Jumat, 18 Januari 2013

Makalah Kewarganegaraan Permasalahan di Indonesia

| Jumat, 18 Januari 2013 | 0 komentar


BAB II
Pembahasan

A. Masalah Pendidikan di Indonesia
Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Masalah yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Hal itulah yang menyebabkan rendahnya sumber daya manusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang.


Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999).
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah standardisasi pengajaran, efektifitas, dan efisiensi. Hal tersebut masih menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya.
Hal ini terbukti dari guru-guru, sarana belajar, dan murid-muridnya. Memang, guru-guru saat ini sudah banyak yang lulus sertifikasi. Tetapi secara kenyataannya sedikit dari mereka yang benar-benar seorang guru yang diandalkan. Kecuali guru-guru lama yang sudah lama mendedikasikan dirinya menjadi guru. Sarana pembelajaran juga turut menjadi faktor semakin terpuruknya pendidikan di Indonesia, terutama bagi penduduk di daerah terbelakang.
Penyelesaian Masalah
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan ‘Pendidikan ini menjadi tanggung jawab pemerintah sepenuhnya,’ pada rapat kabinet terbatas di Gedung Depdiknas, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin (12/3/2007). Presiden memaparkan beberapa langkah yang akan dilakukan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, antara lain yaitu:
1. Menghilangkan ketidakmerataan dalam akses pendidikan, seperti di desa dan kota, serta jender.
2. Meningkatkan mutu pendidikan dengan meningkatkan kualifikasi guru dan dosen, serta meningkatkan nilai rata-rata kelulusan dalam ujian nasional.
3. Pemerintah akan menambah jumlah jenis pendidikan di bidang kompetensi atau profesi sekolah kejuruan. Untuk menyiapkan tenaga siap pakai yang dibutuhkan.
4. Pembiayaan bagi masyarakat miskin untuk bisa menikmati fasilitas pendidikan (Hamid, 2010).
Solusi lainnya adalah solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme, yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan ).
Solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa. Maka, solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan.
B. Masalah Kesehatan di Indonesia
Sekitar 37,3 juta penduduk hidup di bawah garis kemiskinan, separo dari total rumah tangga mengonsumsi makanan kurang dari kebutuhan sehari-hari, lima juta balita berstatus gizi kurang, dan lebih dari 100 juta penduduk berisiko terhadap berbagai masalah kurang gizi (Suara Pembaharuan,2004).
Itulah sebagian gambaran tingkat kesejahteraan rakyat Indonesia yang perlu mendapat perhatian sungguh-sungguh untuk diatasi. Apalagi Indonesia sudah terikat dengan kesepakatan global untuk mencapai Millennium Development Goals (MDG's) dengan mengurangi jumlah penduduk yang miskin dan kelaparan serta menurunkan angka kematian balita menjadi tinggal separo ).
Terbentuknya sumber daya manusia yang berkualitas, yaitu sumber daya manusia yang sehat, cerdas, dan produktif ditentukan oleh berbagai faktor. Salah satu faktor yang sangat esensial adalah terpenuhinya kebutuhan pangan yang bergizi.
Rendahnya konsumsi pangan atau tidak seimbangnya gizi makanan yang dikonsumsi mengakibatkan terganggunya pertumbuhan organ dan jaringan tubuh, lemahnya daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit, serta menurunnya aktivitas dan produktivitas kerja.
Pada bayi dan anak balita, kekurangan gizi dapat mengakibatkan terganggunya pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan spiritual.Bahkan pada bayi, gangguan tersebut dapat bersifat permanen dan sangat sulit untuk diperbaiki. Kekurangan gizi pada bayi dan balita, dengan demikian, akan mengakibatkan rendahnya kualitas sumber daya manusia (Antara News, 2010).
Diperkirakan sekitar 18,16 juta penduduk hidup di wilayah endemik sedang dan berat; dan 39,24 juta penduduk hidup di wilayah endemis ringan. Masalah berikutnya adalah anemia gizi akibat kurang zat besi. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada ibu hamil adalah 50,9 persen pada tahun 1995 dan turun menjadi 40 persen pada tahun 2001, sedangkan pada wanita usia subur 15-44 tahun masing-masing sebesar 39,5 persen pada tahun 1995 dan 27,9 persen pada 2001. Prevalensi anemia gizi berdasarkan SKRT 2001 menunjukkan bahwa 61,3 persen bayi < 6 bulan, 64,8 persen bayi 6-11 bulan, dan 58 persen anak 12-23 bulan menderita anemia gizi (Suara Pembaharuan,2004).
Penyelesaian masalah
Pemerintah akan membangun dan mengembangkan Rumah Pemulihan Gizi (RPG) Balita di wilayah Indonesia bagian timur sebagai upaya menurunkan prevalensi gizi kurang (Kompas.com, 2010).
Saat ini, Kementerian Kesehatan sedang mengembangkan konsep pemulihan gizi buruk dengan rawat jalan, atau yang disebut community based managenet of severe malnutrition, yakni pemulihan gizi yang dikelola bersama dengan masyarakat. Kegiatan utama dari program tersebut adalah memberikan makanan tambahan untuk pemulihan kepada balita gizi buruk yang sudah tidak mengalami penyakit komplikasi, serta pemeriksaan status gizi secara rutin oleh petugas (Antara News,2010).
C. Masalah Infrastruktur di Indonesia
Kemacetan adalah hal yang wajar terjadi di negara berkembang seperti Indonesia. Pada dasarnya kemacetan terjadi karena mobilitas urban dan commuter yang terlalu tinggi tetapi tidak diimbangi dengan sarana dan prasarana yang memadai. Apabila tidak segera ditangani maka suatu saat nanti akan terjadi stagnasi yang luar biasa di kota kota besar seperti di Jakarta. Gaya hidup kaum hedonis di kota-kota besar yang malas berjalan dan berpanas-panasan meskipun hanya untuk sekedar makan siang dari satu gedung ke restoran yang berada di gedung lainnya juga menjadi salah satu faktor.
Besaran pajak untuk kendaraan juga dinilai terlalu kecil apabila dibandingkan sarana yang harus disediakan untuk kendaraan itu sendiri. Estimasi itu bisa kita dapatkan secara hitungan kasar. Pajak sebuah mobil pertahun jauh dibawah biaya sarana yang harus dibangun untuk mobil itu selama setahun. Belum lagi, itu tidak termasuk oknum oknum penunggak pajak, dan manipulasi data serta besarnya pajak yang dikorupsi oleh oknum terkait.
Dari dulu para ahli selalu mengatakan bahwa transportasi adalah urat nadi perekonomian.Tapi saat ini pendapat tersebut tidak semuanya benar. Di beberapa kota di Indonesia kemacetan lalu lintas sudah menjadi beban ekonomi. Betapa tidak, menurut hasil penelitian, kota Jakarta saja harus menanggung kerugian (beban ekonomi) setiap tahunnya sebesar + Rp. 43 triliyun. Angka ini tentunya akan menjadi besar apabila ditambahkan dengan kota-kota lain disekitar Jakarta (BoDeTaBek) dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Beban ekonomi ini ditanggung bersama-sama oleh pemerintah dan masyarakat yang dihitung dari pemborosan BBM, waktu kerja, kesehatan, dll. Biaya ini belum termasuk subsidi BBM yang sia-sia dan biaya kecelakaan yang nilainya sulit diukur dengan uang. Apabila tidak ada langkah-langkah yang konkrit dan revolusioner maka para ahli meramalkan pada tahun 2014 Jakarta akan mengalami stagnasi atau kemacetan total sehingga kerugian atau beban ekonomi yang akan ditanggung oleh masyarakat tentunya akan menjadi berlipat ganda.
Penyelesaian Masalah
Konsep pengembangan angkutan masal dapat dikemas dalam suatu konsep manajemen transportasi masal yang dapat digunakan oleh pemerintah daerah dalam memecahkan permasalahan transportasi didaerahnya.
Pengembangan transportasi masal membutuhkan komitmen yang kuat dari penyelenggara perhubungan di daerah, khususnya dalam meyakinkan masyarakat dan kepala daerah bahwa transportasi masal adalah kunci utama yang harus dilakukan dalam memecahkan permasalahan transportasi yang saat ini terjadi hampir di setiap kota di seluruh Indonesia. Pengembangan transportasi masal dapat dikemas dalam sebuah konsep “Manajemen Transportasi Masal” dengan tahapan pengembangan sebagai berikut:
1. Memperbaiki kinerja transportasi masal yang sudah ada di kota tersebut dan secara bertahap menggantikannya dengan sistem lain.
2. Menyusun grand design pengembangan transportasi masal daerah dan menjadikannya sebagai sebuah aturan hukum berupa peraturan daerah sehingga harus ditaati oleh semua pihak.
3. Menggantikan secara bertahap angkot yang saat ini daerah tersebut serta mengalihkan rute angkot yang tumpang tindih.
4. Apabila angkot tidak bisa dihapuskan secara keseluruhan, sebagai alternative angkot dapat dijadikan sebagai angkutan pengumpan (feeder service) BRT yang melayani rute cabang dan ranting.
5. Menekan penggunaan kendaraan pribadi dan sepeda motor antara lain dengan jalan:
a. Melarang sepeda motor melewati jalan-jalan tertentu.
b. Membatasi areal parkir di pusat kota.
c. Menerapkan tarif parkir yang tinggi dan progresif khususnya di pusat kegiatan.
d. Menaikan tarif tol untuk kendaraan pribadi (selisih kenaikan tarif agar digunakan untuk memperbaiki fasilitas angkutan umum).
e. Menaikkan pajak kendaraan pribadi (selisih kenaikan tariff agar digunakan untuk memperbaiki fasilitas angkutan umum mensubsidi biaya operasionalnya).
f. Menerapkan aturan operasional kendaraan pribadi antara lain dengan system three in one, plat nomor genap ganjil. Mobil siang/malam.
g. Menerapkan system ERP (electronic Road Pricing), yaitu mewajibkan kendaraan pribadi atau sepeda motor untuk membayar apabila melewati jalan-jalan tertentu.
6. Menyusun sistem penegakan hukum yang jelas dan tegas. Bagaimanapun sebuah konsep harus diikuti oleh tindakan penegakan hukum yang tegas oleh karena itu harus ada komitmen yang tegas dari polisi lalu lintas dalam menindak pelanggaran kebijakan transportasi masal. Pemerintah daerah juga harus memperjuangkan revisi UU no. 22 tahun 2009 tantang LLAJ sehingga pemerintah daerah juga lebih dapat mengamankan kebijakannya dengan mengoptimalkan peran PPNS sesuai dengan KUHAP.
7. Menyiapkan badan pengelola transportasi masal antara lain dengan alternatif perusahaan daerah, badan layanan umum (BLU), sistem lelang/kontrak dengan pihak swasta dan pemerintah hanya menyiapkan badan yang mengawasi standar pelayanan minimum.
8. Menyiapkan anggaran khusus bagi pengembangan angkutan masal, anggaran ini tidak mesti berasal dari pemerintah, dana dapat diperoleh dari kebijakan penekanan penggunaan kendaraan pribadi dan sepeda motor seperti diuraikan di atas. Hal terpenting adalah bagaimana supaya transportasi masal dapat memberikan pelayanan sebaik-baiknya tanpa harus memikirkan biaya operasional. Pengembangan Konsep Transportasi massal mutlak dilakukan oleh pemerintah di pemerintahan daerah karena permasalahan transportasi yang saat ini terjadi di Indonesia berasal dari keterlambatan kita mengembangkan transportasi masal .

D. Masalah Ekonomi di Indonesia
Beberapa permasalahan ekonomi Indonesia yang masih muncul saat ini dijadikan fokus program ekonomi yang tertuang dalam Inpres Nomor 5 tahun 2008 yang memuat berbagai kebijakan ekonomi yang menjadi target pemerintah yang dapat dikelompokkan ke dalam 8 bidang yaitu: (i) investasi, (ii) ekonomi makro dan keuangan, (iii) ketahanan energi, (iv) sumber daya alam, lingkungan dan pertanian, (v) pemberdayaan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), (vi) pelaksanaan komitmen masyarakat ekonomi ASEAN, (vii) infrastruktur, dan (viii) ketenagakerjaan dan ketransmigrasian. Analisis singkat atas kondisi ke-delapan bidang yang menjadi paket kebijakan ekonomi adalah sebagaimana berikut ini:
1. Iklim investasi.
Realisasi investasi yang telah dikeluarkan oleh BKPM berdasarkan Izin Usaha Tetap PMDN pada periode 1 Januari s/d 31 Desember 2007 sebanyak 159 proyek dengan nilai realisasi investasi sebesar Rp. 34.878,7 miliar (34,88 triliun Rupiah). Sedangkan realisasi Investasi yang telah dikeluarkan oleh BKPM berdasarkan Izin Usaha Tetap PMA (FDI) pada periode 1 Januari s/d 31 Desember 2007 sebanyak 983 proyek dengan nilai realisasi investasi sebesar US$. 10.349,6 juta (US$ 10,34 milyar).
Dibandingkan dengan FDI global yang selama 2007 mencapai rekor sebesar US$ 1.500 milyar dan FDI yang masuk ke Amerika Serikat sebesar US$ 193 miliar, nilai FDI yang masuk ke Indonesia masih sangat rendah yaitu 0,66% terhadap FDI dunia dan 5,18% terhadap FDI ke Amerika Serikat. Walau demikian, masuknya FDI ke Indonesia pada tahun 2007 ini jauh lebih baik dibandingkan dengan masa puncak pra krisis yaitu tahun 1996-1997 yang hanya mencapai US$ 2,98 miliar (1996) dan US$ 4,67 miliar (1997).
2. Kebijakan ekonomi makro dan keuangan
Dari sisi fiskal, pemerintah menerapkan APBN yang cukup baik yaitu dengan sedikit ekspansif walau masih sangat berhati-hati. Pemerintah pada tahun 2009 berencana untuk memberikan empat macam insentif fiskal yaitu (i) Pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) Badan dalam jumlah dan waktu tertentu kepada investor yang merupakan industri pionir. (ii) Keringanan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), khususnya untuk bidang usaha tertentu pada wilayah atau kawasan tertentu. (iii) Pembebasan atau penangguhan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas impor barang modal atau mesin serta peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri selama jangka waktu tertentu. (iv) Pemerintah mengubah perlakuan PPN atas sebagian barang kena pajak yang bersifat strategis dari yang semula ”dibebaskan” menjadi tidak dipungut atau ditanggung pemerintah.
Dari sisi moneter, Bank Indonesia dengan instrument BI-rate cukup berhasil untuk mengendalikan inflasi, khususnya core inflation sejak BI rate diterapkan pada tahun 2005. Namun inflasi yang disebabkan oleh adanya kenaikan harga energi dan terganggunya masalah distribusi terutama akibat naiknya harga gas, premium, solar, dan makanan (volatile food) membuat tahun 2008 ini tingkat inflasi cukup tinggi.
3. Kebijakan sumber daya alam, lingkungan dan pertanian
Indonesia beruntung memiliki sumber daya alam yang melimpah baik bahan tambang, hutan, pertanian, hasil laut, dan cahaya matahari yang sepanjang tahun. Untuk itu, sumber daya alam yang ada harus dikelola dengan baik bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan ekonomi rakyat (welfare). Namun pemanfaatan sumber daya alam ini membawa dampak negatif (negative externalities) terhadap lingkungan. Disisi pertanian, walau banyak kemajuan yang dicatat Indonesia masih mengimpor beras, dan produk pertanian lain seperti kedele, dan hasil perkebunan (gula).
4. Infrastruktur.
Sebagaimana disinggung di depan, kondisi infrastruktur ekonomi Indonesia berada pada titik yang nadir. Kalau pada masa orde baru, kondisi infrastruktur Indonesia mengalami titik puncak, seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi infrastruktur yang ada sudah tidak lagi memadai. Belum lagi kondisi infrastruktur yang kualitasnya menurun seiring berjalannya waktu. Banyaknya jalan dan jembatan yang rusak ini tidak terlepas dari masa-masa sulit APBN kita yang sampai tahun 2004 lebih dikonsentrasikan kepada pembayaran hutang dan belanja barang dan gaji pegawai. Di tahun 2011, perlu ditingkatkannya belanja pemerintah untuk keperluan infrastruktur ini disamping menerapkan KPS (Kerjasama Pemerintah dan Swasta) untuk membangun jalan, jembatan, pelabuhan, perlistrikan, telekomunikasi dan lain-lain.
5. Ketenagakerjaan dan ketransmigrasian.
Menyangkut masalah ketransmigrasian ada yang berubah pada penanganannya dibandingkan dengan masa orde baru. Kala itu program transmigrasi berjalan dengan sangat gencar dengan hasil yang bervariasi. Di satu daerah program transmigrasi berjalan baik tapi di daerah lain mengalami kegagalan, namun secara keseluruhan program transmigrasi berjalan lumayan. Paska krisis, program transmigrasi kelihatannya mati suri atau sudah hampir tidak lagi terdengar gaungnya. Apalagi sejak berlakunya otonomi daerah dimana kewenangan mengatur daerah diserahkan kepada pemerintah daerah, termasuk mengatur datangnya penduduk dari luar daerah. Saat ini tentunya perlu ada koordinasi antara pusat dengan daerah menyangkut masalah transmigrasi ini.
E. Masalah Pengangguran di Indonesia
Berdasarkan data yang tercatat Badan Pusat Statistik (BPS) hingga Februari 2011 jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 8,12 juta orang. Jumlah ini menurun 470 ribu orang dibandingkan Februari 2010 yang sebanyak 8,59 juta orang. Tingkat pengangguran terbuka pada Februari 2011 mencapai 6,8% dari total angkatan kerja. Jumlah ini turun dibandingkan Februari 2010 yang sebesar 7,41%

Jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Februari 2011 mencapai 119,4 juta orang, bertambah sekitar 2,9 juta orang dibanding angkatan kerja Agustus 2010 sebesar 116,5 juta orang atau bertambah 3,4 juta orang dibanding Februari 2010 sebesar 116 juta orang ).
Penduduk yang bekerja di Indonesia pada Februari 2011 mencapai 111,3 juta orang, bertambah sekitar 3,1 juta orang dibanding keadaan pada Agustus 2010 sebesar 108,2 juta orang atau bertambah 3,9 juta orang dibanding keadaan Februari 2010 sebesar 107,4 juta orang .
Setahun terakhir (Februari 2010-Februari 2011), hampir semua sektor mengalami kenaikan jumlah pekerja, kecuali Sektor Pertanian dan Sektor Transportasi, masing-masing mengalami penurunan jumlah pekerja sebesar 360 ribu orang (0,84%) dan 240 ribu orang (4,12 persen). Sektor Pertanian, Perdagangan, Jasa Kemasyarakatan dan Sektor Industri secara berurutan menjadi penampung terbesar tenaga kerja pada Februari 2011 ).
Masalah pengangguran merupakan masalah yang klasik. Seperti kita ketahui setiap tahun jumlah tenaga kerja yang sedang mencari lapangan kerja terus bertambah, sedangkan lapangan kerja yang tersedia sangat terbatas akibatnya semakin bertambah jumlah pengangguran, ditambah banyaknya pencari kerja usia muda tidak memiliki keahlian atau keterampilan yang sesuai dengan yang dibutuhkan berbagai lapangan kerja tersebut.
Sebab-sebab terjadinya pengangguran terutama disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
1. Angkatan kerja yang terus meningkat jumlahnya dan pertumbuhan kesempatan kerja tidak seimbang dengan pertumbuhan angkatan kerja.
2. Angkatan kerja yang sedang mencari kerja tidak dapat memenuhi persyaratan-persyaratan yang diminta oleh dunia kerja.
3. Pengangguran merupakan masalah di muara dan dapat berdampak langsung dan tidak langsung terhadap masalah sosial dan politik. Kita tidak dapat mengatasi masalah pengangguran hanya dengan berkiprah di muara, tetapi penanganan pengangguran secara strategis harus dilakukan di hulu.
4. Sektor-sektor di hulu yang banyak berdampak pada pengangguran yaitu , Sektor kependudukan, Sektor Pendidikan dan Sektor ekonomi
Penyelesaian Masalah
Sasaran penyelesaian masalah lebih ditekankan pada arah kebijakan pemerintah untuk mengurangi tingkat pengangguran dengan cara mendorong investasi untuk menciptakan kesempatan, perbaikan iklim investasi dalam mendorong kembalinya minat investasi dan ekspor, memperbaiki regulasi. Sedangkan arah kebijakan pemerintah untuk tenaga kerja dan dunia pendidikan adalah dengan meningkatkan kemampuan tenaga kerja melalui perbaikan kualitas pendidikan. Pemerintah dituntut peran yang lebih besar dalam mengambil kebijakan yang berkaitan dengan pengurangan angka pengangguran. Pemerintah dapat berperan dalam merangsang kalangan Investor (pengusaha) untuk melakukan perluasan atau pendirian industri baru. Selain itu pemerintah dapat membuat kebijakan untuk menyiapkan tenaga kerja yang berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan dunia kerja.
Penciptaan lapangan kerja hendaknya menjadi prioritas dalam kebijakan pemerintah dan menuntut peran serta seluruh lapisan masyarakat. Pemerintah sebaiknya membuka lapangan pekerjaan yang bersifat padat karya. Kebijakan ini efektif untuk mengurangi pengangguran secara masif, karena proyek padat karya dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.
F. Masalah Sumber Daya Alam di Indonesia
1. Masalah Krisis Energi di Indonesia
Sebanyak 50% konsumsi energi nasional Indonesia selama ini berasal dari minyak bumi. Hal ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia masih sangat tergantung pada sumber energi tak terbarukan tersebut. Salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan mengoptimalkan potensi energi terbarukan yang dimiliki Indonesia yaitu sebesar 311. 232 MW dan baru 22% yang dimanfaatkan.
Di Indonesia, energi terbarukan telah menjadi begian dari strategi elektrifikasi pedesaan, kapasitas yang terpasang telah mencapai 20 MW untuk aplikasi berbagai sistem catu daya seperti energi tenaga surya, energi tenaga angin dan mikrohydro.
Indonesia memilki sumber energi yang melimpah yang bisa dikonversi menjadi tenaga listrik, mulai dari panas bumi, batu bara, bioetanol dan bahkan Ocean energy mengingat dua per tiga wilayah Indonesia adalah lautan. Ocean energy resources yang dimiliki Indonesia bisa dibilang yang terbaik dan terbesar di dunia .
Namun sayangnya, upaya untuk mengembangkan energy yang melimpah ini belum serius dikaji. Mungkin belum banyak yang mengetahui, bahwa cadangan minyak yang dimiliki Indonesia diperkirakan hanya untuk 25 tahun kedepan.
Penyelesain Masalah
Fenomena tersebut jangan lantas ditakutkan oleh Indonesia, jika kualitas manusia (SDM) di dalamnya dapat memanfaatkan dan mengelola potensi ocean energy. Karena, ocean energy merupakan alternatif energi terbaru termasuk sumberdaya non-hayati yang memilik potensi besar untuk dikembangkan. Potensi energy laut mampu memenuhi empat kali kebutuhan listrik dunia. Selain itu beberapa pengamat mengatakan sebaiknya Indonesia mengembangkan energy geothermal (panas bumi) yang cadangannya sangat berlimpah di Indonesia (terbesar di dunia) (BPPT, 2010).
2. Masalah Pertambangan di Indonesia
Dengan atau tanpa beroperasinya pertambangan, masyarakat Indonesia masih tetap hidup dalam kemiskinan . Lihat saja betapa warga pedesaan di Blora, Jawa Tengah, banyak yang hidup pas-pasan meski pertambangan minyak beroperasi sejak zaman Hindia-Belanda. Kondisi serupa terlihat di daerah Babelan, Bekasi, Jawa Barat. Masyarakat Tionghoa peranakan dan Betawi sama-sama hidup marjinal di daerah yang kini menjadi salah satu sentra produksi migas. Lebih miris lagi situasi di daerah Balongan, Indramayu, pendidikan generasi muda di sana tergolong rendah. Bahkan, banyak perempuan muda yang akhirnya terjerat ke dunia prostitusi di Jakarta. Setali tiga uang adalah kondisi di sekitar Timika, Kabupaten Mimika. Bupati Mimika Klemen Tinal mengeluhkan minimnya kontribusi perusahaan pertambangan PT Freeport bagi kehidupan masyarakat .
Hasil tambang yang melimpah tidak meningkatkan taraf hidup masyarakat. Pada tahun 1970-an terjadi skandal besar kasus korupsi perusahaan pertambangan nasional yang disidangkan di Singapura. Mantan pejabat Republik Indonesia menikmati uang korupsi jutaan dollar AS yang disimpan di bank asing. Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) mengkritik rendahnya bagi hasil pertambangan yang diterima Indonesia. Semisal dalam kasus PT Freeport, IHCS mencatat, pemerintah hanya menerima 1 persen royalti. Padahal, setiap hari ditambang 300 kilogram emas dari 238.000 ton material yang digali dari tambang Grasberg .
Penyelesain Masalah
Terhadap ketimpangan atas perikehidupan rakyat di sekitar daerah pertambangan, PT Freeport yang kerap menjadi sasaran kritik tajam mengaku terus melakukan perbaikan untuk membantu taraf hidup rakyat setempat.”Saat ini sudah ada 30 persen tenaga kerja lokal asli Papua. Pekerja asing kurang dari 2 persen. Selebihnya pekerja asal Indonesia dari luar Papua,” kata Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Armando Mahler. Selain itu beasiswa disediakan agar mereka dapat menuntaskan pendidikan dasar dan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
”Kami juga bersama masyarakat mengembangkan perkebunan kopi. Perusahaan waralaba minuman kopi seperti Starbucks sudah berminat membeli kopi Amungme. Mereka meminta kepastian jumlah pasokan dan kualitas,” ujar Sirait.
Upaya perbaikan lain adalah memberdayakan lahan bekas tailing sebagai kebun. Penghijauan itu dilakukan di Kilometer 21. Mantan Presiden Megawati Soekarnoputri pernah menanam pohon di lokasi itu dan kini mulai tumbuh besar. Patut disayangkan, sebagian besar upaya perbaikan di sekitar pertambangan lebih mengandalkan bantuan perusahaan belaka. Pemerintah pusat dan daerah yang mengelola bagi hasil pertambangan terlihat kurang berinisiatif membangun daerahnya.
3. Masalah Ilegaloging di Indonesia
Pencantuman rekor dalam buku Guinness akan tercatat sebagai berikut: “Dari 44 negara yang secara kolektif memiliki 90% hutan di dunia, negara yang meraih tingkat laju deforestasi tahunan tercepat di dunia adalah Indonesia, dengan 1.8 juta hektar hutan dihancurkan per tahun antara tahun 2000 hingga 2005—sebuah tingkat kehancuran hutan sebesar 2% setiap tahunnya atau 51 km2 per hari” (Frasnico, 2008).
Banjir, tanah longsor dan kekeringan merupaka salah satu efek dari ilegalloging.
Banyak kayu illegal yang secara kasat mata setiap hari diangkut truck maupun kapal menuju Malaysia, anehnya ketika melewati pos perbatasan yang petugas pemeriksaannya dari berbagai macam instansi ternyata lolos begitu saja tanpa hambatan .
Penyelesain Masalah
Pemecahan yang dilaksanakan adalah dengan penentuan tujuan seperti terwujudnya pengamanan hutan, pemulihan tanah serta terwujudnya pelestarian hutan. Sedangkan alternatif action yang dilakukan adalah pengembangan pengelolaan hutan bersama masyarakat selain itu peningkatan pengawasan hutan dan penegakkan hukum serta pengembangan langkah intensif sebagai upaya preventif. Mensosialisasikan melalui stakeholder dan masyarakt luas disekitar hutan, serta menginformasikan melalui media cetak/elektonik.
Pemerintah Pusat dan Provinsi mengkoordinasikan penanggulangan illegal logging antara instansi terkait, masyarakat dan swasta. Program yang diterapkan adalah pengelolaan hutan bersama masyarakat dapat menekan penebangan liar ( illegal logging ) Terakhir adalah pengawasan dan penyuluhan yang intensif kepada masyarakat dan pelaku penebangan liar dapat menekan perilaku illegal logging. Kebijakkan publik penanggulangan illegal logging dilakukan melalui pelaksanaan pembangunan hutan kemasyarakatan dapat diteruskan dengan pemantapan manajemen dan operasional yang proporsional (Agnessekar, 2009).
Selain itu Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, meminta bantuan dunia internasional untuk ikut menyelesaikan masalah pembalakan liar. Menurutnya, dalam menyelesaikan masalah tersebut, Indonesia tidak mungkin melakukannya sendiri (Pikpak , 2011).


AntaraNews.com. 2010 . Penanganan Masalah Gizi Buruk Ribuan Balita NTT Harus dari Hulu. Http://www.antaranews.com, diakses tanggal 27 Mei 2011 pukul 09:36 WIB.
BPPT. 2010. Energi Terbarukan, Solusi Krisis Energi Masa Depan. Http://www.BPPT.com diakses tanggal 13 Juni 2011 pukul 13:52 WIB.
Fransnico, 2008. Indonesia Pegang Rekor Penghancur Hutan Tercepat. Http://Www.Greenpeace.org, diakses tanggal 10 Juni 2011 pukul 07:08 WIB.
Kompas.com. 2010. 12 Maret 2010 at 16:45 WIB. Gizi Buruk, RPG Solusinya !. Http://Www.Kompas.com, diakses tanggal 27 Mei 2011 pukul 09:33 WIB.

0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

 
© Copyright 2012. Makalah Cyber . All rights reserved | Makalah Cyber.blogspot.com is proudly powered by Blogger.com | Template by Makalah Cyber - Zoenk