Pengertian Perilaku
Perilaku
manusia adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh manusia dan
dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi,
dan/atau genetika.
Mengutip pendapat Krech dan Crutchfield (1954) yang mengatakan: As
we have already indicated, attitudes lie behind many of the significant
and dramatic instances of man behavior. It is for reason that many
psychologists regard the study of attitudes as the central problems of
social psychology. Bimo Walgito
(2003) berpendapat bahwa sikap yang ada pada seseorang akan memberikan
warna atau corak pada perilaku atau perbuatan orang yang bersangkutan.
Sementara sikap pada umumnya mengandung tiga komponen yang membentuk
struktur sikap, yaitu: komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen
konatif.
Selanjutnya menurut Myers (1983), perilaku adalah sikap yang diekspresikan (expressed attitudes). Perilaku dengan sikap saling berinteraksi, saling mempengaruhi satu dengan yang lain.
Sementara Kurt Lewin (1951,
dalam Brigham, 1991) merumuskan satu model hubungan perilaku yang
mengatakan bahwa perilaku (B) adalah fungsi karakteristik individu (P)
dan lingkungan (E), dengan rumus: B = f(P,E). Karakteristik individu
meliputi berbagai variabel seperti motif, nilai-nilai, sifat
kepribadian, dan sikap yang saling berinteraksi satu sama lain dan
kemudian berinteraksi pula dengan faktor-faktor lingkungan dalam
menentukan perilaku. Faktor lingkungan memiliki kekuatan
besar dalam menentukan perilaku, bahkan kadang-kadang kekuatannya lebih
besar daripada karakteristik individu.
Dalam
sosiologi, perilaku dianggap sebagai sesuatu yang tidak ditujukan
kepada orang lain dan oleh karenanya merupakan suatu tindakan sosial
manusia yang sangat mendasar. Perilaku tidak boleh disalahartikan
sebagai perilaku sosial, yang merupakan suatu tindakan dengan tingkat
lebih tinggi, karena perilaku sosial adalah perilaku yang secara khusus
ditujukan kepada orang lain. Penerimaan terhadap perilaku seseorang
diukur relatif terhadap norma sosial dan diatur oleh berbagai kontrol
sosial. Dalam kedokteran perilaku seseorang dan keluarganya dipelajari
untuk mengidentifikasi faktor penyebab, pencetus atau yang memperberat
timbulnya masalah kesehatan. Intervensi terhadap perilaku seringkali
dilakukan dalam rangka penatalaksanaan yang holistik dan komprehensif.
Perilaku manusia dipelajari dalam ilmu psikologi, sosiologi, ekonomi, antropologi dan kedokteran.
Perilaku seseorang dikelompokkan ke dalam perilaku wajar, perilaku dapat diterima, perilaku aneh, dan perilaku menyimpang.
Karakteristik perilaku
1. Perilaku
adalah perkataan dan perbuatan individu. Jadi apa yang dikatakan dan
dilakukan oleh seseorang merupakan karakteristik dari perilakunya.
2. Perilaku mempunyai satu atau lebih dimensi yang dapat diukur, yaitu : frekuensi, durasi, dan intensitas.
3. Perilaku dapat diobservasi, dijelaskan, dan direkam oleh orang lain atau orang yang terlibat dalam perilaku tersebut.
4. Perilaku mempengaruhi lingkungan, lingkungan fisik atau sosial.
5. Perilaku dipengaruhi oleh lingkungan (lawful).
6. Perilaku
bisa tampak atau tidak tampak. Perilaku yang tampak bisa diobservasi
oleh orang lain, sedangkan perilaku yang tidak tampak merupakan kejadian
atau hal pribadi yang hanya bisa dirasakan oleh individu itu sendiri
atau individu lain yang terlibat dalam perilaku tersebut.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Manusia
Perilaku atau
aktivitas pada individu atau organisme tidak timbul dengan sendirinya,
tetapi sebagai akibat dari stimulus yang diterima oleh organisme yang
bersangkutan baik stimulus eksternal maupun stimulus internal. Perilaku
individu dapat mempengaruhi individu itu sendiri, di samping itu
perilaku juga berpengaruh pada lingkungan. Demikian pula lingkungan
dapat mempengaruhi individu, demikian sebaliknya. Oleh sebab itu, dalam
perspektif psikologi, perilaku manusia (human behavior) dipandang
sebagai reaksi yang dapat bersifat sederhana maupun bersifat kompleks
(Bandura, 1977; Azwar, 2003).
Lebih
lanjut, Icek Ajzen dan Martin Fishbein (1980, dalam Brehm and Kassin,
1990) mengemukakan teori tindakan beralasan (theory of reasoned action).
Dengan mencoba melihat anteseden penyebab perilaku volisional (perilaku
yang dilakukan atas kemauan sendiri), teori tindakan beralasan ini
didasarkan pada asumsi-asumsi: (a) bahwa manusia pada umumnya melakukan
sesuatu dengan cara-cara yang masuk akal; (b) bahwa manusia
mempertimbangkan semua informasi yang ada; dan (c) bahwa secara
eksplisit maupun implisit manusia memperhitungkan implikasi tindakan
mereka.
Teori tadi
kemudian diperluas dan dimodifikasi oleh Ajzen (1988) dengan teori
perilaku terencana (theory of planned behavior), di mana determinan
intensi tidak hanya dua (sikap terhadap perilaku yang bersangkutan dan
norma-norma subjektif) melainkan tiga dengan diikutsertakannya aspek
kontrol perilaku yang dihayati (perceived behavioral control).
Keyakinan-keyakinan berpengaruh pada sikap terhadap perilaku tertentu,
pada norma-norma subjektif, dan pada kontrol perilaku yang dihayati.
Keyakinan mengenai perilaku apa yang bersifat normatif dan motivasi
untuk bertindak sesuai dengan harapan normatif tersebut membentuk norma
subjektif dalam diri individu. Kontrol perilaku ditentukan oleh
pengalaman masa lalu dan perkiraan individu mengenai seberapa sulit atau
mudahnya untuk melakukan perilaku yang bersangkutan.
Secara garis besar, perilaku manusia diakibatkan oleh:
- Genetika
- Sikap - adalah suatu ukuran tingkat kesukaan seseorang terhadap perilaku tertentu.
- Norma sosial - adalah pengaruh tekanan sosial.
- Kontrol perilaku pribadi - adalah kepercayaan seseorang mengenai sulit tidaknya melakukan suatu perilaku.
Pendekatan Untuk Memahami Perilaku
Perilaku
manusia sangat berbeda antara satu dengan lainnya. Perilaku itu sendiri
adalah suatu fungsi dari interaksi antara seseorang individu dengan
lingkungannya. Ditilik dari sifatnya, perbedaan perilaku manusia itu
disebabkan karena kemampuan, kebutuhan, cara berpikir untuk menentukan
pilihan perilaku, pengalaman, dan reaksi affektifnya berbeda satu sama
lain.
Pendekatan
yang sering dipergunakan untuk memahami perilaku manusia adalah;
pendekatan kognitif, reinforcement, dan psikoanalitis. Berikut
penjelasan ketiga pendekatan tersebut dilihat dari; penekanannya,
penyebab timbulnya perilaku, prosesnya, kepentingan masa lalu di dalam
menentukan perilaku, tingkat kesadaran, dan data yang dipergunakan.
1. Penekanan
Pendekatan
kognitif menekankan mental internal seperti berpikir dan menimbang.
Penafsiran individu tentang lingkungan dipertimbangkan lebih penting
dari lingkungan itu sendiri.
Pendekatan
penguatan (reinforcement) menekankan pada peranan lingkungan dalam
perilaku manusia. Lingkungan dipandang sebagai suatu sumber stimuli yang
dapat menghasilkan dan memperkuat respon perilaku.
Pendekatan
psikoanalitis menekankan peranan sistem personalitas di dalam
menentukan sesuatu perilaku. Lingkungan dipertimbangkan sepanjang hanya
sebagai ego yang berinteraksi dengannya untuk memuaskan keinginan.
2. Penyebab Timbulnya Perilaku
Pendekatan
kognitif, perilaku dikatakan timbul dari ketidakseimbangan atau
ketidaksesuaian pada struktur kognitif, yang dapat dihasilkan dari
persepsi tentang lingkungan.
Pendekatan
reinforcement menyatakan bahwa perilaku itu ditentukan oleh stimuli
lingkungan baik sebelum terjadinya perilaku maupun sebagai hasil dari
perilaku.
Menurut
pendekatan psikoanalitis, perilaku itu ditimbulkan oleh tegangan
(tensions) yang dihasilkan oleh tidak tercapainya keinginan.
3. Proses
Pendekatan
kognitif menyatakan bahwa kognisi (pengetahuan dan pengalaman) adalah
proses mental, yang saling menyempurnakan dengan struktur kognisi yang
ada. Dan akibat ketidak sesuaian (inconsistency) dalam struktur
menghasilkan perilaku yang dapat mengurangi ketidak sesuaian tersebut.
Pendekatan
reinforcement, lingkungan yang beraksi dalam diri individu mengundang
respon yang ditentukan oleh sejarah. Sifat dari reaksi lingkungan pada
respon tersebut menentukan kecenderungan perilaku masa mendatang.
Dalam
pendekatan psikoanalitis, keinginan dan harapan dihasilkan dalam Id
kemudian diproses oleh Ego dibawah pengamatan Superego.
4. Kepentingan Masa lalu dalam menentukan Perilaku
Pendekatan
kognitif tidak memperhitungkan masa lalu (ahistoric). Pengalaman masa
lalu hanya menentukan pada struktur kognitif, dan perilaku adalah suatu
fungsi dari pernyataan masa sekarang dari sistem kognitif seseorang,
tanpa memperhatikan proses masuknya dalam sistem.
Teori
reinforcement bersifat historic. Suatu respon seseorang pada suatu
stimulus tertentu adalah menjadi suatu fungsi dari sejarah
lingkungannya.
Menurut
pendekatan psikoanalitis, masa lalu seseorang dapat menjadikan suatu
penentu yang relatif penting bagi perilakunya. Kekuatan yang relatif
dari Id, Ego dan Superego ditentukan oleh interaksi dan pengembangannya
dimasa lalu.
5. Tingkat dari Kesadaran
Dalam
pendekatan kognitif memang ada aneka ragam tingkatan kesadaran, tetapi
dalam kegiatan mental yang sadar seperti mengetahui, berpikir dan
memahami, dipertimbangkan sangat penting.
Dalam
teori reinforcement, tidak ada perbedaan antara sadar dan tidak.
Biasanya aktifitas mental dipertimbangkan menjadi bentuk lain dari
perilaku dan tidak dihubungkan dengan kasus kekuasaan apapun. Aktifitas
mental seperti berpikir dan berperasaan dapat saja diikuti dengan
perilaku yang terbuka, tetapi bukan berarti bahwa berpikir dan
berperasaan dapat menyebabkan terjadinya perilaku terbuka.
Pendekatan
psikoanalitis hampir sebagian besar aktifitas mental adalah tidak
sadar. Aktifitas tidak sadar dari Id dan Superego secara luas menentukan
perilaku.
6. Data
Dalam
pendekatan kognitif, data atas sikap, nilai, pengertian dan pengharapan
pada dasarnya dikumpulkan lewat survey dan kuestioner.
Pendekatan
reinforcement mengukur stimuli lingkungan dan respon materi atau fisik
yang dapat diamati, lewat observasi langsung atau dengan pertolongan
sarana teknologi.
Pendekatan
psikoanalitis menggunakan data ekspresi dari keinginan, harapan, dan
bukti penekanan dan bloking dari keinginan tersebut lewat analisa mimpi,
asosiasi bebas, teknik proyektif, dan hipnotis.
Taksonomi Perilaku Manusia
Kalau
perilaku individu mencakup segala pernyataan hidup, betapa banyak kata
yang harus dipergunakan untuk mendeskripsikannya. Untuk keperluan studi
tentang perilaku kiranya perlu ada sistematika pengelompokan berdasarkan
kerangka berfikir tertentu (taksonomi). Dalam konteks pendidikan, Bloom
mengungkapkan tiga kawasan (domain)
perilaku individu beserta sub kawasan dari masing-masing kawasan, yakni
: (1) kawasan kognitif; (2) kawasan afektif; dan (3) kawasan
psikomotor. Taksonomi perilaku di atas menjadi rujukan penting dalam
proses pendidikan, terutama kaitannya dengan usaha dan hasil pendidikan.
Segenap usaha pendidikan seyogyanya diarahkan untuk terjadinya
perubahan perilaku peserta didik secara menyeluruh, dengan mencakup
semua kawasan perilaku. Dengan merujuk pada tulisan Gulo (2005), di
bawah ini akan diuraikan ketiga kawasan tersebut beserta sub-kawasannya.
A. Cognitive Domain (Kawasan Kognitif)
Kawasan kognitif yaitu kawasan yang berkaitan aspek-aspek intelektual atau berfikir/nalar terdiri dari :
1. Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan
merupakan aspek kognitif yang paling rendah tetapi paling mendasar.
Dengan pengetahuan individu dapat mengenal dan mengingat kembali suatu
objek, ide prosedur, konsep, definisi, nama, peristiwa, tahun, daftar,
rumus, teori, atau kesimpulan.
Dilihat dari objek yang diketahui (isi) pengetahuan dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Mengetahui sesuatu secara khusus :
- Mengetahui terminologi yaitu berhubungan dengan mengenal atau mengingat kembali istilah atau konsep tertentu yang dinyatakan dalam bentuk simbol, baik berbentuk verbal maupun non verbal.
- Mengetahui fakta tertentu yaitu mengenal atau mengingat kembali tanggal, peristiwa, orang tempat, sumber informasi, kejadian masa lalu, kebudayaan masyarakat tertentu, dan ciri-ciri yang tampak dari keadaan alam tertentu.
2. Mengetahui tentang cara untuk memproses atau melakukan sesuatu :
- Mengetahui kebiasaan atau cara mengetengahkan ide atau pengalaman
- Mengetahui urutan dan kecenderungan yaitu proses, arah dan gerakan suatu gejala atau fenomena pada waktu yang berkaitan.
- Mengetahui penggolongan atau pengkategorisasian. Mengetahui kelas, kelompok, perangkat atau susunan yang digunakan di dalam bidang tertentu, atau memproses sesuatu.
- Mengetahui kriteria yang digunakan untuk mengidentifikasi fakta, prinsip, pendapat atau perlakuan.
- Mengetahui metodologi, yaitu perangkat cara yang digunakan untuk mencari, menemukan atau menyelesaikan masalah.
- Mengetahui hal-hal yang universal dan abstrak dalam bidang tertentu, yaitu ide, bagan dan pola yang digunakan untuk mengorganisasi suatu fenomena atau pikiran.
- Mengetahui prinsip dan generalisasi
- Mengetahui teori dan struktur.
2. Pemahaman (comprehension)
Pemahaman
atau dapat dijuga disebut dengan istilah mengerti merupakan kegiatan
mental intelektual yang mengorganisasikan materi yang telah diketahui.
Temuan-temuan yang didapat dari mengetahui seperti definisi, informasi,
peristiwa, fakta disusun kembali dalam struktur kognitif yang ada. Temuan-temuan
ini diakomodasikan dan kemudian berasimilasi dengan struktur kognitif
yang ada, sehingga membentuk struktur kognitif baru. Tingkatan dalam pemahaman ini meliputi :
- translasi yaitu mengubah simbol tertentu menjadi simbol lain tanpa perubahan makna. Misalkan simbol dalam bentuk kata-kata diubah menjadi gambar, bagan atau grafik;
- interpretasi yaitu menjelaskan makna yang terdapat dalam simbol, baik dalam bentuk simbol verbal maupun non verbal. Seseorang dapat dikatakan telah dapat menginterpretasikan tentang suatu konsep atau prinsip tertentu jika dia telah mampu membedakan, memperbandingkan atau mempertentangkannya dengan sesuatu yang lain. Contoh sesesorang dapat dikatakan telah mengerti konsep tentang “motivasi kerja” dan dia telah dapat membedakannya dengan konsep tentang ”motivasi belajar”; dan
- Ekstrapolasi; yaitu melihat kecenderungan, arah atau kelanjutan dari suatu temuan. Misalnya, kepada siswa dihadapkan rangkaian bilangan 2, 3, 5, 7, 11, dengan kemapuan ekstrapolasinya tentu dia akan mengatakan bilangan ke-6 adalah 13 dan ke-7 adalah 19. Untuk bisa seperti itu, terlebih dahulu dicari prinsip apa yang bekerja diantara kelima bilangan itu. Jika ditemukan bahwa kelima bilangan tersebut adalah urutan bilangan prima, maka kelanjutannnya dapat dinyatakan berdasarkan prinsip tersebut.
3. Penerapan (application)
Menggunakan
pengetahuan untuk memecahkan masalah atau menerapkan pengetahuan dalam
kehidupan sehari-hari. Seseorang dikatakan menguasai kemampuan ini jika
ia dapat memberi contoh, menggunakan, mengklasifikasikan, memanfaatkan,
menyelesaikan dan mengidentifikasi hal-hal yang sama. Contoh, dulu
ketika pertama kali diperkenalkan kereta api kepada petani di Amerika,
mereka berusaha untuk memberi nama yang cocok bagi alat angkutan
tersebut. Satu-satunya alat transportasi yang sudah dikenal pada waktu
itu adalah kuda. Bagi
mereka, ingat kuda ingat transportasi. Dengan pemahaman demikian, maka
mereka memberi nama pada kereta api tersebut dengan iron horse (kuda
besi). Hal ini menunjukkan bagaimana mereka menerapkan konsep terhadap
sebuah temuan baru.
4. Penguraian (analysis)
Menentukan
bagian-bagian dari suatu masalah dan menunjukkan hubungan antar-bagian
tersebut, melihat penyebab-penyebab dari suatu peristiwa atau memberi
argumen-argumen yang menyokong suatu pernyataan.
Secara rinci Bloom mengemukakan tiga jenis kemampuan analisis, yaitu :
1. Menganalisis unsur :
- Kemampuan melihat asumsi-asumsi yang tidak dinyatakan secara eksplisit pada suatu pernyataan
- Kemampuan untuk membedakan fakta dengan hipotesa.
- Kemampuan untuk membedakan pernyataan faktual dengan pernyataan normatif.
- Kemampuan untuk mengidentifikasi motif-motif dan membedakan mekanisme perilaku antara individu dan kelompok.
- Kemampuan untuk memisahkan kesimpulan dari pernyataan-pernyataan yang mendukungnya.
2. Menganalisis hubungan
- Kemampuan untuk melihat secara komprehensif interrelasi antar ide dengan ide.
- Kemampuan untuk mengenal unsur-unsur khusus yang membenarkan suatu pernyataan.
- Kemampuan untuk mengenal fakta atau asumsi yang esensial yang mendasari suatu pendapat atau tesis atau argumen-argumen yang mendukungnya.
- Kemampuan untuk memastikan konsistensinya hipotesis dengan informasi atau asumsi yang ada.
- Kemampuan untuk menganalisis hubungan di antara pernyataan dan argumen guna membedakan mana pernyataan yang relevan mana yang tidak.
- Kemampuan untuk mendeteksi hal-hal yang tidak logis di dalam suatu argumen.
- Kemampuan untuk mengenal hubungan kausal dan unsur-unsur yang penting dan yang tidak penting di dalam perhitungan historis.
3. Menganalisis prinsip-prinsip organisasi
- Kemampuan untuk menguraikan antara bahan dan alat
- Kemampuan untuk mengenal bentuk dan pola karya seni dalam rangka memahami maknanya.
- Kemampuan untuk mengetahui maksud dari pengarang suatu karya tulis, sudut pandang atau ciri berfikirnya dan perasaan yang dapat diperoleh dalam karyanya.
- Kemampuan untuk melihat teknik yang digunakan dalam meyusun suatu materi yang bersifat persuasif seperti advertensi dan propaganda.
5. Memadukan (synthesis)
Menggabungkan,
meramu, atau merangkai berbagai informasi menjadi satu kesimpulan atau
menjadi suatu hal yang baru. Kemampuan berfikir induktif dan konvergen
merupakan ciri kemampuan ini. Contoh: memilih nada dan irama dan
kemudian manggabungkannya sehingga menjadi gubahan musik yang baru,
memberi nama yang sesuai bagi suatu temuan baru, menciptakan logo
organisasi
6. Penilaian (evaluation)
Mempertimbangkan,
menilai dan mengambil keputusan benar-salah, baik-buruk, atau
bermanfaat – tak bermanfaat berdasarkan kriteria-kriteria tertentu baik
kualitatif maupun kuantitatif. Terdapat dua kriteria pembenaran yang
digunakan, yaitu :
- Pembenaran berdasarkan kriteria internal; yang dilakukan dengan memperhatikan konsistensi atau kecermatan susunan secara logis unsur-unsur yang ada di dalam objek yang diamati.
- Pembenaran berdasarkan kriteria eksternal; yang dilakukan berdasarkan kriteria-kriteria yang bersumber di luar objek yang diamati., misalnya kesesuaiannya dengan aspirasi umum atau kecocokannya dengan kebutuhan pemakai.
B. Affective Domain (Kawasan Afektif)
Kawasan
afektif yaitu kawasan yang berkaitan aspek-aspek emosional, seperti
perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya, terdiri
dari :
1. Penerimaan (receiving/attending)
Kawasan penerimaan diperinci ke dalam tiga tahap, yaitu :
- Kesiapan untuk menerima (awareness), yaitu adanya kesiapan untuk berinteraksi dengan stimulus (fenomena atau objek yang akan dipelajari), yang ditandai dengan kehadiran dan usaha untuk memberi perhatian pada stimulus yang bersangkutan.
- Kemauan untuk menerima (willingness to receive), yaitu usaha untuk mengalokasikan perhatian pada stimulus yang bersangkutan.
- Mengkhususkan perhatian (controlled or selected attention). Mungkin perhatian itu hanya tertuju pada warna, suara atau kata-kata tertentu saja.
2. Sambutan (responding)
Mengadakan aksi terhadap stimulus, yang meliputi proses sebagai berikut :
- Kesiapan menanggapi (acquiescene of responding). Contoh : mengajukan pertanyaan, menempelkan gambar dari tokoh yang disenangi pada tembok kamar yang bersangkutan, atau mentaati peraturan lalu lintas.
- Kemauan menanggapi (willingness to respond), yaitu usaha untuk melihat hal-hal khusus di dalam bagian yang diperhatikan. Misalnya pada desain atau warna saja.
- Kepuasan menanggapi (satisfaction in response), yaitu adanya aksi atau kegiatan yang berhubungan dengan usaha untuk memuaskan keinginan mengetahui. Contoh kegiatan yang tampak dari kepuasan menanggapi ini adalah bertanya, membuat coretan atau gambar, memotret dari objek yang menjadi pusat perhatiannya, dan sebagainya.
3. Penilaian (valuing)
Pada
tahap ini sudah mulai timbul proses internalisasi untuk memiliki dan
menghayati nilai dari stimulus yang dihadapi. Penilaian terbagi atas
empat tahap sebagai berikut :
- Menerima nilai (acceptance of value), yaitu kelanjutan dari usaha memuaskan diri untuk menanggapi secara lebih intensif.
- Menyeleksi nilai yang lebih disenangi (preference for a value) yang dinyatakan dalam usaha untuk mencari contoh yang dapat memuaskan perilaku menikmati, misalnya lukisan yang memiliki yang memuaskan.
- Komitmen yaitu kesetujuan terhadap suatu nilai dengan alasan-alasan tertentu yang muncul dari rangkaian pengalaman.
- Komitmen ini dinyatakan dengan rasa senang, kagum, terpesona. Kagum atas keberanian seseorang, menunjukkan komitmen terhadap nilai keberanian yang dihargainya.
4. Pengorganisasian (organization)
Pada
tahap ini yang bersangkutan tidak hanya menginternalisasi satu nilai
tertentu seperti pada tahap komitmen, tetapi mulai melihat beberapa
nilai yang relevan untuk disusun menjadi satu sistem nilai. Proses ini
terjadi dalam dua tahapan, yakni :
· Konseptualisasi nilai, yaitu keinginan untuk menilai hasil karya orang lain, atau menemukan asumsi-asumsi yang mendasari suatu moral atau kebiasaan.
· Pengorganisasian sistem nilai,
yaitu menyusun perangkat nilai dalam suatu sistem berdasarkan tingkat
preferensinya. Dalam sistem nilai ini yang bersangkutan menempatkan
nilai yang paling disukai pada tingkat yang amat penting, menyusul
kemudian nilai yang dirasakan agak penting, dan seterusnya menurut
urutan kepentingan.atau kesenangan dari diri yang bersangkutan.
5. Karakterisasi (characterization)
Karakterisasi
yaitu kemampuan untuk menghayati atau mempribadikan sistem nilai Kalau
pada tahap pengorganisasian di atas sistem nilai sudah dapat disusun,
maka susunan itu belum konsisten di dalam diri yang bersangkutan.
Artinya mudah berubah-ubah sesuai situasi yang dihadapi. Pada tahap
karakterisasi, sistem itu selalu konsisten. Proses ini terdiri atas dua
tahap, yaitu :
- Generalisasi, yaitu kemampuan untuk melihat suatu masalah dari suatu sudut pandang tertentu.
- Karakterisasi, yaitu mengembangkan pandangan hidup tertentu yang memberi corak tersendiri pada kepribadian diri yang bersangkutan.
C. Psychomotoric Domain (Kawasan Psikomotor)
Kawasan psikomotor yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang melibatkan fungsi sistem syaraf dan otot (neuronmuscular system) dan fungsi psikis. Kawasan ini terdiri dari : (a) kesiapan (set); (b) peniruan (imitation); (c) membiasakan (habitual); (d) menyesuaikan (adaptation) dan (e) menciptakan (origination).
- Kesiapan yaitu berhubungan dengan kesediaan untuk melatih diri tentang keterampilan tertentu yang dinyatakan dengan usaha untuk melaporkan kehadirannya, mempersiapkan alat, menyesuaikan diri dengan situasi, menjawab pertanyaan.
- Meniru adalah kemampuan untuk melakukan sesuai dengan contoh yang diamatinya walaupun belum mengerti hakikat atau makna dari keterampilan itu. Seperti anak yang baru belajar bahasa meniru kata-kata orang tanpa mengerti artinya.
- Membiasakan yaitu seseorang dapat melakukan suatu keterampilan tanpa harus melihat contoh, sekalipun ia belum dapat mengubah polanya.
- Adaptasi yaitu seseorang sudah mampu melakukan modifikasi untuk disesuaikan dengan kebutuhan atau situasi tempat keterampilan itu dilaksanakan.
- Menciptakan (origination) di mana seseorang sudah mampu menciptakan sendiri suatu karya.
Sementara itu, Abin Syamsuddin Makmun (2003) memerinci sub kawasan ini dengan tahapan yang berbeda, yaitu :
- Gerakan refleks (reflex movements). Basis semua perilaku bergerak atau respons terhadap stimulus tanpa sadar, misalnya : melompat, menunduk, berjalan, dan sebagainya.
- Gerakan dasar biasa (Basic fundamental movements) yaitu gerakan yang muncul tanpa latihan tapi dapat diperhalus melalui praktik, yang terpola dan dapat ditebak.
- Gerakan Persepsi (Perceptual abilities) yaitu gerakan sudah lebih meningkat karena dibantu kemampuan perseptual.
- Gerakan fisik (Physical Abilities) yaitu gerakan yang menunjukkan daya tahan (endurance), kekuatan (strength), kelenturan (flexibility) dan kegesitan.
- Gerakan terampil (skilled movements) yaitu dapat mengontrol berbagai tingkatan gerak secara terampil, tangkas, dan cekatan dalam melakukan gerakan yang sulit dan rumit (kompleks).
- Gerakan indah dan kreatif (Non-discursive communication) yaitu mengkomunikasikan perasan melalui gerakan, baik dalam bentuk gerak estetik: gerakan-gerakan terampil yang efisien dan indah maupun gerak kreatif: gerakan-gerakan pada tingkat tertinggi untuk mengkomunikasikan peran.
Modifikasi Perilaku
Definisi Modifikasi Perilaku
Modifikasi perilaku adalah wilayah psikologi yang terkait dengan analisa dan modifikasi perilaku manusia.
§ Analisa
maksudnya mengidentifikasi hubungan fungsional antara lingkungan dan
perilaku tertentu untuk memahami alasan dari perilaku atau untuk
menentukan mengapa seseorang berperilaku seperti itu.
§ Modifikasi maksudnya mengembangkan dan menerapkan prosedur-prosedur untuk menolong individu mengubah perilakunya.
§ Prosedur-prosedur
modifikasi perilaku digunakan oleh para profesional atau
paraprofesional untuk menolong seseorang mengubah perilaku sosialnya
secara signifikan, dengan tujuan untuk memperbaiki beberapa aspek pada
kehidupannya.
Karakteristik Modifikasi Perilaku
1. Fokus
pada perilaku, bukan pada karakteristik atau sifat individu. Dalam
modifikasi perilaku, perilaku yang akan diubah disebut dengan perilaku
target. Kelebihan perilaku adalah perilaku target dengan perilaku yang
tak menyenangkan, yang ingin dikurangi dalam hal frekuensi, durasi, dan
intensitas. Contoh perilaku ini adalah merokok. Kekurangan perilaku
adalah perilaku target dengan perilaku yang menyenangkan, yang ingin
ditingkatkan dalam hal frekuensi, durasi, dan intensitas. Contoh
perilaku ini adalah olahraga atau belajar.
2. Berdasarkan pada prosedur dan prinsip-prinsip perilaku.
3. Menekankan
pada kejadian-kejadian sekarang. Perilaku manusia dikendalikan oleh
kejadian-kejadian di sekitarnya, dan tujuan dari modifikasi perilaku
adalah untuk mengidentifikasi kejadian-kejadian tersebut.
4. Mendeskripsikan
prosedur-prosedur modifikasi perilaku secara tepat. Prosedur-prosedur
modifikasi perilaku melibatkan perubahan-perubahan spesifik pada
kejadian-kejadian di lingkungan. Dengan deskripsi prosedur yang tepat,
peneliti dan para profesional lainnya dapat menggunakan
prosedur-prosedur tersebut secara tepat setiap saat.
5. Menerapkan perlakuan (treatment) pada orang dalam kehidupan sehari-hari.
6. Ukuran perubahan perilaku.
7. Menekankan kejadian-kejadian yang lalu sebagai penyebab dari perilaku.
8. Penolakan terhadap hipotesis yang mendasari penyebab dari perilaku.
Sejarah Modifikasi Perilaku
Tokoh utama
a. Ivan P. Pavlov (1849-1936)
Pavlov melakukan peneltian yang menemukan proses dasar dari respondent conditioning.
b. Edward L. Thorndike (1874-1949)
Kontribusi utama dari Thorndike adalah deskripsi hukum akibat (law of effect).
c. John B. Watson (1878-1958)
Dalam artikel “Psychology as the Behaviorist Views It”,
Watson menyatakan bahwa perilaku yang bisa diobservasi merupakan subjek
masalah psikologi yang tepat dan semua perilaku itu dikontrol oleh
kejadian-kejadian di lingkungan.
d. B. F. Skinner (1904-1990)
Skinner memperluas kajian perilaku yang mulanya dijelaskan oleh Watson. Skinner menjelaskan perbedaan antara respondent conditioning (yang dijelaskan oleh Pavlov dan Watson) dan operant conditioning, yang mana konsekuensi dari perilaku ini mengontrol kejadian yang akan datang (seperti teori law of effect Thorndike).
Peneliti-peneliti awal modifikasi perilaku
Peneliti-peneliti
awal ini mempelajari perilaku anak (Azrin & Lindsey, 1956; Baer,
1960; Bijou, 1957), dewasa (Goldiamond, 1965; Verplanck, 1955; Wolpe,
1958), pasien sakit mental (Ayllon & Azrin, 1964; Ayllon &
michael, 1959), dan individu keterbelakangan mental (Ferster, 1961;
Fuller, 1949; Wolf, Risley, & Mees, 1964).
Area-area Penggunaan
1. Gangguan perkembangan
Individu
dengan gangguan perkembangan sering kali memiliki kekurangan perilaku
yang serius, dan modifikasi perilaku telah digunakan untuk mengajarkan
bermacam teknik fungsional untuk mengatasi kekurangan ini.
2. Sakit mental
Sebagian
dari penelitian awal modifikasi perilaku mendemonstrasikan bahwa hal
tersebut efektif dalam membantu individu sakit mental dalam setting
kelembagaan. Modifikasi perilaku telah digunakan terhadap pasien dengan
sakit mental kronis untuk memodifikasi perilaku seperti
keterampilan-keterampilan dalam kehidupan sehari-hari, perilaku sosial,
perilaku agresif, pemenuhan treatment, perilaku psychotic, dan keterampilan kerja.
3. Pendidikan dan pendidikan khusus
Para
peneliti telah menganalisa interaksi guru-murid di dalam kelas,
memperbaiki metode pengajaran, dan mengembangkan prosedur untuk
mengurangi masalah perilaku dalam kelas. Prosedur modifikasi perilaku
juga telah digunakan di pendidikan tinggi untuk memperbaiki teknik
instruksional dan meningkatkan pembelajaran siswa.
Dalam
pendidikan khusus, pendidikan terhadap individu dengan gangguan mental,
modifikasi perilaku telah memainkan peranan penting, dalam
mengembangkan metode pengajaran, mengontrol masalah perilaku di kelas,
meningkatkan perilaku sosial dan kemampuan/keterampilan fungsional,
promosi manajemen diri, dan melatih guru-guru.
4. Rehabilitasi
Rehabilitasi
adalah proses menolong individu agar kembali normal setelah cedera atau
trauma. Modifikasi perilaku digunakan dalam rehabilitasi seperti :
terapi fisik, untuk mengajarkan keterampilan baru yang bisa menggantikan
keterampilan yang hilang setelah cedera atau trauma, untuk mengurangi
masalah perilaku, untuk membantu mengatur luka yang serius, dan
memperbaiki kinerja memori.
5. Psikologi komunitas
Dalam
psikologi komunitas, intervensi-intervensi perilaku dirancang untuk
mempengaruhi perilaku banyak orang dengan tujuan menguntungkan semua
orang. Sebagian target dari psikologi komunitas ini termasuk pengurangan
sampah, meningkatkan daur ulang, mengurangi konsumsi energi, mengurangi
penggunaan obat ilegal, dan meningkatkan penggunaan sabuk pengaman.
6. Psikologi klinis
Dalam
psikologi klinis, prinsip-prinsip dan prosedur psikologi digunakan
untuk menolong orang dengan masalah pribadi. Khasnya, modifikasi
perilaku yang dalam psikologi klinis sering disebut terapi perilaku,
melibatkan individu atau terapi grup yang dilakukan oleh ahli psikologi.
7. Bisnis, industri, dan layanan masyarakat
Penggunaan
modifikasi perilaku dalam area ini disebut dengan modifikasi perilaku
organisasi atau manajemen perilaku organisasi. Penggunaan modifikasi
perilaku dalam area ini telah menghasilkan peningkatan dalam
produktifitas, keuntungan bagi organisasi, dan peningkatan kepuasan
kerja pada karyawan.
8. Manajemen diri
Orang
menggunakan prosedur modifikasi perilaku untuk mengatur perilaku mereka
sendiri. Mereka menggunakan prosedur manajemen diri untuk mengontrol
kebiasaan pribadi, perilaku sehat, perilaku profesional, dan masalah
pribadi.
9. Manajemen anak
Orangtua
dan guru dapat mempelajari penggunaan prosedur modifikasi perilaku
untuk membantu anak mengatasi masalah ngompol (buang air waktu tidur),
sifat mudah marah, perilaku agresif, tatakrama yang jelek, dan masalah
lainnya.
10. Preventif
Penggunaan
modifikasi perilaku dalam area ini adalah mencegah kekerasan seksual
anak, penculikan anak, kecelakaan di rumah, kekerasan dan
penolakan/pengabaiaan anak, dan penyakit seksual yang menular.
11. Psikologi olahraga
Modifikasi
perilaku telah digunakan untuk memperbaiki performa atau prestasi altet
dalam berbagai macam olahraga selama latihan dan perlombaan.
12. Perilaku sehat
Prosedur
modifikasi perilaku digunakan untuk untuk memperkenalkan perilaku sehat
dengan meningkatkan pola hidup sehat (seperti; olahraga dan nutrisi
yang tepat), dan mengurangi pola hidup yang tidak sehat (seperti;
merokok, dan minum-minum).
13. Gerontology
Prosedur
modifikasi perilaku digunakan pada rumah perawatan dan fasilitas
perawatan lainnya untuk membantu mengontrol perilaku orang-orang tua.
Sumber Bacaan :
Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Rosda Karya Remaja.
Gendler, Margaret E..1992. Learning & Instruction; Theory Into Practice. New York: McMillan Publishing.
Moh. Surya. 1997. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung PPB – IKIP Bandung.
Muhibbin Syah. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta : PT Raja Grafindo.
Nana Syaodih Sukmadinata. 2005. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya.
W. Gulo. 2005. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Grasindo
0 komentar:
Posting Komentar