Tujuan dan Fungsi Pkn
Tujuan dan Fungsi Pendidikan
Kewarganegaraan
Menurut Branson (1999:7) tujuan civic education adalah partisipasi yang bermutu dan bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan masyarakat baik tingkat lokal, negara bagian, dan nasional. Tujuan pembelajaran PKn dalam Depdiknas (2006:49) adalah untuk memberikan kompetensi sebagai berikut:
a. Berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu Kewarganegaraan.
b. Berpartisipasi secara cerdas dan tanggung jawab, serta bertindak secara sadar dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat di Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.
d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Tujuan PKn yang dikemukakan oleh Djahiri (1994/1995:10) adalah sebagai berikut :
a. Secara umum. Tujuan PKn harus ajeg dan mendukung keberhasilan pencapaian Pendidikan Nasional, yaitu : “Mencerdaskan kehidupan bangsa yang mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki kemampuan pengetahuann dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.
b. Secara khusus. Tujuan PKn yaitu membina moral yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan perseorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran pendapat ataupun kepentingan diatasi melalui musyawarah mufakat, serta perilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial seluruh rakyat Indonesia.
Sedangkan menurut Sapriya (2001), tujuan pendidikan Kewarganegaraan adalah :
Partisipasi yang penuh nalar dan tanggung jawab dalam kehidupan politik dari warga negara yang taat kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar demokrasi konstitusional Indonesia. Partisipasi warga negara yang efektif dan penuh tanggung jawab memerlukan penguasaan seperangkat ilmu pengetahuan dan keterampilan intelektual serta keterampilan untuk berperan serta. Partisipasi yang efektif dan bertanggung jawab itu pun ditingkatkan lebih lanjut melalui pengembangan disposisi atau watak-watak tertentu yang meningkatkan kemampuan individu berperan serta dalam proses politik dan mendukung berfungsinya sistem politik yang sehat serta perbaikan masyarakat.
Tujuan umum pelajaran PKn ialah mendidik warga negara agar menjadi warga negara yang baik, yang dapat dilukiskan dengan “warga negara yang patriotik, toleran, setia terhadap bangsa dan negara, beragama, demokratis..., Pancasilasejati” (Somantri, 2001:279). Fungsi dari mata pelajaran PKn adalah sebagai wahana untuk membentuk warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD NRI 1945.
Upaya agar tujuan PKn tersebut tidak hanya bertahan sebagai slogan saja, maka harus dirinci menjadi tujuan kurikuler (Somantri, 1975:30), yang meliputi:
a. Ilmu pengetahuan, meliputi hierarki: fakta, konsep dan generalisasi teori.
b. Keterampilan intelektual:
1) Dari keterampilan yang sederhana sampai keterampilan yang kompleks seperti mengingat, menafsirkan, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesiskan, dan menilai;
2) Dari penyelidikan sampai kesimpulan yang sahih: (a) keterampilan bertanya dan mengetahuii masalah; (b) keterampilan merumuskan hipotesis, (c) keterampilan mengumpulkan data, (d) keterampilan menafsirkan dan mneganalisis data, (e) keterampilan menguji hipotesis, (f) keterampilan meruumuskan generalisasi, (g) keterampilan mengkomunikasikan kesimpulan.
c. Sikap: nilai, kepekaan dan perasaan. Tujuan PKn banyak mengandung soal-soal afektif, karena itu tujuan PKn yang seperti slogan harus dapat dijabarkan.
d. Keterampilan sosial: tujuan umum PKn harus bisa dijabarkan dalam keterampilan sosial yaitu keterampilan yang memberikan kemungkinan kepada siswa untuk secara terampil dapat melakukan dan bersikap cerdas serta bersahabat dalam pergaulan kehidupan sehari-hari, Dufty (Numan Somantri, 1975:30). Mengkerangkakan tujuan PKn dalam tujuan yang sudah agak terperinci dimaksudkan agar kita memperoleh bimbingan dalam merumuskan: (a) konsep dasar, generalisasi, konsep atau topik PKn; (b) tujuan intruksional, (c) konstruksi tes beserta penilaiannya.
Djahiri (1995:10) mengemukakan bahwa melalui PKn siswa diharapkan :
a. Memahami dan menguasai secara nalar konsep dan norma Pancasila sebagai falsafah, dasar ideologi dan pandangan hidup negara RI.
b. Melek konstitusi (UUD NRI 1945) dan hukum yang berlaku dalam negara RI.
c. Menghayati dan meyakini tatanan dalam moral yang termuat dalam butir diatas.
d. Mengamalkan dan membakukan hal-hal diatas sebagai sikap perilaku diri dan kehidupannya dengan penuh keyakinan dan nalar.
Secara umum, menurut Maftuh dan Sapriya (2005:30) bahwa,
Tujuan negara mengembangkan Pendiddikan Kewarganegaraan agar setiap warga negara menjadi warga negara yang baik (to be good citizens), yakni warga negara yang memiliki kecerdasan (civics inteliegence) baik intelektual, emosional, sosial, maupun spiritual; memiliki rasa bangga dan tanggung jawab (civics responsibility); dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat.
Berdasarkan pendapat diatas dapat penulis simpulkan bahwa PKn sebagai program pengajaran tidak hanya menampilkan sosok program dan pola KBM yang hanya mengacu pada aspek kognitif saja, melainkan secara utuh dan menyeluruh yakni mencakup aspek afektif dan psikomotor. Selain aspek-aspek tersebut PKn juga mengembangkan pendidikan nilai.
3. Kelahiran dan Landasan Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia
Istilah “Pendidikan Kewarganegaraan” di Indonesia mengalami perkembangan dan perubahan dari tahun ke tahun. Pertumbuhan Pendidikan Kewarganegaraan yang lebih dikenal dengan nama Civic Education di USA menunjukkan adanya perluasan dari waktu ke waktu.
Secara historis pertumbuhan Civic Education dapat digambarkan sebagi berikut (Sumantri, 1957:31):
a. Civics (1790)
b. Community Civics (1970, A.W. Dunn)
c. Civic Education (1901, Harold Wilson)
d. Civic-Citizenship Education (1945, John Mahoney)
e. Civic-Citizenship Education (1971, NCSS)
Pelajaran Civics mulai diperkenalkan pada tahun 1790 di Amerika Serikat dalam rangka “meng-Amerikakan” bangsa Amerika atau terkenal dengan “theory of Americanization”. Penerbitan majalah “The Citizen” dan “Civics”, pada tahun 1886, Henry Randall Waite merumuskan Civics dengan “the science of citizenship – the relation of man, the individual, to man in organized collections – the individual in his relation to the state, Creshore, Education” (Somantri, 1975:31).
Penjelasan mengenai Civics menpunyai kesamaan yang sama yaitu membahas mengenai “government”, hak dan kewajiban sebagi warga negara. Akan tetapi, arti Civics dalam perkembangan selanjutnya bukan hanya meliputi “government” saja, kemudian dikenal istilah Community Civics, Economic Civics, dan Vocational Civics.
Gerakan “Community Civics” pada tahun 1970 dipelopori oleh W.A. Dunn adalah untuk menghadapkan pelajar pada lingkungan atau kehidupan sehari-hari dalam hubungannya dengan ruang ringkup lokal, nasional maupun internasional. Gerakan “community civics” disebabkan pula karena pelajaran civics pada waktu itu hanya mempelajari konstitusi dan pemerintah saja, akan tetapi kurang memperhatikan lingkungan sosial.
Selain gerakan community civics, timbul pula gerakan civic education. Ruang lingkup Civics Education (Somantri, 1975:33), antara lain:
a. Civic Education meliputi seluruh program dari sekolah.
b. Civic Education meliputi berbagai macam kegiatan belajar mengajar, yang dapat menumbuhkan hidup dan tingkah laku yang lebih baik dalam masyarakat demokratis.
c. Dalam Civic Education termasuk pula hal-hal yang menyangkut, pengalaman, kepentingan masyarakat, pribadi dan syarat-syarat obyektif hidup bernegara.
NCSS (Somantri, 1975:33) merumuskan mengenai Citizenship Education sebagai berikut:
Citizenship Education is a proses comprising all the positive influences which are intended to shape a citizens view to his role in society. It comes partly from formal schooling, partly from parental influences and partly from learning outside the classroom and the home. Trough Citizenship Education, our youth are helped to gain an understanding of our national ideas, the common good, and the process of self goverment.
Dari definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan cakupan PKn lebih luas, karena bahannya selain mancakup program sekolah juga meliputi pengaruh belajar diluar kelas, dan pendidikan di rumah. Selanjutnya, PKn digunakan untuk membantu generasi muda memperoleh pemahaman cita-cita nasional /tujuan negara dan dapat mengambil keputusan-keputusan yang bertanggung jawab dalam menyelsaikan masalah pribadi, masyarakat dan negara. Unsur-unsur Civic Education yang dapat menjadi acuan bagi para pelajar, antara lain: Mengetahui, memahami dan mengapresiasikan cita-cita nasional; dan dapat membuat keputusan-keputusan yang cerdas.
Kuhn (Winataputra dan Budimansyah, 2007:71) mengemukakan bahwa, perkembangan istilah Civics dan Civic Education di Indonesia terjadi pada tahun :
1. Kewarganegaraan (1957), membahas cara memperoleh dan kehilangan kewargaan negara.
2. Civics (1962), tampil dalam bentuk indoktrinasi politik.
3. Pendidikan Kewargaan Negara (1968) sebagai unsur dari pendidikan kewargaan Negara yang bernuansa pendidikan ilmu pengetahuan sosial.
4. Pendidikan Kewargaan Negara (1969) tampil dalam bentuk pengajaran konstitusi dan ketetapan MPRS.
5. Pendidikan Kewargaan Negara (1973) yang diidentikkan dengan pengajaran IPS.
6. Pendidikan Moral Pancasila (1975 dan 1984) tampil menggantikan PKN dengan isi pembahasan P4.
7. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (1994) sebagai penggabungan bahan kajian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang tampil dalam bentuk pengajaran konsep nilai yang disaripatikan dari Pancasila dan P4.
Menurut Branson (1999:7) tujuan civic education adalah partisipasi yang bermutu dan bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan masyarakat baik tingkat lokal, negara bagian, dan nasional. Tujuan pembelajaran PKn dalam Depdiknas (2006:49) adalah untuk memberikan kompetensi sebagai berikut:
a. Berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu Kewarganegaraan.
b. Berpartisipasi secara cerdas dan tanggung jawab, serta bertindak secara sadar dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat di Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.
d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Tujuan PKn yang dikemukakan oleh Djahiri (1994/1995:10) adalah sebagai berikut :
a. Secara umum. Tujuan PKn harus ajeg dan mendukung keberhasilan pencapaian Pendidikan Nasional, yaitu : “Mencerdaskan kehidupan bangsa yang mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki kemampuan pengetahuann dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.
b. Secara khusus. Tujuan PKn yaitu membina moral yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan perseorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran pendapat ataupun kepentingan diatasi melalui musyawarah mufakat, serta perilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial seluruh rakyat Indonesia.
Sedangkan menurut Sapriya (2001), tujuan pendidikan Kewarganegaraan adalah :
Partisipasi yang penuh nalar dan tanggung jawab dalam kehidupan politik dari warga negara yang taat kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar demokrasi konstitusional Indonesia. Partisipasi warga negara yang efektif dan penuh tanggung jawab memerlukan penguasaan seperangkat ilmu pengetahuan dan keterampilan intelektual serta keterampilan untuk berperan serta. Partisipasi yang efektif dan bertanggung jawab itu pun ditingkatkan lebih lanjut melalui pengembangan disposisi atau watak-watak tertentu yang meningkatkan kemampuan individu berperan serta dalam proses politik dan mendukung berfungsinya sistem politik yang sehat serta perbaikan masyarakat.
Tujuan umum pelajaran PKn ialah mendidik warga negara agar menjadi warga negara yang baik, yang dapat dilukiskan dengan “warga negara yang patriotik, toleran, setia terhadap bangsa dan negara, beragama, demokratis..., Pancasilasejati” (Somantri, 2001:279). Fungsi dari mata pelajaran PKn adalah sebagai wahana untuk membentuk warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD NRI 1945.
Upaya agar tujuan PKn tersebut tidak hanya bertahan sebagai slogan saja, maka harus dirinci menjadi tujuan kurikuler (Somantri, 1975:30), yang meliputi:
a. Ilmu pengetahuan, meliputi hierarki: fakta, konsep dan generalisasi teori.
b. Keterampilan intelektual:
1) Dari keterampilan yang sederhana sampai keterampilan yang kompleks seperti mengingat, menafsirkan, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesiskan, dan menilai;
2) Dari penyelidikan sampai kesimpulan yang sahih: (a) keterampilan bertanya dan mengetahuii masalah; (b) keterampilan merumuskan hipotesis, (c) keterampilan mengumpulkan data, (d) keterampilan menafsirkan dan mneganalisis data, (e) keterampilan menguji hipotesis, (f) keterampilan meruumuskan generalisasi, (g) keterampilan mengkomunikasikan kesimpulan.
c. Sikap: nilai, kepekaan dan perasaan. Tujuan PKn banyak mengandung soal-soal afektif, karena itu tujuan PKn yang seperti slogan harus dapat dijabarkan.
d. Keterampilan sosial: tujuan umum PKn harus bisa dijabarkan dalam keterampilan sosial yaitu keterampilan yang memberikan kemungkinan kepada siswa untuk secara terampil dapat melakukan dan bersikap cerdas serta bersahabat dalam pergaulan kehidupan sehari-hari, Dufty (Numan Somantri, 1975:30). Mengkerangkakan tujuan PKn dalam tujuan yang sudah agak terperinci dimaksudkan agar kita memperoleh bimbingan dalam merumuskan: (a) konsep dasar, generalisasi, konsep atau topik PKn; (b) tujuan intruksional, (c) konstruksi tes beserta penilaiannya.
Djahiri (1995:10) mengemukakan bahwa melalui PKn siswa diharapkan :
a. Memahami dan menguasai secara nalar konsep dan norma Pancasila sebagai falsafah, dasar ideologi dan pandangan hidup negara RI.
b. Melek konstitusi (UUD NRI 1945) dan hukum yang berlaku dalam negara RI.
c. Menghayati dan meyakini tatanan dalam moral yang termuat dalam butir diatas.
d. Mengamalkan dan membakukan hal-hal diatas sebagai sikap perilaku diri dan kehidupannya dengan penuh keyakinan dan nalar.
Secara umum, menurut Maftuh dan Sapriya (2005:30) bahwa,
Tujuan negara mengembangkan Pendiddikan Kewarganegaraan agar setiap warga negara menjadi warga negara yang baik (to be good citizens), yakni warga negara yang memiliki kecerdasan (civics inteliegence) baik intelektual, emosional, sosial, maupun spiritual; memiliki rasa bangga dan tanggung jawab (civics responsibility); dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat.
Berdasarkan pendapat diatas dapat penulis simpulkan bahwa PKn sebagai program pengajaran tidak hanya menampilkan sosok program dan pola KBM yang hanya mengacu pada aspek kognitif saja, melainkan secara utuh dan menyeluruh yakni mencakup aspek afektif dan psikomotor. Selain aspek-aspek tersebut PKn juga mengembangkan pendidikan nilai.
3. Kelahiran dan Landasan Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia
Istilah “Pendidikan Kewarganegaraan” di Indonesia mengalami perkembangan dan perubahan dari tahun ke tahun. Pertumbuhan Pendidikan Kewarganegaraan yang lebih dikenal dengan nama Civic Education di USA menunjukkan adanya perluasan dari waktu ke waktu.
Secara historis pertumbuhan Civic Education dapat digambarkan sebagi berikut (Sumantri, 1957:31):
a. Civics (1790)
b. Community Civics (1970, A.W. Dunn)
c. Civic Education (1901, Harold Wilson)
d. Civic-Citizenship Education (1945, John Mahoney)
e. Civic-Citizenship Education (1971, NCSS)
Pelajaran Civics mulai diperkenalkan pada tahun 1790 di Amerika Serikat dalam rangka “meng-Amerikakan” bangsa Amerika atau terkenal dengan “theory of Americanization”. Penerbitan majalah “The Citizen” dan “Civics”, pada tahun 1886, Henry Randall Waite merumuskan Civics dengan “the science of citizenship – the relation of man, the individual, to man in organized collections – the individual in his relation to the state, Creshore, Education” (Somantri, 1975:31).
Penjelasan mengenai Civics menpunyai kesamaan yang sama yaitu membahas mengenai “government”, hak dan kewajiban sebagi warga negara. Akan tetapi, arti Civics dalam perkembangan selanjutnya bukan hanya meliputi “government” saja, kemudian dikenal istilah Community Civics, Economic Civics, dan Vocational Civics.
Gerakan “Community Civics” pada tahun 1970 dipelopori oleh W.A. Dunn adalah untuk menghadapkan pelajar pada lingkungan atau kehidupan sehari-hari dalam hubungannya dengan ruang ringkup lokal, nasional maupun internasional. Gerakan “community civics” disebabkan pula karena pelajaran civics pada waktu itu hanya mempelajari konstitusi dan pemerintah saja, akan tetapi kurang memperhatikan lingkungan sosial.
Selain gerakan community civics, timbul pula gerakan civic education. Ruang lingkup Civics Education (Somantri, 1975:33), antara lain:
a. Civic Education meliputi seluruh program dari sekolah.
b. Civic Education meliputi berbagai macam kegiatan belajar mengajar, yang dapat menumbuhkan hidup dan tingkah laku yang lebih baik dalam masyarakat demokratis.
c. Dalam Civic Education termasuk pula hal-hal yang menyangkut, pengalaman, kepentingan masyarakat, pribadi dan syarat-syarat obyektif hidup bernegara.
NCSS (Somantri, 1975:33) merumuskan mengenai Citizenship Education sebagai berikut:
Citizenship Education is a proses comprising all the positive influences which are intended to shape a citizens view to his role in society. It comes partly from formal schooling, partly from parental influences and partly from learning outside the classroom and the home. Trough Citizenship Education, our youth are helped to gain an understanding of our national ideas, the common good, and the process of self goverment.
Dari definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan cakupan PKn lebih luas, karena bahannya selain mancakup program sekolah juga meliputi pengaruh belajar diluar kelas, dan pendidikan di rumah. Selanjutnya, PKn digunakan untuk membantu generasi muda memperoleh pemahaman cita-cita nasional /tujuan negara dan dapat mengambil keputusan-keputusan yang bertanggung jawab dalam menyelsaikan masalah pribadi, masyarakat dan negara. Unsur-unsur Civic Education yang dapat menjadi acuan bagi para pelajar, antara lain: Mengetahui, memahami dan mengapresiasikan cita-cita nasional; dan dapat membuat keputusan-keputusan yang cerdas.
Kuhn (Winataputra dan Budimansyah, 2007:71) mengemukakan bahwa, perkembangan istilah Civics dan Civic Education di Indonesia terjadi pada tahun :
1. Kewarganegaraan (1957), membahas cara memperoleh dan kehilangan kewargaan negara.
2. Civics (1962), tampil dalam bentuk indoktrinasi politik.
3. Pendidikan Kewargaan Negara (1968) sebagai unsur dari pendidikan kewargaan Negara yang bernuansa pendidikan ilmu pengetahuan sosial.
4. Pendidikan Kewargaan Negara (1969) tampil dalam bentuk pengajaran konstitusi dan ketetapan MPRS.
5. Pendidikan Kewargaan Negara (1973) yang diidentikkan dengan pengajaran IPS.
6. Pendidikan Moral Pancasila (1975 dan 1984) tampil menggantikan PKN dengan isi pembahasan P4.
7. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (1994) sebagai penggabungan bahan kajian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang tampil dalam bentuk pengajaran konsep nilai yang disaripatikan dari Pancasila dan P4.
Deklarasi Djuanda
Deklarasi Djuanda yang dicetuskan
pada tanggal 13 Desember 1957 oleh Perdana Menteri Indonesia pada saat itu, Djuanda Kartawidjaja, adalah deklarasi
yang menyatakan kepada dunia bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar,
di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI.
Sebelum deklarasi Djuanda, wilayah negara Republik
Indonesia mengacu pada Ordonansi Hindia Belanda 1939, yaitu Teritoriale
Zeeën en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939). Dalam peraturan
zaman Hindia Belanda ini, pulau-pulau di wilayah Nusantara dipisahkan oleh laut
di sekelilingnya dan setiap pulau hanya mempunyai laut di sekeliling sejauh 3
mil dari garis pantai. Ini berarti kapal asing boleh dengan bebas melayari laut
yang memisahkan pulau-pulau tersebut.
Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa Indonesia menganut
prinsip-prinsip negara kepulauan (Archipelagic State) yang pada saat itu
mendapat pertentangan besar dari beberapa negara, sehingga laut-laut antarpulau
pun merupakan wilayah Republik Indonesia dan bukan kawasan bebas. Deklarasi
Djuanda selanjutnya diresmikan menjadi UU No.4/PRP/1960 tentang Perairan
Indonesia. Akibatnya luas wilayah Republik Indonesia berganda 2,5 kali lipat
dari 2.027.087 km² menjadi 5.193.250 km² dengan pengecualian Irian Jaya yang
walaupun wilayah Indonesia tapi waktu itu belum diakui secara internasional.
Berdasarkan perhitungan 196 garis batas lurus (straight
baselines) dari titik pulau terluar ( kecuali Irian Jaya ), terciptalah
garis maya batas mengelilingi RI sepanjang 8.069,8 mil
laut[1].
Setelah
melalui perjuangan yang penjang, deklarasi ini pada tahun 1982 akhirnya dapat
diterima dan ditetapkan dalam konvensi hukum laut PBB ke-III Tahun 1982
(United Nations Convention On The Law of The Sea/UNCLOS 1982).
Selanjutnya delarasi ini dipertegas kembali dengan UU Nomor 17 Tahun 1985
tentang pengesahan UNCLOS 1982 bahwa Indonesia adalah negara kepulauan.
Pada tahun 1999, Presiden Soeharto mencanangkan
tanggal 13 Desember sebagai Hari Nusantara. Penetapan hari ini
dipertegas dengan terbitnya Keputusan Presiden RI Nomor 126 Tahun 2001,
sehingga tanggal 13 Desember resmi menjadi hari perayaan nasional.
Isi
dari Deklarasi Juanda, 13 Desember 1957 :
1.
Bahwa Indonesia menyatakan sebagai negara kepulauan yang mempunyai corak
tersendiri
2.
Bahwa sejak dahulu kala kepulauan nusantara ini sudah merupakan satu kesatuan
3.
Ketentuan ordonansi 1939 tentang Ordonansi, dapat memecah belah keutuhan
wilayah Indonesia dari deklarasi tersebut mengandung suatu tujuan :
Ajaran
Lebensraum, Autarki dan Pan-Region Oleh Karl Haushofer Orang Jerman -
Pengertian dan Arti Definisi - Ilmu Sejarah Dunia
Tue, 24/10/2006 - 7:26pm — godam64
Ajaran Karl Haushofer (Jerman
1869-1946) adalah ajaran yang condong mengajarkan peperangan antara sesama umat
manusia di mana ia beranggapan bahwa perang adalah bapak dari segala hal untuk
kejayaan suatu bangsa dan negara.
Berikut ini adalah arti definisi /
pengertian dari inti ajaran karl haushofer menurut kaum geopolitik :
1. Lebensraum
Lebensraum adalah hak suatu bangsa atas ruang hidup untuk dapat menjamin kesejahteraan dan keamanannya. Berdasarkan kaum geopolitik Jerman negara besar berhak berkembang dan memakan negara yang kecil yang dari dulu telah ditakdirkan untuk mati.
Lebensraum adalah hak suatu bangsa atas ruang hidup untuk dapat menjamin kesejahteraan dan keamanannya. Berdasarkan kaum geopolitik Jerman negara besar berhak berkembang dan memakan negara yang kecil yang dari dulu telah ditakdirkan untuk mati.
2. Autarki
Autarki adalah cita-cita untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Kaum geopolitik jerman menganggap bahwa negara yang besar dapat mengambil dan mendapatkan kekeyaan sumber alam dari negara yang kecil jika membutuhkan sumber alam.
Autarki adalah cita-cita untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Kaum geopolitik jerman menganggap bahwa negara yang besar dapat mengambil dan mendapatkan kekeyaan sumber alam dari negara yang kecil jika membutuhkan sumber alam.
3. Pan-Region
Pan-Region adalah pembagian wilayah-wilayah dunia menjadi perserikatan wilayah. Dalam setiap pan region memiliki adat dan budaya yang sama. Dunia internasional dibagi manjadi empat (4) pan region yaitu pan-amerika, pan-asia, pan-region Jerman dan Pan-region Rusia-India.
Pan-Region adalah pembagian wilayah-wilayah dunia menjadi perserikatan wilayah. Dalam setiap pan region memiliki adat dan budaya yang sama. Dunia internasional dibagi manjadi empat (4) pan region yaitu pan-amerika, pan-asia, pan-region Jerman dan Pan-region Rusia-India.
Geopolitik di Indonesia
Geopolitik berasal dari kata
geo dan politik.[1] Geo berarti bumi dan politik berasal dari bahasa Yunani politeia.[1] Poli artinya kesatuan masyarakat yang berdiri
sendiri dan teia artinya urusan.[1] Geopolitik biasa
juga di sebut dengan wawasan nusantara.[1]
Latar Belakang,
Kedudukan, Fungsi, dan Tujuan Wawasan Nusantara
Pandangan
geopolitik Indonesia berlandaskan pada pemikiran kewilayahan dan kehidupan
bangsa Indonesia.[2] Wawasan nusantara
mempunyai latar belakang, kedudukan, fungsi, dan tujuan filosofis sebagai dasar
pengembangan wawasan nasional Indonesia.[2]
Latar Belakang
Wawasan Nusantara
- Falsafah Pancasila
Nilai-nilai
pancasila mendasari pengembangan wawasan nasional. Nilai-nilai tersebut adalah:[2]
- Penerapan Hak Asasi Manusia (HAM), seperti memberi kesempatan menjalankan ibadah sesuai dengan agama masing- masing.[2]
- Mengutamakan kepentingan masyarakat daripada individu dan golongan.[2]
- Pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat.[2]
- Aspek Kewilayahan Nusantara
Pengaruh
geografi merupakan suatu
fenomena yang perlu diperhitungkan, karena Indonesia kaya akan aneka Sumber
Daya Alam (SDA) dan suku
bangsa.[2]
- Aspek Sosial Budaya
Indonesia
terdiri atas ratusan suku bangsa yang masing - masing memiliki adat
istiadat, bahasa, agama, dan kepercayaan yang berbeda -
beda, sehingga tata kehidupan nasional yang berhubungan dengan interaksi
antargolongan mengandung potensi konflik yang besar.[2]
- Aspek Kesejarahan
Negara
Kesatuan Republik Indonesia merupakan wawasan nasional Indonesia yang diwarnai
oleh pengalaman sejarah yang tidak menghendaki terulangnya perpecahan dalam
lingkungan bangsa dan negara Indonesia.[2] Hal ini
dikarenakan kemerdekaan yang telah diraih
oleh bangsa Indonesia merupakan hasil dari semangat persatuan dan kesatuan yang
sangat tinggi bangsa Indonesia sendiri.[2] Jadi, semangat
ini harus tetap dipertahankan untuk persatuan bangsa dan menjaga wilayah
kesatuan Indonesia.[2]
Kedudukan Wawasan
Nusantara
- Wawasan nusantara sebagai ajaran yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat dalam mencapai dan mewujudkan tujuan nasional.[3]
- Wawasan nusantara dalam paradigma nasional memliki spesifikasi:[3]
- Pancasila sebagai falsafah, ideologi bangsa, dan dasar negara berkedudukan sebagai landasan idiil.
- Undang - Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusi negara, berkedudukan sebagai landasan idiil.
- Wawasan nasional sebagai visi nasional, berkedudukan sebagai landasan konsepsional.
- Ketahanan nasional sebagai konsepsi nasional, berkedudukan sebagai landasan konsepsional.
- GBHN sebagai politik dan strategi nasional, berkedudukan sebagai landasan operasional.
Fungsi Wawasan
Nusantara
Wawasan
nusantara berfungsi sebagai pedoman, motivasi, dorongan, serta
rambu-rambu dalam menentukan segala kebijakan, keputusan, tindakan, dan
perbuatan bagi penyelenggaraan negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.[3]
Tujuan Wawasan Nusantara
Tujuan
wawasan nusantara terdiri dari dua, yaitu:[4] :
- Tujuan nasional, dapat dilihat dalam Pembukaan UUD 1945, dijelaskan bahwa tujuan kemerdekaan Indonesia adalah "untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial".[4]
- Tujuan ke dalam adalah mewujudkan kesatuan segenap aspek kehidupan baik alamiah maupun sosial, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan bangsa Indonesia adalah menjunjung tinggi kepentingan nasional, serta kepentingan kawasan untuk menyelenggarakan dan membina kesejahteraan, kedamaian dan budi luhur serta martabat manusia di seluruh dunia.[4]
Kedudukan (Status)
Wawasan Nusantara
Kedudukan
(status) wawasan nusantara adalah posisi, cara pandang, dan perilaku bangsa
Indonesia mengenai dirinya yang kaya akan berbagai suku bangsa, agama, bahasa,
dan kondisi lingkungan geografis yang berwujud negara kepulauan, berdasarkan
pancasila dan UUD 1945.[5] Secara hierarki,
posisi atau status wawasan nusantara menempati urutan ketiga setelah UUD 1945.[5] Urutan sistem
kehidupan nasional Indonesia adalah:[5]
- Pancasila sebagai filsafat, ideologi bangsa, dan dasar negara.[5]
- UUD 1945 sebagai konstitusi negara.[5]
- Wawasan nusantara sebagai geopolitik Indonesia.[5]
- Ketahanan nasional sebagai geostrategi bangsa dan negara Indonesia.[5]
- Politik dan strategi nasional sebagai kebijaksanaan dasar nasional dalam pembangunan nasional.[5]
Bentuk Wawasan
Nusantara
Gambaran
dari isi Deklarasi Djuanda
- Wawasan nusantara sebagai landasan konsepsi ketahanan nasional
Wawasan
nusantara sebagai konsepsi ketahanan nasional berarti bahwa wawasan nusantara
dijadikan konsep dalam pembangunan nasional, pertahanan keamanan, dan
kewilayahan.[5]
- Wawasan nusantara sebagai wawasan pembangunan
Wawasan
nusantara sebagai wawasan pembangunan mempunyai arti cara pandang dan sikap
bangsa Indonesia mengenai diri serta lingkungannya selalu mengutamakan
persatuan dan kesatuan bangsa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara mencakup:[5]
- Perwujudan kepuluan nusantara sebagai satu kesatuan politik.[5]
- Perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan ekonomi.[5]
- Perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan sosial dan ekonomi.[5]
- Perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan sosial dan politik.[5]
- Perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan pertahanan dan keamanan.[5]
- Wawasan nusantara sebagai wawasan pertahanan dan keamanan negara
Wawasan
nusantara sebagai wawasan pertahanan dan keamanan negara mempunyai arti
pandangan geopolitik Indonesia dalam lingkup tanah air Indonesia sebagai satu
kesatuan yang meliputi seluruh wilayah dan segenap kekuatan negara.[5]
- Wawasan nusantara sebagai wawasan kewilayahan
Wilayah
nasional perlu ditentukan batasannya, agar tidak terjadi sengketa dengan negara
tetangga.[5] Batasan dan
tantangan negara Republik Indonesia adalah:[5]
- Risalah sidang BPUPKI tanggal 29 Mei-1 Juni 1945 tentang negara Republik Indonesia dari beberapa pendapat para pejuang nasional.[5] Dr. Soepomo menyatakan Indonesia meliputi batas Hindia Belanda, Muh. Yamin menyatakan Indonesia meliputi Sumatera, Jawa, Sunda Kecil, Borneo, Selebes, Maluku - Ambon, Semenanjung Melayu, Timor, Papua, Ir. Soekarno menyatakan bahwa kepulauan Indonesia merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.[5]
- Ordonantie (UU Belanda) 1939, yaitu penentuan lebar laut sepanjang 3 mil laut dengan cara menarik garis pangkal berdasarkan garis air pasang surut atau countour pulau / darat.[5] Ketentuan ini membuat Indonesia bukan sebagai negara kesatuan, karena pada setiap wilayah laut terdapat laut bebas yang berada di luar wilayah yurisdiksi nasional.[5]
- Deklarasi Juanda, 13 Desember 1957 merupakan pengumuman pemerintah RI tentang wilayah perairan negara RI, yang isinya:[5]
- Cara penarikan batas laut wilayah tidak lagi berdasarkan garis pasang surut (low water line), tetapi pada sistem penarikan garis lurus (straight base line) yang diukur dari garis yang menghubungkan titik - titik ujung yang terluar dari pulau-pulau yang termasuk dalam wilayah RI.[5]
- Penentuan wilayah lebar laut dari 3 mil laut menjadi 12 mil laut.[5]
- Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) sebagai rezim Hukum Internasional, di mana batasan nusantara 200 mil yang diukur dari garis pangkal wilayah laut Indonesia.[5] Dengan adanya Deklarasi Juanda, secara yuridis formal, Indonesia menjadi utuh dan tidak terpecah lagi.[5]
Pemikir Geopolitik
- Friederich Ratzel (1844 - 1904) dengan Teori Ruang.[1] Ia menyatakan "bangsa yang berbudaya tinggi akan membutuhkan sumber daya manusia yang tinggi dan akhirnya mendesak wilayah bangsa yang primitif".[1] Pendapat ini dipertegas oleh Rudolf Kjellen (1864 - 1922) dengan Teori Kekuatan yang mengatakan bahwa "negara adalah kesatuan politik yang menyeluruh serta sebagai satuan biologis yang memiliki intelektualitas.[1]
- Karl Haushofer (1869 - 1946) dengan Teori Pan Region, berpendapat bahwa pada hakikatnya dunia dapat dibagi dalam empat kawasan benua (pan region) dan dipimpin oleh negara unggul.[1] Isi teori pan regional adalah:[1]
- Lebensraum (ruang hidup) yang cukup.[1]
- Autarki (swasembada).[1]
- Dunia dibagi empat Pan Region, yaitu Pan Amerika, Pan Asia Timur, pan Rusia India, dan Pan Eropa Afrika.[1]
- Sir Halford Mackinder (1861 - 1947) dengan Teori Daerah Jantung (Heartland).[1]
Teorinya
berbunyi "siapa pun yang menguasai Heartland maka ia akan menguasai
World Island".[1] Heartland (Jantung
Bumi) merupakan sebutan bagi kawasan Asia
Tengah,
sedangkan World Island mengacu pada kawasan Timur
Tengah.[1] Kedua kawasan ini
merupakan kawasan vital minyak
bumi dan gas dunia.[1]
- Sir Walter Raleigh (1554 - 1618) dan Alfred T. Mahan (1840 - 1914) dengan Teori Kekuatan Maritim.[1] Isi teorinya adalah:[1]
- Sir Walter Raleigh mengatakan "siapa yang menguasai laut akan menguasai perdagangan dunia dan akhirnya akan menguasai dunia".[1]
- Alfred T. Mahan mengatakan "laut untuk kehidupan, sumber daya alam banyak terdapat di laut.[1] Oleh karena itu, harus dibangun armada laut yang kuat untuk menjaganya".[1]
- Giulio Douhet (1869 - 1930) dan William Mitchel (1879 - 1936) dengan Teori Kekuatan di Udara mengatakan, "kekuatan udara mampu beroperasi hingga garis belakang lawan serta kemenangan akhir ditentukan oleh kekuatan udara".[1].
- Nicholas J. Spykman (1869 - 1943) dengan Teori Daerah Batas(Rimland Theory). Dalam teorinya tersirat:[1]
- Dunia terbagi empat, yaitu daerah jantung (Heartland), bulan sabit dalam (rimland), bulan sabit luar, dan dunia baru (benua Amerika).[1]
- Menggunakan kombinasi kekuatan darat, laut, dan udara untuk menguasai dunia.[1]
- Daerah bulan sabit dalam (Rimland) akan lebih besar pengaruhnya dalam percaturan politik dunia daripada daerah jantung.[1]
- Wilayah Amerika yang paling ideal dan menjadi negara terkuat.[1]
- Bangsa Indonesia.[1]
- Para pemikir Wawasan Nusantara: Soekarno? Tim perumus Lemhannas? Mochtar Kusumaatmadja? Munadjat Danusaputra? Siapa lagi? (ini perlu ditampilkan karena geopolitik Indonesia merupakan pemikiran geopolitik yang khas Indonesia dan khas untuk lingkup Nusantara, karena itu diberi nama sebagai Wawasan Nusantara atau carapandang Nusantara.
Para
Pemikir Geopolitik
ISTILAH
Ruang Lingkup
Civic Education dalam konteks Perguruan Tinggi Islam diarahkan
pada nation and character building dengan
memiliki 3 materi pokok, yakni demokrasi, hak asasi manusia dan masyarakat
madani. Ketiga core materials tersebut
didukung dengan beberapa 6 pokok bahasan, yakni Identitas Nasional, Negara,
Warganegara, Konstitusi, Otonomi Daerah dan Good Governance.
A. Beberapa
Istilah dan Definisi Civic Education
Henry
Randall Waite dalam penerbitan majalah The Citizendan Civics,
pada tahun 1886, merumuskan pengertian Civics denganThe sciens of
citizenship, the relation of man, the individual, to man in organized
collections, the individual in his relation to the state. Dari
definisi tersebut, Civics dirumuskan dengan Ilmu Kewarganegaraan yang
membicarakan hubungan manusia dengan (a) manusia dalam perkumpulan-perkumpulan
yang terorganisasi (organisasi sosial, ekonomi, politik); (b) individu-individu
dengan negara. (Sumantri, 2001: 281).
Edmonson
(1958) merumuskan arti Civics ini dengan Civics is usually defined as
the study of government and of citizenship, that is, of the duties, right and
priviliges of citizens. Batasan ini menunjukkan bahwa Civics merupakan
cabang dari ilmui politik.
Hampir
semua definisi mengenai Civics pada intinya menyebut government,
hak dan kewajiban sebagai warga negara dari sebuah negara.
Secara
istilah Civics Education oleh sebagian pakar diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia menjadi Pendidikan Kewargaan dan Pendidikan
Kewarganegaraan. Istilah Pendidikan Kewargaan diwakili oleh Azyumardi Azra dan
Tim ICCE (Indonesian Center for Civic Education) UIN Jakarta sebagai
Pengembang Civics Education di Perguruan Tinggi yang pertama.
Sedangkan istilah Pendidikan Kewarganegaraan diwakili oleh Zemroni, Muhammad
Numan Soemantri, Udin S. Winataputra dan Tim CICED (Center Indonesian for
Civics Education), Merphin Panjaitan, Soedijarto dan pakar lainnya.
Pendidikan
Kewargaan semakin menemukan momentumnya pada dekade 1990-an dengan pemahaman
yang berbeda-beda. Bagi sebagian ahli, Pendidikan Kewargaan diidentikkan dengan
Pendidikan Demokrasi (democracy Education), Pendidikan HAM (human
rights education) dan Pendidikan Kewargaan (citizenship education).
Menurut Azra, Pendidikan Demokrasi (democracy Education) secara
subtantif menyangkut sosialisai, diseminasi dan aktualisasi konsep, sistem,
nilai, budaya dan praktik demokrasi melalui pendidikan.
Masih
menurut Azra, Pendidikan Kewargaan adalah pendidikan yang cakupannya lebih luas
dari pendidikan demokrasi dan pendidikan HAM. Karena, Pendidikan Kewargaan
mencakup kajian dan pembahasan tentang pemerintahan, konstitusi,
lembaga-lembaga demokrasi, rule of law, hak dan kewajiban warga
negara, proses demokrasi, partisipasi aktif dan keterlibatan warga negara dalam
masyarakat madani, pengetahuan tentang lembaga-lembaga dan sistem yang terdapat
dalam pemerintahan, warisan politik, administrasi publik dan sistem hukum,
pengetahuan tentang proses seperti kewarganegaraan aktif, refleksi kritis,
penyelidikan dan kerjasama, keadilan sosial, pengertian antarbudaya dan
kelestarian lingkungan hidup dan hak asasi manusia.
Zamroni
berpendapat bahwa Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang
bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak
demokratis, melalui aktivitas menanamkan kesadaran kepada generasi baru bahwa
demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak-hak warga
masyarakat.
Mahoney,
sebagaimana dikutip oleh Numan Soemantri, merumuskan pengertian Civic
Education sebagai berikut: “Civic Education includes and involves those
teaching; that type of teaching method; rhose student activities; those
administrative and supervisory procedures which the school may utility
purposively to make for better living together in the democratic way or
(synonymously) to develop to better civics behaviors.”
Menurut
Muhammad Numan Soemantri, ditandai oleh ciri-ciri sebagai berikut (a) Civic
Education adalah kegiatan yang meliputi seluruh program
sekolah; (b) Civic Education meliputi berbagai macam
kegiatan mengajar yang dapat menumbuhkan hidup dan prilaku yang lebih baik
dalam masyarakat demokrasi; (c) dalam Civic Education termasuk
pula hal-hal yang menyangkut pengalaman, kepentingan masyarakat, pribadi dan
syarat-syarat objektif untuk hidup bernegara.
Rumusan
lain, seperti yang dikemukakan oleh Civitas Internasional, bahwa Civic
Education adalah pendidikan yang mencakup pemahaman dasar tentang cara
kerja demokrasi dan lembaga-lembaganya, pemahaman tentang rule of law,
hak asasi manusia, penguatan keterampilan partisifatif yang demokrasi, pengembangan
budaya demokrasi dan perdamaian.
Menurut
Merphin Panjaitan, Pendidikan Kewarganegaraanadalah pendidikan
demokrasi yang bertujuan untuk mendidik generasi muda menjadi warga negara yang
demokrasi dan partisipatif melalui suatu pendidikan yang dialogial. Sementara
Soedijarto mengartikanPendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan
politik yang bertujuan untuk membantu peserta didik untuk menjadi warga negara
yang secara politik dewasa dan ikut serta membangun sistem politik yang
demokratis.
Dari
definisi tersebut, semakin mempertegas pengertian Civic Education karena
bahannya meliputi pengaruh positif dari pendidikan di sekolah,
pendidikan di rumah, dan pendidikan di luar sekolah. Jadi, Pendidikan
Kewarganegaraan (Civic Education) adalah program pendidikan yang memuat
bahasan tentang masalah kebangsaan, kewarganegaraan dalam hubungannya dengan
negara, demokrasi, HAM dan masyarakat madani (civil society) yang dalam
implementasinya menerapkan prinsip-prinsip pendidikan demokrasi dan humanis.
0 komentar:
Posting Komentar