Kamis, 26 Juli 2012

“ HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP PERILAKU PENANGANAN KECEMASAN KLIEN DENGAN PHOBIA REPTIL”

| Kamis, 26 Juli 2012 | 0 komentar

BAB 1
PENDAHULUAN
  1. Latar belakang
Dalam perkembangan dunia kesehatan ada begitu banyak masalah yang dihadapi baik oleh tim kesehatan itu sendiri maupun masyarakat yang tentunya menyita perhatian banyak pihak. Tidak terkecuali masalah yang dihadapi oleh klien khususnya masalah phobia yang akan dibahas dalam makalah ini. Dalam penelitian ini penulis mengambil sample seorang klien mahasiswi keperawatan. Klien mengenyam pendidikannya di Salah satu perguruan tinggi ternama di Jakarta.Yang  bernama  sixta. Berusia 21 tahun, anak pertama dari dua
bersaudara. Awal dari klien mengalami phobia ketika melihat cicak klien akan segera berteriak dan k arena hal inilah klien pernah jatuh, sampai saat ini pun kalau ditanya apa yang ditakutidari cicak klien mengaku tidak mengetahiunya. Phobia klien sudah ada sejak klien berumur 7 tahun. Klien sudah berupaya ke psikologi tapi karena keterbatasan waktu dan kuliah yang padat maka pasien sempat berhenti untuk berkonsultasi.

  1. Rumusan masalah

Masalah psikologi yang dapat dirumuskan dari penelitian ini adalah bagaimana hubungan  tingkat pengetahuan dan sikap terhadap penanganan klien dengan phobia reptil.

  1. Tujuan penulisan

  1. Tujuan umum
Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan sikap terhadap upaya mengurangi kecemasan pada klien phobia reptil.

  1. Tujuan khusus
    1. Mengetahui dan memahami pengertian phobia
    2. Mengetahui tingkat prevalensi perkembangan phobia
    3. Mengetahui dan mengenal tanda dan gejala pada phobia
    4. Mendeskripsikan tingkat pengetahuan klien phobia untuk mengurangi phobia.
    5. Sebagai bahan penambah wawasan bagi pembaca.

  1. Metode penulisan
Makalah ini disusun dengan menggunakan metode penulisan wawancara  dan observasi. Semua data yang terkumpul dalam makalah ini , menggunakan metode mengunakan metode mengumpulkan informasi melalui studi kepustakaan dan berbagai situs di internet dijadikan acuan penulis.

  1. Manfaat penulisan

  1. Bagi penulis : mengetahui lebih banyak tentang phobia dan seberapa tinggi angka kejadian setiap tahun.
  2.  Bagi Klien phobia : dapat mengetahui cara mengatasi phobia saat phobianya kambuh.
  3. Bagi pembaca atau masyarakat : lebih memahami bagaimana perkembangan,mengatasi, dan tanda serta gejala phobia.

















BAB II
TINJAUAN TEORI

  1. A.    PERILAKU
  2. Pengertian
Perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003). Sedangkan pengertian lain menyebutkan perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia, sedangkan dorongan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia (Purwanto, 2002). Perilaku yang mncul dari individu dapat dikatakan merupakan usaha individu untuk memenuhi kebutuhannya dan usaha tersebut dapat diamati.
  1. Jenis Respon
Skinner (1983) seorang ahli perilaku mengemukakan bahwa perilaku adalah hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan (respon). Menurut Notoadmodjo (2003) untu respon dibedakan menjadi dua :
  1. Respondent response atau reflexive respon, adalah respon yang ditimbulkan oleh rangsang-rangsangan tertentu. Respon yang ditimbulkan relative tetap.
  2. Operan response atau instrument reflexive, adalah respon yang timbul dan berkembang oleh perangsang tertentu. Perangsang ini bersifat memperkuat respon yang telah dilakukan.


  1. Bentuk Perilaku
Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan sebagai suatu respon organism atau seseorang terhadap perangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. Menurut Notoadmodjo (2003) respon ini berbentuk dua macam :
  1. Bentuk pasif adalah repon internal yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh oran lain. Dalam hal ini perilaku masih terselubung atau cover behavior.
  2. Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung. Perilaku ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata atau overt behavior.
  3. Cakupan perilaku
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Perilaku kesehatan mencakup (Notoadmodjo, 2003):
  1. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit. Perilaku ini sesuai dengan tingkat-tingkat pencegahan penyakit, yaitu :
    1. Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health promotion behavior), misalnya makan makanan yang bergizi, olah raga dan sebagainya.
    2.  Perilaku pencegahan peyakit (health prevention behaviour) adalah respon untuk melakukan pencegahan penyakit. Misalnya : tidak menganggap cicak atau reptile sebagai binatang yang aneh an menakutkan.
    3. Perilaku sehubungan dengan pencarian bantuan pengobatan (health seeking behavior), yatu perilaku untuk melakukan atau mencari pengobatan. Misalnya :  usaha-usaha mengobati sendiri penyakitnya, atau mencari pengobatan ke failitas-fasilitas kesehatan modern ( rumah sakit, psikiater, dokter praktek, dan sebagainya).
    4. Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health rehabilitation behavior) yaitu perilaku yang berhubungan dengan usaha-usaha pemulihan kesehatan setelah sembuh dari penyakit. Mengikuti saran psikiater dari hsil terapi yang diterapkan, ataupun mengikuti saran dokter dalam mengkonsumsi obat penenang.
    5.  Perlaku terhadap system pelyanan kesehatan adalah respon seseorang terhadap system pelayanan kesehatan terutama system pelayanan kesehatan modern.
    6. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behavior) adalah respon seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia.
  2. Factor-faktor yang mempengaruhi perilaku
Menurut teori Lawrence Green (1980) dikutip dari Notoadmodjo (2003), menyatakan bahwa perilaku kesehatan dipengaruhi oleh tiga factor, yaitu :
  1. Factor Predisposisi
Termasuk didalamnya adalah pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan dan nlai-nilai.
  1. Pengetahuan
Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Pada umumnya klien yang mengalami phobia reptile menganggap takut pada cicak boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
  1. Sikap
Mempengaruhi perilaku karena sikap merupakan kesiapan berespon atau bertindak. Bila klien bersikap takut terhadap reptile sehubugandengan kecemasannya , maka hal tersebut dapat berpengaruh terhadap perilaku yang muncul untuk itu klien sehubungan dengan perilaku yang muncul, untuk itu klien sehubungan dengan perilaku pengurangan kecemasannya harus diperhatikan oleh petugas kesehatan.
  1. Kepercayaan
Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek. Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyaknan dan tanpa pembuktian terlebih dahulu. Masyarakat akan mempercaya suatu keyakinan tertentu, maka dalam menghadapi suatu perilaku kesehatan akan brpengaruh terhadap status kesehatannya.
  1. Keyakinan
Suatu hal yang dianggap benar dan dianut sebagai aturan yang dilakukan oleh masyarakat.
  1. Nilai – nilai
Didalam suatu masyarakat apapun selalu berlaku nilai-nilai yang menjadi pegangan sikap orang dalam menyelenggarakan hidup bermasyarakat.
  1. Factor pendukung (enabling factors)
Factor pendukung disini adalah ketersediaan sumber-sumber dan fasilitas yang memadai. Sumber – sumber dan failitas tersebut sebagian harus digali dan dikembangkan dari  itu sendiri. Factor pendukung ada dua macam, yaitu : fasilitas fisik dan fasilitas umum. Fasilitas fisik yaitu fasilitas-failitas atau saran kesehatan, misalnya , rumah sakit, obat-obatan, psikiater,  dan lain-lain. Sedangkan fasilitas umum yaitu media informasi, misalnya TV, Koran, majalah kesehatan.

  1. Factor penguat
Meliputi sikap dan perilaku petugas. Semua petugas kesehatan, baik dilihat dari jenis dan tingkatnya pada dasarnya adalah pendidikan kesehatan. Petugas kesehatan harus memiliki sikap dan perilaku petugas kesehatan, tokoh masyarak, teman sebaya dan orang tua.
Perilaku erat hubungannya dengan kesehatan. Tingkat kesehatan, keselamatan serta kehidupan seseorang banyak ditentuan oleh factor perilaku. Perilaku mempunyai andil nomer dua setelah lingkungan terhadap status kesehatan, perilaku pencegahan  kecemasan teradap phobia  adalah salah satu bagian penting yang harus diperhatikan oleh klien, sebagai persiapan untuk pencegahan nantinya dilakukan dengan mengatasi rasa cemasnya sendiri.

Selain itu perilaku pencegahan dapat pula dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan individu. Semakin bak tingkat pendidikan seseorang maka semakin baik pula perilaku pencegahan individu terhadap phobia.
  1. B.     PENGETAHUAN
  2. Pengertian
Pengetahuan atau knowledge adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yakni melalui indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, raba sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoadmodjo, 2002). Sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru, ia harus mengetaui terlebih dahulu apa arti dan manfaat perilaku bagi diri dan keluarganya. Misalnya : klien akan melakukan tindakan penyembuhan phobia, apabila tahu apa tujuan dan apa akibatnya bila tidak melakukan penyembuhan phobia itu sendiri.
Tingkatan pengetahuan didalam domain kognitif meliputi beberapa poin di bawah ini (Notoadmodjo, 2002):
  1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari. Sebelumnya termasuk kedalam pengetahuan dalam tingkat ini adalah mengingat kembali (recall). Sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima.Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain mampu menyebutkan, menguraikan mendefinisikan, dan sebagainya. Sebagai contoh dapat mendefinisikan arti dari phobia, mampu menyebutkan tanda dan gejala phobia, mampu menyebutkan etiologi phobia.
  1. Memahami (compherensif )
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat mengintepretasikan materi tersebut dengan benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyimpulkan dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari.
  1. Penerapan (application)
Penerapan diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi nyata sebelumnya. Misalnya : klien phobia yang melakukan penyembuhan  setelah mendengarkan penyuluhan kesehatan terkait dengan mendengar saran dari seorang psikiater atau psikolog.
  1. Analisis (analysa)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi suatu obyek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.
  1. Sintesis (syntesa)
Menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
  1. Evaluasi (evaluation)
Ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek penelitian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau berdasarkan kriteria yang sudah ada. Misalnya : klien phobia secara rutin menjalani terapi yang di berikan psikiater dalam tindakan penyembuhan phobia.

  1. B.     SIKAP
Pada dasarnya merupakan suatu perihal bagaimana kita suka / tidak suka terhadap sesuatu dan pada akhirnya menentukan perilaku kita.
Sikap mengacu pada suka : mendekat, mencari tahu, bergabung dan tidak suka : menghindar, menjauhi.
  1. Pengertian
    1. Berorientasi kepada respon :
Sikap adalah suatu bentuk dari perasaan, yaitu perasaan mendukung atau memihak (favourable) maupun perasaan tidak mendukung (Unfavourable) pada suatu objek.
  1. Berorientasi kepada kesiapan respon
Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu, apabila dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon.
Suatu pola perilaku, tendenasi atau kesiapan antisipatif untuk menyesuaikan diri dari situasi sosial yang telah terkondisikan.
  1. Berorientasi kepada skema triadik
Sikap merupakan konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek di lingkungan sekitarnya.
Secara sederhana sikap didefinisikan :
Ekspresi sederhana dari bagaimana kita suka atau tidak suka terhadap beberapa hal (Rahayuningsih, 2008).
  1. Komponen atau Struktur Sikap
    1. Komponen kognisi yang berhubungan dengan belief (kepercayaan atau keyakinan), ide, konsep; persepsi, stereotipe, opini yang dimiliki individu mengenai sesuatu
    2. Komponen Afeksi yang berhubungan dengan kehidupan emosional seseorang; menyangkut perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi.
    3. Komponen Kognisi yang merupakan kecenderungan bertingkah laku; ”kecenderungan” : belum berperilaku
Interaksi antara komponen sikap:
  1. Seharusnya membentuk pola sikap yang seragam ketika dihadapkan pada objek sikap.
  2. Apabila salah satu komponen sikap tidak konsisten satu sama lain, maka akan terjadi ketidakselarasan, akibatnya terjadi perubahan sikap.

  1. Pembentukan Sikap
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap:
  1. Pengalaman pribadi
    1. Dasar pembentukan sikap: pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat.
    2. Sikap mudah terbentuk jika melibatkan faktor emosional
    3. Kebudayaan
Pembentukan sikap tergantung pada kebudayaan tempat individu tersebut dibesarkan. Misalnya pada daerah tertentu pemburuan reptile sudah menjadi tradisi yang kemudian pada suatu saat kulit reptile dikuliti dan kulitnya menjadi hiasan di rumah.
  1. Orang lain yang dianggap penting (Significant Otjhers)
Yaitu: orang-orang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak tingkah laku dan opini kita, orang yang tidak ingin dikecewakan, dan yang berarti khusus. Misalnya: orangtua, pacar, suami/isteri, teman dekat, guru, pemimpin. Umumnya individu tersebut akan memiliki sikap yang searah (konformis) dengan orang yang dianggap penting.
  1. Media massa.
Media massa berupa media cetak dan elektronik. Dalam penyampaian pesan, media massa membawa pesan-pesan sugestif yang dapat mempengaruhi opini kita. Jika pesan sugestif yang disampaikan cukup kuat, maka akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal, hingga membentuk sikap tertentu.
Misalnya : pengaruh berita bahwa cicak adalah binatang yang bisa digunakan sebagai obat dan juga mudah didapatkan mungkin dapat mengurangi phobia.
  1. Institusi / Lembaga Pendidikan dan Agama.
Institusi yang berfungsi meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman baik dan buruk, salah atau benar, yang menentukan sistem kepercayaan seseorang hingga ikut berperan dalam menentukan sikap seseorang.
  1. Faktor Emosional.
Suatu sikap yang dilandasi oleh emosi yang fungsinya sebagai semacam penyaluran frustrasi atau pengalihan bentuk mekanisime pertahanan ego.
Dapat bersifat sementara ataupun menetap (persisten/tahan lama). Contoh: ketidak mampuan terhadap penanganan rasa cemas dapat mempengaruhi mental seseorang.

  1.  PHOBIA
    1. 1.      Pengetian phobia
Phobia didefinisikan oleh psikopatolog sebagai penolakan yang mengganggu yang diperantarai oleh rasa takut yang tidak proporsional, dengan bahaya yang dikandung oleh objek atau situasi tertentu dan diakui oleh si penderita sebagai sesuatu yang tidak berdasar. Beberapa  pengertian  phobia  menurut ahli Siti Meitchati ( 1983;22) : adalah ketakutan yang tidak terkendalikan, tidak normal kepada suatu hal atau kejadian tanpa diketahui sebabnya.
James Drever(1986:346) : Kengerian atau ketakutan yang tidak terkendali yang pada umumnya disebabkan sifat abnormal terhadap situasi dan objek tertentu.
Suardiman ( 1986: 32) : Perasaan takut yang tidak masuk akal, orang yang mengalami gangguan tersebut sebenarnya menyadari akan keadaan tetapi ia tidak dapat membebaskan diri dari rasa ketakutannya itu. Kamus kedokteran (1953:265) : rasa takut abnormal pada berbagai keadaan.
  1. 2.      Jenis-jenis Phobia
Secara umum phobia dibagi dua yaitu phobia spesifik dan phobia sosial.
  1. Phobia Spesifik
Phobia spesifik adalah suatu ketakutan yang tidak beralasan yang disebabkan oleh kehadiran atau antisipasi suatu objek atau situasi spesifik. Ada lima jenis phobia spesifik berdasarkan sumber ketakutannya, yaitu
(1) phobia terhadap binatang tertentu (kucing, anjing, ular),
(2) phobia terhadap keadaan alam (debu, ketinggian, hujan, petir),
(3) phobia terhadap situasi tertentu (berada di dalam elevator, pesawat),
(4) phobia terhadap darah, luka dan suntikan,
(5) phobia terhadap hal lain (kematian, penyakit, tercekik).
Phobia spesifik juga dipengaruhi oleh budaya seperti pa-leng (ketakutan terhadap dingin dan kehilangan panas tubuh) di Cina dan taijin kyoshu-fo (ketakutan akan mempermalukan seseorang) di Jepang.
  1. Phobia Sosial
Individu dengan phobia sosial mengalami ketakutan yang menetap dan tidak rasional yang biasanya berhubungan dengan keberadaan orang lain. Individu dengan phobia ini memiliki ketakutan bahwa mereka diperhatikan oleh orang lain dan mereka akan melakukan hal yang memalukan. Akibatnya, mereka akan menghindari situasi-situasi yang menurut mereka potensial untuk terjadinya hal-hal tersebut.
Individu yang mengalami gangguan spesifik phobia kadang disertai dengan serangan panik, pada individu dewasa mereka menyadari bahwa ketakutan tersebut tidak beralasan dan tidak rasional, akan tetapi mereka tidak berkemampuan untuk menghilangkan rasa kecemasannya. Pada situasi tertentu penderita phobia tidak merasa cemas ketika dihadapkan pada kondisi yang berbeda, misalnya pada penderita acrophobia (phobia pada ketinggian) tidak merasa takut mendaki gunung tinggi tapi kecemasannya muncul ketika ia berada pada lantai gedung yang tinggi.
  1. 3.      Simtoma phobia
Simtom yang muncul pada penderita phobia secara umum hampir sama dengan gejala kecemasan, akan tetapi simtom-simtom yang ada terarah pada situasi dan kondisi tertentu saja (tidak menyeluruh). Beberapa simtom yang ditemukan pada penderita gangguan phobia:
a)      Sering sakit kepala, migrain.
b)     Ingin tidur lebih lama.
c)      Berkeringat secara berlebihan.
d)     Otot menegang.
e)      Rasa ingin muntah.
f)       Peningkatan rasa cemas.
g)      Berpikir secara tidak realistis, takut dan membayangkan sesuatu bakal terjadi.
h)     Sulit berkonsentrasi.
i)        Mudah merasa capai atau letih.
j)       Gemetar.
k)     Kewaspadaan secara berlebihan (overt alertness).
l)        Phobia erat kaitannya dengan pengalaman trauma sebelumnya.
m)   Takut terhadap sesuatu kondisi atau situasi tertentu yang menimbulkan kecemasan akan tetapi kecemasan itu berkurang bila situasi atau objek yang ditakuti itu tidak berada disekitar individu.
  1. 4.      Teori-teori Fobia
    1. a.      Teori Psikoanalisis
Orang pertama yang mencoba menjelaskan secara sistematis perkembangan perilaku biotic adalah Freud. Menurutnya, fobia merupakan pertahanan terhadap kecemasan yang disebabkan impuls-impuls id yang ditekan. Kecemasan ini dialihkan dari impuls id yang ditakuti dan dipindahkan ke suatu objek atau situasi yang memiliki koneksi simbolik dengannya. Berbagai contoh situasi itu adalah lift dan tempat tertutup. Dengan menghindarinya seseorang dapat menghindar dari konflik-konflik yang ditekan.
Berdasarkan teori fobia lain dari psikoanalisis yang diajukan oleh Arieti (1979), sesuatu yang ditekan merupakan masalah interpersonal tertentu di masa kecil dan bukan suatu impuls id. Arieti berteori bahwa pada masa kanak-kanak, orang-orang yang menderita fobia pada awalnya menjalani priode tanpa dosa di mana mereka memercayai orang lain di sekitar mereka untuk melindungi mereka dari bahaya. Kemudian mereka menjadi takut bahwa orang dewasa tidak dapat diandalkan. Mereka tidak dapat hidup dengan ketiadaan rasa percaya tersebut. Untuk dapat kembali memercayai orang lain, secara tidak sadar mereka mengubah rasa takut pada orang lain tersebut menjadi rasa takut pada situasi yang tidak menyenangkan.
  1. Teori Kognitif
Sudut pandang kognitif terhadap kecemasan secara umum dan fobia secara khusus berfokus pada bagaimana proses berfikir manusia dapat berperan sebagai diathesis dan pada bagaimana pikiran dapat membuat fobia menetap. Kecemasan dikaitkan dengan kemungkinan yang lebih besar untuk menanggapi stimulasi negatif, menginterpretasi informasi yang tidak jelas sebagai informasi yang mengancam, dan memercayai bahwa kejadian negatif memiliki kemungkinan lebih besar untuk terjadi di masa mendatang (Heinrichs & Hoffman, 2000; turk dkk, 2001). Isu utama dalam teori ini adalah apakah kognisi tersebut menyebabkan kecemasan atau apakah kecemasan menyebabkan kognisi tersebut. Walaupun beberapa bukti eksperimental mengindikasikan bahwa cara menginterpretasi stimuli dapat menyebabkan kecemasan di laboratorium (Matthews & McKintosh, 2000), namun tidak diketahui apakah bias kognitif menjadi penyebab gangguan anxietas.
Teori kognitif mengenai fobia juga relevan untuk berbagai fitur lain dalam gangguan ini-rasa takut yang menetap dan pakta bahwa ketakutan tersebut sesungguhnya tampak irasional bagi mereka yang mengalaminya. Fenomena ini dapat terjadi karena rasa takut terjadi melalui proses-proses otomatis yang terjadi pada awal kehidupan dan tidak disadari. Setelah proses awal tersebut, stimulasi dihindari sehingga tidak diproses cukup lengkap dan yang dapat menghilangkan rasa takut tersebut (Amir. Foa, & Coles, 1998).
  1. Faktor-faktor Biologis yang Memengaruhi
Berbagai teori yang telah kita bahas terutama melihat pada lingkungan untuk menemukan penyebab dan yang membuat fobia menetap. Namun, mengapa beberapa orang memiliki ketakutan yang tidak realistik, sedangkan yang lain tidak, padahal mereka mendapat kesempatan pembelajaran yang sama? Mungkin mereka yang secara negatif sangat terpengaruh oleh stres memiliki malfungsi biologis (suatu diathesis) yang dengan cara satu atau lainnya memicu terjadinya fobia setelah kejadian yang penuh stres. Penelitian dalam dua area berikut tampaknya menjanjikan: sistem saraf otonom dan faktor genetik.
  1. Sistem Saraf Otonom
Seperti disebutkan sebelumnya, orang-orang yang mengalami fobia sosial sering kali merasa takut bahwa wajah mereka akan memerah atau berkeringat secara berlebihan di depan umum. Karena berkeringat dan memerahnya wajah dikendalikan oleh sistem saraf otonom, aktivitas sistem saraf otonom yang berlebihan kemungkinan merupakan suatu diathesis.
  1. Faktor Genetik
Beberapa studi telah menguji apakah faktor genetik berperan dalam fobia. Fobia darah dan penyuntikan sangat familiar; 64 persen fobia darah dan penyuntikan memiliki sekurang-kurangnya satu kerabat tingkat pertama yang menderita gangguan yang sama, sedangkan prevalensi gangguan dalam umum hanya 3 sampai 4 persen (Ost, 1992). Sama dengan itu, baik untuk fobia sosial maupun fobia spesifik, prevalensinya lebih tinggi dibanding rata-rata pada keluarga tingkat pertama pasein, dan studi terhadap orang kembar menunjukan kesesuaian yang lebih tinggi pada kembar MZ (Hettema, M. Neale, & Kendler, 2001).
Terkait dengan penemuan ini adalah penelitian Jerome Kagan mengenai karakter terhambat atau pemalu (Kagan & Snidman, 1997). Beberapa bayi usia empat menjadi terganggu dan menangis ketika ditunjuki mainan atau stimulasi lain. Pola prilaku ini, yang mungkin diturunkan, dapat menjadi tahap awal bagi perkembangan fobia kelak. Dalam satu studi, sebagai contoh, anak-anak yang mengalami hambatan memiliki kemungkinan lima kali lebih besar dibanding anak-anak yang tidak terhambat untuk mengalami fobia kelak (Biedermen dkk, 1990).

  1. 5.      Etiologi phobia
Menurut Freud, phobia merupakan pertahanan terhadap kecemasan yang disebabkan oleh impuls-impuls id yang ditekan. Kecemasan ini dialihkan dari impuls id yang ditakuti dan dipindahkan ke suatu objek atau situasi yang memiliki hubungan simbolik dengannya.
Fobia dapat terbentuk oleh sugesti negatif yang dipupuk, rentetan peristiwa yang sangat buruk, menakutkan ataupun menyakitkan dimasa lalu. Semakin ekstrim intensitas peristiwanya, semakin kuat potensi fobianya. Kebanyakan fobia terjadi pada masa kanak kanak walaupun dapat juga terjadi saat dewasa.
  1. 6.       Mekanisme terbentuknya fobia
Saat seseorang mengalami rentetan peristiwa buruk (traumatis) ataupun ekstrim, timbul ketegangan luar biasa. Karena tubuh manusia tidak mungkin terus menerus tegang, upaya peredaan ketegangan biasanya dilakukan manusia secara tanpa sadar melalui mekanisme pertahanan diri dengan cara penekanan (repression) gangguan tersebut ke bawah sadar.
Jika seseorang tidak mampu mengatasi peristiwa traumatis tersebut, praktis pertumbuhan normal mentalnya mengalami degradasi ataupun terhenti (fiksasi). Pada peristiwa fiksasi tersebut, mental kita membentuk konfigurasi mental tertentu dan relatif permanen. Dikemudian hari jika terdapat stimulan yang sama atau mirip, maka pola respon yang akan dipakai adalah pola respon yang terakhir dikenal atau biasa disebut regresi.
  1. 7.       Cara melepaskan diri dari fobia
    1. a.      Proses konseling
Tujuan konseling Psikoanalitik adalah untuk membentuk kembali struktur karakter individu dengan membuat yang tidak sadar menjadi sadar pada diri Klien. Salah satu karakteristik konseling Psikoanalisa adalah bahwa terapi atau analisis bersikap anonim (tdk dikenal) dan bertindak dengan sangat sedikit menunjukkan perasaan dan pengalamannya, sehingga dengan demikian klien akan memantulkan perasaannya kepada konselor. Proyeksi klien merupakan bahan terapi yang ditafsirkan dan dianalisa.


  1. b.      Teknik-teknik Terapi
Teknik-teknik terapi dalam psikoanalisa digunakan untuk meningkatkan kesadaran mendapatkan tilikan intelektual ke dalam perilaku Klien, dan memahami makna gejala-gejala yang nampak, ada lima teknik dasar dalam terapi Psikoanalisa, yaitu;
  1. asosiasi bebas,
  2. interpretasi,
  3. analisis mimpi,
  4. analisis Resistensi,
  5. analisis transferensi (pemindahan)
Para analis mengkombinasikan berbagai teknik yang intinya bertujuan untuk mengangkat represi dan konflik-konflik lain yang ditekan ke alam bawah sadar. Dalam asosiasi bebas, analis memperhatikan hal apa saja yang dikeluarkan oleh penderita menyangkut dengan fobia yang ia miliki. Dalam analisis mimpi, analis juga berusaha untuk menemukan sumber dari penyebab phobia. Analis ego kontemporer kurang memfokuskan pada riwayat insight dan lebih berfokus kepada usaha untuk mendorong pasien menghadapi phobia.
Namun pada umumnya phobia dapat ditinjau dari pandangan teori yang lain, di bawah ini akan dijelaskan sedikit mengenai terapi berdasarkan pandangan teori yang lain untuk membantu memperjelas perspektif Psikoanalisa, atau untuk kombinasi terapi dengan pandangan Psikoanalisa. Akan lebih dijelaskan secara spesifik dan saling berhubungan dengan bentuk terapi yang lain yaitu sebagai berikut:
lima teknik dasar dalam terapi Psikoanalisa, yaitu;
  1. asosiasi bebas,
  2. interpretasi,
  3. analisis mimpi,
  4. analisis Resistensi,
  5. analisis transferensi (pemindahan)
Seperti halnya teori psikoanalisis yang memiliki banyak variasi, demikian juga terapi psikoanalisis. Walaupun demikian, secara umum, semua penanganan psikoanalisis terhadap fobia berupaya mengungkap konflik yang ditekan yang diasumsikan mendasari ketakutan ekstrem dan karakteristik penghindaran dalam gangguan ini. Karena fobia dianggap sebagai simtom dari komplik-komplik yang ada di baliknya, fobia biasanya tidak secara langsung ditangani. Memang upaya langsung untuk mengurangi penghindaran fobik dikontradiksikan karena fobia diasumsikan melindungi orang yang bersangkutan dari berbagai konflik yang ditekan yang terlalu menyakitkan untuk dihadapi.
Dalam berbagai kombinasi analisis menggunakan berbagai tehnik yang dikembangkan dalam tradisi psikoanalisis untuk membantu mengangkat represi. Dalam asosiasi bebas anbalisis mendengarkan dengan penuh perhatian yang disebutkan pasein terkait dengan setiap rujukan mengenai fobia. Analisis juga berupaya menemukan berbagai petunjuk terhadap penyebab fobia yang ditekan dalam isi mimpi yang tampak jelas. Apa yang diyakini analisis mengenai penyebab yang ditekan tersebut tergantung pada teori psikoanalisis tertentu yang dianutnya.
Para ahli klinis yang berorientasi analitis mengakui pentingnya pemaparan dengan suatu yang ditakuti. Walaupun biasanya mereka cendrung menganggap perbaikan kondisi yang mengikutinya hanya bersifat simtomatik dan bukan sebagai penyeleseian atas konflik mendasar yang diasumsikan sebagai penyebab fobia (Wolitzky & Eagle, 1990).
  1. 1.      Pendekatan Kognitif
Orang-orang yang menderita fobia sosial dapat memperoleh manfaat dari strategi penanganan yang mengacu pada back and ellist. Yaitu: mereka mungkin dipersuasi oleh terapis untuk menilai rekasi orang lain terhadap mereka secara lebih akurat dan untuk tidak terlalu bergantung pada persetujuan orang lain untuk mempertahankan perasaan bahwa diri kita bermakna. Dengan pengakuan dalam tahun-tahun terakhir bahwa banyak orang yang menderita fobia sosial. Pada dasarnya memiliki cukup keterampilan sosial namun terhambat oleh pikiran-pikiran yang menghancurkan diri sendiri. Pendekatan kognitif semakin dititikberatkan. Bila dikombinasikan dengan pemaparan dengan situasi yang ditakuti terutama dalam konteks terapi kelompok, pendekatan kognitif terbukti lebih efektif dibanding berbagai terapi lain.

  1. 2.      Pendekatan Biologis
Obat-obatan yang mengurangi kecemasan disebut sebagai sedatif, tranquilizer, atau anxiolytic (akhiran lytic berasal dari bahasa Yunani yang berarti melonggarkan atau melelahkan). Barbiturate adalah kategori obat-obatan utama yang pertama kali digunakan untuk menangani gangguan anxietas, namun karena kategori obat-obatan tersebut menyebabkan ketergantung yang tinggi dan beresiko mematikan bila overdosis. Pada tahun 1950 obat-obatan tersebut diganti dengan dua kelompok obat-obat lainnya, propanediol dan benzodiazepine. Jenis yang kedua dewasa ini digunakan secara luas dan bermanfaat bagi beberapa anxietas. Namun demikian, jenis tersebut tidak banyak digunakan bagi fobia spesifik.
  1. 3.      Terapi obat-obatan
Neurotransmiter utama terhadap gangguan kecemasan dengan melihat hasil laboratorium dengan mencheck peningkatan norepinefrin, serotonin dan gamma aminobutryc acid (GABA). Dengan positron emission tomography (PET) juga ditemukan kelainan (disregulasi) pembuluh darah serebral.
Biasanya untuk kecemasan dokter menganjurkan penggunaan obat psikoleptik, yaitu benzodiazepines dalam dosis rendah. Jenis obat-obat ini adalah Diazepam, Klordiazepoksid, Lorazepam, Klobazam, Bromazepam, Oksazolam, Klorazepat, Alprazolam atau Prazepam. Treatment phobia pada umumnya hampir sama dengan pemberian treatment pada kecemasan
  1. 4.      Talk therapy
Metode klasik ini sangat jarang dipakai lagi. Pada terapi ini individu menemui terapis dan duduk menceritakan segala permasalahan kecemasan yang dialaminya. Terapis mendengarkan, mencatat dan menyusun strategi tertentu untuk pasien yang sesuai agar melakukan beberapa terapi perilaku tertentu untuk dilaksanakan oleh penderita gangguan kecemasan. Terapis ini beranggapan bahwa kecemasan akan menurun bila individu semakin banyak bercerita dan akan beradaptasi secara tidak langsung ketika kecemasan trauma diulang secara terus-menerus. Kelemahan dalam terapi ini adalah membutuhkan waktu yang relatif lebih lama, dan beberapa kemungkinan kemunculan perilaku maladaptif baru yang tidak terkontrol.
  1. 5.      Neuro-Linguistic Programming (NLP)
Teknik NLP dapat dilakukan oleh siapapun dengan atau tanpa bimbingan terapis. Teknik ini tidak memiliki efek negatif dibandingkan teknik lainnya, selain harga yang murah, teknik ini dapat dilakukan sendiri. NLP dilakukan dengan mengembangkan imajinasi positif mengenai kemampuan yang dimiliki individu, mensugesti diri terhadap kemampuan diri dalam adaptasi kecemasan, menggali kemampuan dan pikiran positif.







BAB III
PENUTUP

  1. A.    Kesimpulan
Banyak cara yang bisa dilakukan klien untu menyembuhkan phobia yaitu di antaranya :
  1. 1.      Proses konseling
Tujuan konseling Psikoanalitik adalah untuk membentuk kembali struktur karakter                     individu dengan membuat yang tidak sadar menjadi sadar pada diri Klien.
  1. 2.      Teknik-teknik Terapi
Teknik-teknik terapi dalam psikoanalisa digunakan untuk meningkatkan kesadaran     mendapatkan tilikan intelektual ke dalam perilaku Klien, dan memahami makna gejala-gejala yang nampak, ada lima teknik dasar dalam terapi Psikoanalisa, yaitu;
  1. asosiasi bebas,
  2. interpretasi,
  3. analisis mimpi,
  4. analisis Resistensi,
  5. analisis transferensi (pemindahan)
Para analis mengkombinasikan berbagai teknik yang intinya bertujuan untuk mengangkat represi dan konflik-konflik lain yang ditekan ke alam bawah sadar.
  1. 3.      Pendekatan Kognitif
Orang-orang yang menderita fobia sosial dapat memperoleh manfaat dari strategi penanganan yang mengacu pada back and ellist. Yaitu: mereka mungkin dipersuasi oleh terapis untuk menilai rekasi orang lain terhadap mereka secara lebih akurat dan untuk tidak terlalu bergantung pada persetujuan orang lain untuk mempertahankan perasaan bahwa diri kita bermakna. Bila dikombinasikan dengan pemaparan dengan situasi yang ditakuti terutama dalam konteks terapi kelompok, pendekatan kognitif terbukti lebih efektif dibanding berbagai terapi lain.
Adapun hal lain yang menjadi solusi dalam penyembuhan phobia adalah :
  1. Talk therapy
Metode klasik ini sangat jarang dipakai lagi. Pada terapi ini individu menemui terapis dan duduk menceritakan segala permasalahan kecemasan yang dialaminya. Terapis mendengarkan, mencatat dan menyusun strategi tertentu untuk pasien yang sesuai agar melakukan beberapa terapi perilaku tertentu untuk dilaksanakan oleh penderita gangguan kecemasan. Terapis ini beranggapan bahwa kecemasan akan menurun bila individu semakin banyak bercerita dan akan beradaptasi secara tidak langsung ketika kecemasan trauma diulang secara terus-menerus. Kelemahan dalam terapi ini adalah membutuhkan waktu yang relatif lebih lama, dan beberapa kemungkinan kemunculan perilaku maladaptif baru yang tidak terkontrol.
  1. Neuro-Linguistic Programming (NLP)
Teknik NLP dapat dilakukan oleh siapapun dengan atau tanpa bimbingan terapis. Teknik ini tidak memiliki efek negatif dibandingkan teknik lainnya, selain harga yang murah, teknik ini dapat dilakukan sendiri. NLP dilakukan dengan mengembangkan imajinasi positif mengenai kemampuan yang dimiliki individu, mensugesti diri terhadap kemampuan diri dalam adaptasi kecemasan, menggali kemampuan dan pikiran positif.


  1. Saran
    1. Klien harus mengikuti terapi ataupun teknik yang telah disarankan penulis ataupun tenaga kesehatan.
    2.  Klien harus bisa mengendalikan kecemasan ataupun ketakutan terhadap phobia yang dialami.
    3. Sering berkonsultasi kepada tenaga medis dan psikolog jika phobianya mulai kambuh.















DAFTAR PUSTAKA
http://www.pikirdong.org/psikologi/psi23phob.php
http://aryaverdiramadhani.blogspot.com/2008/04/vj26iv2008-anxiety-disorder.html
http://klinikservo.com/fobia-phobia/comment-page-1/
http://linakura.multiply.com/journal/item/7
http://curhatpendidikan.blogspot.com/2008/07/teori-konseling-psikoanalisa.html

0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

 
© Copyright 2012. Makalah Cyber . All rights reserved | Makalah Cyber.blogspot.com is proudly powered by Blogger.com | Template by Makalah Cyber - Zoenk