1. Perbedaan Sistem
Politik Negara
Memahami perbedaan sistem politik
yang ada pada setiap negara bukanlah sesuatu yang mudah. Perlu waktu untuk
mengadakan studi mendalam tentang apa dan bagaimana suatu Negara dijalankan
dengan sistem politik yang dianutnya. Berikut ini akan disajikan 3 (tiga)
contoh Negara yang diharapkan dapat mewakili komunitas Negara-negara yang ada
di dunia, yaitu: a) Sistem politik Negara Inggris (liberal), b) Sistem politik
Negara Republik Rakyat China (komunis), dan c) Sistem politik Negara Indonesia.
a.
Sistem
politik Negara Inggris
Dalam sistem politik pemerintahan Inggris, pemegang
peranan politik pusat digolongkan dalam 3 (tiga) bagian, yaitu: para menteri kabinet,
para pegawai negeri senior, dan para pegawai tidak tetap lainnya. Bagi
seseorang yang ingin terjun ke jenjang karir politik, harus sejak muda mengarah
ke jenjang karir itu. Pada awalnya, karir seseorang harus memperoleh peranan
politik pusat, kemudian secara perlahan-lahan menghimpun pengalaman dan
senioritas di samping kecakapan.
Penyelenggaraan pemerintah dilaksanakan oleh kabinet
(perdana menteri dan dewan menteri) serta parlemen yang terdiri dari Majelis
Rendah dan Majelis Tinggi. Peranan parlemen dalam merumuskan kebijakan
pemerintah dibatasi, karena cara bekerjanya diawasi oleh kabinet. Sedangkan Perdana
Menteri dapat memastikan bahwa setiap usul yang diajukan pemerintahnya akan
diputuskan dalam parlemen tepat pada waktu yang telah ditetapkan, dan disetujui
dalam bentuk yang dikehendakai oleh parlemen.
Dalam hal komunikasi politik, media
massa (televisi dan pers) merupakan industri yang besar dan kompleks karena
dijadikan sebagai saluran-saluran komunikasi politik yang sangat terpusat tetapi
kompetitif. Dan untuk itu, masyarakat umum mempercayai kejujuran media siaran
itu. Baik koran, radio, maupun televise sangat mempengaruhi pola perilaku
politik masyarakat.
b.
Sistem
politik Negara Republik Rakyat China (RRC)
Dalam menumbuhkan peran serta masyarakat
di bidang politik, penguasa komunis berusaha menciptakan kehidupan masyarakat
yang sesuai dengan norma-norma sosialisasi politik yang diciptakannya. Hal ini
dilakukan oleh para penguasa dengan cara mulai meninggalkan tradisi keluarga
yang tidak sesuai dengan nilai-nilai komunisme, menetapkan persamaan hukum
antara laki-laki dan wanita, melaksanakan pendidikan umum, dan membangun
jaringan komunikasi. Jaringan komunikasi yang mencakup berbagai jenis dan isi
pesan (message) merupakan usaha
partai atau negara secara resmi yang isi dan pengelolaannya dikendalikan oleh
para penguasa pusat.
Jaringan komunikasi lebih banyak
ditujukan kepada elite atau sub-elite yang memahami perbincangan ideologi dan
merasa ikut bertanggung jawab menerapkannya, menurut kondisi masing-masing
daerah kepada seluruh rakyat. Sistem komunikasi merupakan alat komunikasi yang
paling efektif dalam memperluas pengetahuan tentang politik dan meningkatkan
kepekaan terhadap soal-soal politik.
c.
Sistem
politik Negara Republik Indonesia
Negara Indonesia dalam sistem politik menerapkan
sistem demokrasi Pancasila yang merupakan suatu paham demokrasi yang bersumber
pada pandangan hidup atau falsafah hidup bangsa Indonesia yang digali dari
kepribadian rakyat Indonesia sendiri. Dari falsafah hidup bangsa Indonesia inilah
kemudian timbul dasar falsafah negara
kita bernama falsafah Negara Pancasila yang tercermin dan terkandung dalam
Pembukaan UUD 1945.
Demokrasi menurut Pancasila atau yang disebut
Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang merupakan perwujudan kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang
mengandung semangat ke-Tuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Adapun isi pokok pelaksanaan
Demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:
a. Pelaksanaan
demokrasi harus berdasarkan Pancasila sebagaimana disebut di dalam Pembukaan
UUD 1945, serta penjabarannya dalam Batang Tubuh dan Penjelasan UUD 1945.
b. Demokrasi
ini harus menghargai dan melindungi hak-hak asasi manusia.
c. Pelaksanaan
kehidupan ketatanegaraan harus berdasarkan atas kelembagaan (institusional).
Melalui kelembagaan ini diharapkan segala sesuatunya dapat diselesaikan melalui
saluran-saluran tertentu sesuai dengan UUD 1945.
d. Demokrasi
ini harus bersendi atas hukum sebagaimana dijelaskan di dalam Penjelasan UUD
1945.
Sistem politik
Demokrasi Pancasila menghargai nilai-nilai musyawarah. Oleh karena itu, kita
pun harus memahami bagaimana tata cara bermusyawarah sebagai berikut:
a. Mengutamakan
kepentingan negara dan masyarakat.
b. Tidak
memaksakan kehendak kepada orang lain.
c. Mengutamakan
musyawarah untuk mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
d. Musyawarah
harus diliputi oleh semangat kekeluargaan.
Adapun
nilai-nilai luhur yang terkandung dalam setiap pengambilan keputusan adalah
sebagai berikut:
a. Legawa atau
berlapang dada, artinya bahwa setiap peserta musyawarah harus secara sadar
menerima dan melaksanakan keputusan musyawarah itu dengan sepenuh hati.
b. Religius,
artinya bahwa hasil musyawarah itu harus dapat dipertanggungjawabkan secara
moral terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
c. Tenggang rasa,
artinya bahwa dalam pelaksanaan musyawarah setiap peserta harus mau
mendengarkan pendapat orang lain walaupun pendapatnya tersebut kurang berkenan
dengan pendapat kita.
d. Keadilan, artinya
bahwa dalam pengambilan keputusan hendaknya setiap peserta musyawarah diperlakukan secara adil. Maksudnya
seluruh peserta diikutsertakan secara layak sebagai peserta lainnya.
e. Kemanusiaan, artinya
bahwa keputusan yang diambil hendaknya menjunjung tinggi harkat dan martabat
manusia jangan sampai merendahkan martabat manusia.
Aspek-aspek yang terkandung dalam
Demokrasi Pancasila adalah:
a. Aspek
formal, yaitu aspek yang mempersoalkan proses dan cara rakyat dalam menunjuk
wakil-wakil dalam badan-badan perwakilan rakyat dan pemerintahan serta cara
mengatur permusyawaratan wakil-wakil rakyat secara bebaas, terbuka, dan jujur
untuk mencapai konsensus bersama.
b. Aspek
materil, yaitu aspek yang mengemukakan gambaran manusia dan mengakui harkat dan
martabatnya dan
menjamin terwujudnya Indonesia sesuai dengan gambaran, harkat, dan martabat
manusia.
c. Aspek
normatif, yaitu aspek yang mengungkapkan seperangkat norma atau kaidah yang
menjadi pembimbing dan kriteria
dalam mencapai tujuan kenegaraan.
d.
Penerapan
prinsip-prinsip Demokrasi Pancasila
Demokrasi Pancasila pada hakikatnya demokrasi yang
bercorak khas Indonesia yang penerapannya dijabarkan dalam:
1) Pemerintahan
berdasarkan hukum
Demokrasi
Pancasila menghendaki suatu pemerintahan yang benar-benar menjunjung tinggi
hukum (Rechtstaate) dan bukan
berdasarkan kekuasaan belaka (Machstaate).
Dengan demikian, segala tindakan atau kebijakan harus berdasarkan pada hukum
yang berlaku.
2) Perlindungan
terhadap hak asasi
manusia
Hak
asasi manusia merupakan hak-hak yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya. Konstitusi
Negara Republik Indonesia memberiikan jaminan atas pelaksanaan hak-hak manusia
yang dituangkan dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945, Ketetapan MPR RI No.
XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang No. 39 Tahun 1999, dan
Undang-Undang No. 26 tentang Peradilan HAM.
3) Pengambilan
keputusan berdasarkan musyawarah
Prinsip
ini sudah membudaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Oleh karena itu, dalam setiap pengambilan putusan diusahakan melalui musyawarah untuk mencapai
mufakat. Jika musyawarah tidak tercapai, putusan diambil berdasarkan suara
terbanyak (voting).
4) Peradilan
yang bebas dan merdeka
Badan
peradialn (kehakiman) merupakan badan
yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan
lainnya. Hal ini penting untuk menegakkan keadilan di bumi Indonesia. Untuk
itu, UUD 1945 menjamin keberadaan Badan Peradilan sebagai badan yang merdeka
sebagaimana yang tercantum dalam pasal 24 dan pasal 25.
5) Partai
politik (parpol) dan organisasi sosial politik (orsospol)
Walaupun
dalam pasal 28 UUD 1945 dinyatakan bahwa negara menjamin kemerdekaan berserikat
dan berkumpul, mengeluarkan pendapat baik dengan lisan maupun tulisan, hal ini
tidak berarti rakyat (warga negara) dapat
menggunakan haknya dengan sesuka hatinya, tetapi disalurkan melalui partai
politik atau orsospol.
6) Pelaksanaan
pemilihan umum (pemilu)
Negara
Republik Indonesia merupakan negara
yang berkedaulatan rakyat, artinya rakyat diakui sebagi sumber dan pendukung kedaulatan
dalam negara.
Kedaulatan rakyat tesebut harus berdasarkan permusyawaratan perwakilan. Dengan
demikian, rakyat tidak secara langsung mengatur negara, melainkan melalui
wakil-wakilnya.
e.
Pelaksanaan
Demokrasi Pancasila dalam pengambilan keputusan
Pengambilan keputusan sesuai dengan prinsip-prinsip Demokrasi
Pancasila menekankan empat prinsip penting sebagai berikut:
a. Keseimbangan
antara hak dan kewajiban, yaitu prinsip dalam melaksanakan musyawarah ketika
setiap orang mengetahui apa yang menjadi hak pribadi, hak orang lain, dan
kewajiban terhadap orang lain.
b. Persamaan,
yakni prinsip yang menekankan bahwa setiap orang memiliki kedudukan, hak, dan
kewajiban yang sama.
c. Kebebasan
yang bertanggung jawab, artinya bahwa setiap orang bebas untuk mengemukakan pendapat.
d. Mengutamakan
persatuan dan kesatuan, artinya setiap pelaksanaan musyawarah harus
mengutamakan kepentingan umum.
v Peran Serta
dalam Sistem Politik di Indonesia
1.
Partisipasi
Politik Warga Negara
Istilah
partisipasi politik diterapkan pada aktivitas orang dari semua tingkat sistem
politik, misalnya: pemilih (pemberi suara) berpartisipasi dengan memberiikan
suaranya; menteri luar negeri berpartisipasi dalam menetapkan kebijakan luar
negeri, dan sebagainya.
Partisipasi
politik dapat diartikan sebagai penentuan sikap
dan keterlibatan hasrat setiap individu
dalam
situasi dan kondisi organisasinya, sehingga pada akhirnya mendorong individu
tersebut berperan serta dalam pencapaian tujuan organisasi, serta ambil bagian dalam setiap
pertanggungjawaban bersama.
a. Bentuk-bentuk
partisipasi politik
Bentuk bentuk partisipasi politik yang
terjadi di berbagai negara, dapat dibedakan dalam kegiatan politik yang
berbentuk konvensional dan nonkonvensional, termasuk yang mungkin legal
(seperti petisi) maupun illegal, penuh kekerasan, dan revolusioner. Berikut ini
adalah bentuk-bentuk partisipasi politik menurut Almond.
KONVENSIONAL
|
NON-KONVENSIONAL
|
· Pemberian suara (voting)
· Diskusi politik
· Kegiatan kampanye
· Membentuk dan bergabung dalam kelompok kepentingan
· Komunikasi individual dengan pejabat politik administratif.
|
· Pengajuan petisi
· Berdemonstrasi
· Konfrontasi
· Mogok
· Tindak kekerasan politik terhadap harta benda;
perusakan, pemboman, pembakaran
· Tindak kekerasan politik tergadap manusia;
penculikan, pembunuhan, perang gerilyarevolusi
|
Berbagai bentuk partisipasi politik
dapat dilihat dari berbagai kegiatan warga negara yang mencakup antara lain:
1) Terbentuknya
organisasi-organisasi politik maupun organisasi masyarakat sebagai bagian dari
kegiatan sosial, sekaligus sebagai penyalur aspirasi rakyat yang ikut
menentukan kebijakan negara.
2) Lahirnya
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai kontrol sosial maupun pemberi input
terhadap kebijakan pemerintah.
3) Pelaksanaan
pemilu yang memberii kesempatan kepada warga negara untuk dipilih atau memilih,
misalnya: berkampanye, menjadi pemilih aktif, menjadi anggota perwakilan
rakyat, menjadi calon presiden yang dipilih langsung, dan sebagainya.
4) Munculnya
kelompok-kelompok kontemporer yang memberi warna pada sistem input dan output kepada pemerintah, misalnya: melalui unjuk rasa, petisi,
protes, demonstrasi, dan sebagainya.
b. Tingkatan
partisipasi politik
Menurut Huntington
dan Nelson, ada dua kriteria tingkat-tingkat partisipasi politik.
Pertama, dilihat dari ruang lingkup atau proporsi dari suatu kategori warga negara
yang melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan partisipasi politik. Kedua,
intensitas, atau ukuran, lamanya, dan arti penting dari kegiatan khusus itu
bagi sistem politik.
Lingkup partisipasi politik yang besar
biasanya terjadi dalam
intensitas yang kecil atau rendah, misalnya partisipasi dalam pemilihan umum.
Sebaliknya, jika lingkup partisipasi rendah atau kecil, intensitasnya semakin
tingi. Contoh, kegiatan aktivis-aktivis partai politik, pejabat partai politik,
dan kelompok-kelompok penekan.
2.
Faktor-faktor
Pendukung Partisipasi Politik
a.
Pendidikan
politik
Menurut Ramdlon Naning, pendidikan politik adalah usaha untuk
memasyarakatkan politik, dalam arti mencerdaskan kehidupan politik rakyat,
meningkatkan kesadaran setiap warga negara dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara; serta meningkatkan kepekaan dan kesadaran rakyat terhadap hak,
kewajiban, dan tanggung jawabnya terhadap bangsa dan negara.
Melalui pendidikan politik diharapkan
kader-kader anggota
partai politik tersebut akan memperoleh manfaat atau kegunaan:
1) Dapat
memperluas pemahaman, penghayatan, dan wawasan terhadap masalah-masalah atau
isu-isu yang bersifat politis.
2) Mampu
meningkatkan kualitas diri dalam berpolitik dan berbudaya politik sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3) Lebih meningkatkan kualitas kesadaran
politik rakyat menuju peran aktif dan partisipasinya terhadap pembangunan
politik bangsa secara keseluruhan.
b.
Kesadaran
politik
Menurut Drs. M.
Taopan, kesadaran politik adalah
suatu proses batin yang menampakkan keinsafan dari setiap warga negara akan urgensi urusan kenegaraan dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.
Kebalikan dari partisipasi politik adalah sikap apatis (secara politis), jika dia tidak
mau ikut serta dalam berbagai kegiatan politik kenegaraan di berbagai bidang
kehidupan seperti tersebut di atas.
c.
Sosialisasi
politik
Studi tentang sosialisasi politik telah menjadi
bidang kajian yang sangat menarik akhir-akir ini. Ada dua alasan yang
melatarbelakangi sehingga
sosialisasi politik menjadi kajian tersendiri dalam politik kenegaraan.
Pertama:
Sosialisasi
politik dapat berfungsi untuk memelihara suatu sistem, yaitu agar stabilitas
berjalan dengan baik dan positif. Dengan demikian sosialisasi merupakan alat
agar individu sadar dan merasa cocok dengan sistem serta kultur (budaya)
politik yang ada.
Kedua:
Sosialisasi politik ingin menunjukkan
relevansinya dengan sistem politik dan data mengenai orientasi anak-anak
terhadap kultur politik orang dewasa, dan pelaksanaannya di masa mendatang
mengenai sistem politik.
Sosialisasi
politik adalah istilah yang digunkan untuk menggambarkan
proses dengan jalan mana orang belajar tentang politik dan mengembangkan
orientasi pada politik. Adapun alat yang dapat dijadikan sebagai perantara/sarana
dalam sosialisasi politik, antara lain:
1)
Keluarga (family)
Wadah
penanaman (sosialisasi) nilai-nilai politik yang paling efisien dan efektif
adalah keluarga. Dimulai dari keluarga inilah orang tua dengan anak sering
melakukan “obrolan” politik ringan
tentang segala hal, sehingga tanpa disadari terjadi transfer pengetahuan dan nilai-nilai
politik tertentu kepada si anak.
2)
Sekolah
Melalui
pelajaran civic education (pendidikan
kewarganegaraan), siswa dan guru saling bertukar informasi dan berinteraksi
dalam membahas topik-topik tertentu yang mengandung nilai-nilai politik teoritis
maupun praktis. Dengan demikian, siswa telah memperoleh pengetahuan awal
tentang kehidupan berpolitik secara dini dan nilai-nilai politik yang benar
dari sudut padang akademis.
3)
Partai Politik
Salah
satu fungsi dari pratai politik adalah dapat memainkan peran sebagai agen sosialisasi politik. Ini berarti
partai politik tersebut mampu menanamkan nilai-nilai dan norma-norma dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Partai politik harus mampu menciptakan “image”
memperjuaaangkan kepentingan umum, agar mendapat dukungan luas dari masyarakat
dan senantiasa dapat memenangkan pemilu.
0 komentar:
Posting Komentar