Sabtu, 07 April 2012

Makalah Agama Tentang Jihad

| Sabtu, 07 April 2012 | 0 komentar

1. Jihad Dalam Islam, Pemahaman dan Tafsir Al-Quran.
Al-Hafizh Zaki Al-Din ‘Abd Al-’Azhum Al Mundziri, Ringkasan Shahih Muslim, Al-Maktab Al-Islami, Beirut, dan PT. Mizan Pustaka, Bandung, 2008
Allah mengilhamkan kepada jiwa manusia (jalan) kefasikan/kedurhakaan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (QS. Asy-Syams (91):ayat 8,9,10)

Begitu firman Allah dalam surat Asy-Syams ayat 8,9,10, yang artinya diri manusia memiliki potensi kebaikan dan keburukan.
Seperti itu jugalah sifat masyarakat dan negara yang terdiri dari banyak individu. Keburukan mendorong pada kesewenang-wenangan, sedangkan kebajikan mengantarkan pada keharmonisan. Saat terjadi kesewenang-wenangan, kebajikan berseru dan merintih untuk mencegahnya. Dari sanalah perjuangan, baik di tingkat individu maupun di tingkat masyarakat dan negara. Demikian itulah ketetapan ilahi.
Kami tidak menciptakan langit dan bumi, dan segala yang ada di antara keduanya dengan bermain-main. Sekiranya hendak membuat suatu permainan, tentulah Kami membuatnya dari sisi Kami. Jika Kami menghendaki berbuat demikian (tentulah Kami telah melakukannya). Sebenarnya Kami melontarkan yang hak kepada yang batil, lalu yang hak itu menghancurkannya, maka dengan serta merta yang batil itu lenyap. Dan kecelakaan bagi kamu menyifati (Allah dengan sifat yang tidak layak). (QS Al-Anbiya’ [21]: 16-18)
Islam datang membawa nilai-nilai kebaikan dan menganjurkan manusia agar menghiasi diri dengannya, serta memerintahkan manusia agar memperjuangkannya hingga mengalahkan kebatilan. Atau seperti bunyi ayat di atas, melontarkan yang hak kepada yang batil hingga mampu menghancurkannya. Tapi hal itu tak dapat terlaksana dengan sendirinya, kecuali melalui perjuangan.
Istilah Al-Quran untuk menunjukkan perjuangan adalah kata jihad. Sayangnya, istilah ini sering disalahpahami atau dipersempit artinya.
MACAM-MACAM JIHAD
Seperti telah dikemukakan, terjadi kesalahpahaman dalam memahami istilah jihad. Jihad biasanya hanya dipahami dalam arti perjuangan fisik atau perlawanan bersenjata. Ini mungkin terjadi karena sering kata itu baru terucapkan pada saat-saat perjuangan fisik. Memang diakui bahwa salah satu bentuk jihad terkecil adalah perjuangan fisik/perang, tetapi harus diingat bahwa banyak jihad yang lebih besar yaitu melakukan berbagai amal dengan harta yang dimilikinya, dan jihad yang terbesar adalah melawan hawa nafsu (mengendalikan hawa nafsu); sebagaimana sabda Rasulullah saw ketika beliau baru saja kembali dari medan pertempuran.
Kita kembali dari jihad terkecil menuju jihad terbesar, yakni jihad melawan hawa nafsu.
Kesalahpahaman pengertian dan makna jihad, disuburkan juga oleh terjemahan yang kurang tepat terhadap ayat-ayat Al-Quran yang berbicara tentang jihad dengan anfus dan harta benda. Kata anfus sering diterjemahkan sebagai jiwa Terjemahan Departemen Agama RI pun demikian. Memang, kata anfus dalam Al-Quran memiliki banyak arti. Ada yang diartikan sebagai nyawa, di waktu lain sebagai hati, yang ketiga bermakna jenis, dan ada pula yang berarti “totalitas manusia” tempat terpadu jiwa dan raganya, serta segala sesuatu yang tidak dapat terpisah darinya.
Al-Quran mempersonifikasikan wujud seseorang di hadapan Allah dan masyarakat dengan menggunakan kata nafs. Jadi tidak salah jika kata itu dalam konteks jihad dipahami sebagai totalitas manusia, sehingga kata nafs mencakup nyawa, emosi, pengetahuan, tenaga, pikiran, bahkan waktu dan tempat yang berkaitan dengannya, karena manusia tidak dapat memisahkan diri dari kedua hal itu. Pengertian ini, diperkuat dengan adanya perintah dalam Al-Quran untuk berjihad tanpa menyebutkan nafs atau harta benda (antara lain QS Al-Hajj: 78).
MAKNA JIHAD
Kata jihad terulang dalam Al-Quran sebanyak empat puluh satu kali dengan berbagai bentuknya. Menurut ibnu Faris (w. 395 H) dalam bukunya Mu’jam Al-Maqayis fi Al-Lughah, “Semua kata yang terdiri dari huruf j-h-d, pada awalnya mengandung arti kesulitan atau kesukaran dan yang mirip dengannya.”
Kata jihad terambil dari kata jahd yang berarti “letih/sukar.” Jihad memang sulit dan menyebabkan keletihan. Ada juga yang berpendapat bahwa jihad berasal dari akar kata “juhd” yang berarti “kemampuan”. Jihad juga mengandung arti “kemampuan memberi”. Karena itu jihad adalah pengorbanan, dan dengan demikian sang mujahid tidak menuntut atau mengambil tetapi memberi semua yang dimilikinya. Ketika memberi, dia tidak berhenti sebelum tujuannya tercapai atau yang dimilikinya habis.
Kesimpulannya, jihad adalah cara-cara positif untuk mencapai tujuan yaitu melaksanakan dan mengamalkan perintah Allah SWT serta menjauhi larangan-Nya. Jihad tidak mengenal putus asa, menyerah, kelesuan, tidak pula pamrih. Tetapi jihad tidak dapat dilaksanakan tanpa modal, karena itu jihad mesti disesuaikan dengan modal yang dimiliki.
Karena jihad harus dilakukan dengan modal, maka mujahid tidak mengambil, tetapi memberi. Bukan mujahid yang menanti imbalan selain dari Allah, karena jihad diperintahkan semata-mata demi Allah. Jihad menjadi titik tolak seluruh upaya berbuat kebaikan dan beramal; karenanya jihad adalah puncak segala aktivitas amal dan kebaikan.


2. Kisah Nabi Adam AS
Sami bin Abdullah bin Ahmad al-Maghluts, Atlas Sejarah Para Nabi dan Rasul, Mendalami Nilai-nilai Kehidupan yang Dijalani Para Utusan Allah, Obeikan Riyadh, Almahira Jakarta, 2008.
Setelah Allah SWT. menciptakan bumi, langit, dan malaikat, Allah berkehendak untuk menciptakan makhluk lain yang nantinya akan dipercaya menghuni, mengisi, serta memelihara bumi tempat tinggalnya. Saat Allah mengabari para malaikat akan kehendak-Nya untuk menciptakan manusia, mereka khawatir makhluk tersebut nantinya akan membangkang terhadap ketentuan-Nya dan melakukan kerusakan di muka bumi. Berkatalah para malaikat kepada Allah:
“Mengapa engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” (Q.S. Al-Baqarah [2]:30)
Allah kemudian berfirman untuk menghilangkan keraguan para malaikat-Nya:
“Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (Q.S. Al-Baqarah [2]:30)
Lalu diciptakanlah Adam oleh Allah dari segumpal tanah. Setelah disempurnakan bentuknya, maka ditiupkanlah roh ke dalamnya sehingga ia dapat bergerak dan menjadi manusia yang sempurna. Awalnya Nabi Adam a.s. ditempatkan di surga, tetapi terkena tipu daya iblis kemudian diturunkan ke bumi bersama istrinya karena mengingkari ketentuan Allah.
Adam diturunkan dibumi bukan karena mengingkari ketentuan, melainkan dari sejak akan diciptakan, Allah sudah menunjuk Adam sebagai khalifah di muka bumi. jadi meskipun tidak melanggar ketentuan (Allah) adam akan tetap diturunkan kebumi sebagai khalifah pertama.
Adam merupakan nabi dan juga manusia pertama yang bergelar khalifah Allah yang dimuliakan dan ditinggikan derajatnya. Ia diutus untuk memperingatkan anak cucunya agar menyembah Allah. Di antara sekian banyak anak cucunya, ada yang taat dan ada pula yang membangkang.
Kesombongan iblis (setan)
Saat semua makhluk penghuni surga bersujud menyaksikan keagungan Allah itu, hanya iblis (setan) yang membangkang dan enggan mematuhi perintah Allah karena merasa dirinya lebih mulia, lebih utama, dan lebih agung dari Adam. Hal itu disebabkan karena setan merasa diciptakan dari unsur api, sedangkan Adam hanyalah dari tanah dan lumpur. Kebanggaan akan asal-usul menjadikannya sombong dan merasa enggan untuk bersujud menghormati Adam seperti para makhluk surga yang lain.
Disebabkan oleh kesombongannya itulah, maka Allah menghukum setan dengan mengusirnya dari surga dan mengeluarkannya dari barisan para malaikat disertai kutukan dan laknat yang akan melekat pada dirinya hingga kiamat kelak. Disamping itu, ia telah dijamin sebagai penghuni neraka yang abadi.
Setan dengan sombong menerima hukuman itu dan ia hanya memohon kepada-Nya untuk diberi kehidupan yang kekal hingga kiamat. Allah memperkenankan permohonannya itu. Tanpa mengucapkan terima kasih dan bersyukur atas pemberian jaminan itu, setan justru mengancam akan menyesatkan Adam sehingga ia terusir dari surga. Ia juga bersumpah akan membujuk anak cucunya dari segala arah untuk meninggalkan jalan yang lurus dan menempuh jalan yang sesat bersamanya. Allah kemudian berfirman bahwa setan tidak akan sanggup menyesatkan hamba-Nya yang beriman dengan sepenuh hati.
Pengetahuan Adam
Allah hendak menghilangkan pandangan miring dari para malaikat terhadap Adam dan menyakinkan mereka akan kebenaran hikmah-Nya yang menyatakan Adam sebagai penguasa bumi, maka diajarkanlah kepada Adam nama-nama benda yang ada di alam semesta yang kemudian diperagakan di hadapan para malaikat. Para malaikat tidak sanggup menjawab firman Allah untuk menyebut nama-nama benda yang berada di depan mereka dan mengakui ketidaksanggupan mereka dengan mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui sesuatupun kecuali apa yang diajarkan-Nya.
Adam lalu diperintahkan oleh Allah untuk memberitahukan nama-nama benda itu kepada para malaikat dan setelah diberitahu oleh Adam, berfirmanlah Allah kepada mereka bahwa hanya Dialah yang mengetahui rahasia langit dan bumi serta mengetahui segala sesuatu yang nampak maupun tidak nampak.
Lokasi Adam dan Hawa turun ke bumi
Dari riwayat-riwayat secara global disebutkan bahwa Adam turun ke bumi, dia turun di India (Semenanjung Syrindib, Ceylan) di atas gunung yang bernama Baudza. Di dalam kitab Rihlahnya, Ibnu Batuthah mengatakan: “Sejak sampai di semenanjung ini, tujuanku tidak lain, kecuali mengunjungi al-Qadam al-Karimah. Adam datang ketika mereka tengah berada di semenanjung Ceylan”.
Syaikh Abu Abdullah bin Khafif mengatakan: “Dialah orang yang pertama kali membuka jalan untuk mengunjungi al-Qadam.”
Lokasi Makam Adam
Sementara makam Adam as sendiri ada yang mengatakan terletak di gunung Abu Qubais. Ada juga yang mengatakan di gunung Baudza, tanah dimana dia pertama kali turun ke bumi. Dan ada juga yang berpendapat, setelah terjadi angin topan, Nuh as mengulangi pemakamannya di Baitul Maqdis.
Dan kami menarjih apa yang diriwayatkan Thabrani, Ibnu al-Atsir, dan al-Ya’qubi, bahwa Adam setelah Allah SWT memberikan ampunan kepadanya, dibawa oleh Malaikat Jibril ke Jabal Arafat. Disana Jibril mengajarinya manasik haji. Dia meninggal dan dimakamkan di tepi Jabal Abu Qubais

3. Kisah Nabi Yahya As
Dr. Syauqi Abu Khalil, Atlas Al-Quran, Membuktikan Kebenaran Fakta Sejarah yang Disampaikan Al-Qur’an secara Akurat disertai Peta dan Foto, Dar al-Fikr Damaskus, Almahira Jakarta, 2008.
Nama Yahya bin Zakaria
Garis Keturunan Adam as ? Syits ? Anusy ? Qainan ? Mahlail ? Yarid ? Idris as ? Mutawasylah ? Lamak ? Nuh as ? Sam ? Arfakhsyadz ? Syalih ? Abir ? Falij ? Ra’u ? Saruj ? Nahur ? Azar ? Ibrahim as ? Ishaq as ? Yahudza ? Farish ? Hashrun ? Aram ? Aminadab ? Hasyun ? Salmun ? Bu’az ? Uwaibid ? Isya ? Daud as ? Sulaiman as ? Rahab’am ? Aynaman ? Yahfayath ? Syalum ? Nahur ? Bal’athah ? Barkhiya ? Shiddiqah ? Muslim ? Sulaiman ? Daud ? Hasyban ? Shaduq ? Muslim ? Dan ? Zakaria as ? Yahya as
Usia 32 tahun
Periode sejarah 1 SM – 31 M
Tempat diutus (lokasi) Palestina
Jumlah keturunannya (anaknya) -
Tempat wafat Damaskus
Sebutan kaumnya Bani Israil
di Al-Quran namanya disebutkan sebanyak 5 kali
Nabi Yahya (Yohanes) adalah anak Nabi Zakaria. Dalam Al-Qur’an Nabi Yahya tidak banyak diuraikan, hanya dijelaskan beliau dikaruniai hikmah dan ilmu semasa kanak-kanak. Beliau hormat pada orang tuanya, dan tidak sombong ataupun durhaka. Beliau pintar dan tajam pemikirannya, beribadah siang malam.
Kisah Nabi Yahya tidak terpisahkan dengan kisah ayahnya (Nabi Zakaria). Nabi Zakaria diutus kepada bani Israil ketika kemaksiatan, kemungkaran, kezhaliman, dan kerusakan merajalela di kalangan mereka. Selain itu, raja-raja kejam serta zhalim juga berkuasa di sana dan selalu berbuat kerusakan. Herodes, penguasa Palestina adalah raja yang paling jahat dan suka melanggar. Dialah yang memerintahkan membunuh Nabi Zakaria dan Nabi Yahya.
Nabi Zakaria memulai dakwah dengan mengajak kaumnya menyembah Allah dan memperingatkan mereka tentang akibat buruknya perbuatan mereka jika tidak segera bertaubat. Meski sudah renta dan rambutnya memutih, dia terus berdakwah menyeru kaumnya. Selain itu, Nabi Zakaria juga tak pernah letih berdoa kepada Allah agar dikarunia putra yang dapat menggantikannya dalam memikul tugas dakwah ini setelah dia wafat nanti. Hal ini dikisahkan dalam firman Allah, “Dia (Zakaria) berkata “Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku. Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putera, yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebagian keluarga Yakub; dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridhai.” (QS. Maryam [19]: 4-6).
Allah lantas mengabulkan permohonannya. Sebagaimana firman-Nya, “Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia.” (QS. Maryam [19]: 7).
Nabi Yahya dilahirkan tiga bulan lebih awal dari kelahiran Nabi Isa. Dia kemudia dibesarkan dan dididik oleh orang tuanya dengan kebaikan dan ketakwaan, seperti firman Allah, “Wahai Yahya, ambillah (pelajarilah) kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. Dan, Kami berikan kepadanya (Yahya) hikmah selagi ia masih kanak-kanak” (QS. Maryam [19]: 12).
Nabi Yahya meninggal karena dibunuh. Hal ini dikisahkan dalam satu riwayat bahwa pada zaman itu, salah satu raja yang terkenal jahat dan zhalim, Herodes ingin menikah dengan perempuan yang tidak halal baginya. Perempuan tersebut bernama Herodia yang tidak lain ialah keponakannya sendiri, anak perempuan saudara kandungnya.
Wanita itu sangat cantik; memiliki tubuh dan penampilan yang amat menarik. Ketika mendengar berita tersebut, Nabi Yahya spontan melarang dan menentang pernikahan itu serta mengumumkan pembatalannya. Sikap Yahya ini pun tersebar ke seluruh penjuru kota. Merasa tidak senang, wanita itu berencana membunuh Yahya. Untuk memenuhi keinginannya, Herodia bersolek menemui pamannya yang tidak lain adalah calon suaminya dengan wajah berseri-seri dan menggoda. Dia lantas menjerat Herodes dengan tipu daya hingga pamannya terlena dengan ucapannya yang lembut. Pamannya kemudian bertanya, “Apakah yang dapat aku lakukan untukmu?”
Herodia menjawab, “Jika tuanku berkenan, aku hanya menginginkan kepala Yahya bin Zakaria.”
Sang raja pun mengabulkan permintaan calon istrinya tersebut dengan mengutus seseorang untuk memenggal kepala Nabi Yahya. Allah berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memang tak dibenarkan dan membunuh orang-orang yang menyuruh manusia berbuat adil, maka gembirakanlah mereka bahwa mereka akan menerima siksa yang pedih.” (QS. Ali-’Imran [3]: 21).
Nabi Yahya dalam Al-Qur’an.


4. l-Hafizh Zaki Al-Din ‘Abd Al-’Azhum Al Mundziri, kesabaran dan kiatnya dalam al-qur’an, PT. Mizan Pustaka, Bandung, 2008.
Urgensi Kesabaran
Kesabaran merupakan salah satu ciri mendasar orang yang bertaqwa kepada Allah SWT. Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa kesabaran merupakan setengahnya keimanan. Sabar memiliki kaitan yang tidak mungkin dipisahkan dari keimanan: Kaitan antara sabar dengan iman, adalah seperti kepala dengan jasadnya. Tidak ada keimanan yang tidak disertai kesabaran, sebagaimana juga tidak ada jasad yang tidak memiliki kepala. Oleh karena itulah Rasulullah SAW menggambarkan tentang ciri dan keutamaan orang yang beriman sebagaimana hadits di atas.
Namun kesabaran adalah bukan semata-mata memiliki pengertian "nrimo", ketidak mampuan dan identik dengan ketertindasan. Sabar sesungguhnya memiliki dimensi yang lebih pada pengalahan hawa nafsu yang terdapat dalam jiwa insan. Dalam berjihad, sabar diimplementasikan dengan melawan hawa nafsu yang menginginkan agar dirinya duduk dengan santai dan tenang di rumah. Justru ketika ia berdiam diri itulah, sesungguhnya ia belum dapat bersabar melawan tantangan dan memenuhi panggilan ilahi.
Makna Sabar
Sabar merupakan sebuah istilah yang berasal dari bahasa Arab, dan sudah menjadi istilah dalam bahasa Indonesia. Asal katanya adalah "Shobaro", yang membentuk infinitif (masdar) menjadi "shabran". Dari segi bahasa, sabar berarti menahan dan mencegah. Menguatkan makna seperti ini adalah firman Allah dalam Al-Qur'an:
Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas. (QS. Al-Kahfi/ 18 : 28)
Perintah untuk bersabar pada ayat di atas, adalah untuk menahan diri dari keingingan ‘keluar’ dari komunitas orang-orang yang menyeru Rab nya serta selalu mengharap keridhaan-Nya. Perintah sabar di atas sekaligus juga sebagai pencegahan dari keinginan manusia yang ingin bersama dengan orang-orang yang lalai dari mengingat Allah SWT. Sedangkan dari segi istilahnya, sabar adalah:
Menahan diri dari sifat kegeundahan dan rasa emosi, kemudian menahan lisan dari keluh kesah serta menahan anggota tubuh dari perbuatan yang tidak terarah.
Bentuk-Bentuk Kesabaran
Para ulama membagi kesabaran menjadi tiga hal; sabar dalam ketaatan kepada Allah, sabar untuk meninggalkan kemaksiatan dan sabar menghadapi ujian dari Allah:
1. Sabar dalam ketaatan kepada Allah. Merealisasikan ketaatan kepada Allah, membutuhkan kesabaran, karena secara tabiatnya, jiwa manusia enggan untuk beribadah dan berbuat ketaatan. Ditinjau dari penyebabnya, terdapat tiga hal yang menyebabkan insan sulit untuk sabar. Pertama karena malas, seperti dalam melakukan ibadah shalat. Kedua karena bakhil (kikir), seperti menunaikan zakat dan infaq. Ketiga karena keduanya, (malas dan kikir), seperti haji dan jihad.
Kemudian untuk dapat merealisasikan kesabaran dalam ketaatan kepada Allah diperlukan beberapa hal,
(1) Dalam kondisi sebelum melakukan ibadah berupa memperbaiki niat, yaitu kikhlasan. Ikhlas merupakan kesabaran menghadapi duri-duri riya'.
(2) Kondisi ketika melaksanakan ibadah, agar jangan sampai melupakan Allah di tengah melaksanakan ibadah tersebut, tidak malas dalam merealisasikan adab dan sunah-sunahnya.
(3) Kondisi ketika telah selesai melaksanakan ibadah, yaitu untuk tidak membicarakan ibadah yang telah dilakukannya supaya diketahui atau dipuji orang lain.
2. Sabar dalam meninggalkan kemaksiatan. Meninggalkan kemaksiatan juga membutuhkan kesabaran yang besar, terutama pada kemaksiatan yang sangat mudah untuk dilakukan, seperti ghibah (baca; ngerumpi), dusta, memandang sesuatu yang haram dsb. Karena kecendrungan jiwa insan, suka pada hal-hal yang buruk dan "menyenangkan". Dan perbuatan maksiat identik dengan hal-hal yang "menyenangkan".
3. Sabar dalam menghadapi ujian dan cobaan dari Allah, seperti mendapatkan musibah, baik yang bersifat materi ataupun inmateri; misalnya kehilangan harta, kehilangan orang yang dicintai dsb.
Kiat-kiat Untuk Meningkatkan Kesabaran
1. Mengkikhlaskan niat kepada Allah SWT, bahwa ia semata-mata berbuat hanya untuk-Nya.
2. Memperbanyak tilawah (baca; membaca) al-Qur'an, baik pada pagi, siang, sore ataupun malam hari.
3. Memperbanyak puasa sunnah.
4. Mujahadatun Nafs,
5. Mengingat-ingat kembali tujuan hidup di dunia.


5. Pengertian Shalat Jum'at, Hukum, Syarat, Ketentuan, Hikmah Dan Sunah Solat Jumat
M. Nashiruddin Al-Albani, solat jum’at : Jakarta, 2008.
A. Arti Definisi / Pergertian Shalat Jumat
Sholat Jum'at adalah ibadah salat yang dikerjakan di hari jum'at dua rakaat secara berjamaah dan dilaksanakan setelah khutbah.
B. Hukum Sholat Jum'at
Shalah Jum'at memiliki hukum wajib 'ain bagi laki-laki / pria dewasa beragama islam, merdeka dan menetap di dalam negeri atau tempat tertentu. Jadi bagi para wanita / perempuan, anak-anak, orang sakit dan budak, solat jumat tidaklah wajib hukumnya.
Dalil Al-qur'an Surah Al Jum'ah ayat 9 :
" Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui."
C. Syarat Sah Melaksanakan Solat Jumat
1. Shalat jumat diadakan di tempat yang memang diperuntukkan untuk sholat jumat. Tidak perlu mengadakan pelaksanaan solat jum'at di tempat sementara seperti tanah kosong, ladang, kebun, dll.
2. Minimal jumlah jamaah peserta salat jum'at adalah 40 orang.
3. Shalat Jum'at dilaksanakan pada waktu shalat dhuhur / zuhur dan setelah dua khutbah dari khatib.
D. Ketentuan Shalat Jumat
Shalat jumat memiliki isi kegiatan sebagai berikut :
1. Mengucapkan hamdalah.
2. Mengucapkan shalawat Rasulullah SAW.
3. Mengucapkan dua kalimat syahadat.
4. Memberikan nasihat kepada para jamaah.
5. Membaca ayat-ayat suci Al-quran.
6. Membaca doa.
E. Hikmah Solat Jum'at
1. Simbol persatuan sesama Umat Islam dengan berkumpul bersama, beribadah bersama dengan barisan shaf yang rapat dan rapi.
2. Untuk menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antar sesama manusia. Semua sama antara yang miskin, kaya, tua, muda, pintar, bodoh, dan lain sebagainya.
3. Menurut hadis, doa yang kita panjatkan kepada Allah SWT akan dikabulkan.
4. Sebagai syiar Islam.
F. Sunat-Sunat Shalat Jumat
1. Mandi sebelum datang ke tempat pelaksanaan sholat jum at.
2. Memakai pakaian yang baik (diutamakan putih) dan berhias dengan rapi seperti bersisir, mencukur kumis dan memotong kuku.
3. Memakai pengaharum / pewangi (non alkohol).
4. Menyegerakan datang ke tempat salat jumat.
5. Memperbanyak doa dan salawat nabi.
6. Membaca Alquran dan zikir sebelum khutbah jumat dimulai.
B. Hukum Sholat Jum'at
Shalah Jum'at memiliki hukum wajib 'ain bagi laki-laki / pria dewasa beragama islam, merdeka dan menetap di dalam negeri atau tempat tertentu. Jadi bagi para wanita / perempuan, anak-anak, orang sakit dan budak, solat jumat tidaklah wajib hukumnya.
Dalil Al-qur'an Surah Al Jum'ah ayat 9 :
" Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui."
(A). 1. hukum yang menyatakan wajib solat jumat dikerjakan oleh orang laki2 saja itu mana? sedangkan di surat yang ada sebut tidak ada arti yang menyatakan bahwa laki2 saja yang wajib mejalankan salat jumat.
syarat empat puluh orang buat sholat jum'at
kalau kurang dari empat puluh orang sebaiknya bubar saja dan bergabung dengan masjid atau mushola lain yang menggelar solat jumat. soalnya nggak sah kalau salat jumat kurang dari empatpuluh orang. terus menurut aku sholat jumat itu boleh dilakukan dimana-mana termasuk kantor, sekolah, kampus, tempat parkir, lapangan kosong, dan lain sebagainya asalkan bersih dan layak dijadikan tempat solat serta muat dipakai 40 orang lebih.




6. Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, makna suatu pernikahan, Jakarta, 1999
Pernikahan, atau tepatnya “keberpasangan” merupakan ketetapan Ilahi atas segala makhluk. Berulang-ulang hakikat ini ditegaskan oleh Al-Quran antara lain dengan firman-Nya:
TUJUAN dan HIKMAH PERNIKAHAN
Kompilasi Hukum Islam merumuskan bahwa tujuan perkawinan (pernikahan) adalah “untuk mewujudkan kehidupan rumahtangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah:, yaitu rumahtangga yang tenteram, penuh kasih sayang, serta bahagia lahir dan batin.
Rumusan ini sesuai dengan firman Allah SWT :
Tujuan perkawinan tidak hanya terbatas pada hal-hal yang bersifat biologis yang menghalalkan hubungan seksual antara kedua belah pihak, tetapi lebih luas, meliputi segala aspek kehidupan rumah tangga, baik lahiriah maupun batiniah.

Sejalan dengan tujuannya, perkawinan memiliki sejumlah hikmah atau keuntungan bagi orang yang melakukannya. Dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam (3, Ajaran, Perkawinan halaman 66), serta menurut Sayid Sabiq, ulama fikih kontemporer (I. Istanha, Mesir, 1915) dalam bukunya Fiqh as-Sunnah, mengemukakan sebagai berikut :
1. Dapat menyalurkan naluri seksual dengan cara sah dan terpuji.
Bagi manusia, naluri tersebut sangat kuat dan keras serta menuntut adanya penyaluran yang baik. Jika tidak, dapat mengakibatkan kegoncangan dalam kehidupannya. Dengan perkawinan, kehidupan manusia menjadi segar dan tenteram serta terpelihara dari perbuatan keji dan rendah (QS. Ar-Ruum (30) : ayat 21).
2. Memelihara dan memperbanyak keturunan dengan terhormat, sehingga dapat menjaga kelestarian hidup umat manusia.
3. Naluri keibuan dan kebapakan akan saling melengkapi dalam kehidupan rumahtangga bersama anak-anak.
Hubungan itu akan menumbuhkan rasa kasih sayang, sikap jujur, dan keterbukaan, serta saling menghargai satu sama lain sehingga akan meningkatkan kualitas seorang manusia. (QS.30:21, 16:72).
4. Melahirkan organisasi (tim) dengan pembagian tugas/tanggungjawab tertentu, serta melatih kemampuan bekerjasama.
Tugas intern pengaturan rumahtangga termasuk memelihara dan mendidik anak yang umumnya menjadi tugas utama isteri dan tentunya harus bekerjasama dengan suami; mencari nafkah yang menjadi kewajiban suami dapat dibantu oleh istrinya; pengelolaan keuangan yang sebaiknya menjadi bagian dari isteri, namun dengan seijin suami dalam pembelanjaannya. Ini semua meningkatkan sikap disiplin, rajin, kerja keras, syukur, sabar, dan tawakal.
5. Terbentuknya tali kekeluargaan dan silaturahmi antar keluarga, sehingga memupuk rasa sosial dan dapat membentuk masyarakat yang kuat serta bahagia.
WALIMAH (Pesta Pernikahan)
Walimah (walimatul-’ursy) adalah pesta pernikahan, yaitu upacara perjamuan makan yang diadakan sewaktu atau sesudah pernikahan dilangsungkan. Inti upacara tersebut adalah untuk memberitahukan dan merayakan pernikahan yang dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur dan kebahagiaan keluarga. Dalam walimah, diundang kerabat dekat dan tetangga serta handai tolan.
Menurut jumhur ulama Malikiyah, Hanabilah, dan sebagian ulama Syafi’iyah, mengadakan walimah itu sunah mu’akkad (sangat dianjurkan) hukumnya. Ketika Rasulullah saw melihat upacara pernikahan, beliau berkata, “Semoga Allah memberkatimu. Adakanlah walimah meskipun dengan seekor kambing” (HR. Bukhari-Muslim). Hadist dari Buraidah, ia mengatakan ketika Ali melamar Fatimah, Rosulullah saw bersabda, “Sesungguhnya mesti, untuk perkawinan ada walimahnya”. (HR. Ahmad).
Mengenai hukum memenuhi undangan untuk menghadiri walimah (pesta pernikahan), terdapat perbedaan diantara ulama. Menurut ulama Hanafiyah, memenuhi undangan walimah hukumnya sunah. Sedangkan menurut jumhur termasuk ulama Malikiyah, sebagian Mazhab Syafi’i dan Hanbali, hukumnya wajib ‘ain bila tidak ada halangan. al-quran.bahagia.us


7. Ibnu Katsir, sejarah solat lima waktu, gramedia:1999
Nabi Muhammad SAW merupakan nabi terakhir yang diutuskan oleh Allah SWT untuk membimbing manusia ke arah jalan kebenaran. Tidak seperti umat nabi-nabi yang lain, umat nabi Muhammad telah diperintahkan untuk mengerjakan solat 5 waktu setiap hari. Ini merupakan kelebihan dan anugerah Allah SWT terhadap umat nabi Muhammad dimana solat tersebut akan memberikan perlindungan ketika di hari pembalasan kelak. Berikut diterangkan asal-usul bagaimana setiap solat mulai dikerjakan.

Subuh:
Manusia pertama yang mengerjakan solat subuh ialah Nabi Adam a.s. iaitu ketika baginda keluar dari syurga lalu diturunkan ke bumi. Perkara pertama yang dilihatnya ialah kegelapan dan baginda berasa takut yang amat sangat. Apabila fajar subuh telah keluar, Nabi Adam a.s. pun bersembahyang dua rakaat.
Rakaat pertama: Tanda bersyukur kerana baginda terlepas dari kegelapan malam.
Rakaat kedua: Tanda bersyukur kerana siang telah menjelma.
DZuhur:
Manusia pertama yang mengerjakan solat Zohor ialah Nabi Ibrahim a.s. iaitu tatkala Allah SWT telah memerintahkan padanya agar menyembelih anaknya Nabi Ismail a.s.. Seruan itu datang pada waktu tergelincir matahari, lalu sujudlah Nabi Ibrahim sebanyak empat rakaat.
Rakaat pertama: Tanda bersyukur bagi penebusan.
Rakaat kedua: Tanda bersyukur kerana dibukakan dukacitanya dan juga anaknya.
Rakaat ketiga: Tanda bersyukur dan memohon akan keredhaan Allah SWT.
Rakaat keempat: Tanda bersyukur kerana korbannya digantikan dengan tebusan kibas.
Ashar:
Manusia pertama yang mengerjakan solat Asar ialah Nabi Yunus a.s. tatkala baginda dikeluarkan oleh Allah SWT dari perut ikan Nun. Ikan Nun telah memuntahkan Nabi Yunus di tepi pantai, sedang ketika itu telah masuk waktu Asar. Maka bersyukurlah Nabi Yunus lalu bersembahyang empat rakaat kerana baginda telah diselamatkan oleh Allah SWT daripada 4 kegelapan iaitu:
Rakaat pertama: Kelam dengan kesalahan.
Rakaat kedua: Kelam dengan air laut.
Rakaat ketiga: Kelam dengan malam.
Rakaat keempat: Kelam dengan perut ikan Nun.
Maghrib:
Manusia pertama yang mengerjakan solat Maghrib ialah Nabi Isa a.s. iaitu ketika baginda dikeluarkan oleh Allah SWT dari kejahilan dan kebodohan kaumnya, sedang waktu itu telah terbenamnya matahari. Bersyukur Nabi Isa, lalu bersembahyang tiga rakaat kerana diselamatkan dari kejahilan tersebut iaitu:
Rakaat pertama: Untuk menafikan ketuhanan selain daripada Allah yang Maha Esa.
Rakaat kedua: Untuk menafikan tuduhan dan juga tohmahan ke atas ibunya Siti Mariam yang telah dituduh melakukan perbuatan sumbang.
Rakaat ketiga: Untuk meyakinkan kaumnya bahawa Tuhan itu hanya satu iaitu Allah SWT semata-mata, tiada dua atau tiganya.
Isya’:
Manusia pertama yang mengerjakan solat Isyak ialah Nabi Musa a.s.. Pada ketika itu, Nabi Musa telah tersesat mencari jalan keluar dari negeri Madyan, sedang dalam dadanya penuh dengan perasaan dukacita. Allah SWT menghilangkan semua perasaan dukacitanya itu pada waktu Isyak yang akhir. Lalu sembahyanglah Nabi Musa empat rakaat sebagai tanda bersyukur.
Rakaat pertama: Tanda dukacita terhadap isterinya.
Rakaat kedua: Tanda dukacita terhadap saudaranya Nabi Harun.
Rakaat ketiga: Tanda dukacita terhadap Firaun.
Rakaat keempat: Tanda dukacita terhadap anak Firaun

0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

 
© Copyright 2012. Makalah Cyber . All rights reserved | Makalah Cyber.blogspot.com is proudly powered by Blogger.com | Template by Makalah Cyber - Zoenk