I. LATAR BELAKANG SEJARAH NILAI DAN FUNGSI FILSAFAT
Budaya dan peradaban umat manusia berawal dan berpuncak dengan
nilai-nilai filsafat yang dikembangkan dan ditegakkan sebagai sistem
ideologi. Maknanya nilai filsafat sebagai jangkauan tertinggi pemikiran
untuk menemukan hakekat kebenaran ( kebenaran hakiki; karenanya
dijadikan filsafat hidup, pandangan hidup, (Weltanschauung); sekaligus
memancarkan jiwa bangsa, jatidiri bangsa (Volksgeist) dan martabat
nasional !.
Integritas filsafat Pancasila terjabar sebagai
Sistem Kenegaraan Pancasila dengan visi-misi sebagai diamanatkan dalam
UUD Proklamasi 45.
Menegakkan integritas sistem kenegaraan
Pancasila-UUD Proklamasi 45 adalah pembudayaan filsafat Pancasila dan
ideologi nasional Indonesia Raya!
A. Makna, Sejarah, dan Fungsi Filsafat
Istilah
filsafat secara etymologis terbentuk dari kata bahasa Yunani: filos dan
sophia. Filos = friend, love; sophia = learning, wisdom. Jadi, makna
filsafat = (orang) yang bersahabat dan mencintai ilmu pengetahuan, serta
bersikap arif bijaksana. Karena itulah diakui orang belajar filsafat
berarti mencari kebenaran sedalam-dalamnya, kemudian menghasilkan sikap
hidup arif bijaksana. Demikian pula para pemikir filsafat (filosof)
dianggap manusia berilmu dan bijaksana.
Sesungguhnya nilai ajaran
filsafat telah berkembang, terutama di wilayah Timur Tengah sejak
sekitar 6000 – 600 SM; juga di Mesir dan sekitar sungai Tigris dan
Eufrat sekitar 5000 – 1000 sM; daerah Palestina/Israel sebagai doktrine
Yahudi sekitar 4000 – 1000 SM (Radhakrishnan, et al. 1953: 11; Avey
1961: 3-7). Juga di India sekitar 3000 – 1000 SM, sebagaimana juga di
Cina sekitar 3000 – 500 SM.
Nilai filsafat berwujud kebenaran
sedalam-dalamnya, bersifat fundamental, universal dan hakiki; karenanya
dijadikan filsafat hidup oleh pemikir dan penganutnya.
Sedangkan
pemikiran filsafat yang dianggap tertua di Eropa (Yunani) baru
berkembang sekitar 650 SM. Jadi, pemikiran filsafat tertua bersumber
dari wilayah Timur Tengah; sinergis dengan ajaran nilai religious.
Fenomena demikian merupakan data sejarah budaya sebagai peradaban
monumental, karena Timur Tengah diakui sebagai pusat berkembangnya
ajaran agama supranatural (agama wahyu, revealation religions). Kita
juga maklum, bahwa semua Nabi/Rasul berasal dari wilayah Timur Tengah
(Yahudi, Kristen dan Islam). Berdasarkan data demikian kita percaya
bahwa nilai filsafat sinergis dengan nilai-nilai theisme religious.
Karena itu pula, kami menyatakan bahwa nilai filsafat Timur Tengah
dianggap sebagai sumur madu peradaban umat manusia karena kualitas dan
integritas intrinsiknya yang fundamental-universal theisme religious.
Nilai
ajaran filsafat Barat (Eropa, Yunani) adalah nilai filsafat natural dan
rasional (ipteks); karenanya dianggap sebagai sumur susu peradaban.
Makna uraian di atas: manusia atau bangsa yang ingin sehat dan jaya,
hendaknya memadukan nilai theisme religious dengan ipteks; sebagaimana
pribadi manusia yang ingin sehat minumlah susu dengan madu. Artinya,
budaya dan peradaban yang luhur dan unggul akan berkembang berdasarkan
nilai-nilai (moral) agama dan ipteks.
Budaya dan peradaban modern
mengakui bahwa perkembangan ipteks dan kebudayaan manusia bersumber dan
dilandasi oleh ajaran nilai filsafat. Karena itu pula, filsafat diakui
sebagai induk ipteks (= philosophy as the queen and as the mother of
knowledge as well). Nilai filsafat menjangkau alam metafisika dan
misteri alam semesta; visi-misi penciptaan manusia. Alam semesta dengan
hukum alam memancarkan nilai supranatural dan suprarasional sebagaimana
rokhani manusia dan martabat budinuraninya juga memancarkan integritas
suprarasional!
Sistem filsafat dan cabang-cabangnya --- termasuk
sistem ideologi--- dalam kepustakaan modern diakui sebagai
Kultuurwissenschaft, dan atau Geistesswissenschaft (terutama filsafat
hukum, filsafat politik, filsafat manusia, filsafat ilmu, filsafat
ekonomi dan filsafat etika).
Sedemikian besar dan dominan pengaruh
ajaran sistem filsafat dan atau ideologi dimaksud terlukis dalam skema
1, dalam makna : lingkaran global menunjukkan supremasi nilai filsafat
religious yang bersumber dari Timur Tengah yang memberikan martabat
moral kepribadian manusia secara universal!
SUMBER DAN PUSAT PERKEMBANGAN FILSAFAT
Pusat Pengembangan Moral dan Ipteks dalam Wawasan Filsafat
ONTOLOGY --------------- EPISTEMOLOGY -------------- AXIOLOGY
R U A N G d a n W A K T U
A S I A
TIMUR TENGAH C I N A
I N D I A
E R O P A
JEPANG
AUSTRALIA
INDONESIA
PERADABAN &
MORAL T -- T
A M E R I K A
AFRIKA
skema 1 (MNS, 1980)
B. Ajaran Sistem Filsafat sebagai Sistem Ideologi : tegak sebagai Sistem Kenegaraan.
Ajaran
berbagai nilai filsafat --- sebelum berkembang sebagai sistem
ideologi!--- terutama menampilkan nilai fundamental sebagai essensi dan
integritas ajarannya; berupa ajaran : materialisme, animisme, dynamisme,
polytheisme, pantheisme, secularisme, dan atheisme …. yang berpuncak
sebagai ajaran monotheisme, universalisme --- sering disamakan sebagai
sistem filsafat : theisme-religious ---. Peradaban modern menyaksikan,
bahwa sistem filsafat Pancasila memancarkan identitas dan integritas
martabatnya sebagai sistem filsafat monotheisme-religious!. Integritas
ini secara fundamental dan intrinsik memancarkan keunggulan sistem
filsafat Pancasila sebagai bagian dari sistem filsafat Timur (yang
berwatak : theisme-religious).
Ajaran dan nilai filsafat amat
mempengaruhi pikiran, budaya dan peradaban umat manusia. Semua sistem
kenegaraan ditegakkan berdasarkan ajaran atau sistem filsafat yang
mereka anut (sebagai dasar negara, ideologi negara). Berbagai negara
modern menunjukkan keunggulan masing-masing, dan terus memperjuangkan
supremasi dan dominasi sistem kenegaraannya: liberalisme-kapitalisme,
marxisme-komunisme, zionisme, theokratisme; sosialisme, naziisme,
fascisme, fundamentalisme. Juga termasuk negara berdasarkan (nilai
ajaran) agama: negara Islam ….. termasuk sistem ideologi Pancasila
(=sistem kenegaraan Pancasila sebagai terjabar dalam UUD Proklamasi 45).
Bangsa Indonesia menegakkan sistem kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi
45 sebagai aktualisasi filsafat hidup (Weltsanschauung) yang diamanatkan
oleh PPKI sebagai pendiri negara!.
Secara ontologis,
epistemologis dan axiologis sistem filsafat Pancasila mengandung ajaran
tentang potensi dan martabat kepribadian manusia (SDM) yang dianugerahi
martabat mulia sebagaimana terjabar dalam ajaran HAM berdasarkan
filsafat Pancasila ! Keunggulan dan kemuliaan ini merupakan anugerah dan
amanat Tuhan Yang Maha Esa, Allah Yang Maha Kuasa, Maha Rahman dan Maha
Rahim --- sebagai tersurat di dalam Pembukaan UUD Proklamasi 45 ! ---
sebagai asas kerokhanian bangsa dan NKRI.
Sesungguhnya ajaran
filsafat merupakan sumber, landasan dan identitas tatanan atau sistem
nilai kehidupan umat manusia. Sedemikian berkembang, maka khasanah
ajaran nilai filsafat kuantitati-kualitatif terus meningkat; terbukti
dengan berbagai aliran (sistem) filsafat yang memberikan identitas
berbagai sistem budaya, sistem kenegaraan dan peradaban bangsa-bangsa
modern.
Nilai-nilai filsafat, termasuk filsafat Pancasila ditegakkan
(dan dibudayakan) dalam peradaban manusia modern ---khususnya bangsa
Indonesia, --- terutama :
Aktualisasi Integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45;
Aktualisasi nilai kebangsaan dan kenegaraan Indonesia Raya, sebagai terlukis dalam skema 3 dan 4;
Secara
ontologis-axiologis bangsa Indonesia belum secara signifikan
melaksanakan visi-misi yang diamanatkan oleh sistem filsafat Pancasila,
sebagaimana terjabar dalam UUD Proklamasi 45 ---terutama dalam era
reformasi 1998 – sekarang
Dalam dinamika peradaban modern, semua
bangsa berkembang dan menegakkan tatanan kehidupan nasionalnya dengan
sistem kenegaraan. Sistem kenegaraan ini dijiwai, dilandasi dan dipandu
oleh sistem filsafat dan atau sistem ideologi; seperti : theokratisme,
sistem liberalisme-kapitalisme, sosialisme, zionisme;
marxisme-komunisme-atheisme, naziisme, fascisme, fundamentalisme …. dan
sistem ideologi Pancasila!
II. INTEGRITAS SISTEM FILSAFAT PANCASILA SEBAGAI SISTEM
IDEOLOGI NASIONAL
Dinamika
politik modern antar negara berjuang merebut supremasi ideologi dalam
makna secara fungsional adalah supremasi sistem kenegaraan
masing-masing. Dinamika (baca : perebutan politik supremasi!) bermuara
sebagai wujud neo-imperialisme! (metamorphose :
kolonialisme-imperialisme!).
Fenomena demikian menjadi tantangan
nasional (baca : tantangan antar ideologi) bangsa-bangsa dan
negara-negara modern. Artinya, sistem kenegaraan Pancasila secara
niscaya (a priori) terus bersaing demi eksistensi (kemerdekaan dan
kedaulatan) bangsa, negara dan budaya (jatidiri nasional!).
A. Sistem Filsafat Pancasila Sebagai Sistem Ideologi Nasional
Nilai
Filsafat Pancasila berkembang dalam budaya dan peradaban Indonesia ---
terutama sebagai jiwa dan asas kerokhanian bangsa dalam perjuangan
kemerdekaan dari kolonialisme-imperialisme 1596-1945 ---. Nilai filsafat
Pancasila baik sebagai pandangan hidup (filsafat hidup, Weltanschauung)
bangsa, sekaligus sebagai jiwa bangsa (Volksgeist, jatidiri nasional)
memberikan identitas dan integritas serta martabat (kepribadian) bangsa
dalam budaya dan peradaban dunia modern; sekaligus sumber motivasi dan
spirit perjuangan bangsa Indonesia!.
Nilai filsafat Pancasila
secara filosofis-ideologis dan konstitusional berkembang dalam sistem
kenegaraan Indonesia ; yang dapat dinamakan : sebagai Sistem Kenegaraan
Pancasila yang terjabar dalam UUD Proklamasi 45. Jadi, tegaknya bangsa
dan NKRI sebagai bangsa merdeka, berdaulat, bersatu dan bermartabat amat
ditentukan oleh tegaknya integritas sistem kenegaraan Pancasila dan UUD
Proklamasi 45 !
Berdasarkan analisis normatif filosofis-ideologis
dan konstitusional, semua komponen bangsa wajib setia dan bangga
(imperatif : mengikat, memaksa) kepada sistem kenegaraan Pancasila
sebagaimana terjabar dalam UUD Proklamasi 45; termasuk kewajiban bela
negara! .
Sebagai bangsa dan negara modern, kita mewarisi nilai-nilai
fundamental filosofis-ideologis sebagai pandangan hidup bangsa
(filsafat hidup, Weltanschauung) yang telah menjiwai dan sebagai
identitas bangsa (jatidiri nasional, Volksgeist) Indonesia. Nilai-nilai
fundamental warisan sosio-budaya Indonesia ditegakkan dan dikembangkan
dalam sistem kenegaraan Pancasila, sebagai pembudayaan dan pewarisan
bagi generasi penerus.
Kehidupan nasional sebagai bangsa merdeka dan
berdaulat ---sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 berwujud NKRI berdasarkan
Pancasila-UUD 45. Sistem NKRI ditegakan oleh kelembagaan negara
(suprastruktur) bersama semua komponen bangsa (=infrastruktur) dan
warganegara (subyek SDM pemilik, penegak dan pewaris) berkewajiban
menegakkan asas normatif filosofis-ideologis secara konstitusional,
yakni UUD Proklamasi 1945 seutuhnya sebagai wujud kesetiaan dan
kebanggaan nasional.
Nilai-nilai fundamental dimaksud terutama
filsafat hidup (Weltanschauung) bangsa (i.c. filsafat Pancasila) yang
oleh pendiri negara (PPKI) dengan jiwa hikmat kebijaksanaan dan
kenegarawanan, musyawarah mufakat menetapkan dan mengesahkan sebagai
dasar negara Indonesia merdeka (dalam UUD Proklamasi 45 seutuhnya).
Berdasarkan legalitas dan otoritas PPKI sebagai pendiri negara, maka
UUD Proklamasi sesungguhnya mengikat (imperatif) seluruh komponen
bangsa, bahkan seluruh generasi bangsa untuk setia menegakkan dan
membudayakannya. Asas demikian diakui dan berlaku secara universal
sebagai aktualisasi nilai sosio-budaya dan martabat nasional dapat
dilukiskan dengan ringkas dalam uraian berikut.
B. Identitas dan Integritas Sistem Filsafat dan Sistem Ideologi Nasional
Totalitas
sistem filsafat dan sistem ideologi nasional memberikan integritas dan
martabat nasional; selanjutnya ditegakkan dalam integritas sistem
kenegaraan --- yang dinamakan dengan predikat berdasarkan sistem
filsafat dan atau sistem ideologi yang menjiwai dan melandasi sistem
kenegaraan dimaksud.
Secara filosofis-ideologis dan konstitusional
sistem kenegaraan inilah yang ditegakkan dalam wujud kemerdekaan dan
kedaulatan serta kepribadian (martabat) nasional bangsa-bangsa modern.
Secara ontologis dan axiologis, sistem filsafat dan atau sistem ideologi
ini menjadi asas dan landasan budaya dan moral nasional--- yang
kompetitif antar bangsa dalam rangka merebut supremasi ideologi! ---.
Bangsa
Indonesia sepanjang sejarahnya dijiwai nilai-nilai budaya dan moral
Pancasila, yang dikutip di muka merupakan sari dan puncak nilai sosio
budaya Indonesia. Nilai mendasar ini ialah filsafat hidup
(Weltanschauung, Volkgeist) Indonesia Raya.
Berdasarkan kepercayaan
dan cita-cita bangsa Indonesia, maka diakui nilai filsafat Pancasila
mengandung multi - fungsi dalam kehidupan bangsa, negara dan budaya
Indonesia Raya (Asas-asas Wawasan Nusantara).
Kedudukan dan fungsi nilai dasar Pancasila, dapat dilukiskan sebagai berikut:
Nilai Dasar
Filsafat Pancasila
7. Sistem Nasional (cermati skema 4)
6. Sistem Filsafat Pancasila, filsafat dan budaya Indonesia: asas budaya dan moral politik NKRI.
5. Ideologi Negara, ideologi nasional.
4.
Dasar Negara (Proklamasi, Pembukaan UUD 45): asas kerokhanian bangsa,
jiwa UUD 45; Grundnorm, basic norm, sumber dari segala sumber hukum.
3. Jiwa dan kepribadian bangsa; jatidiri nasional (Volkgeist) Indonesia.
2. Pandangan hidup bangsa (Weltanschauung).
1. Warisan sosio-budaya bangsa sebagai bagian Filsafat Timur
Skema 2 (MNS, 1980)
Sesungguhnya
nilai dasar filsafat Pancasila demikian, telah terjabar secara
filosofis-ideologis dan konstitusional di dalam UUD Proklamasi
(pra-amandemen) dan teruji dalam dinamika perjuangan bangsa dan sosial
politik 1945 – 1998 (1945 – 1949; 1949 – 1950; 1950 – 1959 dan 1959 –
1998). Reformasi 1998 sampai sekarang, mulai amandemen I – IV: 1999 –
2002 cukup mengandung distorsi dan kontroversial secara fundamental
(filosofis-ideologis dan konstitusional) sehingga praktek kepemimpinan
dan pengelolaan nasional cukup memprihatinkan.
Bangsa-bangsa modern
menyaksikan bagaimana supremasi ideologi neo-liberalisme yang bermuara
neo-imperialisme--- lebih-lebih pasca perang dingin, dengan runtuhnya
Uni Soviet 1990 ---. Atas nama globalisasi-liberalisasi dan
postmodernisme negara-negara adidaya sekutu USA dan UE sebagai
representasi neo-liberalisme terus memacu supremasi ideologi dalam
sosial politik dan ekonomi global!.
(Perhatikan dan cermati Bagian IV makalah ini!)
III. INTEGRITAS SISTEM KENEGARAAN PANCASILA DAN UUD
PROKLAMASI ’45
Sebagai aktualisasi sistem filsafat Pancasila dan atau sistem
ideologi (nasional) Pancasila secara ontologis dan axiologis
dikembangkan dan ditegakkan sebagai integritas Sistem Kenegaraan
Pancasila-UUD Proklamasi 45 dengan asas-asas fundamental berikut :
A. Sistem Filsafat Pancasila Sebagai Asas Kerokhanian Bangsa dan Negara
Filsafat
Pancasila memberikan kedudukan yang tinggi dan mulia atas martabat
manusia, sebagai pancaran asas moral (sila I dan II); karenanya ajaran
HAM berdasarkan filsafat Pancasila yang bersumber asas normatif
theisme-religious, secara fundamental sbb:
1. Bahwa HAM adalah
karunia dan anugerah Maha Pencipta (sila I dan II: hidup, kemerdekaan
dan hak milik/rezki); sekaligus amanat untuk dinikmati dan disyukuri
oleh umat manusia.
2. Bahwa menegakkan HAM senantiasa berdasarkan
asas keseimbangan dengan kewajiban asasi manusia (KAM). Artinya, HAM
akan tegak hanya berkat (umat) manusia menunaikan KAM sebagai amanat
Maha Pencipta.
3. Kewajiban asasi manusia (KAM) berdasarkan filsafat Pancasila, ialah:
a. Manusia wajib mengakui sumber (HAM: life, liberty, property) adalah Tuhan Maha Pencipta (sila I).
b. Manusia wajib mengakui dan menerima kedaulatan Maha Pencipta atas semesta, termasuk atas nasib dan takdir manusia; dan
c.
Manusia wajib berterima kasih dan berkhidmat kepada Maha Pencipta
(Tuhan Yang Maha Esa), atas anugerah dan amanat yang dipercayakan kepada
(kepribadian). Manusia terikat dengan hukum alam dan hukum moral !.
Tegaknya
ajaran HAM ditentukan oleh tegaknya asas keseimbangan HAM dan KAM;
sekaligus sebagai derajat (kualitas) moral dan martabat manusia.
Sebagai
manusia percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, kita juga bersyukur atas
potensi jasmani-rokhani, dan martabat unggul, agung dan mulia manusia
berkat anugerah kerokhaniannya ---sebagai terpancar dari
akal-budinuraninya--- sebagai subyek budaya (termasuk subyek hukum) dan
subyek moral. (M. Noor Syam 2007: 147-160)
Berdasarkan ajaran suatu
sistem filsafat, maka wawasan manusia (termasuk wawasan nasional) atas
martabat manusia, menetapkan bagaimana sistem kenegaraan ditegakkan;
sebagaimana bangsa Indonesia menetapkan NKRI sebagai negara
berkedaulatan rakyat (sistem demokrasi) dan negara hukum (Rechtsstaat).
Asas-asas fundamental ini memancarkan identitas, integritas dan
keunggulan sistem kenegaraan RI (berdasarkan) Pancasila – UUD 4, sebagai
sistem kenegaraan Pancasila.
Ajaran luhur filsafat Pancasila
memancarkan identitas theisme-religious sebagai keunggulan sistem
filsafat Pancasila dan filsafat Timur umumnya --- karena sesuai dengan
potensi martabat dan integritas kepribadian manusia---.
Jadi,
bagaimana sistem kenegaraan bangsa itu, ialah jabaran dan praktek dari
ajaran sistem filsafat dan atau sistem ideologi nasionalnya
masing-masing. Berdasarkan asas demikian, kami dengan mantap menyatakan
NKRI sebagai sistem kenegaraan Pancasila, dan terjabar (pedoman
penyelenggaraanya) dalam UUD Proklamasi 45 --- yang orisinal, bukan
menyimpang sebagai “ terjemahan “ era reformasi yang menjadi UUD 2002
--- yang kita rasakan amat sarat kontroversial, bahkan menjadi budaya
neo-liberalisme !
Secara filosofis-ideologis dan konstitusional
inilah amanat nasional dalam visi-misi Pendidikan dan Pembudayaan
Filsafat Pancasila dan Ideologi Nasional! Visi-misi mendasar dan luhur
ini menjamin integritas SDM dalam Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD 45
B. Dasar Negara Pancasila Sebagai Asas Kerokhanian Bangsa dan Sistem Ideologi Nasional dalam Integritas UUD Proklamasi 45
Secara
ontologis-axiologis (filsafat Pancasila) terjabar dalam UUD Proklamasi
45 bersifat imperatif (filosofis-ideologis dan konstitusional) ontologi
bangsa dan NKRI adalah integral (manunggal) dan bersifat t e t a p
(integritas, jatidiri / Volksgeist) atau kepribadian dan martabat
nasional.
Tegaknya suatu bangsa dan negara ialah kemerdekaan dan
kedaulatan sebagai wujud kemandirian, integritas dan martabat nasional.
Bagi bangsa Indonesia dapat dinyatakan sebagai: Integritas Sistem
Kenegaraan Pancasila – UUD Proklamasi.
Dalam analisis kajian
normatif-filosofis-ideologis dan konstitusional atas UUD Proklamasi 45
dalam hukum ketatanegaraan RI, dapat diuraikan asas dan landasan
filosofi-ideologis dan konstitusional berikut :
1. Baik menurut
teori umum hukum ketatanegaraan dari Nawiasky, maupun Hans Kelsen dan
Notonagoro diakui kedudukan dan fungsi kaidah negara yang fundamental
yang bersifat tetap; sekaligus sebagai norma tertinggi, sumber dari
segala sumber hukum dalam negara. Karenanya, kaidah ini tidak dapat
diubah, oleh siapapun dan lembaga apapun, karena kaidah ini ditetapkan
hanya sekali oleh pendiri negara (Nawiasky1948: 31 – 52; Kelsen 1973:
127 – 135; 155 – 162; Notonagoro 1984: 57 – 70; 175 – 230; Soejadi 1999:
59 – 81). Sebagai kaidah negara yang fundamental, sekaligus sebagai
asas kerokhanian negara dan jiwa konstitusi, nilai-nilai dumaksud
bersifat imperatif (mengikat, memaksa). Artinya, semua warga negara,
organisasi infrastruktur dan suprastruktur dalam negara imperatif untuk
melaksanakan dan membudayakannya.
Sebaliknya, tiada seorangpun warga
negara, maupun organisasi di dalam negara yang dapat menyimpang dan atau
melanggar asas normatif ini; apalagi merubahnya.
2. Dengan
mengakui kedudukan dan fungsi kaidah negara yang fundamental, dan bagi
negara Proklamasi 17 Agustus 1945 (baca: NKRI) ialah berwujud: Pembukaan
UUD Proklamasi 45. Maknanya, PPKI sebagai pendiri negara mengakui dan
mengamanatkan bahwa atas nama bangsa Indonesia kita menegakkan sistem
kenegaraan Pancasila – UUD 45. Asas demikian terpancar dalam nilai-niai
fundamental yang terkandung di dalam Pembukaan UUD 45 sebagai kaidah
filosofis-ideologis Pancasila seutuhnya. Karenanya dengan jalan apapun,
oleh lembaga apapun tidak dapat diubah. Karena Pembukaan ditetapkan
hanya 1x oleh pendiri negara (the founding fathers, PPKI) yang memiliki
legalitas dan otoritas pertama dan tertinggi (sebagai penyusun yang
mengesahkan UUD negara dan lembaga-lembaga negara). Artinya, mengubah
Pembukaan dan atau dasar negara berarti mengubah negara; berarti pula
mengubah atau membubarkan negara Proklamasi (membentuk negara baru;
mengkhianati negara Proklamasi 17 Agustus 1945). Siapapun dan organisasi
apapun yang tidak mengamalkan dasar negara Pancasila ---beserta
jabarannya di dalam UUD negara---; bermakna tidak loyal dan tidak
membela dasar negara Pancasila; maka sikap dan tindakan demikian dapat
dianggap sebagai makar (tidak menerima ideologi negara dan UUD negara).
Jadi, mereka dapat dianggap melakukan separatisme ideologi dan atau
mengkhianati negara.
3. Penghayatan kita diperjelas oleh amanat
pendiri negara (PPKI) di dalam Penjelasan UUD 45; terutama melalui
uraian: keempat pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 45 (sebagai asas
kerokhanian negara (geistlichen Hinterground dan Weltanschauung ) bangsa
terutama:
4. Pokok pikiran yang keempat yang terkandung dalam
"pembukaan" ialah negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut
dasar kemnusiaan yang adil dan beradab.
Oleh karena itu,
Undang-Undang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan
lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan
yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
III. Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan dalam pasal-pasalnya.
Pokok-pokok
pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar
Negara Indonesia. Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan cita-cita hukum
(Rechtsidee) yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum yang tertulis
(Undang-Undang Dasar) maupun hukum yang tidak tertulis.
Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran ini dalam pasal-pasalnya."
Jadi,
kedudukan Pembukaan UUD 45 berfungsi sebagai perwujudan dasar negara
Pancasila; karenanya memiliki integritas filosofis-ideologis dan
legalitas supremasi otoritas secara konstitusional (terjabar dalam
Batang Tubuh dan Penjelasan UUD 45).
Sistem kenegaraan RI secara
formal adalah kelembagaan nasional yang bertujuan menegakkan asas
normatif filosofis-ideologis (in casu dasar negara Pancasila) sebagai
kaidah fundamental dan asas kerokhanian negara di dalam kelembagaan
negara bangsa (nation state) dengan membudayakannya.
Secara
filosofis-ideologis ajaran Filsafat Pancasila menjadi sumber dan
landasan Metatheory dan Megatheory (Grandtheory) dari Sistem Kenegaraan
Pancasila-UUD Proklamasi 45 yang memancarkan integritas dan keunggulan
sebagai diuraikan dalam Bagian IV !.
Nilai-nilai ontologis-axiologis
Pancasila terjabar dan diaktualisasi melalui Sistem Kenegaraan
Pancasila-UUD Proklamasi 45 dan sebagai Sistem Ideologi Nasional
Indonesia Raya masa depan!
Asas-asas fundamental
filosofis-ideologis dan konstitusional diatas, adalah jabaran dan
aktualisasi asas filsafat Pancasila (ontologis-axiologis), terutama :
Asas
filsafat Pancasila sebagai sistem ideologi secara ontologis-axiologis
tegak dalam aktualisasi Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45
Menjamin
ranah (in casu : HAM) privat dan publik berdasarkan asas keseimbangan
HAM dan KAM sebagai diamanatkan bagian III A diatas. Tegasnya,
individualitas dan komunitas berkembang dalam asas keseimbangan dalam
wujud asas kekeluargaan sebagai asas integralisme fungsional!
Menjiwai
dan melandasi asas moral dan budaya politik nasional : politisi,
kepemimpinan nasional, bahkan warganegara dalam pergaulan nasional dan
internasional senantiasa menegakkan integritas moral dan martabat
nasional!
Asas HAM, hak kemerdekaan (kebebasan) tetap dijamin selama
warganegara, golongan / parpol tetap setia (loyal, bangga) kepada dasar
negara (ideologi negara) Pancasila dan UUD Proklamasi 45.
Secara
filosofis-ideologis dan UUD Pasal 29 bangsa dan NKRI menganggap ideologi
marxisme-komunisme-atheisme bertentangan dengan ideologi Pancasila yang
beridentitas theisme-religious; karenanya dikategorikan sebagai :
separatisme ideologi, makar !
Sebaliknya, siapapun atas nama
kebebasan (=liberalisme) dan demokrasi (=kedaulatan rakyat)
mengembangkan / memperjuangkan nilai ideologi selain ideologi negara
Pancasila (non-Pancasila), dikategorikan sebagai melakukan tindakan :
separatisme ideologi, makar dan atau mengkhianati sistem kenegaraan
Pancasila! ---Waspadalah kepada berbagai sistem ideologi yang mengancam
integritas ideologi Pancasila, seperti : ideologi
liberalisme-kapitalisme, sekularisme; dan
marxisme-komunisme-atheisme!---
Amanat menegakkan NKRI dalam
integritas sebagai sistem kenegaraan Pancasila, bermakna bahwa bangsa
Indonesia (rakyat, warganegara RI) berkewajiban membela NKRI dalam
integritasnya sebagai sistem kenegaraan Pancasila ---antar sistem
kenegaraan: kapitalisme – liberalisme, dan marxisme – komunisme –
atheisme --- yang dapat mengancam integritas bangsa dan NKRI. Jadi,
bangsa Indonesia senantiasa waspada dan siap bela negara atas tantangan
dan ancaman bangsa dan negara yang mengancam integritas ideologi
Pancasila: baik neoimperialisme Amerika maupun ideologi marxisme –
komunisme – atheisme dari manapun datangnya; termasuk kebangkitan PKI,
neo-PKI atau KGB.
IV. KEUNGGULAN NKRI SEBAGAI SISTEM KENEGARAAN (IDEOLOGI)
PANCASILA
Berdasarkan
asas-asas ontologis-axiologis Pancasila (asas jatidiri dan asas
kerokhanian bangsa), sebagai dimaksud Bagian III A-B, maka
aktualisasinya dalam sistem kenegaraan berdasarkan UUD Proklamasi 45
adalah sebagai berikut.
A. Ajaran Sistem Filsafat Pancasila dan Sistem Kenegaraan Pancasila
Sesungguhnya
secara filosofis-ideologis-konstitusional bangsa Indonesia menegakkan
kemerdekaan dan kedaulatan dalam tatanan negara Proklamasi, sebagai NKRI
berdasarkan Pancasila-UUD 45. Asas dan identitas fundamental, bersifat
imperatif; karenanya fungsional sebagai asas
kerokhanian-normatif-filosofis-ideologis dalam UUD 45.
Bahwa
sesungguhnya UUD Negara adalah jabaran dari filsafat negara Pancasila
sebagai ideologi nasional (Weltanschauung); asas kerokhanian negara dan
jatidiri bangsa. Karenanya menjadi asas
normatif-filosofis-ideologis-konstitusional bangsa; menjiwai dan
melandasi cita budaya dan moral politik nasional, terjabar secara
konstitusional:
1. Negara berkedaulatan rakyat (= negara demokrasi: sila IV= sistem demokrasi Pancasila).
2. Negara kesatuan, negara bangsa (nation state, wawasan nasional dan wawasan nusantara: sila III), ditegakkan sebagai NKRI.
3.
Negara berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat): asas supremasi hukum
demi keadilan dan keadilan sosial: oleh semua untuk semua (sila
I-II-IV-V); sebagai sistem negara hukum Pancasila.
4. Negara
berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar Kemanusiaan yang
adil dan beradab (sila I-II) sebagai asas moral kebangsaan kenegaraan
RI; ditegakkan sebagai budaya dan moral manusia warga negara dan politik
kenegaraan RI.
5. Negara berdasarkan asas kekeluargaan (paham
persatuan: negara melindungai seluruh tumpah darah Indonesia, dan
seluruh rakyat Indonesia. Negara mengatasi paham golongan dan paham
perseorangan: sila III-IV-V); ditegakkan dalam sistem ekonomi Pancasila
(M Noor Syam, 2007: 108 - 127).
Sistem kenegaraan RI secara formal
adalah kelembagaan nasional yang bertujuan mewujudkan asas normatif
filosofis-ideologis (in casu dasar negara Pancasila) sebagai kaidah
fundamental dan asas kerokhanian negara di dalam kelembagaan negara
bangsa (nation state).
NKRI adalah negara bangsa (nation
state) sebagai pengamalan sila III yakni nilai Wawasan Nasional yang
ditegakkan dalam NKRI dan Wawasan Nusantara. Jadi, aktualisasi asas
ontologis-axiologis filsafat Pancasila ditegakkan dalam sistem
kenegaraan Pancasila sebagai terjabar dalam UUD Proklamasi 45; diuraikan
secara ringkas sebagai berikut :
Perwujudan dan Sistem NKRI (Berdasarkan) Pancasila - UUD 45*
T A P M P R
P A N C A S I L A
U U D 45
(MNS, 1985: 2005)
skema 3
*) = NKRI sebagai sistem kenegaraan Pancasila
B. Sistem Ideologi Pancasila ditegakkan dalam N-Sistem Nasional
Maknanya,
secara das Sein und das Sollen dasar negara Pancasila (ideologi
nasional) sebagai terlukis dalam skema 2 dan 3, dikembangkan, ditegakkan
dan dibudayakan dalam N-Sistem Nasional sebagai aktualisasi integritas
sistem kenegaraan Pancasila (UUD Proklamasi 45).
Secara skematis, terlukis dalam skema berikut.
N-SISTEM NASIONAL
SOSIO-BUDAYA & FILSAFAT HIDUP
SISTEM EKONOMI
SISTEM POLITIK
SISTEM HUKUM NASIONAL
FILSAFAT HUKUM
FILSAFAT NEGARA
N E G A R A H U K U M
NUSANTARA (ALH-SDA) & BANGSA (SDM) INDONESIA
skema 4 MNS, 1988)
*) = N = sejumlah sistem nasional, terutama:
1. Sistem filsafat Pancasila
2. Sistem ideologi Pancasila
3. Sistem Pendidikan Nasional (berdasarkan) Pancasila
4. Sistem hukum (berdasarkan) Pancasila
5. Sistem ekonomi Pancasila
6. Sistem politik Pancasila (= demokrasi Pancasila)
7. Sistem budaya Pancasila
8. Sistem Hankamnas, Hankamrata
Skema ini melukiskan bagaimana sistem filsafat Pancasila
dijabarkan secara normatif-konstitusional dan fungsional sebagai
terlukis dalam struktur (nilai) kenegaraan yang dimaksud
komponen-komponen dalam skema 3-4 dimaksud !.
C. Integritas Filsafat Pancasila dalam Keunggulan Sistem Kenegaraan Pancasila
Sebagai pelaksanaan asas kerokhanian bangsa dan negara
sesungguhnya NKRI berdasarkan Pancasila UUD Proklamasi 45 memancarkan
keunggulan sistem kenegaraan Indonesia.
Secara konstitusional NKRI
ditegakkan (dan dibudayakan) sebagai sistem kenegaraan dalam integritas
dan identitas fundamental dan asas kenegaraan, berikut:
Bahwa
sesungguhnya UUD Negara adalah jabaran dari filsafat negara Pancasila
sebagai ideologi nasional (Weltanschauung); asas kerokhanian negara dan
jatidiri bangsa. Karenanya menjadi asas
normatif-filosofis-ideologis-konstitusional bangsa; menjiwai dan
melandasi cita budaya dan moral politik nasional, sebagai terjabar dalam
asas normatif-filosofis-ideologis-konstitusional dengan membudayakan
N-Sistem Nasional dimaksud.
Asas-asas fundamental ini ditegakkan
secara normatif-fungsional dalam N-sistem nasional (sejumlah sistem
nasional): prioritas 1 – 8 sistem nasional ! Sebaliknya, dalam era
reformasi nilai dasar negara Pancasila dan UUD Proklamasi 45 mengalami
distorsi; sehingga dalam praktek kita menyaksikan berkembangnya budaya
neo-liberal (demokrasi-liberal; dan ekonomi-liberal ; bahkan mengalami
degradasi wawasan nasional!
Sesungguhnya pendidikan nasional ---in
casu pendidikan nilai dasar Pancasila adalah asas dan inti nation and
character building--- sinergis dengan System bildung (pembangunan dan
pengembangan sistem, yakni sistem nasional); terutama: sistem nasional
dalam politik dengan asas kedaulatan rakyat atau demokrasi (= demokrasi
berdasarkan Pancasila); sistem nasional dalam ekonomi ( = sistem ekonomi
Pancasila); dan sistem nasional dalam hukum (= sistem hukum
Pancasila)….. dan sebagainya.
V. INTEGRITAS SISTEM KENEGARAAN PANCASILA DALAM TANTANGAN GLOBALISASI-LIBERALISASI DAN POSTMODERNISME
Dinamika
Globalisasi-Liberalisasi dan Postmodernisme sesungguhnya adalah
gelombang negara adidaya untuk merebut supremasi ideologi
liberalisme-kapitalisme; sebagai otoritas neo-imperialisme dunia.
Dinamika ini juga sinergis dengan gelombang Postmodernisme yang laksana
badai menggoda dan melanda bangsa dan negara modern, terutama bangsa
negara berkembang. Fenomena dimaksud nampak dalam karsa elite untuk
mempelopori reformasi--- karena merasa warisan nilai lama perlu di
reformasi --- , meskipun ternyata menjadi bencana yang dapat meruntuhkan
integritas nasional dan integritas negara !.
Kita menyaksikan
bagaimana reformasi glasnost dan perestroika yang dicanangkan Michael
Gorbachev di Unie Soviet kemudian r u n t u h menjadi negara tidak
berdaya dan “ m u r t a d “ dari ideologi marxisme-komunisme-atheisme
!.
Catatan: Runtuhnya negara adidaya Unie Soviet menjadi negara tidak
berdaya, namun rakyatnya bersyukur dapat kembali memuja Tuhan (Agama,
Theisme) sehingga negara Rusia sekarang amat sangat meningkat kemakmuran
dan kejayaannya.
A. Tantangan Nasional : Globalisasi-Liberalisasi dan Postmodernisme
Menyelamatkan
bangsa dan NKRI dari tantangan demikian (baca: keruntuhan sebagaimana
yang dialami Unie Soviet), maka bangsa Indonesia wajib meningkatkan
kewaspadaan nasional dan ketahanan mental-ideologi Pancasila. Visi-misi
demikian terutama meningkatkan wawasan nasional dan kepercayaan nasional
(kepercayaan diri) agar SDM warganegara kita mampu mewaspadai
tantangan: globalisasi-liberalisasi dan postmodernisme dan neo-PKI/KGB!
Kemampuan
menghadapi tantangan yang amat mendasar dan akan melanda kehidupan
nasional ---sosial-ekonomi dan politik, bahkan mental dan moral
bangsa---maka benteng terakhir yang diharapkan mampu bertahan ialah
keyakinan nasional atas kebenaran dan kebaikan (baca: keunggulan) dasar
negara Pancasila baik sebagai jatidiri bangsa dan filsafat hidup bangsa
(Volksgeist, Weltanschauung), sekaligus sebagai dasar negara (ideologi
negara, ideologi nasional). Hanya dengan keyakinan nasional ini manusia
Indonesia tegak-tegar dengan keyakinannya yang benar dan terpercaya:
bahwa sistem filsafat Pancasila sebagai bagian dari filsafat Timur
memancarkan identitas dan integritas martabatnya sebagai sistem filsafat
theisme-religious. Sebagai jiwa UUD negara yang menjiwai dan melandasi
budaya dan moral politik Indonesia dalam integritas sistem kenegaraan
Pancasila-UUD Proklamasi 45.
Bandingkan dengan ajaran filsafat
kapitalisme-liberalisme yang beridentitas
individualisme-materialisme-sekularisme-pragmatisme (neo-imperialisme)
akan hampa spiritual religius sebagaimana juga identitas ideologi
marxisme-komunisme-atheisme! Kapitalisme-liberalisme memuja kebebasan
dan HAM demi kapitalisme (baca: materi, kekayaan sumber daya alam yang
dikuasai neoimperialisme): dalam praktek politik dan ekonomi liberal,
yang menjajah Irak awal abad XXI ---negara adidaya yang bergaya pembela
HAM di panggung dunia!--- ternyata HAM yang HAMPA!. Mengapa
bangsa-bangsa beradab, bahkan PBB sebagai organisasi dunia yang beradab
tetap bungkam ?!
Tantangan globalisasi-liberalisasi dan
postmodernisme dapat berwujud adanya degradasi wawasan nasional dan
wawasan ideologi nasional. Demikian pula adanya degradasi mental
ideologi, seperti budaya demokrasi liberal dan HAM
individualisme-egoisme--- bukan kesatuan dan kerukunan sebagai asas
moral filsaafat dan ideologi bangsanya---. Perhatikan beberapa fenomena
sosial politik dan ekonomi (neo-liberal) dalam era reformasi sebagai
praktek budaya: kapitalisme-liberalisme dan neo-liberalisme dalam hampir
semua bidang kehidupan Indonesia, bermuara sebagai neoimperialisme!
Sinergis dengan kondisi global maka dalam NKRI juga tantangan
kebangkitan neo-PKI / KGB;
1. Watak setiap ajaran
filsafat dan ideologi dengan asas dogmatisme senantiasa merebut
supremasi dan dominasi atas berbagai ajaran filsafat dan ideologi yang
dipandangnya sebagai saingan. Ideologi kapitalisme-liberalisme yang
dianut negara-negara Barat sebenarnya telah merajai kehidupan berbagai
bangsa dan negara: politik kolonialisme-imperialisme. Karena itulah,
ketika perang dunia II berakhir 1945, meskipun mereka meraih kemenangan
atas German dan Jepang, namun mereka kehilangan banyak negara jajahan
memproklamasikan kemerdekaan, termasuk Indonesia. Sejak itulah penganut
ideologi kapitalisme-liberalisme menetapkan strategi politik
neo-imperialisme untuk melestarikan penguasaan ekonomi dan sumber daya
alam di negara-negara yang telah mereka tinggalkan (disusun strategi
rekayasa global, 1947).
2. Melalui berbagai
organisasi dunia, mulai PBB, World Bank dan IMF sampai APEC dipelopori
Amerika Serikat mereka tetap sebagai kesatuan Sekutu dan Unie Eropa
dalam perjuangan merebut supremasi politik dan ekonomi dunia
(neo-imperialisme). Lebih-lebih dengan berakhirnya perang dingin
(1950-1990) mereka makin menunjukkan supremasi politik neoimperialisme!
3. Hampir semua negara berkembang yang kondisi
ipteks, industri dan ekonomi amat tergantung kepada negara maju (G-8)
maka melalui bantuan modal pembangunan baik bilateral maupun
multilateral, seperti melalui IMF dan World Bank, termasuk IGGI kemudian
CGI semuanya mengandung strategi politik ekonomi negara Sekutu (USA dan
UE).
4. Melalui kesepakatan APEC, mereka
mempropagandakan doktrin ekonomi liberal, atas nama ekonomi pasar
---tidak boleh ada proteksi demi peningkatan kemampuan dan
kemandirian---. Sementara potensi ekonomi berbagai negara berkembang
tanpa proteksi, tanpa daya saing yang memadai...... semuanya dilumpuhkan
dan ditaklukkan. Tercapailah politik supremasi ekonomi
kapitalisme-liberalisme, sebagai neo-imperialisme.
5.
Sesungguhnya sejak dimulai perang dingin (sekitar 1950 – 1985) Sekutu
telah menampilkan watak untuk merebut dominasi dan supremasi politik
internasional. Kondisi perang dingin yang amat panjang meskipun menguras
dana dan biaya perang (angkatan perang dan persenjataan), namun juga
dijadikan media propaganda bahwa otoritas supremasi politik dan ideologi
dunia tetap dimiliki Blok Barat. Supremasi politik dan ideologi ini
juga didukung oleh supremasi ipteks .......sehingga banyak intelektual
negara berkembang (baca: negara GNB) yang belajar ipteks ke
negara-negara blok Barat. Sebagian intelektual kita itu telah tergoda
dan terlanda wawasan politiknya, sehingga sebagai elite reformasi
mempraktekkan demokrasi liberal, ekonomi liberal, bahkan juga budaya
negara federal!
Ternyata kemudian, mereka telah dididik juga
sebagai kader pengembang ideologi dan politik ekonomi
kapitalisme-liberalisme ---termasuk dalam NKRI---. Kepemimpina mereka
belum membuktikan keunggulannya dalam mengatasi multi –krisis nasional
yang makin menghimpit rakyat warga bangsa tercinta. Kondisi buruk ini
dapat menjadi lahan subur bangkinya neo-PKI/KGB yang berpropaganda
menjadi ”penyelamat ” kaum miskin dan buruh tani dalam NKRI!
Inilah fenomena dan bukti sebagian elite dalam NKRI tergoda dan terlanda ideologi neo-liberalisme dan neo-komunisme!
Perhatikan dan hayati skema 5 berikut !
INTEGRITAS NASIONAL DAN NKRI SEBAGAI SISTEM KENEGARAAN PANCASILA
T A P M P R
NEO-IMPERIALISME
NEO-LIBERALISME
SEKULARISME-PRAGMATISME
DEMOKRASI LIBERAL,
INDIVIDUALISME – AN. HAM KAPITALISME
NEO-KOMUNISME, NEO-PKI, KGB KEDAULATAN NEGARA (= ETATISME), KOLEKTIVISME – INTERNASIONALISME MARXISME – KOMUNISME – ATHEISME,
DIALEKTIKA–HISTORIS–MATERIALISME
P A N C A S I L A
U U D 45
ERA – REFORMASI
POSTMODERNISME
GLOBALISASI – LIBERALISASI
7. UU No. 27 TAHUN 1999 TENTANG KEAMANAN NEGARA (YANG DIREVISI): TERUTAMA PASAL 107a – 107f. SEBAGAI
6. TAP MPRS No. XXV/MPRS/1966 jo. Tap MPR RI No. I/MPR/2003, Pasal 2 dan 4
5. UUD Proklamasi 45 SEUTUHNYA ……. (PEMBUKAAN, PASAL 29 DAN PENJELASAN )
4. NKRI SEBAGAI SISTEM KENEGARAAN PANCASILA
3. DASAR NEGARA (IDEOLOGI NEGARA, IDEOLOGI NASIONAL) PANCASILA
2. FILSAFAT HIDUP (WELTANSCHAUUNG), JATIDIRI INDONESIA : PANCASILA
1. SOSIO – BUDAYA NUSANTARA INDONESIA
*)
= UUD 45 Amandemen, dengan kelembagaan negara (tinggi) : =
Presiden, MPR, DPR, DPD; MK, MA dan BPK (+ KY) (MNS, 2007)
skema: 5
Tantangan Nasional dalam Era Reformasi
Pemerintahan
dan kelembagaan negara era reformasi, bersama berbagai komponen bangsa
berkewajiban meningkatkan kewaspadaan nasional yang dapat mengancam
integritas nasional dan NKRI.
Tantangan nasional yang mendasar dan mendesak untuk dihadapi dan dipikirkan alternatif pemecahannya, terutama:
1.
Amandemen UUD 45 yang sarat kontroversial; baik
filosofis-ideologis bukan sebagai jabaran dasar negara Pancasila, juga
secara konstitusional amandemen cukup memprihatinkan karena berbagai
konflik kelembagaan. Berdasarkan analisis demikian berbagai
kebijaksanaan negara dan strategi nasional, dan sudah tentu program
nasional mengalami distorsi nilai ---dari ajaran filsafat Pancasila,
menjadi praktek budaya kapitalisme-liberalisme dan neo-liberalisme---.
Terutama demokrasi liberal dan ekonomi liberal……..bermuara sebagai
supremasi neo-imperialisme!
2. Elite reformasi dan
kepemimpinan nasional hanya mempraktekkan budaya demokrasi liberal atas
nama HAM; yang aktual dalam tatanan dan fungsi pemerintahan negara
(suprastruktur dan infrastruktur sosial politik) hanyalah: praktek
budaya oligarchy, plutocracy.......bahkan sebagian rakyat mempraktekkan
budaya anarchy (anarkhisme)!
3. Rakyat Indonesia
mengalami degradasi wawasan nasional ---bahkan juga degradasi
kepercayaan atas keunggulan dasar negara Pancasila, sebagai sistem
ideologi nasional---. Karenanya, elite reformasi mulai pusat sampai
daerah mempraktekkan budaya kapitalisme-liberalisme dan neo-liberalisme.
Jadi, rakyat dan bangsa Indonesia mengalami erosi jatidiri nasional!
4.
NKRI sebagai negara hukum, dalam praktek justru
menjadi negara yang tidak menegakkan kebenaran dan keadilan berdasarkan
Pancasila – UUD 45. Praktek dan “budaya” korupsi makin menggunung, mulai
tingkat pusat sampai di berbagai daerah: Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Kekayaan negara dan kekayaan PAD bukan dimanfaatkan demi kesejahteraan
dan keadilan bagi rakyat, melainkan dinikmati oleh elite reformasi.
Demikian pula NKRI sebagai negara hukum, keadilan dan supremasi hukum;
termasuk HAM belum dapat ditegakkan.
5. Tokoh-tokoh
nasional, baik dari infrastruktur (orsospol), maupun dalam suprastruktur
(lembaga legislatif dan eksekutif) hanya berkompetisi untuk merebut
jabatan dan kepemimpinan yang menjanjikan (melalui pemilu dan pilkada).
Berbagai rekayasa sosial politik diciptakan, mulai pemekaran daerah
sampai usul amandemen UUD 45 (tahap V) sekedar untuk mendapatkan
legalitas dan otoritas kepemimpinan demi kekuasaan. Sementara kondisi
nasional rakyat Indonesia, dengan angka kemiskinan dan pengangguran yang
tetap menggunung belum ada konsepsi alternatif strategis pemecahannya.
Kondisi demikian dapat melahirkan konflik horisontal dan vertikal,
bahkan anarchisme sebagai fenomena sosio-ekonomi-psikologis rakyat dalam
wujud stress massal dan anarchisme!
6. Pemujaan
demokrasi liberal atas nama kebebasan dan HAM telah mendorong bangkitnya
primordialisme kesukuan dan kedaerahan. Mulai praktek otoda dengan
budaya negara federal sampai semangat separatisme. Fenomena ini
membuktikan degradasi nasional telah makin parah dan mengancam
integritas mental ideologi Pancasila, integritas nasional dan integritas
NKRI, dan integritas moral (komponen pimpinan, manusia, bangsa!)
7.
Momentum pemujaan kebebasan (neo-liberalisme) atas
nama demokrasi dan HAM, dimanfaatkan partai terlarang PKI untuk bangkit.
Mulai gerakan “pelurusan sejarah” ---terutama G.30S/PKI--- sampai
bangkitnya neo-PKI sebagai KGB melalui PRD dan Papernas. Mereka semua
melangkahi (baca: melecehkan Pancasila – UUD 45) dan rambu-rambu (=
asas-asas konstitusional) yang telah berlaku sejak 1966, terutama:
a. Bahwa filsafat dan ideologi Pancasila memancarkan
integritas sebagai sistem filsafat dan ideologi theisme-religious.
Artinya, warga negara RI senantiasa menegakkan moral dan budaya politik
yang adil dan beradab yang dijiwai moral Pancasila berhadapan dengan
separatisme ideologi: marxisme-komunisme-atheisme yang diperjuangkan
neoPKI / KGB dan antek-anteknya.
b. UUD Proklamasi seutuhnya
memancarkan nilai filsafat Pancasila: mulai Pembukaan, Batang Tubuh
(hayati: Pasal 29) dan Penjelasan UUD 45.
c. Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966 dan dikukuhkan Tap MPR RI No. I/MPR/2003 Pasal 2 dan Pasal 4.
d. Tap MPR RI No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa; dan
e. Undang Undang No. 27 tahun 1999 tentang Keamanan Negara ( yang direvisi, terutama Pasal 107a—107f).
Perhatikan dan hayati isi nilai dalam skema 5
Praktek dan Budaya Neo-Liberalisme Menggoda dan Melanda NKRI
Dunia
postmodernisme makin menggoda dan melanda dunia melalui politik
supremasi ideologi. Kita semua senang dan bangga, menikmati kebebasan
dan keterbukaan atas nama demokrasi dan HAM, tanpa menyadari bahwa
nilai-nilai neoliberalisme menggoda dan melanda sehingga terjadi
degradasi wawasan nasional, sampai degradasi mental dan moral sebagian
rakyat bahkan elite dalam era reformasi.
Sebagian elite reformasi
bangga dengan praktek reformasi yang memuja kebebasan (=liberalisme)
atas nama demokrasi (demokrasi liberal) dan HAM (HAM yang dijiwai
individualisme, materialisme, sekularisme) sehingga rakyat Indonesia
masih terhimpit dalam krisis multi dimensional.
Harapan berbagai
pihak dengan alam demokrasi dan keterbukaan, nasib rakyat akan dapat
diperbaiki menjadi lebih sejahtera dan adil sebagaimana amanat Pembukaan
UUD 45 : “ ........ memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa .... “ dapat terlaksana, dalam makna SDM Indonesia
cerdas dan bermoral! Tegasnya, bukan euforia reformasi dengan budaya
demokrasi neo-liberal dalam praktek oligarchy, plutocracy dan
anarchy…….berwujud konflik horisontal…..degradasi wawasan nasional dan
moral (korupsi menggunung) dapat bermuara disintegrasi bangsa dan NKRI.
Sesungguhnya, dalam era reformasi yang memuja kebebasan atas nama
demokrasi dan HAM, ternyata ekonomi rakyat makin terancam oleh kekuasaan
neoimperialisme melalui ekonomi liberal. Analisis ini dapat dihayati
melalui bagaimana politik pendidikan nasional (UU RI No: 9 tahun 2009
tentang BHP sebagai kelanjutan PP No. 61 / 1999) yang membuat rakyat
miskin makin tidak mampu menjangkau.
Bidang sosial ekonomi, silahkan
dicermati dan dihayati Perpres No. 76 dan 77 tahun 2007 tentang PMDN dan
PMA yang tertutup dan terbuka, yang mengancam hak-hak sosial ekonomi
bangsa !
Demokrasi liberal dengan biaya amat mahal beserta social
cost yang cukup memprihatinkan ---konflik horisontal, sampai anarkhisme
yang bermuara disintegrasi bangsa --- adalah tragedi penyimpangan elite
reformasi dalam menegakkan sistem kenegaraan Pancasila! ----lebih-lebih
pasca Amandemen UUD Proklamasi 45, menjadi : UUD 2002 !
C. Kebijaksanaan dan Strategi Nasional : Pendidikan dan Pembudayaan Filsafat Pancasila
dan Ideologi Nasional
Sesungguhnya
sub thema ini adalah aktualisasi pembudayaan ontologis-epistemologis-
axiologis filsafat Pancasila seutuhnya demi integritas SDM Indonesia
Raya dan Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45.
Demi tegaknya
integritas nilai filsafat Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi
nasional ---dan tegaknya integritas Sistem Kenegaraan Pancasila---
negara berkewajiban melaksanakan amanat Pendidikan dan Pembudayaan
Filsafat Pancasila dan Ideologi Nasional.
Demi SDM warganegara NKRI
sebagai generasi penerus, penegak dan bhayangkari negara Pancasila
wajarlah semua rakyat warga bangsa Indonesia Raya menghayati dan
mengamalkan filsafat Pancasila (sebagai filsafat hidup, dasar negara,
ideologi negara!). Visi-Misi demikian makin mendesak sebagai kesiapan
Ketahanan Nasional menghadapi TANTANGAN GLOBALISASI-LIBERALISASI DAN
POSTMODERNISME sebagai terlukis dalam skema 5.
Negara
berkewajiban membentuk Kelembagaan yang melaksanakan visi-misi
Pendidikan dan Pembudayaan Filsafat Pancasila; dengan alternatif :
lintas kelembagaan Departemental dan Non Departemental, terutama :
Depdiknas, Depag, Depdagri; Lemhannas, Wantannas, LIPI; Meneg. Pemuda
dan Olah Raga, Menkominfo.
Kelembagaan dimaksud dapat bekerjasama dan atau dibantu oleh berbagai PTN-PTS yang diperlukan.
Pembudayaan
dilaksanakan mulai dan melalui keluarga, media komunikasi (cetak dan
elektronika) dengan program : Mimbar Nasional Filsafat Pancasila.
Program
dimaksud sinergis dengan peningkatan program Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKN) mulai pendidikan dasar sampai pendidikan
menengah! Khusus untuk Pendidikan Tinggi juga dikembangkan matakuliah :
Filsafat Pancasila sebagai Ideologi Nasional.
Amanat pendidikan dan
pembudayaan Filsafat Pancasila sebagai Ideologi Nasional sejiwa dengan
visi-misi yang diamanatkan Pembukaan UUD Proklamasi 45 :
“......memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa
........” yang dijabarkan sebagai : nation and character building.
Karenanya, menjadi kewajiban moral dan konstitusional (imperative) untuk
kita laksanakan.
Guna melaksanakan visi-misi ini secara memadai,
tenaga pembina dan dosen perlu dipersiapkan; termasuk : kurikulum dan
kepustakaannya.
P E N U T U P
Berdasarkan uraian ringkas makalah Sistem Filsafat Pancasila secara
mendasar dapat dirumuskan pokok-pokok pikiran berikut :
1.
Sistem filsafat Pancasila adalah bagian dari sistem filsafat Timur yang
memancarkan integritas martabatnya sebagai sistem filsafat
theisme-religious. Ajaran filsafat Pancasila yang dikembangkan sebagai
sistem ideologi nasional dikembangkan dan ditegakkan dalam integritas
sistem kenegaraan Pancasila (sebagai terjabar dalam UUD Proklamasi 45).
2.
Filsafat Pancasila sebagai asas kerokhanian bangsa dan NKRI
memberikan integritas keunggulan sistem kenegaraan Indonesia Raya.
Bahwa sesungguhnya UUD Negara adalah jabaran dari filsafat negara
Pancasila sebagai ideologi nasional (Weltanschauung); asas kerokhanian
negara dan jatidiri bangsa. Karenanya menjadi asas
normatif-filosofis-ideologis-konstitusional bangsa; menjiwai dan
melandasi cita budaya dan moral politik nasional, sebagai terjabar dalam
asas normatif-filosofis-ideologis-konstitusional:
a. Negara kesatuan, negara bangsa (nation state, wawasan nasional dan wawasan nusantara: sila III), ditegakkan sebagai NKRI.
b. Negara berkedaulatan rakyat (= negara demokrasi: asas normatif sila IV).
c.
Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar
Kemanusiaan yang adil dan beradab (sila I-II) sebagai asas moral
kebangsaan dan kenegaraan RI; ditegakkan sebagai budaya dan moral
(manusia warga negara) politik Indonesia.
d. Negara berdasarkan
atas hukum (Rechtsstaat): asas supremasi hukum demi keadilan dan
keadilan sosial: oleh semua untuk semua (sila I-II-IV-V); sebagai negara
hukum Pancasila.
e. Negara berdasarkan asas kekeluargaan (paham
persatuan: negara melindungi seluruh tumpah darah Indonesia, dan seluruh
rakyat Indonesia, negara mengatasi paham golongan dan paham
perseorangan: sila III-IV-V) dijiwai dan dilandasi sila I-II; dan
ditegakkan dalam sistem ekonomi Pancasila, sebagai demokrasi ekonomi dan
pemberdayaan rakyat sebagai SDM subyek penegak integritas NKRI.
3.
Dinamika globalisasi-liberalisasi dan postmodernisme bermuara
supremasi (ideologi neo-liberalisme) sebagai neo-imperialisme, menjadi
tantangan nasional yang mengancam integritas sistem kenegaraan
Pancasila; sekaligus integritas mental-moral-SDM Indonesia masa depan!.
Tantangan ini makin mendesak karena sinergis dengan fenomena
kebangkitan neo-PKI / KGB dalam NKRI yang “cucitangan” atas tanggung
jawab G 30 S / PKI ---dengan dalih : pelurusan sejarah---
4.
Secara ontologis-axiologis era reformasi jauh menyimpang dari kaidah
fundamental filsafat Pancasila dan ideologi Pancasila sebagai
diamanatkan UUD Proklamasi 45 --- yang telah diubah menjadi UUD 2002
---. Karenanya, pemerintah dan elite reformasi mempraktekkan budaya dan
moral demokrasi liberal, ekonomi liberal ......bahkan memuja kebebasan
(=liberalisme), demokrasi liberal (bukan demokrasi berdasarkan moral
Pancasila); atas nama HAM (HAM yang individualistik, yang
dipropagandakan oleh USA sementara fenomena sosial politik global mereka
menindas HAM, dengan menjajah beberapa negara Timur Tengah : seperti
Irak .... dan Afghanistan ! ). Fenomena demikian menunjukkan HAM mereka
hanyalah propaganda H A M P A !
5. Dinamika neo-liberalisme dan
neo-imperialisme dalam era postmodernisme ---termasuk era reformasi---
menggoda dan melanda bangsa-bangsa, termasuk Indonesia ! Bilamana kita
tidak tegak-tegar dengan integritas nilai filsafat Pancasila, rakyat
kita mengalami degradasi nasional ...... bahkan degradasi mental dan
moral (theisme-religious menjadi sekularisme; bahkan
materialisme-kapitalisme-individualisme dan atheisme!) Fenomena demikian
bermuara sebagai bencana nasional, tragedi moral dan peradaban
bangsa-bangsa masa depan!
6. Multikrisis dimensional nasional
dalam NKRI belum teratasi, kita dihimpit dengan global crisis financial
dari negara adidaya (USA dan UE) yang dapat memacu politik supremasi
neo-imperialisme dari ideologi neo-liberalisme !
7. Adalah
kewajiban nasional, bahkan kewajiban moral kita semua --- terutama elite
reformasi dan Pemerintah --- untuk merenung dan mawasdiri sebagai audit
nasional, khususnya sebagai audit reformasi! Maknanya, apakah kita
sudah sungguh-sungguh setia dan bangga dengan sistem kenegaraan
Pancasila sebagai diamanatkan PPKI dalam UUD Proklamasi 45; ataukah kita
telah tergoda dan terlanda oleh “kejayaan” negara
liberalisme-kapitalisme --- sehingga kita ikut membudayakan demokrasi
liberal dan ekonomi liberal (mungkin juga mental dan moral liberal).
Demikian sebagai bahan pertimbangan dan renungan.
Semoga
Tuhan Yang Maha Esa senantiasa mengayomi dan memberkati bangsa
Indonesia dalam integritas sistem kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi
45.
Malang, 20 Mei 2009
Laboratorium Pancasila
Universitas Negeri Malang (UM)
Ketua,
Prof. Dr. Mohammad Noor Syam, SH
(Guru Besar Emiritus UM)
Kepustakaan:
Al-Ahwani, Ahmad Fuad 1995: Filsafat Islam, (cetakan 7), Jakarta, Pustaka Firdaus (terjemahan pustaka firdaus).
Ary
Ginanjar Agustian, 2003: Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan
Spiritual ESQ, Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, (edisi XIII),
Jakarta, Penerbit Arga Wijaya Persada.
_________________ 2003: ESQ Power Sebuah Inner Journey Melalui Al Ihsan, (Jilid II), Jakarta, Penerbit ArgaWijaya Persada.
Avey, Albert E. 1961: Handbook in the History of Philosophy, New York, Barnas & Noble, Inc.
Center
for Civic Education (CCE) 1994: Civitas National Standards For Civics
and Government, Calabasas, California, U.S Departement of Education.
Huston
Smith, 1985: The Religions of Man, (Agama-Agama Manusia, terjemah oleh :
Saafroedin Bahar), Jakarta, PT. Midas Surya Grafindo.
Kartohadiprodjo, Soediman, 1983: Beberapa Pikiran Sekitar Pancasila, cetakan ke-4, Bandung, Penerbit Alumni.
Kelsen, Hans 1973: General Theory of Law and State, New York, Russell & Russell
McCoubrey & Nigel D White 1996: Textbook on Jurisprudence (second edition), Glasgow, Bell & Bain Ltd.
Mohammad
Noor Syam 2007: Penjabaran Fislafat Pancasila dalam Filsafat Hukum
(sebagai Landasan Pembinaan Sistem Hukum Nasional), disertasi edisi III,
Malang, Laboratorium Pancasila.
------------------ 2000: Pancasila
Dasar Negara Republik Indonesia (Wawasan Sosio-Kultural, Filosofis dan
Konstitusional), edisi II, Malang Laboratorium Pancasila.
Murphy,
Jeffrie G & Jules L. Coleman 1990: Philosophy of Law An Introduction
to Jurisprudence, San Francisco, Westview Press.
Nawiasky, Hans
1948: Allgemeine Rechtslehre als System der rechtlichen Grundbegriffe,
Zurich/Koln Verlagsanstalt Benziger & Co. AC.
Notonagoro, 1984: Pancasila Dasar Filsafat Negara, Jakarta, PT Bina Aksara, cetakan ke-6.
Radhakrishnan, Sarpavalli, et. al 1953: History of Philosophy Eastern and Western, London, George Allen and Unwind Ltd.
UNO 1988: HUMAN RIGHTS, Universal Declaration of Human Rights, New York, UNO
UUD 1945, UUD 1945 Amandemen, Tap MPRS – MPR RI dan UU yang berlaku. (1966; 2001, 2003) dan PP RI No. 6 tahun 2005.
Wilk, Kurt (editor) 1950: The Legal Philosophies of Lask, Radbruch, and Dabin, New York, Harvard College, University Press.
LAMPIRAN :
Untuk
lebih memahami HAM berdasarkan ajaran Filsafat Pancasila, dilengkapi
dengan studi perbandingan dengan ajaran HAM berdasarkan Teori Natural
Law (teori hukum alam) yang dianut ideologi Liberalisme-Kapitalisme dan
dengan ajaran HAM berdasarkan Filsafat Idealisme Murni (Hegel) yang
dianut ideologi marxisme-komunisme-atheisme; perhatikan skema terlampir;
HAM BERDASARKAN FILSAFAT PANCASILA
(Asas Keseimbangan HAM dan KAM)
Manusia
Hak Asasi Manusia (HAM)
Kewajiban Asasi Manusia (KAM)
HAM berdasarkan filsafat Pancasila
(1 - 7), termasuk HAKI dilandasi asas KAM:
1. Kewajiban mengakui dan menerima bahwa Allah Yang Maha Esa adalah Maha dan Sumber alam semesta, termasuk manusia.
2. Kewajiban mengakui dan menerima Kedaulatan Allah Yang Maha Berdaulat (Kuasa) atas semesta, termasuk nasib manusia.
3.
Kewajiban berkhidmat (berterima kasih/bersyukur) kepada Allah Yang
Maha Rahman (dan mencintai Allah dan agama yang diamanatkan-Nya).
4. Kewajiban setia dan bangga kepada bangsa negaranya; kewajiban setia ideologi dan konstitusi.
5. Kewajiban bela negara, dan membayar pajak.
1. Hak Hidup = Life
2. Hak Kemerdekaan = Liberty
3. Hak Milik = Property
+
1. Hak Pribadi (Personal rights) = hak hidup, beragama, berkeluarga (cinta).
2. Hak Ekonomi (Economical rights) = hak memiliki, bekerja dan usaha, hidup-sejahtera, kontrak kerja.
3. Hak Hukum (Legal rights) = hak mendapat kewarganegaraan, hak mendapat keadilan, hak membela diri, praduga tak bersalah.
4.
Hak Politik (Political rights) = hak berserikat-berkumpul,
menyatakan pendapat lisan & tertulis, hak memilih & dipilih, hak
suaka politik.
5. Hak Sosial-budaya (Social-cultural rights) =
hak mendapat & memilih pendidikan, hak menikmati seni, hak cipta
(HAKI), hak menikmati mode.
Asas
HAM dan Substansi HAM di atas, adalah pokok-pokok ajaran HAM
berdasarkan teori Hukum Alam (Natural theory) yang dianut negara Barat
(liberalisme-kapitalisme)
HAM berdasarkan filsafat Pancasila
(meliputi asas fundamental 1 - 7) dijiwai dan dilandasi asas
keseimbangan HAM dan KAM sebagai asas moral sistem filsafat Pancasila
yang beridentitas theisme-religious.
Skema 6 (MNS, 2000: 85 – 98)
HAM BERDASARKAN FILSAFAT PANCASILA
(DALAM BANDINGAN DENGAN: TEORI NATURAL LAW & TEORI HEGEL)
Allah Maha Pencipta Semesta, termasuk umat manusia,
Allah Yang Maha Berdaulat dan Maha Pengayom
(Maha Rahman dan Rahim)
HAM = ANUGERAH untuk disyukuri, dinikmati
Hak hidup, sekaligus sebagai AMANAT
Kemerdekaan, (= Kewajiban Asasi Manusia/KAM)
Hak Milik
Asas HAM seimbang dengan KAM
NKRI sebagai Sistem Negara Berkedaulatan Rakyat, dan
Sistem Negara Hukum (Rechtsstaat)
HEGEL THEORY
Sumber HAM = Tuhan (God)
Life, Liberty & Property
For humankind, collectivity, State (Theocratism, Etatism) for State as Represents of God Idea.
-------------------------------------
Dijiplak dan diterapkan Karl Marx dalam Sistem Kedaulatan Negara (Etatisme, Atheisme, Totalitarianisme)
NATURAL LAW
Sumber HAM = Alam Semesta
Life
Liberty
Property
For Men as Individuality
Ditegakkan dalam sistem demokrasi liberal – kapitalisme:
Individualisme, Secularisme, Pragmatisme
(MNS, 1983 – 1993; 2003)
skema 7
Catatan:
Dalam
filsafat Islam, sesungguhnya HAM (hidup, kemerdekaan dan hak milik)
sebagai anugerah “hanyalah” untuk manusia secara universal. Martabat
mulia dan agung manusia, pada hakikatnya berwujud integritas keimanan
sebagai martabat kerokhanian manusia. Keimanan (dan ketakwaan) inilah
sesungguhnya yang manjadi mahkota dan integritas kemuliaan martabat
manusia di hadapan Maha Pencipta dan Maha Berdaulat Jadi, kategori
keimanan adalah anugerah dan amanat khusus bagi pribadi manusia yang
setia dengan komitmen kerokhaniannya, sebagaimana dimaksud (Q 7: 172;
dan 49: 17; 51: 56).
Sesungguhnya, hakekat HAM dalam asas
keseimbangan dengan HAM ialah kemuliaan martabat manusia jasmani-rohani,
dan dunia-akhirat. Hakekat demikian menjamin martabat HAM yang hidup
dengan kerohaniannya dalam alam keabadian (akhirat), yang dipercaya umat
beragama (sekaligus sebagai pengamalan Dasar Negara Pancasila, sila I
dan II).
Rabu, 14 November 2012
SISTEM FILSAFAT PANCASILA (TEGAK SEBAGAI SISTEM KENEGARAAN PANCASILA - UUD PROKLAMASI 45 )
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar