BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Asumsi tentang pendidakan sebagai sarana dan instrumen untuk
mengalihkan ilmu pengetahuan bukan hanya telah mereduksi makna hakiki
dan fungsi pendidikan, tetapi juga menyepelekan warga didik dan arah ke
depan.Pendidikan sejatinya adalah untuk membangun dan mengembangkan
potensi manusia agar memiliki karakter, integritas, dan kompetensi yang
bermakna dalam kehidupan. Namun yang terjadi selama ini pendidikan masih
terjebak pada pandangan dan praktek yang tidak membangun ruang
pembelajaran yang bisa memperkaya nilai-nilai kemanusiaan, keluhuran,
kejujuran, dan keadaban. Dengan demikian, sistem dan praktek pendidikan
di negeri kita untuk mencerdaskan kehidupan bangsa gagal dalam membangun
karakter bangsa dan kemuliaan hidup.
Pendidikan dewasa ini harus bisa berfungsi ikut membangun kapasitas
bangsa sebagai manusia pembelajar, sehingga bisa andal dan percaya diri
dalam percaturan global sekarang serta rancangan ke masa depan. Dalam
konteks ini, bukan hanya kukuh dan lumintu dalam visi serta cita etis
pendidikan yang humanis dan religius, melainkan juga pendidikan
mempunyai daya dan tata kelola untuk memperkaya kehidupan yang
demokratis.
Pengembangan nilai-nilai demokratis di dekolah juga perlu diterapkan
untuk menghadapi era globalisasi yang kini diyakini akan menghadirkan
banyak perubahan global seiring dengan akselerasi keluar masuknya
berbagai kultur dan peradaban baru dari berbagai bangsa di dunia. Itu
artinya, dunia pendidikan dalam mencetak sumberdaya manusia yang bermutu
dan profesional harus menyiapkan generasi yang demokratis, sehingga
memiliki resistence yang kokoh di tengah-tengah konflik peradaban.
Langkah konkret yang menarik untuk direalisasi bersama, terutama oleh
insan pendidik dan pihak-pihak yang berkecimpung di dunia pendidikan,
adalah menciptakan ruang hidup dan praktek pendidikan sebagai sebuah
kehidupan yang nyata.
I.2 Rumusan Masalah
Dalam makalah ini yang akan dibahas adalah sebagai berikut.
- Apakah pengertian demokrasi itu?
- Apa sajakah nilai-nilai yang terkandung dalam demokrasi?
- Apakah pengertian Demokrasi Pancasila?
- Apa sajakah asas, prinsip, dan unsur Demokrasi Pancasila?
- Apakah tujuan pelaksanaan demokrasi di sekolah?
- Bagaimanakah pengembangan nilai-nilai demokrasi di sekolah?
I.3 Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini agar pembaca.
- Dapat mengetahui pengertian demokrasi.
- Dapat mengetahui apa saja nilai-nilai yang terkandung dalam demokrasi.
- Dapat mengetahui pengertian Demokrasi Pancasila.
- Dapat mengetahui apa saja asas, prinsip, dan unsur Demokrasi Pancasila.
- Dapat mengetahui apakah tujuan pelaksanaan demokrasi di sekolah.
- Dapat mengetahui bagaimana pengembangan nilai-nilai demokrasi di sekolah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Demokrasi
2.1.1 Pengertian Demokrasi
Demokrasi adalah gabungan dari dua kata yaitu demos dan kratos yang diambil dari bahasa Yunani, demos berarti rakyat dan kratos berarti
pemerintahan. Jadi demokrasi dapat diartikan sebagai suatu pemerintahan
dimana rakyat memegang suatu peranan yang sangat menentukan (Wuryo,
Kasmiran, dkk. 1980:112).
Menurut tahapannya dikenal dua tahap demokrasi, yaitu demokrasi
langsung dan demokrasi tidak langsung ( tim penyusun,1993:118 ). Dalam
demokrasi langsung rakyat ikut secara langsung dalam menentukan
pemerintahan. Hal ini terjadi pada tipe-tipe negarakotawaktu zaman
Yunani kuno, yakni ketika rakyat berkumpul pada tempat tertentu untuk
membicarakan berbagai masalah kewarganegaraan. Pada masa modern ini cara
demikian tentu tidak mungkin lagi karena selain negaranya semakin luas
dan warganya semakin banyak, urusan-urusan kenegaraan juga semakin
kompleks. Jadi rakyat tidak lagi ikut dalam urusan pemerintahan secara
langsung melainkan melalui wakil-wakilnya yang ditentukan melalui
pemilihan umum. Inilah yang disebut demokrasi tidak langsung.Yang
melaksanakan kekuasaan Negara demokrasi adalah wakil-wakil rakyat yang
terpilih, di mana rakyat yakin bahwa segala kehendak dan kepentingannya
akan diperhatikan oleh wakil rakyat dalam melaksanakan kekuasaan negara.
Adapun ciri khas demokrasi adalah sebagai berikut:
- Adanya pembagian kekuasaan.
- Adanya undang-undang yang demokratis.
- Adanya rule of law, bukan rule of power.
- Partai politik lebih dari satu.
- Pers yang bebas.
- Pemilu yang bebas.
Sedangkan pokok-pokok dalam pelaksanaan demokrasi adalah sebagai berikut:
- Kedaulatan tertinggi di tangan rakyat.
- Adanya pemerintahan perwakilan.
- Bersumber pada persetujuan bebas mayoritas rakyat.
- Pelaksanaan hak-hak sosial dan politik.
- Kekuasan pemerintah yang terbatas dan diawasi.
- Penghargaan dan perlindungan hak asasi manusia (HAM).
- Tegaknya hukum bersamaan dengan tegaknya keadilan.
2.1.2 Nilai-nilai Demokrasi
Henry B Mayo dalam bukunya “Introduction to Demokratic Theory” merinci beberapa nilai yang terdapat dalam demokrasi, yaitu:
- Menyelesaikan persoalan secara damai dan melembaga.
- Menjamin terselenggaaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah.
- Menyelenggarakan pergantian pemimpin secara teratur.
- Membatasi pemakaian kekerasan sampai taraf yang minimum.
- Mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman (diversity).
- Menjamin tegaknya keadilan.
Nilai-nilai demokrasi dipercaya akan membawa kehidupan berbangsa dan
bernegara dalam semangat egalitarian dibandingkan dengan ideologi
non-demokrasi. Menurut Dahl keuntungan pelaksanaan demokrasi sebagai
berikut:
- Demokrasi menolong mencegah tumbuhnya pemerintahan oleh kaum otokrat yang kejam dan licik.
- Demokrasi menjamin bagi warga negaranya dengan sejumlah HAM yang tidak diberikan oleh sistem-sistem yang tidak demokratis.
- Demokrasi menjamin kebebasan yang lebih luas bagi warga negaranya.
- Demokrasi membantu rakyat untuk melindungi kepentingan dasarnya.
- Hanya pemerintahan yang demokratis yang dapat memberikan kesempatan sebesar-besarnya bagi orang-orang untuk menggunakan kebebasannya untuk menentukan nasibnya sendiri yaitu untuk hidup di bawah hukum yang mereka tentukan dan konsekwensikan sendiri.
- Hanya pemerintahan yang demokratis yang dapat memberikan kesempatan sebesar-besarnya untuk menjalankan tanggung jawab moral.
- Demokrasi membantu perkembangan manusia lebih total.
- Hanya pemerintahan yang demokratis yang dapat membantu perkembangan kadar persamaan politik yang relatif tinggi.
- Negara-negara demokrasi perwakilan modern tidak berperang satu sama lain.
- Negara-negara demokratis yang konsekuen terhadap kedemokratisannya cenderung lebih makmur daripada Negara-negara dengan pemerintahan yang tidak demokratis.
Untuk dapat menjamin tetap tegaknya nilai-nilai demokrasi tersebut maka perlu diselenggarakan lembaga-lembaga sebagai berikut:
- Pemerintah yang bertanggung jawab.
- Lembaga perwakilan rakyat yang menyalurkan aspirasi rakyat dan mengadakan pengawasan (kontrol) terhadap pemerintah.
- Pembentukan organisasi/partai politik.
- Pers dan media masa yang bebas untuk menyatukan pendapat.
- Sistem peradilan yang bebas untuk menjamin hak-hak asasi dan mempertahankan keadilan.
2.2 Demokrasi Pancasila
2.2.1 Pengertian Demokrasi Pancasila
Demokrasi yang dianut oleh bangsaIndonesiaadalah Demokrasi Pancasila
karena ideologi negara atau dasar negara adalah Pancasila, jadi praktek
demokrasi di bidang apapun harus sesuai dengan Demokrasi Pancasila.
Adabeberapa pendapat mengenai pengertian Demokrasi Pancasila. Menurut
Prof. Dr. Drs. Notonagoro, S.H, Demokrasi Pancasila adalah kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berperikemanusiaan yang adil dan
beradab, yang mempersatukan Indonesia, dan yang berkeadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Menurut Prof. Dardji Darmodiharjo, S.H, Demokrasi Pancasila adalah
paham demokrasi yang bersumber kepada kepribadian dan falsafah hidup
bangsa Indonesia, yang perwujudannya seperti dalam ketentuan-ketentuan
Pembukaan UUD 1945 (Budiyanto, 2003: 171).
Pengertian Demokrasi Pancasila dapat dibedakan atas:
- Aspek material (segi substansi/isi), Demokrasi Pancasila harus dijiwai dan diintegrasikan oleh sila-sila lainnya. Karena itulah, pengertian Demokrasi Pancasila tidak hanya merupakan demokrasi politik, tetapi juga demokrasi ekonomi dan sosial.
- Aspek formal, Demokrasi Pancasila merupakan bentuk atau cara pengambilan keputusan (demokrasi politik) yang dicerminkan oleh sila keempat, yakni “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”.
2.2.2 Asas Demokrasi Pancasila
Bagi bangsaIndonesia, pilihan yang tepat dalam menerapkan paham
demokrasi adalah dengan Demokrasi Pancasila. Paham Demokrasi Pancasila
sangat sesuai dengan kepribadian bangsa yang digali dari tata nilai
sosial budaya sendiri. Hal itu telah dipraktekkan secara turun temurun
jauh sebelumIndonesiamerdeka. Kenyataan ini dapat kita lihat pada
masyarakat desa yang menerapkan “musyawarah mufakat” dan “gotong royong”
dalam menyelesaikan masalah-masalah bersama yang terjadi di desanya.
Keberhasilan nilai-nilai Demokrasi Pancasila dipraktekkan pada
masyarakat desa diIndonesia, yang berasaskan pada sila keempat Pancasila
yang berbunyi: “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan”. Berdasarkan asas ini maka rakyat
ditempatkan sebagai subyek demokrasi, artinya rakyat sebagai keseluruhan
berhak untuk ikut serta secara aktif menentukan keinginan-keinginannya
sekaligus sebagai pelaksana dari keinginan-keinginan tersebut, dengan
berperanserta dalam menentukan mandataris atau pimpinan nasional yang
akan melaksanakan garis-garis besar haluan negara tersebut.
2.2.3 Prinsip Demokrasi Pancasila
Secara ideologi maupun konstitusional, asas Demokrsi Pancasila yang
mencerminkan tata nilai sosial budaya bangsa, mengajarkan
prinsip-prinsip sebagai berikut:
- Persamaan bagi seluruh rakyatIndonesia.
- Keseimbangan antara hak dan kewajiban.
- Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, dan orang lain.
- Mewujudkan rasa keadilan sosial.
- Pengambilan keputusan dengan musyawarah mufakat.
- Mengutamakan persatuan nasional dan kekeluargaan.
- Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita nasional.
2.2.4 Unsur-unsur Demokrasi Pancasila
Adapun penerapan unsur-unsur demokrasi diIndonesiaadalah sesuai dengan Demokrasi Pancasila yaitu:
- Demokrasi berdasarkan kedaulatan rakyat.
- Demokrasi berdasarkan kepentingan umum.
- Demokrasi menampilkan sosok negara hukum.
- Negara demokratis menggunakan pemerintahan yang terbatas kekuasaannya.
- Semua negara demokrasi menggunakan lembaga perwakilan.
- Di dalam negara demokrasi kepala negara adalah atas nama rakyat.
- Negara demokrasi mengakui hak asasi.
- Kelembagaan negara didasarkan pada pertimbangan yang bersumber pada kedaulatan rakyat.
- Setiap demokrasi memiliki tujuan dalam bernegara.
- Setiap demokrasi memiliki mekanisme pelestariannya.
- Setiap demokrasi memiliki lembaga legislatif.
- Setiap demokrasi memiliki lembaga eksekutif.
- Setiap demokrasi memiliki kekuasaan kehakiman.
- Setiap demokrasi kedudukan warga negaranya sama.
- Setiap demokrasi memberikan kebebasan dalam penyaluran aspirasi rakyat.
- Setiap demokrasi menggariskan tata cara menggerakkan negara yang demokratis sifatnya.
2.3 Demokrasi di Sekolah
2.3.1 Tujuan Pelaksanaan Demokrasi di Sekolah
Seperti sebuah negara, sekolah juga merupakan suatu organisasi,
layaknya masyarakat mini yang memiliki warga dan peraturan. Sekolah
merupakan sebuah organisasi, yakni unit sosial yang sengaja dibentuk
oleh beberapa orang yang satu sama lain berkoordinasi dalam melaksanakan
tujuannya untuk mencapai tujuan bersama. Tujuannya yaitu mendidik
anak-anak dan mengantarkan mereka menuju fase kedewasaan, agar mereka
mandiri baik secara psikologis, biologis, maupun sosial. Dalam
pendidikan demokrasi menekankan pada pengembangan ketrampilan
intelektual, ketrampilan pribadi dan sosial. Dalam dunia pendidikan
haruslah ada tuntutan kepada sekolah untuk mentransfer pengajaran yang
bersifat akademis ke dalam realitas kehidupan yang luas di masyarakat.
Demokrasi di sekolah dapat diartikan sebagai pelaksanaan seluruh
kegiatan di sekolah yang sesuai dengan nilai-nilai demokrasi. Mekanisme
berdemokrasi dalam politik tidak sepenuhnya sesuai dengan mekanisme
dalam kepemimpinan lembaga pendidikan, namun secara substantif, sekolah
demokratis adalah membawa semangat demokrasi tersebut dalam perencanaan,
pengelolaan dan evaluasi penyelenggaraan pendidikan di sekolah sesuai
dengan nilai-nilai Demokrasi Pancasila. Beane dan Apple (1995: 7) dalam
Rosyada (2004: 16) mengemukakan bahwa kondisi yang sangat perlu
dikembangkan dalam upaya membangun sekolah demokratis adalah sebagai
berikut.
- Keterbukaan saluran ide dan gagasan, sehingga semua orang bisa menerima informasi seoptimal mungkin.
- Memberikan kepercayaan kepada individu-individu dan kelompok dengan kapasitas yang mereka miliki untuk menyelesaikan berbagai persoalan sekolah.
- Menyampaikan kritik sebagai hasil analisis dalam proses penyampaian evaluasi terhadap ide-ide, problem-problem dan berbagai kebijakan yang dikeluarkan sekolah.
- Memperlihatkan kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain dan terhadap persoalan-persoalan publik.
- Adakepedulian terhadap harga diri, hak-hak individu dan hak-hak minoritas.
- Pemahaman bahwa demokrasi yang dikembangkan belumlah mencerminkan demokrasi yang diidealkan, sehingga demokrasi harus terus dikembangkan dan bisa membimbing keseluruhan hidup manusia.
- Terdapat sebuah institusi yang dapat terus mempromosikan dan mengembangkan cara-cara hidup demokratis
Ciri-ciri organisasi sekolah demokratis, sebagaimana dituliskan
Rosyada (2004: 228-289) dary buku karangan Tony Bush (48-50) adalah
sebagai berkut:
- Sangat beorientasi negatif, yakni bahwa manajemen harus didasarkan pada kesepakatan, apapun progam yang hendak dikembangkan dan iimpementasikan harus didasarkan pada kesepakatan, dan tidak hanya menjadi values tapi juga sebagai sebuah keyakinan, bahwa model nilah yang terbaik.
- Pendekatan demokratis sangat layak untuk organisasi dengan para anggota dari kalangan professional, yakni mereka yang memiliki kemampuan teknis dan keterampilan, mereka memiliki otoritas dalam keahliannya. Organisasi sekolah harus dikelola oleh kalangan-kalangan profesional karena siswa memerlukan pembinaan dan pelayanan dari mereka yang memiliki otoritas dalam bidangnya.
- Penanaman nila, kultur dan kebiasaan-kebiasaan dalam organisasi dilakukan oleh anggota organisasi itu sendiri, yang sudah dimulai sejak dalam fase pendidikan dan tahun-tahun pertama mereka bekerja.
- Pengambilan putusan tentang berbagai kebijakan penting dilakukan oleh sebuah komite dan tidak dilakukan secara individual oleh seorang kepala dengan menggunakan otoritas kepimpinannya. Dan semua unsur memiliki wakil dalam komite tersebut, yang harus mempertanggungjawabkan keterlibatannya dalam komite terhadap konstituennya.
- Semua putusan ditetapkan dengan cara konsensus atau kompromi dan sedapat mungkin dhindari polarisasi organisasi karena perbedaan pendapat dan pandangan. Perbedaan dalam proses harus diakhiri dengan konsensus dan atau kompromi, walaupun terkadang harus menghargai kecenderungan masyarakat.
Secara prinsip demokrasi tercipta karena adanya saling menghormati
dan menghargai satu sama lain. Keadaan ini menciptakan suasana
kesetaraan tanpa sekat-sekat kesukuan, agama, derajat atau status
ekonomi. Dengan demikian manusia mempunyai ruang untuk mengekspresikan
diri secara bertanggung jawab. Situasi seperti inilah yang seharusnya
dibangun dalam dunia pendidikan, anak diajak untuk mengembangkan potensi
diri.
2.3.2 Pengembangan Nilai-nilai Demokrasi di Sekolah
Membangun pribadi yang demokratis merupakan salah satu fungsi
pendidikan nasional seperti yang tercantum dalam pasal 3 UU Nomor
20/2003 tentang Sisdiknas. Di tengah-tengah gencarnya tuntutan dan suara
untuk membangun Indonesia baru yang lebih demokratis di bawah
pemerintahan yang bersih, berwibawa dan reformatif justru banyak
politisi yang berkarakter oportunis, arogan dan mau menang sendiri, yang
sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang mengembangkan
nilai kebebasan, kesamaan, persaudaraan, kejujuran, dan keadilan.
Padahal harus diakui, mereka memiliki kualifikasi pendidikan formal yang
tinggi. Fenomena ini tentu sangat menarik untuk disimak, sebab ada
kecenderungan asumsi, tinggi-rendahnya tingkat pendidikan kurang
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tumbuhnya iklim demokrasi
yang sehat.
Diperlukan upaya agar dunia pendidikan mampu menaburkan benih-benih
demokrasi kepada peserta didik dan melahirkan demokrat-demokrat yang
ulung, cerdas, dan andal. Beratnya beban kurikulum yang harus
dituntaskan telah membuat proses belajar mengajar menjadi kehilangan
ruang berdiskusi, berdialog dan berdebat, guru menjadi satu-satunya
sumber belajar. Akibatnya setelah lulus mereka menjadi asing di
tengah-tengah rakyat. Tidak mungkin out-put dari dunia pendidikan mampu
menginternalisasi dan mengapresiasi nilai-nilai demokrasi kalau otak dan
emosi mereka dijauhkan dari ruang berdialog. Mustahil mereka bisa
menghargai pendapat sebagai salah satu esensi demokrasi kalau iklim
belajarnya berlangsung monoton. Sehingga dunia pendidikan perlu diberi
ruang yang cukup untuk membangun budaya demokrasi bagi peserta didik,
sehingga kelak mereka sanggup menjadi demokrat sejati yang rendah hati,
berjiwa besar, toleran, memiliki landasan etik moral dan spiritual.
Apalagi di era millennium ketiga yang kini diyakini akan menghadirkan
banyak perubahan global seiring dengan akselerasi keluar masuknya
berbagai kultur dan peradaban baru dari berbagai bangsa di dunia, ranah
demokrasi tentu akan menjadi penentu citra, kredibilitas, dan
akseptibilitas bangsa kita sebagai salah satu komunitas masyarakat
dunia. Itu artinya, dunia pendidikan dalam mencetak sumberdaya manusia
yang bermutu dan profesional harus menyiapkan generasi yang demokratis,
sehingga memiliki resistence yang kokoh di tengah-tengah konflik
peradaban.
Selain pengembangan nilai-nilai demokrasi dalam pembentukan mental
peserta didik sesuai nilai-nilai demokrasi, demokrasi di sekolah juga
mencakup proses pembelajaran untuk meningkatkan kualitas hasil belajar.
Hal ini diantaranya adalah untuk menyikapi persoalan yang tentunya
tekait dengan nilai-nilai demokrasi dalam hal ilmu pengetahuan, mengenai
industri saat ini yang sering menimbulkan pencemaran lingkungan. Banyak
pihak industri yang selalu berhadapan dengan kelompok-kelompok humanis
yang anti pencemaran dan pengrusakan lingkungan. sehingga pendidikan
harus merancang perubahan-perubahan ke depan yang tetap ditandai dengan
kemajuan sains dan teknologi, dengan peningkatan solidaritas
internasional, dan keseimbangan komitmen antara produktivitas, kemajuan
sains dan teknologi, yang pada gilirannya dapat mengembangkan sektor
perekonomian, namun tetap memperhatikan pemeliharaan lingkungan, dan
misi kemanusiaan, sehingga mampu menetralisir ketegangan-ketegangan
sosial, dan mampu menjaga kelestarian alam yang tidak semata menjadi
kebutuhan seluruh umat manusia dengan keseimbangan ekosistemnya, tapi
juga akan diwariskan pada generasi mendatang.
2.3.2.1 Implementasi Pengembangan Nilai-nilai Demokrasi dalam Proses Pembelajaran di Kelas
Kelas merupakan forum yang strategis bagi guru dan murid untuk
sama-sama belajar menegakkan pilar-pilar demokrasi. Prinsip kebebasan
berpendapat, kesamaan hak dan kewajiban, misalnya siswa dan guru
mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam menjaga kebersihan kelas,
kenyamanan kelas, terlaksananya kegiatan belajar mengajar yang kondusif.
Tumbuhnya semangat persaudaraan antara siswa dan guru harus menjadi
iklim pembelajaran di kelas dalam mata pelajaran apapun. Interaksi guru
dan siwa bukan sebagai subjek-objek, melainkan subjek-subjek yang
sama-sama membangun karakter dan jatidiri. Profil guru yang demokratis
tidak bisa terwujud dengan sendirinya tetapi membutuhkan proses
pembelajaran. Kelas merupakan forum yang strategis bagi guru dan murid
untuk sama-sama belajar menegakkan pilar-pilar demokrasi.
Bapak pendidikanIndonesia, Ki Hajar Dewantara mewariskan semangat
“ing madya mangun karsa” yang intinya berporos pada proses pemberdayaan.
Di sekolah guru senantiasa membangkitkan semangat bereksplorasi,
berkreasi dan berprakarsa di kalangan siwa agar kelak tidak menjadi
manusia-manusia yang hanya tunduk pada komando. Dengan cara demikian,
kelas akan menjadi magnet demokrasi yang mampu menggerakkan gairah siswa
untuk menginternalisasi nilai-nilai demokrasi dan keluhuran budi secara
riil dalam kehidupan sehari-hari.
2.3.2.1.1 Peran Guru
Implementasi pengembangan nilai-nilai demokrasi dalam proses
pembelajaran di kelas tentu tidak lepas dari peran guru. Terpenuhinya
misi pendidikan sangat tergantung pada kemampuan guru untuk menanamkan
seting demokrasi pada siswa, dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya
pada siswa untuk belajar. Menciptakan suasana yang hangat di sekolah
sehingga menjadi tempat yang nyaman bagi siswa untuk semaksimal mungkin
mereka belajar. Rosyada dalam bukunya Paradigma Pendidikan Demokratis
(2004: 19) menyatakan bahwa sekolah bukan menjadi tempat pertunjukan
bagi guru tetapi tempat bagi siswa untuk menambah dan memperkaya
pengalaman belajarnya. Oleh sebab itu, guru harus mampu mengembangkan
strategi pembelajaran yang memberi peluang bagi siswa untuk belajar.
Inilah makna lain dari sekolah demokratis, yaitu sekolah itu untuk siswa
bukan untuk guru dan kepala sekolahnya. Sekolah harus menjadi second home
bagi siswa, mereka betah menghabiskan waktunya di sekolah, dengan
belajar, berdiskusi, menyelesaikan tugas-tugas kelompok, membaca, dan
melakukan aktivitas lainnya.
Untuk mewujudkan KBM yang kondusif secara umum guru harus memiliki capability dan loyality,
yakni guru itu harus memiliki kemampuan dalam bidang ilmu yang
diajarkannya, memiliki kemampuan teoritik tentang mengajar yang baik,
dari mulai perencanaan, implementasi, sampai evaluasi. Memiliki
loyalitas keguruan, yakni loyal terhadap tugas-tugas keguruan yang tidak
hanya di dalam kelas. Seperti yang telah dikutip oleh Rosyada (2004:
113), dari Gilbert H. Hunt dalam bukunya Effective Teaching menyatakan bahwa guru yang baik itu harus memenuhi tujuh kriteria yaitu:
- Sifat; guru yang baik harus memiliki sifat-sifat antusias, stimulatif, mendorong siswa untuk maju, hangat, berorientasi pada tugas dan pekerja keras, toleran, sopan, dan bijaksana, bisa dipercaya/ fleksibel dan mudah menyesuaikan diri/ demokratis, penuh harapan bagi siswa, tidak semata mencari reputasi pribadi, mampu mengatasi stereotipe siswa, bertanggung jawab terhadap kegiatan belajar siswa, mampu menyampaikan perasaannya, dan memiliki pendengaran yang baik.
- Pengetahuan; guru yang baik juga memiliki pengetahuan yang memadai dalam mata pelajaran yang diampunya, dan terus mengikuti kemajuan dalam bidang ilmunya itu.
- Apa yang disampaikan; guru yang baik juga mampu memberikan jaminan bahwa materi yang disampaikannya mencakup semua unit bahasan yang diharapkan siswa secara maksimal.
- Bagaimana Mengajar; guru yang baik mampu menjelaskan berbagai informasi secara jelas, dan terang, memberikan layanan yang variatif, menciptakan dan memelihara momentum, menggunakan kelompok kecil secara efektif, mendorong semua siswa untuk berpartisipasi, memonitor dan bahkan sering mendatangi siswa, memonitor tempat duduk siswa, melibatkan siswa dalam tutorial atau pengajaran sebaya, menghindari kesukaran yang kompleks dengan menyederhanakan sajian informasi, menggunakan beberapa bahan tradisional, menunjukkan pada siswa tentang pentingnya bahan-bahan yang mereka pelajari, menunjukkan proses berpikir yang penting untuk belajar/ berpartisipasi dan mampu memberikan perbaikan terhadap kesalahan konsepsi yang dilakukan siswa.
- Harapan; guru yang baik mampu memberikan harapan pada siswa, mampu membuat siswa akuntabel, dan mendorong partisipasi orang tua dalam memajukan kemampuan akademik siswanya.
- Reaksi guru terhadap siswa; guru yang baik biasa menerima berbagai masukan, risiko, dan tantangan, selalu memberikan dukungan pada siswanya, konsisten dalam kesepakatan-kesepakatan dengan siswa, bijaksana terhadap kritik siswa, menyesuaikan diri dengan kemajuan-kemajuan siswa, pengajaran yang memperhatikan individu, mampu memberikan jaminan atas kesetaraan partisipasi siswa, mampu menyediakan waktu yang pantas untuk siswa bertanya, cepat dalam memberikan feed back bagi siswa dalam membantu mereka belajar, peduli dan sensitif terhadap perbedaan-perbedaan latar belakang sosial ekonomi dan kultur siswa, dan menyesuaikannya pada kebijakan-kebijakan menghadapi berbagai perbedaan.
- Management; Guru yang baik juga harus mampu menunjukkan keahlian dalam perencanaan, memiliki kemampuan mengorganisasi kelas sejak hari pertama dia bertugas, cepat memulai kelas, melewati masa transisi dengan baik, memiliki kemampuan dalam mengatasi dua atau lebih aktivitas kelas dalam satu waktu yang sama, mampu memelihara waktu bekerja serta menggunakannya secara efisien dan konsisten, dapat meminimalisasi gangguan, dapat menerima suasana kelas yang ribut dengan kegiatan pembelajaran, memiliki teknik untuk mengontrol kelas, memberi hukuman dengan bentuk yang paling ringan, dapat memelihara suasana tenang dalam belajar, dan tetap dapat menjaga siswa untuk tetap belajar menuju sukses.
Guru sebaiknya juga menggunakan model active learning atau
belajar aktif, yaitu model pembelajaran yang memberi peluang sangat luas
bagi siswa untuk belajar dengan mengurangi porsi guru untuk ceramah.
Guru harus dapat memberikan penugasan yang bermakna bagi siswa, baik
untuk diskusi, penyelasaian tugas, menyelasaikan masalah atau lainnya.
Serta model cooperate learning (belajar secara kooperatif yang
tidak hanya belajar bersama, namun saling membantu) melalui diskusi
dalam kelompok-kelompok kecil, debat atau bermain peran. Biarkan siswa
saling membantu satu sama lain serta saling bertukar informasi yang
mereka dapatkan dari hasil akses informasinya. Melalui sebuah diskusi
akan terpupuk nilai-nilai demokrasi karena pelaksanaan diskusi sangat
memungkinkan siswa berinteraksi dengan siswa yang lain, belajar
mengemukakan pendapatnya, menghargai setiap pendapat dan tidak
memaksakan pendapatnya kepada orang lain.
Selain itu guru juga harus dapat membantu siswa befikir. Siswa perlu
diajak kritis terhadap bahan pelajaran dan juga masalah yang dihadapi.
Pikiran kritis ini sangat penting adlam membangun suasana demokratis di
sekolah dan di masyarakat sekarang ini. Seperti yang dikutip Suparno
(36-37) dari Raths dalam bukunya Teaching for Thinking yang memberikan beberapa cara konkrit yang dapat dibuat guru dalam membantu siswa berfikir kritis antara lain:
- Guru hendaklah mendengarkan gagasan dan pemikiran siswa
- Guru memajukan diskusi terbuka dimana siswa bebas mengungkapkan pikirannya
- Guru perlu memberikan waktu bagi siswa untuk berfikir terlebih dahulu, apalagi bila mengajukan pertanyaan kepada siswa
- Guru memnupuk keyakinan sswa untuk berani tampil dengan gagasannya yang otentik
- Guru perlu memberikan umpan balik yang memajukan pemikiran siswa, bukan yang mematikan
- Ruang majalah dinding yang dapat diisi dengan macam-macam gagasan siswa perlu dibuat
- Siswa diberi kebebasan untuk mencari data dan masukan dari sumber-sumber lain seperti perpustakaan atau internet.
Kadang ada guru yang merasa rugi bila memberikan waktu berfkir bagi
siswa karena akan memperlambat penyelesaian bahan. Memeng secara
sepintas sepertinya guru kehilangan banyak waktu, tetapi sebenarnya guru
untung besar. Karena dengan membiasakan siswa berfikir dan memperoleh
informasi sendiri, mereka selanjutnya mereka akan dapat belajar sendiri
tanpa harus dipaksa oleh guru. Apalgi pemikiran-pemikiran kritis mereka
yang dikembangkan itu dikemudian hari akan menjadi pemikiran dan
kreativitas yang besar.
Dalam menginternalisasikan nilai-nilai demokrasi guru dapat menjadi
sosok pemodelan, dimana segala perilakunya dapat menjadi tauladan bagi
siswa dalam pembentukan karakter demokratis dalam dirinya. Jika dalam
KBM di dalam kelas tidak beriklimkan demokrasi, maka dalam diri siswa
tidak akan tertanam sikap-sikap yang mencerminkan nilai-nilai demokrasi.
2.3.2.1.2 Peran Kurikulum (Mata Pelajaran)
Selain itu internalisasi nilai-nilai demokrasi dapat disisipkan dalam
kegiatan KBM misalnya pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
(PKn) dan juga tidak menutup kemungkinan menanamkan materi demokrasi
pada mata pelajaran yang lain. Contohnya, SAINS dengan memberikan
pegetahuan berbasis lingkungan, sehingga tertanam sikap kecintaan
terhadap alam. Praktek pembelajaran dilakukan dengan materi yang
substansial (konsep teori yang sangat selektif) tetapi kaya dalam
implementasi.
Di masa lalu pendidikan demokrasi tidak berkembang. Hal ini dapat
dicontohkan pada kasus PPKn/PKn yang sebelumnya dikembangkan secara
indoktrinasi, mengakumulasi pengetahuan yang kurang bermakna, bersifat
hegemonik, tidak partisipatoris, dan sering dikritik anti realitas.
Seharusnya PKn memuat nilai-nilai pluralisme dan membentuk karakter
bangsa, sehingga PKn harus menerapkan pendidikan multikultural (proses
transformasi cara hidup menghormati, toleran terhadap keanekaragaman
budaya yang hidup dalam masyarakatnya yang plural, tanpa diskriminasi).
(Azra, 2002: 159)
2.3.1.2 Implementasi Pengembangan Nilai-nilai Demokrasi di luar KBM
Menanamkan pengetahuan demokrasi perlu disertai pengalaman hidup
berdemokrasi yang tidak hanya dilakukan dalam KBM, tetapi juga d luar
KBM. Misalnya saja dalam bergaul dengan teman sebaya. Pergaulan hidup
dengan teman sebayapun perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh.
Tata cara pergaulan yang baik dapat meningkatkan kerukunan hidup
bersama. Oleh karena itu perlu dikembangkan sikap saling menghormati,
menghargai, tolong-menolong, tenggang rasa dan sikap positif lainnya.
Dengan bersikap demikian dapat dihindari terjadinya pertengkaran,
percekcokan yang membawa atau mengakibatkan timbulnya perkelahian atau
sikap negatif lainnya, sehingga dengan demikian terwujud pergaulan yang
harmonis.
Saling menghargai dan menghormati antarsesama manusia merupakan suatu
keharusan karena manusia telah diciptakan Tuhan dengan harkat dan
derajat yang sama.Sifat saling menghormati ini sangat sesuai dengan
keadaan bangsaIndonesiayang beraneka ragam dan ini juga sesuai dengan
nilai-nilai Pancasila sebagai jiwa dan kepribadian bangsa. Budaya
menghormati ini perlu ditanamkan sejak kecil di dalam lingkungan
keluarga yang selanjutnya peran sekolahlah yang bertugas untuk
mengembangkannya.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai tugas yang banyak, yang
salah satunya adalah mewariskan budaya-budaya bangsa kepada geberasi
muda seperti budaya saling menghormati antarsesama. Budaya menghormati
perlu disisipkan dan dikembangkan dalam setiap kegiatan di sekolah baik
dalam kegiatan belajar mengajar maupun di luar kegiatan belajar
mengajar.Untuk pengembangan sikap menghormati di dalam kegiatan belajar
mengajar telah dijelaskan di bagian depan selanjutnya di bagian ini akan
diberikan contoh menghormati di luar kegiatan belajar mengajar.
- Menyapa guru dan teman saat berpapasan.
- Mengikuti upacara bendera dengan khidmat.
- Menggunakan tutur bahasa yang baik, benar dan sopan.
- Memprioritaskan musyawarah kelas untuk memutuskan kebijakan-kebijakan berhubungan dengan kepentingan kelas.
- Tidak membedakan teman.
Selain menghormati, sikap demokratis yang perlu dimiliki adalah rasa
tanggung jawab. Dalam hal pengambilan keputusan, siswa harus dilatih
memutuskan dan melaksanakan keputusan secara bertanggung jawab. Dalam
mengajarkan hal ini kepada siswa guru sebaiknya memberikan contoh dalam
kehidupan sehari-hari di dalam kelas, misalnya dalam pemilhan ketua
kelas. Setelah terpilih menjadi ketua kelas, selanjutnya ketua kelas itu
mengatur kelasnya masing-masing, misalnya:
- Ketua kelas: mengadakan rapat kelas yang dipimpin ketua kelas. Dalam rapat ketua kelas akan mendapat banyak saran, pendapat, dan tidak tertutup kemungkinan pendapat tadi ada yang bertentangan dengan pendapatnya. Pendapat tadi kemudian dibicarakan dalam rapat secara musyawarah, dengan peretimbangan yang disepakati sejujur-jujurnya dan penuh tanggung jawab melaksanakan keputusan yang diambil secara bersama itu.
- Hasil keputusan tersebut harus dipatuhi dan ditaati oleh setiap siswa dan keputusan yang berupa peraturan itu harus dibuat secara tertulis, sehingga setiap siswa dapat mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Sehingga apabila siswa melanggar mereka akan melaksanakan sanksi tersebut secara konsekwen dan penuh kesadaran.
- Setiap siswa harus mengetaui tugasnya masing-masing, siapa yang bertugas merapikan meja, siapa yang bertugas mengambil dan menyiapkan kapur, penghapus, dan sebagainya.
Selain itu guru juga harus menjadi contoh dalam pengembangan sikap
saling menghormati. Guru harus mampu menunjukkan sikap menghormati
sekalipun pada orang yang lebih muda. Misalnya dalam menghadapi siswa
yang melakukan kesalahan harus diberi kesempatan melakukan pembelaan
diri. Jangan memposisikan siswa sebagai pihak yang paling bersalah
sehingga harus menerima sanksi tanpa melakukan kontrak sosial bersama
siswa.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Demokrasi dapat diartikan sebagai suatu pemerintahan dimana rakyat memegang suatu peranan yang sangat menentukan.
2. Nilai-nilai demokrasi perlu ditanamkan pada generasi muda agar terbentuk generasi yang demokratis.
3. Demokasi Pancasila merupakan demokrasi yang dijiwai dan diintegrasikan dengan nilai-nilai Pancasila.
4. Asas Demokrasi Pancasila adalah sila ke empat Pancasila yaitu,
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan.
Prinsip Demokrasi Pancasila adalah persamaan bagi seluruh rakyat
Indonesia, keseimbangan antara hak dan kewajiban, pelaksanaan kebebasan
yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri
sendiri, dan orang lain, mewujudkan rasa keadilan sosial, pengambilan
keputusan dengan musyawarah mufakat, mengutamakan persatuan nasional dan
kekeluargaan, menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita nasional.
Unsur-unsur Demokrasi Pancasila adalah kedaulatan rakyat, kepentingan
umum, sosok negara hukum, pemerintahan yang terbatas kekuasaannya,
menggunakan lembaga perwakilan, kepala negara adalah atas nama rakyat,
mengakui hak asasi, Kelembagaan negara didasarkan pada pertimbangan yang
bersumber pada kedaulatan rakyat, memiliki tujuan dalam bernegara,
memiliki mekanisme pelestarian, memiliki lembaga legislatif.
5. Tujuan pelaksanaan Demokrasi Pancasila di sekolah yaitu mendidik
anak-anak dan mengantarkan mereka menuju fase kedewasaan, agar mereka
mandiri baik secara psikologis maupun sosial dengan menitik beratkan
pada pengembangan ketrampilan intelektual, keterampilan pribadi dan
sosial.
6. Pengembangan nilai-nilai demokrasi di sekolah tidak akan lepas
dari peran guru dan kurikulum. Untuk itu hendaknya guru lebih dahulu
memahami tentang nilai-nilai demokrasi agar dapat menggunakan dan
memanfaatkan kurikulum yang berlaku untuk proses pengembangan
nilai-nilai demokrasi.
3.2 Saran
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya tentang pentingnya peranan
guru dan kurikulum terhadap pengembangan nilai-nilai demokrasi,
diharapkan seorang guru mempunyai wawasan serta kemampuan yang cukup
kompeten dengan tujuan anak didiknya dapat memahami dan mampu menerapkan
nilai-nilai demokrasi dalam melaksanakan tugas-tugasnya di masyarakat.
DAFTAR RUJUKAN
Azra, Azumardi. 2002. Paradigma Baru Pendidikan Nasional.Jakarta:
Rosyada, Dede. 2004. Paradigma Pendidikan Demokratis.Jakarta: Prenada Media
Suparno, Paul. 2004. Guru Demokratis di Era Reformasi.Jakarta: Gramedia
Tim Penyusun. 1993. Bahan Penataran P4, UUD 1945, GBHN.Jakarta: BP-7 Pusat
Tim Penyusun. 2004. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Blitar: Karya Muda
Tim Penyusun. 2005. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Blitar: Karya Muda
Widodo. 1998. Pendidikan Pancasila dan Filsafat Pancasila.Malang: Universitas Wisnuwardana.
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
0 komentar:
Posting Komentar