BAB I
PENDAHULUAN
- LATAR BELAKANG
Rasulullah
bersabda (yang artinya), “Sesungguhnya Islam pertama kali muncul dalam
keadaaan asing dan nanti akan kembali asing sebagaimana semula. Maka
berbahagialah orang-orang yang asing (alghuroba’).”(hadits shahih
riwayat Muslim)
“Berbahagialah
orang-orang yang asing (alghuroba’). (Mereka adalah) orang-orang shalih
yang berada di tengah orang-orang yang berperangai buruk. Dan orang
yang memusuhinya lebih banyak daripada yang mengikuti mereka.”(hadits
shahih riwayat Ahmad)
“Berbahagialah
orang-orang yang asing (alghuroba’). Yaitu mereka yang mengadakan
perbaikan (ishlah) ketika manusia rusak.”(hadits shahih riwayat Abu Amr
Ad Dani dan Al Ajurry)
Di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, tumbal adalah sesuatu yang digunakan untuk menolak penyakit atau tolak bala dll. Sedangkan
sajen merupakan makanan atau bunga-bungaan & sebagainya yg
disajikan kepada orang (makhluk) halus & semisalnya.
Tumbal, dalam prakteknya lebih khusus atau identik dengan sembelihan dan kurban, sedangkan sesajen biasanya berbentuk makanan yang siap dihidangkan seperti: Jenis-jenis bubur; Buah; Daging atau Ayam yg telah dimasak, dan dilengkapi dengan berbagai macam bunga serta terkadang uang logam.
Tumbal, dalam prakteknya lebih khusus atau identik dengan sembelihan dan kurban, sedangkan sesajen biasanya berbentuk makanan yang siap dihidangkan seperti: Jenis-jenis bubur; Buah; Daging atau Ayam yg telah dimasak, dan dilengkapi dengan berbagai macam bunga serta terkadang uang logam.
Sesajen
merupakan warisan budaya Hindu dan Budha yang biasa dilakukan untuk
memuja para dewa, roh tertentu atau penunggu tempat (pohon, batu,
persimpangan) dan lain-lain yang mereka yakini dapat mendatangkan
keberuntungan dan menolak kesialan. Seperti: Upacara menjelang panen
yang mereka persembahkan kepada Dewi Sri (dewi padi dan kesuburan) yang
mungkin masih dipraktekkan di sebagian daerah Jawa, upacara Nglarung
(membuang kesialan) ke laut yg masih banyak dilakukan oleh mereka yang
tinggal di pesisir pantai selatan pulau Jawa tepatnya di tepian Samudra
Indonesia yang terkenal dengan mitos Nyi Roro Kidul.
Ada
pula jenis lain dari sesajen, yaitu menyediakan berbagai jenis tanaman
dan biji-bijian seperti padi, tebu, jagung dan lain-lain yg masih utuh
dengan tangkainya, kemudian diletakkan pada tiang atau kuda-kuda rumah
yang baru di bangun supaya rumah tersebut aman, tentram dan tidak
membawa sial. Adapun tumbal dilakukan dalam bentuk sembelihan, seperti:
Menyembelih ayam dengan ciri-ciri khusus untuk kesembuhan penyakit atau
untuk menolak kecelakaan; Menyembelih kerbau atau sapi, lalu kepalanya
di tanam ke dalam tanah yang di atasnya akan dibangun sebuah gedung atau
proyek, supaya proyek pembangunan berjalan lancar dan bangunannya
membawa berkah. Jadi pada intinya tumbal dan sesajen adalah
mempersembahkan sesuatu kepada makhluk halus (roh, jin, lelembut,
penunggu, dll) dengan harapan agar yang diberi persembahan tersebut
tidak mengganggu atau mencelakakan, lalu berharap dengannya
keberuntungan dan kesuksesan.
Di
dalam Islam, gangguan, sakit, kecelakaan, bencana dan sebagainya di
sebut dengan istilah madharat. Sedangkan kesuksesan, keberuntungan,
kebahagiaan disebut dengan manfa’at. Dan seluruh umat manusia pasti
berharap agar terlepas dari mudharat dan memperoleh manfa’at, dengan
berbagai upaya dan usaha yang mereka lakukan. Dan Islam mengajarkan,
bahwa yang dapat mendatangkan manfa’at dan madharat di alam ini hanyalah
Allah saja, sehingga tidak boleh meminta perlindungan, keselamatan,
kelancaran rizki kepada selain Allah. Demikian pula berlindung dari
bahaya, kesialan, kecelakaan dan lain-lain juga hanya kepada Allah saja.
Al-Qur’an telah mensinyalir adanya orang yang mencari manfa’at dan menolak madharat kepada selain Allah, seperti yang telah dilakukan oleh orang-orang musyrik di masa jahiliyah, sebagaimana difirmankan Allah, “Kemudian mereka mengambil ilah-ilah selain Dia (untuk disembah), yg tidak menciptakan sesuatu apa pun, bahkan mereka sendiri pun diciptakan & tidak kuasa untuk (menolak) sesuatu kemudharatan dari dirinya dan tidak (pula untuk mengambil) sesuatu kemanfa’atan dan tidak kuasa mematikan, menghidupkan dan tidak (pula) membangkitkan.” (QS. 25:3) . Padahal Allah telah memperingatkan, bahwa berhala atau dewa-dewa mereka sama sekali tidak memiliki kekuasaan sedikit pun, “Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walau pun setipis kulit ari. Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan di Hari Kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberikan keterangan kepadamu seperti yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui”. (QS. 35:13-14)
Al-Qur’an telah mensinyalir adanya orang yang mencari manfa’at dan menolak madharat kepada selain Allah, seperti yang telah dilakukan oleh orang-orang musyrik di masa jahiliyah, sebagaimana difirmankan Allah, “Kemudian mereka mengambil ilah-ilah selain Dia (untuk disembah), yg tidak menciptakan sesuatu apa pun, bahkan mereka sendiri pun diciptakan & tidak kuasa untuk (menolak) sesuatu kemudharatan dari dirinya dan tidak (pula untuk mengambil) sesuatu kemanfa’atan dan tidak kuasa mematikan, menghidupkan dan tidak (pula) membangkitkan.” (QS. 25:3) . Padahal Allah telah memperingatkan, bahwa berhala atau dewa-dewa mereka sama sekali tidak memiliki kekuasaan sedikit pun, “Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walau pun setipis kulit ari. Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan di Hari Kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberikan keterangan kepadamu seperti yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui”. (QS. 35:13-14)
- TUJUAN
- Agar manusia dapat terhindar dari kemusrykan dan siksaan api neraka
- Mempertebal & memperkokoh keimanan kita terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang telah menciptakan Bumi dan segenap isinya.
BAB II
PEMBAHASAN
- Pengertian Sesaji atau Sesajen
Sesajen berarti sajian atau hidangan. Sesajen
memiliki nilai sakral di sebagaian besar masyarakat kita pada umumnya.
Acara sakral ini dilakukan untuk ngalap berkah (mencari berkah) di
tempat-tempat tertentu yang diyakini keramat atau di berikan kepada
benda-benda yang diyakini memiliki kekuatan ghaib, semacam keris,
trisula dan sebagainya untuk tujuan yang bersifat duniawi.
Sedangkan
waktu penyajiannya di tentukan pada hari-hari tertentu. Seperti malam
jum’at kliwon, selasa legi dan sebagainya. Adapun bentuk sesajiannya
bervariasi tergantung permintaan atau sesuai “bisikan ghaib” yang di
terima oleh orang pintar, paranormal, dukun dan sebagainya.
Banyak
kaum muslimin berkeyakinan bahwa acara tersebut merupakan hal biasa
bahkan dianggap sebagai bagian daripada kegiatan keagamaan. Sehingga
diyakini pula apabila suatu tempat atau benda keramat yang biasa diberi
sesaji lalu pada suatu pada saat tidak diberi sesaji maka orang yang
tidak memberikan sesaji akan kualat (celaka, terkena kutukan).
Anehnya
perbuatan yang sebenarnya pengaruh dari ajaran Animisme dan Dinamisme
ini masih marak dilakukan oleh orang-orang pada jaman modernisasi yang
serba canggih ini. Hal ini membuktikan pada kita bahwa sebenarnya
manusianya secara naluri/ fitrah meyakini adanya penguasa yang maha
besar, yang pantas dijadikan tempat meminta, mengadu, mengeluh,
berlindung, berharap dan lain-lain. Fitrah inilah yang mendorong manusia
terus mencari Penguasa yang maha besar ? Pada akhirnya ada yang
menemukan batu besar, pohon-pohon rindang, kubur-kubur, benda-benda kuno
dan lain-lain, lalu di agungkanlah benda-benda tersebut. Pengagungan
itu antara lain diekspresikan dalam bentuk sesajen yang tak terlepas dari unsur-unsur berikut: menghinakan diri, rasa takut, berharap, tawakal, do’a dan lainnya. Unsur-unsur inilah yang biasa disebut dalam islam sebagai ibadah.
”
Islam datang membimbing manusia agar tetap berjalan diatas fitrah yang
lurus dengan diturunkannya syari’at yang agung ini. AllahTa’ala
menerangkan tentang fitrah yang lurus tersebut dalam Al Qur’an (yang
artinya): “Rasul-rasul mereka berkata apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, pencipta langit dan bumi ?” (QS. Ibrahim : 10).”
- Tumbal Dan Sesajen adalah Syrik dalam Islam
Tumbal
dan sesajen merupakan warisan kepercayaan animisme dan dinamisme, yaitu
kepercayaan bahwa benda-benda atau tempat tertentu di alam raya ini
memiliki kekuatan ghaib (magic) yang dapat mencelakai seseorang atau
menolong serta memenuhi hajatnya.
Agar
penguasa tempat atau benda tersebut tidak mengganggu, maka harus diberi
persembahan, baik tumbal atau sesajen, yang itu jelas merupakan ibadah
atau masuk di dalam lingkupnya. Sedangkan di dalam Islam, memalingkan
peribadatan, do’a, pengharapan (raja’), takut (khauf), sembelihan,
nadzar, isti’anah, istighatsah dan sebagainya kepada selain Allah adalah
syirik. Jika yg melakukan adalah orang Islam, maka keislamannya menjadi
batal dengan sebab semua itu.
Allah
Ta’ala memerintahkan kepada Rasulullah SAWm untuk menyelisihi
orang-orang musyrik yang beribadah dan menyembelih karena selain Allah,
Dia berfirman, “Katakanlah, “Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku
& matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu
baginya; Dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah
orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)” (QS.
6:162-163). Di dalam surat al-Kautsar Allah SWT juga berfirman, “Maka
diri kanlah shalat karena Rabb-mu; dan berkorbanlah.” (QS. 108:2)
Kedua
ayat ini menunjukkan, bahwa shalat dan penyembelihan binatang (kurban)
adalah ibadah yg harus didasari niat hanya untuk Allah semata. Orang
yang memalingkan atau menyimpangkan persembahan kurban atau
penyembelihan kepada selain Allah adalah musyrik, sama saja statusnya
dengan shalat, ruku’ dan sujud untuk selain Allah.
- Masuk Neraka Karena Lalat
Mungkin
saja sebagian orang yang melakukan tumbal dan sesajen beralasan, bahwa
yang dipersembahkan bukanlah nyawa manusia (sebagaimana pernah terjadi
di zaman dulu), namun hanya sekedar binatang yang keberadaannya memang
untuk dimanfa’at kan manusia. Hitung-hitung sedekahlah,
sedekah alam, sedekah bumi, laut atau gunung, demikian sebagian di
antara mereka beralasan. Perlu diketahui, bahwa permasalahannya tidak
sesederhana itu, sebab ini menyangkut tauhid dan syirik yang berkaitan
dengan status keislaman seseorang serta ancaman Allah terhadap para
musyrikin. Jika apa yang mereka lakukan adalah memang bentuk sedekah,
maka tentu Allah dan Rasulullah akan membiarkan orang-orang jahiliyah
mengerjakan hal semacam itu, sebab mereka masih mengakui rububiyah
Allah. Letak permasalahannya bukanlah pada apa yang mereka sembelih atau
mereka sedekahkan (menurut mereka), namun pada tujuan untuk siapa
sembelihan dan persembahan itu dilakukan.
Rasulullah
SAW pernah mengisahkan seseorang yang masuk neraka karena seekor lalat,
dan masuk surga karena seekor lalat. Beliau bersabda, “Ada seseorang
masuk surga karena seekor lalat, dan ada seseorang masuk neraka karena
seekor lalat pula.” Para shahabat bertanya,” Bagaimana hal itu ya
Rasulullah ?”. Beliau menjawab, “Ada dua orang berjalan melewati suatu
kaum yang memiliki berhala. Tak seorang pun dapat melewati berhala itu
sebelum mempersembahkan kepadanya suatu kurban. Ketika itu berkatalah
mereka kepada salah seorang dari kedua orang tersebut , “Persembahkanlah
korban kepadanya.” Dia menjawab,”Aku tidak mempunyai sesuatu yang dapat
kupersembahkan kepadanya.” Mereka pun berkata kepadanya lagi,”.
Persembahkan meskipun seekor lalat.” Lalu orang tersebut mempersembahkan
seekor lalat dan mereka pun memperkenankan dia untuk meneruskan
perjalanan, maka dia masuk neraka karenanya. Kemudian mereka berkata
kepada yang lain,” Persembahkanlah korban kepadanya.” Dia menjawab”
Tidak patut bagiku mempersembahkan sesuatu kepada selain Allah Azza wa
Jalla.” Kemudian mereka memenggal lehernya. Karenanya orang ini masuk surga.”
Perhatikan
bagaimana kondisi orang yg melakukan persembahan kepada selain Allah di
dalam hadits di atas. Dia tidak dengan sengaja meniatkan persembahan
itu, sekedar untuk melepaskan diri dari perlakuan buruk para pemuja
berhala itu, dan hanya persembahan seekor lalat, namun ternyata telah
menjerumuskannya ke dalam neraka. Jika demikian, maka bagaimana halnya
dengan yang melakukan penyembelihan untuk selain Allah, lebih dari
seekor lalat atas kemauan dan niat sendiri ?.
- Bahaya Perbuatan Syirik ( Sesajen Atau Tumbal )
- Merupakan Pelecehan Terhadap Martabat Manusia.
Apabila
seseorang menyembah kepada sesama makhluk, yang tidak dapat memberikan
manfa’at dan menimpakan bahaya, maka berarti telah menjatuhkan martabat
kemanu siaannya ke tempat yang terendah. Allah telah memuliakan manusia
dan mengaruniai akal kepada mereka, maka apakah layak dan pantas seorang
yang berakal dan terhormat menyembah dan merendahkan diri di hadapan
patung, pohon, jin, khadam, keris, batu dan yang semisalnya. Maka tidak
ada pelecehan terhadap martabat manusia yg lebih parah daripada
kemusyrikan.
- Membenarkan Khurafat
Dari
keyakinan syirik inilah muncul berbagai khurafat yang tersebar di
masyarakat, mitos dan legenda yang penuh dengan takhayul, kisah-kisah
yang sama sekali tidak bisa diterima oleh akal sehat dan tidak dapat
dibenarkan oleh hati nurani manusia.
- Syirik adalah Kezhaliman Terbesar.
Allah
Subhannahu wa Ta’ala berfirman, “Dan orang-orang kafir itulah
orang-orang yang zhalim.” (al-Baqarah: 254). Juga firman-Nya yang lain,
“Sesungguhnya kemusyrikan itu adalah kezhaliman yang besar.” (Lukman:
13)
Adakah kazhaliman yang lebih besar daripada sikap seseorang yang diciptakan oleh Allah tetapi justru menyembah kepada selain Allah ? Atau orang yang diberi rizki oleh Allah namun justru bersyukur dan memuja kepada selain Allah ?
Adakah kazhaliman yang lebih besar daripada sikap seseorang yang diciptakan oleh Allah tetapi justru menyembah kepada selain Allah ? Atau orang yang diberi rizki oleh Allah namun justru bersyukur dan memuja kepada selain Allah ?
- Syirik Menimbulkan Rasa Takut.
Orang
musyrik tidak memiliki keteguhan dan rasa percaya kepada Allah, sehingga
hidupnya penuh dengan kegelisahan, jiwanya labil dipermainkan oleh
klenik, khurafat dan takhayul. Dia selalu diliputi ketakutan, takut akan segala-galanya dan terhadap segala-galanya, dan inilah kehidupan yang sangat buruk.
- Menjerumuskan ke Neraka.
Kemusyrikan
merupakan penyebab utama untuk masuk neraka, Allah SWT berfirman,
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka
pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka,
tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolong pun.” (QS.
5:72) . Firman-Nya yang lain, artinya, “Sesungguhnya Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari
(syirik) itu, bagi siapa yang dikehen daki-Nya” (an-Nisa: 48) –
Wallahu a’lam bish shawab.
“Jika
kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka
mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan dihari
kiamat mereka akan mengingkari kemusyirikanmu dan tidak ada yang dapat
memberi keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh Yang Maha
Mengetahui.” (QS.Faathir : 14)
“Sesungguhnya
Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa
yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS.An Nisaa’ : 48)
“Sesungguhnya
Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan
dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.” (QS.An Nisaa’ : 116)
- Sesajen Midadareni Dalam Upacara Pernikahaan Masyarakat Jawa
Masyarakat
Jawa tradisi kuno mempunyai tatacara yang sangat lengkap dalam tradisi
pernikahaan. Biasanya dapat dibagi menjadi tiga periode, sebelum
pernikahaan, hari pelaksanaan, dan sesudah pernikahaan.
Tatacara
berikutnya yang sekarang sudah digabungkan pelaksanaannya adalah
tatacara pasok tukon, pasrah calon manten lan upakarti, serta nyantri.
Inti dari upacara tahapan ini adalah memberikan sebagian harta benda
dari pihak keluarga calon pengantin pria kepada keluarga calon pengantin
wanita selain itu juga cara barang-barang seperti cincin, pakaian,
aksesoris, dsbnya kepada calon pengantin wanita dari calon pengantin
pria. Tatacara ini dillakukan sebagai bukti bahwa calon pengantin wanita
telah terikat oleh kesepakatan yang dibuat dengan calon pengantin pria.
Biasanya pelaksanaan upacara panggih dan resepsi di pihak keluarga
calon pengantin pria berhak memberikan bantuan yang biasanya berupa uang
dan hasil bumi.
Tiga
upacara menjelang pernikahan beriktunya sampa sekarang masih
dipertahankan adalah pasang tarub, siraman, dan midadareni. Sejak
tradisi kuni hingga seskarang tradisi ketiganya masih dilakukan oleh
masyarakat Jawa. Ketiganya termasuk prosesi penting menjelang
pernikahaan dan biasanya dilaksanakan tiga hari hingga sehari menjelang
hari H (tempuking gawe). Begitu penting, ketiganya termasuk dalam
rangkaian pokok pernikahaan dan dalam setiap upacaranya biasanya
disertai dengan ubarampe sesajen. Sebelum kita uraikan mengenai sesajen
Midadareni, sebaiknya kita mengenal makna Midadareni.
Midadareni: Makna dan Mitos
Midadareni
merupakan kata bentukan yang berasal dari kata widadari, yang merupakan
kata serapan dari bahasa sansekerta, yaitu widyadhari. Sementara kata
midadareni berarti suatu kegiatan berkumpul dan berjaga (istilah Jawa:
lek-lekan) dirumah calon pengantin wanita pada malam hari menjelang
upacara temu/panggih di esok harinya.
Memang
upacara midadareni akhirnya dapat dipisahkan dengan kisah-kisah seputar
bidadari, yang menurutk konsep masyarakat Jawa diwujudkan dalam sosok
seorang putri cantik yang boleh dikatakan berasal dari dunia maya.
Cerita tutur Jawa yang dianggap berkaitan dengan upacara midadareni
salah satunya adalah cerita Jaka Tarub.
Ketika
itu Jaka Tarub sedang menikahkan anaknya yang bernama Nawangsih. Jaka
Tarub meminta bantuan kepada istrinya, seorang bidadari untuk turun ke
bumi dari kahyangan guna merias sekaligus memberi restu kepada anaknya.
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Sesajen berarti sajian atau hidangan. Sesajen
memiliki nilai sakral di sebagaian besar masyarakat kita pada umumnya.
Acara sakral ini dilakukan untuk ngalap berkah (mencari berkah) di
tempat-tempat tertentu yang diyakini keramat atau di berikan kepada
benda-benda yang diyakini memiliki kekuatan ghaib, semacam keris,
trisula dan sebagainya untuk tujuan yang bersifat duniawi.
Sedangkan
waktu penyajiannya di tentukan pada hari-hari tertentu. Seperti malam
jum’at kliwon, selasa legi dan sebagainya. Adapun bentuk sesajiannya
bervariasi tergantung permintaan atau sesuai “bisikan ghaib” yang di
terima oleh orang pintar, paranormal, dukun dan sebagainya. Banyak kaum
muslimin berkeyakinan bahwa acara tersebut merupakan hal biasa bahkan
dianggap sebagai bagian daripada kegiatan keagamaan. Sehingga diyakini
pula apabila suatu tempat atau benda keramat yang biasa diberi sesaji
lalu pada suatu pada saat tidak diberi sesaji maka orang yang tidak
memberikan sesaji akan kualat (celaka, terkena kutukan). Anehnya
perbuatan yang sebenarnya pengaruh dari ajaran Animisme dan Dinamisme
ini masih marak dilakukan oleh orang-orang pada jaman modernisasi yang
serba canggih ini. Hal ini membuktikan pada kita bahwa sebenarnya
manusianya secara naluri/ fitrah meyakini adanya penguasa yang maha
besar, yang pantas dijadikan tempat meminta, mengadu, mengeluh,
berlindung, berharap dan lain-lain. Fitrah inilah yang mendorong manusia
terus mencari Penguasa yang maha besar ? Pada akhirnya ada yang
menemukan batu besar, pohon-pohon rindang, kubur-kubur, benda-benda kuno
dan lain-lain, lalu di agungkanlah benda-benda tersebut. Pengagungan
itu antara lain diekspresikan dalam bentuk sesajen
yang tak terlepas dari unsur-unsur berikut: menghinakan diri, rasa
takut, berharap, tawakal, do’a dan lainnya. Unsur-unsur inilah yang
biasa disebut dalam islam sebagai ibadah. Islam datang membimbing
manusia agar tetap berjalan diatas fitrah yang lurus dengan
diturunkannya syari’at yang agung ini. AllahTa’ala menerangkan tentang
fitrah yang lurus tersebut dalam Al Qur’an (yang artinya): “Rasul-rasul mereka berkata apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, pencipta langit dan bumi ?” (QS. Ibrahim : 10). Allah juga berfirman (yang artinya): “Maka
hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Agama (Allah), tetaplah atas
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak
ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. “ (QS. Ar Rum : 30).
Berkenaan dengan ayat-ayat diatas, nabi pun bersabda (yang artinya): “Setiap anak dilahirkan diatas fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau penyembah api.” (HR Bukhari, Muslim dan Abu Hurairah, Al Irwa’ :1220).
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadits Qudsi (yang artinya): “(Allah berfirman) Aku menciptakan hamba¬-hamba-Ku diatas agama yang lurus (hanif) lalu syetan menyesatkan mereka” (HR. Muslim dan Ahmad dari shahabat ‘Iash bin Himar).
Imam
Ibnu Abil Izzi menerangkan, “Bahwa bayi itu terlahir sesuai dengan
fitrah.” Artinya bukan dalam keadaan kosong jiwanya, melainkan mengerti
tauhid dan syirik.” (Syarah Aqidah Thahawiyah : 83).
Fitrah
ini akan tetap terjaga dengan cara menghambakan diri kepada Allah
sepenuhnya. Inilah yang disebut dengan tauhid ibadah. Allah Ta’ala
berfirman (yang artinya): “Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali agar menyembah-Ku. “ (QS. Ad Dzariyat : 56).
lbnu Katsir menerangkan ayat ini bahwa, “Allah menciptakan manusia dan jin agar mereka menyembah-Nya “. (Tafsir Ibnu Katsir surat Ad Dzariyat : 56).
Ibadah
yang penting untuk diketahui adalah ibadah hati seperti do’a, takut,
berharap, tawakal, cinta dan lain-lain. Semua bentuk ibadah yang agung
itu haruslah ditujukan kepada Allah semata, sebagaimana firman-Nya (yang
artinya): “Dan sesungguhnya masjid-masjid itu milik Allah maka janganlah kamu menyeru bersama Allah itu seorangpun !” (QS. Al Jin : 18).
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Janganlah kalian takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku jika kalian benar-benar beriman. “ (QS. Ali Imran : 175).
Allah berfirman (yang artinya): “Barang
siapa yang mengharap perjumpaan dengan Rabbnya maka hendaknya ia
beramal shalih dan jangan melakukan kesyirikan dalam beribadah kepada
Rabbnya dengan seorangpun.” (QS. A1 Kahfi : 110).
Keterangan-keterangan diatas menunjukkan bahwa acara ritualis sesajen
bertentangan dengan syariat Islam yang murni. Sebab didalamnya
mengandung pengagungan, penghambaan, pengharapan, takut yang semestinya
hanya diperuntukkan kepada Allah semata. Mudah-mudahan Allah jauhkan kita dari segala bentuk kesyirikan. Allahu Ta’ala A’lam.
- SARAN – SARAN
A. Bersegeralah bersedekah, sebab yang namanya bala tidak pernah mendahului sedekah
B. Belilah semua kesulitanmu dengan sedekah
C. Obatilah penyakitmu dengan sedekah
Banyak
dari kita yang sudah mengetahui dan memahami perihal anjuran bersedekah
ini, namun persoalannya seringkali kita teramat susah untuk
melakukannya karena kekhawatiran bahwa kita salah memberi, sebagai
contoh kadang kita enggan memberi pengemis/pengamen yang kita temui di
pinggir jalan dengan pemikiran bahwa mereka (pengemis/pengamen)
menjadikan meminta-minta sebagai profesinya, tidak mendidik, dll.
Padahal sesungguhnya prasangka kita yang demikian adalah bisikan-bisikan
setan laknatullah yang tidak rela melihat kita berbuat baik
(bersedekah). Sebaiknya mulai saat ini hendaknya kita hilangkan
prasangka-prasangka yang demikian karena seharusnya sedekah itu kita
niatkan sebagai bukti keimanan kita atas perintah Allah dan rasul-Nya yang menganjurkan umatnya untuk gemar bersedekah.
Apabila
ternyata kemudian bahwa sedekah yang kita beri kepada pengemis/pengamen
tadi tidak tepat sasaran, bukan lagi urusan kita, karena sedekah
hakekatnya adalah ladang amal bagi hamba-hamba Allah yang bertakwa.
Pengemis/pengamen/ fakir miskin lainnya adalah ladang amal bagi orang
yang berkecukupan. Dapat kita bayangkan andaikata tidak ada lagi
orang-orang tersebut, kepada siapa lagi kita dapat beramal (bersedekah)?
Atau
kalo kita termasuk orang yang tidak suka memberi sedekah (kepada
pengemis/pengamen/ fakir miskin) dengan berbagai alasan dan
pertimbangan, maka biasakanlah bersedekah dengan menyiapkan sejumlah
uang sebelum sholat Jum’at dan memasukkan ke kotak-kotak amal yang
tersedia dan biasakan dengan memberi sejumlah minimal setiap Jum’at,
misalnya Jum’at ini kita menyumbang Rp 10 ribu ke kotak amal, maka
sebaiknya Jum’at berikutnya harus sama, syukur-syukur bisa lebih dan
terutama harus diiringi dengan keikhlasan.
Sedekah
anda, walaupun kecil tetapi amat berharga di sisi Allah Azza Wa Jalla.
Orang yang bakhil dan kikir dengan tidak menyedekahkan sebagian hartanya
akan merugi di dunia dan akhirat karena tidak mendapat keberkahan.
Jadi, sejatinya orang yang bersedekah adalah untuk kepentingan dirinya.
Sebab menginfakkan (membelanjakan) harta akan memperoleh berkah dan
sebaliknya menahannya adalah celaka. Tidak mengherankan jika orang yang
bersedekah diibaratkan orang yang berinvestasi dan menabung di sisi
Allah dengan jalan meminjamkan pemberiannya kepada Allah. Balasan yang
akan diperoleh berlipat ganda. Mereka tidak akan rugi meskipun pada
awalnya mereka kehilangan sesuatu.
BAB IV
PENUTUP
- DAFTAR PUSTAKA
1.
“Life Is Beautiful: Hidup Tanpa Tekanan Stres.” (Nama Samaran :
Abdurrahman Nusantari. Penerbit: PENA Jakarta, Kata Pengantar: Prof. Dr.
dr. H. Dadang Hawari, Psikiater.
2. “Negeriku Sayang Indonesiaku Malang.” (belum diterbitkan).
3.
Mengatasi Kejenuhan.” (Nama Samaran : Abu Abdirrahman Al-Qawiy
Penerbit: Khalifa-Pustaka Al Kautsar Group- Jakarta. Tahun cetak 2004
0 komentar:
Posting Komentar