Pendahuluan
Penyimpangan implementasi pancasila pada masa orde lama dan orde baru,
berujung menimbulkan gerakan reformasi di Indonesia, sehingga terjadilah
suatu perubahan yang cukup besar dalam berbagai bidang terutama bidang
kenegaraan, hukum maupun politik. Konsekuensinya mengharuskan kita
mengkaji ulang atas pemahaman ilmiah tentang pancasila sebagai ideologi
dan sebagai paradigma kenegaraan.
Atas dasar pemahaman yang demikian itu, maka ada dua wacana ilmiah yang patut dikemukakan, yaitu :
Pertama, Apa yang dimaksud dengan pancasila sebagai ideologi terbuka?
Kedua, Apa yang dimaskud dengan pancasila sebagai paradigma kenegaraan?
Dan terhadap jawaban kedua pertanyaan di atas dapat dipertanyakan lebih
lanjut bagaimana analisis yuridis kenegaraan didalam UUD 1945 ? kemudian
apa kaitannya dengan supremasi hukum yang merupakan gerakan mendasar
reformasi saat ini ?
Untuk menjawab secara ilmiah kedua wacana tersebut dapat dipahami dua
pengertian pokok, pengertian ideologi dan pengertian reformasi.
1. Pengertian tentang ideologi
Istilah “Ideologi” berasal dari kata “ideo” (cita-cita) dan “logy” (pengetahuan, ilmu faham).
Menurut W. White definisi Ideologi ialah sebagai berikut :
“The sum of political ideas of doctrines of distinguishable class of
group of people” (ideologi ialah soal cita-cita politik atau dotrin
(ajaran) dari suatu lapisan masyarakatatau sekelompok manusia yang dapat
dibeda-bedakan).
Sedangkan menurut pendapat Harold H Titus definisi ideologi ialah
sebagai berikut : “A term used for any group of ideas concerning various
politicaland economic issues and social philosophies often appliedto a
systematic schema of ideas held by group classes” (suatu istilah yang
dipergunakan untuk sekelompok cita-cita mengenai berbagai macam masalah
politik dan ekonomi serta filsafat sosial yang sering dilaksanakan bagi
suatu rencana yang sistematik tentang cita-cita yang dijalanakan oleh
sekelompok atau lapisan masyarakat). (Drs Ismaun, pancasila sebagai
dasar filsafat atau ideologi negara republik Indonesia dalam Heri Anwari
Ais, Bunga Rampai filsafat pancasila, 1985 : 37).
“The term “isme” something used for these system of thought” (istilah
isme/aliran kadang-kadang dipakai untuk system pemikiran ini.
Dalam pengertian ideologi negara itu termasuk dalam golongan ilmu
pengetahuan sosial, dan tepatnya pada digolongkan kedalam ilmu politik
(political sciences) sebagai anak cabangnya. Untuk memahami tentang
ideologi ini, maka kita menjamin disiplin ilmu politik.
Didalam ilmu politik, pengertian ideologi dikenal dua pengertian, yaitu :
Pertama, pengertian secara fungsional dan
Kedua, pengertian secara structural
Ideologi dalam pengertian secara fungsional adalah ideologi diartikan
seperangkat gagasan tentang kebaikan bersama atau tentang masyarakat dan
negara yang dianggap paling baik. Sedangkan pengertian ideologi secara
structural adalah ideologi diartikan sebagai system pembenaran, seperti
gagasan dan formula politik atas setiap kebijakan dan tindakan yang
diambil oleh penguasa.
Lebih lanjut ideologi dalam arti fungsional secara tipologi dapat dibagi
dua tipe, yaitu ideologi yang bertipe doktriner dan ideologi yang
bertipe pragmatis.
Suatu ideologi digolongkan doktriner apabila ajaran-ajaran yang
terkandung dalam ideologi itu dirumuskan secara sistematis dan terinci
dengan jelas, diindotrinasikan kepada warga masyarakat, dan
pelaksanaanya diawasi secara ketat oleh aparat partai atau aparat
pemerintah, komunisme merupakan salah satu contohnya.
Suatu ideology digolongkan pada tipe pragmatis, ketika ajaran – ajaran
yag terkandung dalam ideology tersebut tidak dirumuskan secara
sistematis dan terinci, melainkan dirumuskan secara umum
(prinsup-prinsipnya saja). Dalam hal ini, ideology itu tidak
diindoktrinasikan, tetapi disosisalisasikan secara fungsional melalui
kehidupan keluarga, sistem pendidikan, sistem ekonomi, kehidupan agama
dan sistem politik. Individualisme (liberalisme) merupakan salah satu
contoh ideology pragmatis.
Untuk memahami lebih dalam lagi contoh-contoh ideology, maka berikut ini
kita mencoba mengenal pijakan pemahaman terhadap empat ideology yang
kita kenal dalam wacana politik, yaitu :
Pertama, liberalisme
Kedua, konservatisme
Ketiga, sosialisme dan komunisme
Keempat, fasisme
2. Ideologi-ideologi Dunia
2.1 Liberalisme
Liberalisme tumbuh dari konstek masyarakat Eropa pada abad pertengahan
feudal, dimana sistem sosial ekonomi dikuasai oleh kaum aristrokasi
feodal dan menindas hak-hak individu. Liberalisme tidak diciptakan oleh
golongan pedagang dan industri, melainkan diciptakan oleh golongan
intelektual yang digerakan oleh keresahan ilmiah (rasa ingin tahu da
keinginan untuk mencari pengetahuan yang baru) dan artistic umum pada
zaman itu.
Ciri-ciri ideology libertalisme sebagai berikut :
Pertama, demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang lebih baik,
Kedua, anggota masyarakat memiliki kebebasan intelektual penuh, termasuk kebebasan berbicara
Ketiga, pemerintah hanya mengatur kehidupan masyarakat secara terbatas.
Keputusan yang dibuat hanya sedikit untuk rakyat sehingga rakyat dapat
belajar membuat keputusan untuk diri sendiri.
Keempat, kekuasaan dari seseorang terhadap orang lain merupakan hal yang
buruk. Oleh karena itu pemerintahan dijalankan sedemikian rupa sehingga
penyalahgunaan kekuasaan dapat dicegah.
Kelima, suatu masyarakat dikatakan berbahagia apabila setiap individu
atau sebagian terbesar individu berbahagia, kalau masyarakat secara
keseluruhan berbahagia, kebahagiaan sebagian besar individu belum tentu
maksimal.
2.2 Konservatisme
Ketika liberalisme menggoncang struktur masyarakat feudal yang mapan,
golongan feudal berusaha mencari ideology tandingan untuk menghadapi
kekuasaan persuasive liberalisme. Dari sinilah muncul ideology
konservatisme sebagai reaksi atas paham liberalisme.
Paham konservatisme itu ditanda dengan gejala-gejala sebagai berikut :
Pertama, masyarakat yang terbaik adalah masyarakat yang tertata.
Masyarakat harus memiliki struktur (tata) yang stabil sehingga setiap
orang mengetahui bagaimana ia harus berhubungan dengan orang
lain.seseorang akan lebih memperoleh kebahagiaansebagai anggota suatu
keluarga anggota gereja daan anggota masyarakat daripada yang dapat
diperoleh secara individual.
Kedua, untuk menciptakan masyarakat yang tertata dan stabil diperlukan
suatu pemerintah yang memiliki kekuasaan yang mengikat tetapi
bertanggung jawab. Paam konservatif berpandangan pengatura yang tepat
atas kekuasaan akan menjamin perlakuan yang samaterhadap setiap orang.
Ketiga, paham ini menekankan tanggung jawab pada pihak penguasa dalam
masyarakat untuk membantu pihak yang lemah. Posisi ini bertentangan
dengan pahamliberal yang berpandangan pihak yang lemah harus bertanggung
jawab atas urusan dan hidupnya. Sisi konservatif inilah yang
menimbulkan untuk pertama kali negara keseahteraan (welfare state)
dengan program-program jaminan sosial bagi yang berpenghasilan rendah.
Ciri lain yang membedakan antara liberalisme dan konservatisme adalah
menyangkut hubungan ekonomi dengan negara lain. Paham konservatif tidak
menghendaki pengaturan ekonomi (proteksi), melainkan menganut paham
ekonomi internasional yang bebas (persaingan bebas), sedangkan paham
liberal cenderung mendukung pengaturan ekonomi internasional sepanjang
hal itu membantu buruh, konsumen dan golongan menengah domestik.
2.3 Sosialisme dan komunisme
Sosialisme merupakan reaksi terhadap revolusi industri dan
akibat-akibatnya. Awal sosialisme yang muncul pada bagian pertama abad
ke-19 dikenal sosialis utopia. Sosialisme ini lebih didasarkan pada
pandangan kemanusiaan (humanitarian), dan meyakini kesempurnaan watak
manusia. Penganut paham ini berharap dapat menciptakan masyarakat
sosialis yang dicita-citakan dengan kejernihan dan kejelasan argumen,
bukan dengan cara-cara kekerasan dan revolusi. Sedang paham komunisme
berkeyakinan perubahan system kapitalis harus dicapai dengan revolusi,
dan pemerintahan oleh dictator proletariat sangat diperlukan pada masa
transisi. Dalam masa transisi dengan bantuan negara dibawah dictator
proletariat, seluruh hak milik pribadi dihapuskan dan diambil untuk
selanjutnya berada pada kontrol negara.
Perbedaan sosialisme dan komunisme terletak pada sarana yang digunakan
untuk mengubah kapitalisme menjadi sosialisme. Paham sosialis
berkeyakinan perubahan dapat dan seyogyanya dilakukan dengan cara-cara
damai dan demokratis.
2.4 Fasisme
Fasisme merupakan tipe nasionalisme yang romantis dengan segala
kemegahan upacara dan symbol-simbol yang mendukungnya untuk mencapai
kebesaran negara.
Hal itu akan dapat dicapai apabila terdapat seorang pemimpin kharismatis
sebagai symbol kebesaran negara yang didukung oleh massa rakyat..
dukungan massa yang fanatik ini tercipta berkat indoktrinasi,
slogan-slogan dan symbol-simbol yang ditanamkan sang pemimpin besar dan
aparatnya. Fasisme ini pernah diterapkan di Jerman (Hitler), Jepang,
Italia (Mossolini), dan Spanyol.
Dewasa ini pemikiran fasisme cenderung muncul sebagai kekuatan
reaksioner (right wing) dinegara-negara maju, seperti skin ilead dan
kluk-kluk klan di Amerika Serikat yang berusaha mencapai dan
mempertahankan supremasi kulit putih.
3. Pengertian tentang reformasi
Makna serta pengertian reformasi dewasa ini banyak disalah artikan
sehingga gerakan masyarakat yang melakukan perubahan yang
mengatasnamakan gerakan reformasi juga tidak sesuai dengan gerakan
reformasi itu sendiri. Hal ini terbukti dengan maraknya gerakan
masyarakat dengan mengatasnamakan gerakan reformasi, melakukan kegiatan
yang tidak sesuai dengan makna reformasi itu sendiri, misalnya dengan
pemaksaan kehendak dengan menduduki kantor suatu instansi atau lembaga
baik negeri atau swasta, dan tindakan lain yang justru tidak
mencerminkan sebagai reformis.
Makna “reformasi” secara etimologis berasal dari kata “reformation”
dengan akar kata “reform” yang secara semantic bermakna “make or become
better by removing or putting right what is bad or wrong” (oxford
advanced leaner’s dictionary of current English, 1980, dalam Wibisono
1998 : 1).
Secara harfiah reformasi memiliki makna : suatu gerakan untuk memformat
ulang, menata ulang atau menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk
dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai
ideal yang dicita-citakan rakyat(Riswanda, 1998).
Oleh karena itu suatu gerakan reformasi memiliki kondisi syarat-syarat sebagai berikut :
Pertama, suatu gerakan reformasi dilakukan karena adanya suatu
penyimpangan-penyimpangan. Masa pemerintahan ORBA banyak terjadi suatu
penyimpangan – penyimpangan, misalnya asas kekeluargaan menjadi
“nepotisme” kolusi dan korupsi yang tidak sesuai dengan makna dan
semangat pembukaan UUD 1945 serta batang tubuh UUD 1945.
Kedua, suatu gerakan reformasi dilakukan harus dengan suatu cita-cita
yang jelas (landasan ideologis) tertentu, dalam hal ini pancasila
sebagai ideology bangsa dan negara Indonesia. Jadi reformasi pada
prinsipnya suatu gerakan untuk mengembalikan pada dasar nilai-nilai
sebagaimana dicita-citakan oleh bangsa Indonesia. Tanpa landasan visi
dan misi ideology yang jelas maka gerakan reformasi akan mengarah
anarkisme, disintegrasi bangsa dan akhirnya jatuh pada kehancuran bangsa
dan negara Indonesia, sebagaimana yang telah terjadi di Uni Soviet dan
Yugoslavia.
Ketiga, suatu gerakan reformasi dilakukan dengan berdasar pada suatu
acuan reformasi. Reformasi pada prinsipnya gerakan untuk mengadakan
suatu perubahan untuk mengembalikan pada suatu tatanan structural yang
ada, karena adanya suatu penyimpangan. Maka reformasi akan mengembalikan
pada dasar serta sistem negara demokrasi, bahwa kedaulatan adalah
ditangan rakyat sebagaimana terkandung dalam pasal 1 ayat (2) UUD 1945.
Reformasi harus mengembalikan dan melakukan perubahan ke arah sistem
negara hukum dalam arti yang sebenarnya sebagaimana terkandung dalam
penjelasan UUD 1945, yaitu harus adanya perlindungan hak-hak asasi
manusia, peradilan yang bebas dari pengaruh penguasa, serta legalitas
dalam arti hukum. Oleh karena itu reformasi itu sendiri harus
berdasarkan pada kerangka hukum yang jelas. Selain itu reformasi harus
diarahkan pada suatu perubahan ke arah transparasi dalam setiap
kebijaksanaan dalam penyelenggaraan negara karena hal ini sebagai
manesfestasi bahwa rakyatlah sebagai asal mula kekuasaan negara dan
rakyatlah segaa aspek kegiatan negara. Atau dengan prinsip, bahwa “Tiada
Reformasi dan Demokrasi tanpa supremasi hukum dan tiada supremasi hukum
tanpa reformasi dan demokrasi”.
Keempat, Reformasi diakukan ke arah suatu perubahan kearah kondisi serta
keadaan yang lebih baik dalam segala aspeknya antara lain bidang
politik, ekonomi, sosial budaya, serta kehidupan keagamaan. Dengan lain
perkataan reformasi harus dilakukan ke arah peningkatan harkat dan
martabat rakyat Indonesia sebagai manusia democrat, egaliter dan
manusiawi.
Kelima, Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etik sebagai
manusia yang berketuhanan yang maha esa, serta terjaminnya persatuan dan
kesatuan bangsa.
Atas dasar lima syarat-syarat di atas, maka gerakan reformasi harus
tetap diletakkan dalam kerangka perspektif pancasila sebagai landasan
cita-cita dan ideology, sebab tanpa adanya suatu dasar nilai yang jelas,
maka reformasi akan mengarah kepada disintegrasi, anarkisme,brutalisme,
dengan dmikian hakekat reformasi itu adalah keberanian moral untuk
membenahi yang masih terbengkalai, meluruskan yang bengkok, mengadakan
koreksi dan penyegaran secara terus-menerus, secara gradual, beradab dan
santun dalam koridor konstitusional dan atas pijakan/tatanan yang
berdasarkan pada moral religius.
4. Pancasila sebagai ideologi terbuka
pancasila sebgaai filsafat bangsa / negara dihubungkan dengan fungsinya
sebagai dasar negara, yang merupakan lndasan ideal bangsa Indonesia dan
negara republik Indonesia dapat disebut pula sebagai ideologi nasional
atau disebut juga sebagai ideologi negara. Artinya pancasila merupakan
ideologi yang dianut oleh negara (penyelenggaraan negara dan rakyat)
Indonesia secara keseluruhan, bukan milik atau monopoli seseorang atau
sekelompok orang, disamping masih adanya beberapa ideologi yang dianut
oleh masyarakat Indonesia yang lain, sepanjang tidak bertentangan dengan
ideologi negara, sebab Pancasila merupakan kristalisasi nilai-nilai
kebenaran yang telah dipilih oleh para pendiri negara ini, yang mana
lima dasar atau lima silanya merupakan satu rangkaian kesatuan yang
tidak terpisahkan walaupun terbedakan sebagai dasar dan ideologi
pemersatu.
Sebagai suatu rumusan dasar filsafat negara atau dalam kedudukan sebagai
ideologi negara yang dikandung oleh pembukaan UUD 1945 ialah pancasila.
Rumusan pancasila itu dapat pula disebut sebagai rumusan dasar cita
negara (staatidee) dan sekaligus dasar dari cita hokum (rechtidee)
negara republik Indonesia.
Sebagai cita negara, ia dirumuskan berdasarkan cita yang hidup di dalam
masyarakat (volksgeemenshapidee) yang telah ada sebelum negara itu
didirikan.
Memang sebelum negara republik Indonesia berdiri, masyarakatnya telah
ada sejak berabad-abad silam. Terbentuknya suatu masyarakat pada umumnya
terjadi secara alamiah. Masyarakat itu kemudian mengembangkan citanya
sendiri, yang berisi cita-cita, harapan-harapan, keinginan-keinginan,
norma-norma dan bentuk-bentuk ideal masyarakat yang dicita-citakannya.
Cita negara dirumuskan berdasarkan cita yang hidup dalam masyarakat tadi
sebagai hasil refleksi filosofis.
Pertanyaan yang mendasar dan ilmiah adalah Apakah pancasila itu sebagai
Ideologi ? dan jika sebagai ideologi apakah sebagai ideologi tertutup
atau ideologi terbuka dan dimana letak terbukanya ?
Secara wacana akademik istilah ideologi pada walnya digunakan oleh
seorang filsuf Prancis, ANTOINE DESTUTT DE TRACY, yang diartikannya
“ilmu pengetahuan mengenai gagasan-gagasan (science of ideas). Istilah
ini mula-mula mengandung konotasi politik karena penggunaanya
berhubungan dengan epistmologi ilmu pengetahuan.
Dalam sejarahnya istilah ideologi baru berhubungan dengan kehidupan
politik setelah Napoleon Bonaparte dari Prancis menamakan semua orang
yang menentang gagasan-gagasan “patriotic” yang dikemukakannya sebagai
kaum “ideologis”. Bagi Napoleon, ideologi adalah pemikiran-pemikiran
khayali kaum idealis yang menghalang-halangi pencapaian tujuan-tujuan
revolusioner.
Istilah ini semakin popular pada abad pertengahan ke 19 setelah KARL
MARX menerbitkan buku German Ideology. Menurut ideologi hanyalah
kesadaran yang palsu, ideologi adalah kesadaran sebuah kelas sosial dan
ekonomi dalam masyarakat demi mempertahankan kepentingan-kepentingan
mereka.
Dan sejarah mencatat, berbagai akibat yang ditimbulkan oleh ideologi
KARL MARX, sejak kemenangan revolusi kaum Bolsjevik di Rusia pada tahun
1926 sampai masa keruntuhan kemunisme pada tahun-tahun belakangan ini.
Kajian komprehensif dari segi sosiologi pengetahuan mengenai ideologi
dipelopori oleh KARL MANNHEIM. Tokoh ini menerima dasar pemikiran Karl
Max bahwa ideologi adalah “kesadaran kelas”. Mann Heim membuat dua
kategori ideologi, yaitu :
Pertama, Ideologi yang bersifat particular
Kedua, Ideologi yang bersifat menyeluruh
Pada kategori pertama dimaksudkannya sebagai keyakinan-keyakinan yang
tersusun secara sistimatis dan terkait erat dengan kepentingan suatu
kelas sosial dalam masyarakat.
Sedangkan pada kategori kedua diartikannya sebagai suatu system
pemikiran yang menyeluruh mengenai semua aspek kehidupan sosial.
Ideologi dalam kategori kedua ini bercita-cita melakukan transformasi
sosial secara besar-besaran menuju bentuk tertentu. Jadi Mann Heim
menganggap ideologi pada kategori kedua ini tetap berada dalam
batas-batas yang realistic dan berbeda dengan “utopia” yang hanya berisi
gagasan-gagasan besar yang hampir tidak mungkin dapat diwujudkan.
Pertanyaannya adalah apakah pancasila adalah ideologi dalam kategori pertama atau pada ideologi pada kategori kedua ?
Bagi bangsa Indonesia ideologi tentu bukan kesadaran sebuah kelas
sebagaimana dipahami KARL MARX. Cara pandang kenegaraan bangsa Indonesia
menolak penggunaan analisis kelas karena negara diciptakan untuk semua.
Negara mengatasi paham golongan dan paham perseorangan, demikian
ditegaskan dalam penjelasan umum UUD 1945, jadi ideologi negara
dimaksudkan untuk mengatasi kemungkinan adanya paham golongan-golongan
di dalam masyarakat karena keberadaan golongan-golongan itupun diakui
oleh ketentuan pasal 2 UUD 1945. penjelasan atas pasal ini menerangkan
bahwa yang dimaksud dengan golongan-golongan ialah badan-badan seperti
koperasi, serikat sekerja, dan badan-badan kolektif lain.
Dengan demikian dari dua kategori ideologi yang dikemukakan oleh Mann
Heim di atas, ideologi pancasila dapat digolongkan sebagai ideologi
menyeluruh. Memang lima sila didalam pancasila itu mengandung cirri
universal sehingga mungkin saja ia ditemukan dalam gagasan berbagai
masyarakat dan bangsa di dunia. Letak kekhasan dan orsinilitasnya
sebagai dasar filsafat dan ideologi negara republik Indonesia ialah,
kelima sila itu digabungkan dalam kesatuan yang integrative, bulat dan
utuh.
Dan sebagai ideologi bersifat menyeluruh, karena pancasila yang
dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945 pada alinea keempat itu, ditafsirkan
secara otentik oleh konstitusi / UUD 1945 dalam pokok-pokok pikiran
pembukaan UUD 1945, oleh karena pancasila sebagai ideologi juga
didalamnya sekaligus sebagai cita hukum, artinya pancasila membimbing
arah pembentukan hukum dalam masyarakat. Sebagai norma-norma mendasar
(staatfundamentalnorm) rumusan pancasila bukan rumusan hukum yang
bersifat operasional yang pelaksanaanya dikenakan sanksi. Untuk membuat
operasiaonal, negara membentuk berbagai peringkat peraturan
perundang-undangan.
Penyelenggara negara dalam mengoperasionalkan ideologi pancasila, maka
harus mengacu kepada penafsiran otentik dari pancasila, dan telah
menjadi kesepakatan para ahli hukum Indonesia, bahwa pokok-pokok pikiran
dalam penjelasan umum pembukaan UUD 1945 adalah tafsir otentik dari
pancasila yang dirumuskan atas dasar kesepakatan pendiri negara dan
itulah yang kemudian kita sebut PARADIGMA PANCASILA.
Kemudian dimana letak terbukanya sebagai ideologi, hal ini dapat
ditelusuri dari pernyataan dalam penjelasan umum, bahwa kita harus ingat
dengan dinamika negara dan jangan terlalu cepat membuat kristalisasi
terhadap pikiran-pikiran yang mudah berubah.
Contoh yang paling jelas adalah tentang konsep negara hukum yang dianut
oleh negara republik Indonesia didalam kontitusinya didasari dengan satu
paradigma yaitu dengan suatu prinsip “semangat para penyelenggara
negara itu baik, maka baiklah segalanya”. Bagaimana pijakan berpikirnya,
penjelasan UUD 1945 menegaskan bahwa negara berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa bermakna bahwa para penyelenggara negara berkewajiban
“memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur”. Kepatuhan terhadap
norma-norma moral berbeda dengan kepatuhan terhadap norma-norma hukum,
karena sangat bergantung pada keinsafan batin setiap individu dan adanya
kontrol yang kuat dari masyarakat. Inilah yang dimaksud dengan istilah
“semangat para penyelenggara negara”.
Keberadaan lembaga kontrol yang terdiri dari masyarakat, para
cendikiawan, ulama, tokoh-tokoh masyarakat, dan kalangan pers menjadi
sangat penting untuk “mengawasi”, perilaku para lagislator dalam
merumuskan norma-norma hukum, maupun prilaku para penyelenggara negara.
Oleh karena itu di era reformasi ini, pancasila sebenarnya dapat
dijadikan paradigma reformasi, apabila keberadaaan civil society yang
kuat dan berprilaku democrat, egaliter dan manusiawi. Civil society
adalah elemen kunci dalam menentukan terwujudnya masyarakat demokratis
yang efektif. Civil society mungkin ada tanpa demokrasi, tetapi
demokrasi tidak bias ada tanpa civil society yang kuat.
Salah satu parameter civil society yang kuat adalah adanya gerakan
masyarakat terhadap tegaknya supremasi hukum didalam negara dmokrasi
yang sekaligus negara hukum.
Pertanyaanya adalah dapatkah pancasila sebagai paradigma reformasi hukum
? Jawaban atas pertanyaan ini adalah tergantung pemahaman penyelenggara
negara dan pemerintah terhadap konsep negara hukum menurut paradigma
UUD 1945.
5. Supremasi Hukum dalam konsep negara hukum “pancasila”
Berbicara tentang supremasi hukum, kita harus berbicara tentang
masyarakat dimana hukum itu berlaku baik yang disebut masyarakat
nasional maupun internasional. Supremasi hukum didalam masyarakat
nasional kita karena didalamnya ada aturan yang disebut hukum. Secara
sederhana kita dapat mendefinisikan hukum sebagai aturan tentang tingkah
laku manusia dimasyarakat tertentu. Aturan yang disebut hukum tadi akan
terkait dengan tindakan manusia atau tingkah laku manusia didalam suatu
masyarakat nasional yang mempunyai berbagai macam aspek atau bidang,
didalamnya ada bidang politik, bidang ekonomi, bidang sosial, bidang
budaya, pendidikan dan juga keamanan. Didalam berbagai bidang itulah
manusia melakukan tingkah laku dan manusia satu dengan yang lain
melakukan interaksi dan interaksi itu berjalan secara tertib, maka
dibutuhkan aturan yang disebut hukum. Oleh karena itu ketika kita akan
berbicara tentang supremasi hukum maka timbul beberapa pertanyaan yang
perlu mendapat jawaban secara jelas yaitu apa dimaksud dengan supremasi
hukum, untuk apa supremasi hukum itu ditegakkan dan bagaimana caranya
supremasi hukum itu bisa diwujudkan. Tetapi kita pertanyaan tadi dialam
kehidupan masyarakat nasional pada akhirnya bermuara kepada apa yang
disebut terwujudnya negara hukum.
Ketika kita berbicara tentang negara hukum yang disebut supremasi hukum
itu tentu saja tidak akan lepas dari konsepsi dasar yang dipakai sebagai
landasan untuk menciptakan sebuah negara nasional yang pada tataran
kenegaraan dan hukum tertinggi disebut konstitusi atau Undang-undang
dasar. Ini merupakan dasar yang bersifat universal yang berlaku pada
tiap-tiap negara. Oleh karena itu ketika kita harus berbicara secara
kongkrit tentang supremasi hukum di Indonesia pada umumnya dan khususnya
Kalimantan Barat pada khususnya, kita tidak bisa lain kecuali kembali
harus melihat kembali kepada konstitusi atau UUD 1945 sebagai hukum
dasar tertulis yang berlaku seluruh republik Indonesia.
Jika berbicara dalam tataran koridor konstitusional, maka persoalan
supremasi hukum yang hanya mungkin terwujud didalam sebuah masyarakat
nasional yang disebut negara hukum konstitusional, yaitu suatu negara
dimana setiap tindakan dari penyelenggara negara : pemerintah dan
segenap alat perlengkapan negara di pusat dan didaerah terhadap
rakyatnya harus berdasarkan atas hukum-hukum yang berlaku yang
ditentukan oleh rakyat / wakilnya didalam badan perwakilan rakyat. Dan
dalam wacana politik modern, maka dalam paktek negara demokrasi dengan
sendirinya negara hukum. Sesuai prinsip kedaulatan rakyat yang ada,
didalam negara demokrasi hukum dibuat untuk melindungi hak-hak azasi
manusia warga negara, melindungi mereka dari tindakan diluar ketentuan
hukum dan untuk mewujudkan tertib sosial dan kepastian hukum serta
keadilan sehingga proses politik berjalan secara damai sesuai koridor
hukum/konstitusional.
UUD 1945 sebenarnya telah mempunyai ukuran-ukuran dasar yang bisa
dipakai untuk mewujudkan negara hukum dimana supremasi hukum akan
diwujudkan. Kalau kita pelajari UUD 1945 dengan seksama ada sebuah
kalimat dalam kaitan dengan apa disebut negara hukum yang secara jelas
disebutkan bahwa “Indonesia adalah negara berdasar atas negara hukum,
tidak berdasar atas kekuasaan belaka” ini sebenarnya Grundnorm yang
telah diberikan oleh Fonding father yang membangun negara ini. Bagaimana
kita akan menyusun negara hukum, bagaimana negara hukum itu akan
diarahkan, dalam arti untuk apa kita wujudkan negara hukum ini,
sekaligus dituntut untuk menegakkan hukum sebagai salah satu piranti
yang bisa dipergunakan secara tepat didalam mewujudkan keinginan atau
cita-cita bangsa. Formula UUD 1945 tersebut mengandung pengertian dasar
bahwa didalam negara yang dibangun oleh rakyat Indonesia ini sebenarnya
diakui adanya dua faktor yang terkait dalam mwujudkan negara hukum,
yaitu satu factor hukum dan yang kedua factor kekuasaan. Artinya hukum
tidak bisa ditegakkan inkonkreto dalam kehidupan berbangsa, bernegara,
dan bermasyarakat tanpa adanya kekuasaan dan dimanesfestasikan pada
adanya apa yang UUD disebut. Kata penyelenggara negara di bidang
Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif. Sebaliknya pembentukan kekuasaan
dan penggunaan kekuasaan sama sekali tidak boleh meninggalkan factor
hukum tersebut oleh karena hukum yang berupa Grundnorm dalam UUD 1945
ini memberikan dasar terhadap terbentuknya kekuasaan yaitu kedaulatan
rakyat. Artinya rakyat yang berdaulat bukan negara yang berdaulat dan
hukum juga memberikan dasar terhadap penggunaan kekuasaan tersebut
hingga penggunaan kekuasaan yang ada pada negara tidak boleh diterapkan
semena-mena tanpa ada dasar hukumnya yang jelas. Dengan demikian maka
kekuasaan yang ada pada negara pada saat diterapkan harus menghormati
kewenangan-kewenangan yang sifat terbatas diberikan kepada aparat
negara. Begitu juga hukumlah yang menentukan arah kemana kekuasaan
negara itu dipergunakan dan menentukan tujuan-tujuan apa yang hendak
dicapai dengan menggunakan kekuasaan tersebut. Yang idak boleh dilupakan
adalah bahwa hukum tidak hanya memberi dasar, tidak hanya memberi arah,
tidak hanya menentukan tujuan, tetapi hukum juga menentukan cara atau
prosedur bagaimana kekuasaan itu diterapkan didalam praktek
penyelenggaraan negara.
Dengan demikian dua factor hukum dan kekuasaan, tidak bisa dilepaskan
satu sama lain, bagaikan lokomotif dan relnya serta gerbong yang ditarik
lokomotif. Artinya hukum tidak bisa ditegakkan bahkan lumpuh tanpa
adanya dukungan kekuasaan. Ebaliknya kekuasaan sama sekali tidak boleh
meninggalkan hukum, oleh karena apabila kekuasaan dibangun dan tanpa
mengindahkan hukum, yang terjadi adalah satu negara yang otoriter.
Fungsi kekuasaan pada hakekatnya adalah memberikan dinamika terhadap
kehidupan hukum dan kenegaraan sesuai norma-norma dasar atau grundnorm
yang dituangkan dalam UUD 1945 dan kemudian dielaborasi lebih lanjut
secara betul dalam hirarki perundang-undangan yang jelas.
Jika dipahami dengan benar pemahaman dan norma ini sebenarnya secara
konsepsional Indonesia memiliki landasan yang kuat untuk mewujudkan
negara hukum konstitusional yang demokratis dan dengan dengan demikian
secara konsepsiaonal supremasi hukum telah dijamin eksistensinya oleh
UUD 1945. Artinya secara implementasi pemecahan-pemecahan segala
dibidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan dan lain-lain
menggunakan legal approach dan apabila mau menggunakan pendekatan
kekuasaan itu harus didasarkan atas hukum.
Dan memang setiap transisi dalam demokrasi pasti memiliki masalah
khusus. Masalah yang pokok terutama terkait dengan (1) kultur politik
dan juga (2) struktur politik. Demokrasi memerlukan adanya kultur dan
struktur yang mendukung proses-proses demokratisasi. Dua hal ini
biasanya belum terbentuk dengan baik dalam masyarkat transisi, seperti
Indonesia saat ini, atau Kal-Bar khusus saat ini. Di Indonesia, pasca
orde baru, belum ada kultur demokrasi yang kuat (misalnya tradisi
berbeda pendapat, toleransi, dialog terbuka, tradisi melakukan advokasi,
prilaku yang menjunjung hukum dan moral religius dalam menghadapi
persoalan secara jernih). Struktur politik yang ada saat ini juga belum
cukup demokratis, karena diperlukan adanya perubahan structural yang
harus diawali dengan perubahan atau amandemen UUD 1945 dan atau
produk-produk hukum yang bertipe represif, ke arah otonom, dan bertipe
responsive.
Dengan dmkian demokrasi modern selalu hadir dalam wadah negara hukum,
sehingga sering disebut sebagai negara hukum konstitusional. Ciri yang
mendasar dari demokrasi kontitusional yang demokratis adalah gagasan
bahwa pemerintah yang demokratis adalah pemerintah yang terbatas
kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap
warga negaranya. pembatasan-pembatasan atas kekuasan pemerintah
tercantum dalam konstitusi, sehingga sering disbut “pemerintah berdasar
atas konsttusi” (constitutional goverment), yang juga sama dengan
limited government atau restrained government.
Kemudian dimana letak kaitan pancasila sebagai ideology dengan supremasi hukum ?
Supremasi hukum baru dapat ditegakkan apabilapara penyeleggara negara
berprilaku democrat, egaliter dan manusiawi yang dijiawai oleh
nilai-nilai ideology pancasila, artinya letak persoalan pokoknya belum
tegaknya supremasi hukum bukan pada konsepsi negara hukumnya, bukan
konsepsi dasar ideology negara pancasila yang tidak bisa memenuhi
tantangan jaman, tetapi terletak pada praktek penyelenggara negara
disemua bidang yang telah meninggalkan unsur-unsur iotanamkan oleh UUD
1945, yaitu semangat penyelenggara negara. Terutama butir 4 dari
pokok-pokok pikiran yang tercantum dalam pembukaanUUD 1945 yang
mengandung isi yang mewajibkan kepada pemerintah dan lain-lain
penyeleggara negara untuk budi pekerti kemanusiaan yang luhur dengan
memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur, yang digali
berdasarkan nilai-nilai ketuhan yang maha esa (moral religius),
nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab (harkat dan martabat
manusia dan hakhak azasi manusia), nilai-nilai persatuan dan kesatuan,
nilai-nilai kerakyatan dan prisip musyawarah mufakat, prinsip
perwakilan, dan nilai-nilai keadilan kebenaran untuk mewujudkan keadilan
dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Daftar Kepustakaan
1 Drs. Kaelan, MS, Pendidikan Pancasila, 1999
2 DR Yusril Ihza Mahendra, Dinamika Tata Negara Indonesia, Gema Isani Press, 1996
3 Heri Hanwari AIS, Filsafat Pancasila, 1996
4 M. Nur Khoiron dkk, Pendidikan Politik Bagi Warga Negara (Tawaran operasional dan kerangka kerja), LKIS. 1999
5 Umaruddin Masdar dkk, Mengasah Naluri Publik Memahami Nalar Politik, LKIS 1999
6 Turiman, SH Mhum, Menegakan Supremasi Hukum dan Demokrasi di Kalimantan Barat, 2000
7 Asia DHRRA Secretariat, The Impact of Globalization of the Social
Cultural Lives of Grassroots People in Asia, Grasindo, 1998
Kamis, 13 September 2012
MAKALAH PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA DAN KAITANNYA DENGAN PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar