tak ada pengunjungnya. Hal ini sangat
disayangkan mengingat wayang merupakan salah satu bentuk kesenian
tradisional Indonesia yang sarat dan kaya akan pesan-pesan moral, dan
merupakan salah satu agen penanaman nilai-nilai moral yang baik, menurut
saya. Contoh lainnya adalah kesenian Ludruk yang sampai pada tahun
1980-an masih berjaya di Jawa Timur sekarang ini tengah mengalami “mati
suri”. Wayang orang dan ludruk merupakan contoh kecil dari mulai
terdepaknya kesenian tradisional akibat globalisasi. Bisa jadi fenomena
demikian tidak hanya dialami oleh kesenian Jawa tradisional, melainkan
juga dalam berbagai ekspresi kesenian tradisional di berbagai tempat di
Indonesia. Sekalipun demikian bukan berarti semua kesenian tradisional
mati begitu saja dengan merebaknya globalisasi. Di sisi lain, ada
beberapa seni pertunjukan yang tetap eksis tetapi telah mengalami
perubahan fungsi. Ada pula kesenian yang mampu beradaptasi dan
mentransformasikan diri dengan teknologi komunikasi yang telah menyatu
dengan kehidupan masyarakat, misalnya saja kesenian tradisional
“Ketoprak” yang dipopulerkan ke layar kaca oleh kelompok Srimulat.
Kenyataan di atas menunjukkan kesenian ketoprak sesungguhnya memiliki
penggemar tersendiri, terutama ketoprak yang disajikan dalam bentuk
siaran televisi, bukan ketoprak panggung. Dari segi bentuk pementasan
atau penyajian, ketoprak termasuk kesenian tradisional yang telah
terbukti mampu beradaptasi dengan perubahan zaman. Selain ketoprak masih
ada kesenian lain yang tetap bertahan dan mampu beradaptasi dengan
teknologi mutakhir yaitu wayang kulit. Beberapa dalang wayang kulit
terkenal seperti Ki Manteb Sudarsono dan Ki Anom Suroto tetap diminati
masyarakat, baik itu kaset rekaman pementasannya, maupun pertunjukan
secara langsung. Keberanian stasiun televisi Indosiar yang sejak
beberapa tahun lalu menayangkan wayang kulit setiap malam minggu cukup
sebagai bukti akan besarnya minat masyarakat terhadap salah satu
khasanah kebudayaan nasional kita. Bahkan Museum Nasional pun tetap
mempertahankan eksistensi dari kesenian tradisonal seperti wayang kulit
dengan mengadakan pagelaran wayang kulit tiap beberapa bulan sekali dan
pagelaran musik gamelan tiap satu minggu atau satu bulan sekali yang
diadakan di aula Kertarajasa, Museum Nasional.
D. PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP BUDAYA BANGSA
Arus
globalisasi saat ini telah menimbulkan pengaruh terhadap perkembangan
budaya bangsa Indonesia . Derasnya arus informasi dan telekomunikasi
ternyata menimbulkan sebuah kecenderungan yang mengarah terhadap
memudarnya nilai-nilai pelestarian budaya. Perkembangan 3T
(Transportasi, Telekomunikasi, dan Teknologi) mengkibatkan berkurangnya
keinginan untuk melestarikan budaya negeri sendiri . Budaya Indonesia
yang dulunya ramah-tamah, gotong royong dan sopan berganti dengan budaya
barat, misalnya pergaulan bebas. Di Tapanuli (Sumatera Utara) misalnya,
duapuluh tahun yang lalu, anak-anak remajanya masih banyak yang
berminat untuk belajar tari tor-tor dan tagading (alat musik batak).
Hampir setiap minggu dan dalam acara ritual kehidupan, remaja di sana
selalu diundang pentas sebagai hiburan budaya yang meriah. Saat ini,
ketika teknologi semakin maju, ironisnya kebudayaan-kebudayaan daerah
tersebut semakin lenyap di masyarakat, bahkan hanya dapat disaksikan di
televisi dan Taman Mini Indonesi Indah (TMII). Padahal
kebudayaan-kebudayaan daerah tersebut, bila dikelola dengan baik selain
dapat menjadi pariwisata budaya yang menghasilkan pendapatan untuk
pemerintah baik pusat maupun daerah, juga dapat menjadi lahan pekerjaan
yang menjanjikan bagi masyarakat sekitarnya. Hal lain yang merupakan
pengaruh globalisasi adalah dalam pemakaian bahasa indonesia yang baik
dan benar (bahasa juga salah satu budaya bangsa). Sudah lazim di
Indonesia untuk menyebut orang kedua tunggal dengan Bapak, Ibu, Pak, Bu,
Saudara, Anda dibandingkan dengan kau atau kamu sebagai pertimbangan
nilai rasa. Sekarang ada kecenderungan di kalangan anak muda yang lebih
suka menggunakan bahasa Indonesia dialek Jakarta seperti penyebutan kata
gue (saya) dan lu (kamu). Selain itu kita sering dengar anak muda
mengunakan bahasa Indonesia dengan dicampur-campur bahasa inggris
seperti OK, No problem dan Yes’, bahkan kata-kata makian (umpatan)
sekalipun yang sering kita dengar di film-film barat, sering diucapkan
dalam kehidupan sehari-hari. Kata-kata ini disebarkan melalui media TV
dalam film-film, iklan dan sinetron bersamaan dengan disebarkannya gaya
hidup dan fashion . Gaya berpakaian remaja Indonesia yang dulunya
menjunjung tinggi norma kesopanan telah berubah mengikuti perkembangan
jaman. Ada kecenderungan bagi remaja putri di kota-kota besar memakai
pakaian minim dan ketat yang memamerkan bagian tubuh tertentu. Budaya
perpakaian minim ini dianut dari film-film dan majalah-majalah luar
negeri yang ditransformasikan kedalam sinetron-sinetron Indonesia .
Derasnya arus informasi, yang juga ditandai dengan hadirnya internet,
turut serta `menyumbang` bagi perubahan cara berpakaian. Pakaian mini
dan ketat telah menjadi trend dilingkungan anak muda. Salah satu
keberhasilan penyebaran kebudayaan Barat ialah meluasnya anggapan bahwa
ilmu dan teknologi yang berkembang di Barat merupakan suatu yang
universal. Masuknya budaya barat (dalam kemasan ilmu dan teknologi)
diterima dengan `baik`. Pada sisi inilah globalisasi telah merasuki
berbagai sistem nilai sosial dan budaya Timur (termasuk Indonesia )
sehingga terbuka pula konflik nilai antara teknologi dan nilai-nilai
ketimuran.
E. TINDAKAN YANG MENDORONG TIMBULNYA GLOBALISASI KEBUDAYAAN DAN CARA MENGANTISIPASI ADANYA GLOBALISASI KEBUDAYAAN
Peran
kebijaksanaan pemerintah yang lebih mengarah kepada
pertimbangan-pertimbangan ekonomi daripada cultural atau budaya dapat
dikatakan merugikan suatu perkembangan kebudayaan. Jennifer Lindsay
(1995) dalam bukunya yang berjudul ‘Cultural Policy And The Performing
Arts In South-East Asia’, mengungkapkan kebijakan kultural di Asia
Tenggara saat ini secara efektif mengubah dan merusak seni-seni
pertunjukan tradisional, baik melalui campur tangan, penanganan yang
berlebihan, kebijakan-kebijakan tanpa arah, dan tidak ada perhatian yang
diberikan pemerintah kepada kebijakan kultural atau konteks kultural.
Dalam pengamatan yang lebih sempit dapat kita melihat tingkah laku
aparat pemerintah dalam menangani perkembangan kesenian rakyat, di mana
banyaknya campur tangan dalam menentukan objek dan berusaha merubah agar
sesuai dengan tuntutan pembangunan. Dalam kondisi seperti ini arti dari
kesenian rakyat itu sendiri menjadi hambar dan tidak ada rasa seninya
lagi. Melihat kecenderungan tersebut, aparat pemerintah telah menjadikan
para seniman dipandang sebagai objek pembangunan dan diminta untuk
menyesuaikan diri dengan tuntutan simbol-simbol pembangunan. Hal ini
tentu saja mengabaikan masalah pemeliharaan dan pengembangan kesenian
secara murni, dalam arti benar-benar didukung oleh nilai seni yang
mendalam dan bukan sekedar hanya dijadikan model saja dalam pembangunan.
Dengan demikian, kesenian rakyat semakin lama tidak dapat mempunyai
ruang yang cukup memadai untuk perkembangan secara alami atau natural,
karena itu, secara tidak langsung kesenian rakyat akhirnya menjadi
sangat tergantung oleh model-model pembangunan yang cenderung lebih
modern dan rasional. Sebagai contoh dari permasalahan ini dapat kita
lihat, misalnya kesenian asli daerah Betawi yaitu, tari cokek, tari
lenong, dan sebagainya sudah diatur dan disesuaikan oleh aparat
pemerintah untuk memenuhi tuntutan dan tujuan kebijakan-kebijakan
politik pemerintah. Aparat pemerintah di sini turut mengatur secara
normatif, sehingga kesenian Betawi tersebut tidak lagi terlihat
keasliannya dan cenderung dapat membosankan. Untuk mengantisipasi
hal-hal yang tidak dikehendaki terhadap keaslian dan perkembangan yang
murni bagi kesenian rakyat tersebut, maka pemerintah perlu mengembalikan
fungsi pemerintah sebagai pelindung dan pengayom kesenian-kesenian
tradisional tanpa harus turut campur dalam proses estetikanya. Memang
diakui bahwa kesenian rakyat saat ini membutuhkan dana dan bantuan
pemerintah sehingga sulit untuk menghindari keterlibatan pemerintah dan
bagi para seniman rakyat ini merupakan sesuatu yang sulit pula membuat
keputusan sendiri untuk sesuai dengan keaslian (oroginalitas) yang
diinginkan para seniman rakyat tersebut. Oleh karena itu pemerintah
harus ‘melakoni’ dengan benar-benar peranannya sebagai pengayom yang
melindungi keaslian dan perkembangan secara estetis kesenian rakyat
tersebut tanpa harus merubah dan menyesuaikan dengan kebijakan-kebijakan
politik. Globalisasi informasi dan budaya yang terjadi menjelang
millenium baru seperti saat ini adalah sesuatu yang tak dapat dielakkan.
Kita harus beradaptasi dengannya karena banyak manfaat yang bisa
diperoleh. Harus diakui bahwa teknologi komunikasi sebagai salah produk
dari modernisasi bermanfaat besar bagi terciptanya dialog dan
demokratisasi budaya secara masal dan merata. Globalisasi mempunyai
dampak yang besar terhadap budaya. Kontak budaya melalui media massa
menyadarkan dan memberikan informasi tentang keberadaan nilai-nilai
budaya lain yang berbeda dari yang dimiliki dan dikenal selama ini.
Kontak budaya ini memberikan masukan yang penting bagi
perubahan-perubahan dan pengembangan-pengembangan nilai-nilai dan
persepsi dikalangan masyarakat yang terlibat dalam proses ini. Kesenian
bangsa Indonesia yang memiliki kekuatan etnis dari berbagai macam daerah
juga tidak dapat lepas dari pengaruh kontak budaya ini. Sehingga untuk
melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap perubahan-perubahan
diperlukan pengembangan-pengembangan yang bersifat global namun tetap
bercirikan kekuatan lokal atau etnis. Globalisasi budaya yang begitu
pesat harus diantisipasi dengan memperkuat identitas kebudayaan
nasional. Berbagai kesenian tradisional yang sesungguhnya menjadi aset
kekayaan kebudayaan nasional jangan sampai hanya menjadi alat atau
slogan para pemegang kebijaksanaan, khususnya pemerintah, dalam rangka
keperluan turisme, politik dsb. Selama ini pembinaan dan pengembangan
kesenian tradisional yang dilakukan lembaga pemerintah masih sebatas
pada unsur formalitas belaka, tanpa menyentuh esensi kehidupan kesenian
yang bersangkutan. Akibatnya, kesenian tradisional tersebut bukannya
berkembang dan lestari, namun justru semakin dijauhi masyarakat. Dengan
demikian, tantangan yang dihadapi oleh kesenian rakyat cukup berat.
Karena pada era teknologi dan komunikasi yang sangat canggih dan modern
ini masyarakat dihadapkan kepada banyaknya alternatif sebagai pilihan,
baik dalam menentukan kualitas maupun selera. Hal ini sangat
memungkinkan keberadaan dan eksistensi kesenian rakyat dapat dipandang
dengan sebelah mata oleh masyarakat, jika dibandingkan dengan kesenian
modern yang merupakan imbas dari budaya pop. Untuk menghadapi hal-hal
tersebut di atas ada beberapa alternatif untuk mengatasinya, yaitu
meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM ) bagi para seniman rakyat. Selain
itu, mengembalikan peran aparat pemerintah sebagai pengayom dan
pelindung, dan bukan sebaliknya justru menghancurkannya demi kekuasaan
dan pembangunan yang berorientasi pada dana-dana proyek atau dana-dana
untuk pembangunan dalam bidang ekonomi saja
BAB IV PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pengaruh
globalisasi disatu sisi ternyata menimbulkan pengaruh yang negatif bagi
kebudayaan bangsa Indonesia . Norma-norma yang terkandung dalam
kebudayaan bangsa Indonesia perlahan-lahan mulai pudar. Gencarnya
serbuan teknologi disertai nilai-nilai interinsik yang diberlakukan di
dalamnya, telah menimbulkan isu mengenai globalisasi dan pada akhirnya
menimbulkan nilai baru tentang kesatuan dunia. Radhakrishnan dalam
bukunya Eastern Religion and Western Though (1924) menyatakan “untuk
pertama kalinya dalam sejarah umat manusia, kesadaran akan kesatuan
dunia telah menghentakkan kita, entah suka atau tidak, Timur dan Barat
telah menyatu dan tidak pernah lagi terpisah�.
Artinya adalah bahwa antara barat dan timur tidak ada lagi perbedaan.
Atau dengan kata lain kebudayaan kita dilebur dengan kebudayaan asing.
Apabila timur dan barat bersatu, masihkah ada ciri khas kebudayaan kita?
Ataukah kita larut dalam budaya bangsa lain tanpa meninggalkan
sedikitpun sistem nilai kita? Oleh karena itu perlu dipertahanan aspek
sosial budaya Indonesia sebagai identitas bangsa. Caranya adalah dengan
penyaringan budaya yang masuk ke Indonesia dan pelestarian budaya
bangsa. Bagi masyarakat yang mencoba mengembangkan seni tradisional
menjadi bagian dari kehidupan modern, tentu akan terus berupaya
memodifikasi bentuk-bentuk seni yang masih berpolakan masa lalu untuk
dijadikan komoditi yang dapat dikonsumsi masyarakat modern. Karena
sebenarnya seni itu indah dan mahal. Kesenian adalah kekayaan bangsa
Indonesia yang tidak ternilai harganya dan tidak dimiliki bangsa-bangsa
asing. Oleh sebab itu, sebagai generasi muda, yang merupakan pewaris
budaya bangsa, hendaknya memelihara seni budaya kita demi masa depan
anak cucu.
B. SARAN – SARAN
Dari
hasil pembahasan diatas, dapat dilakukan beberapa tindakan untuk
mencegah terjadinya pergeseran kebudayaan yaitu : 1. Pemerintah perlu
mengkaji ulang perturan-peraturan yang dapat menyebabkan pergeseran
budaya bangsa 2. Masyarakat perlu berperan aktif dalam pelestarian
budaya daerah masing-masing khususnya dan budaya bangsa pada umumnya 3.
Para pelaku usaha media massa perlu mengadakan seleksi terhadap berbagai
berita, hiburan dan informasi yang diberikan agar tidak menimbulkan
pergeseran budaya 4. Masyarakat perlu menyeleksi kemunculan globalisasi
kebudayaan baru, sehingga budaya yang masuk tidak merugikan dan
berdampak negative. 5. Masyarakat harus berati-hati dalam meniru atau
menerima kebudayaan baru, sehingga pengaruh globalisasi di negara kita
tidak terlalu berpengaruh pada kebudayaan yang merupakan jati diri
bangsa kita.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Kuntowijoyo, Budaya Elite dan Budaya Massa dalam Ecstasy Gaya Hidup:
Kebudayaan Pop dalam Masyarakat Komoditas Indonesia, Mizan 1997. 2.
Sapardi Djoko Damono, Kebudayaan Massa dalam Kebudayaan Indonesia:
Sebuah Catatan Kecil dalam Ecstasy Gaya Hidup: Kebudayaan Pop dalam
Masyarakat Komoditas Indonesia, Mizan 1997. 3. Fuad Hassan. “Pokok-pokok
Bahasan Mengenai Budaya Nusantara Indonesia”. Dalam
http://kongres.budpar.go.id/news/article/Pokok_pokok_bahasan.htm,
didownload 7/15/04. 4. Koenjaraningrat. 1990. Kebudayaan Mentalitas dan
Pembangunan. Jakarta: Gramedia. 5. Adeney, Bernard T. 1995. Etika Sosial
Lintas Budaya. Yogyakarta: Kanisius. Al-Hadar Smith, “Syariah dan
Tradisi Syi’ah Ternate”,
0 komentar:
Posting Komentar