BAB II
Pembahasan
A. Masalah Pendidikan di Indonesia
Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya
manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Masalah yang serius dalam
peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu
pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun
informal. Hal itulah yang menyebabkan rendahnya sumber daya manusia
yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan
bangsa di berbagai bidang.
Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini
dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat
Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi
dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per
kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia
makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan
ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999).
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah
masalah standardisasi pengajaran, efektifitas, dan efisiensi. Hal
tersebut masih menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya.
Hal ini terbukti dari guru-guru, sarana belajar, dan murid-muridnya.
Memang, guru-guru saat ini sudah banyak yang lulus sertifikasi. Tetapi
secara kenyataannya sedikit dari mereka yang benar-benar seorang guru
yang diandalkan. Kecuali guru-guru lama yang sudah lama mendedikasikan
dirinya menjadi guru. Sarana pembelajaran juga turut menjadi faktor
semakin terpuruknya pendidikan di Indonesia, terutama bagi penduduk di
daerah terbelakang.
Penyelesaian Masalah
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan ‘Pendidikan ini menjadi
tanggung jawab pemerintah sepenuhnya,’ pada rapat kabinet terbatas di
Gedung Depdiknas, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin (12/3/2007).
Presiden memaparkan beberapa langkah yang akan dilakukan oleh pemerintah
dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, antara lain
yaitu:
1. Menghilangkan ketidakmerataan dalam akses pendidikan, seperti di desa dan kota, serta jender.
2. Meningkatkan mutu pendidikan dengan meningkatkan kualifikasi guru dan
dosen, serta meningkatkan nilai rata-rata kelulusan dalam ujian
nasional.
3. Pemerintah akan menambah jumlah jenis pendidikan di bidang
kompetensi atau profesi sekolah kejuruan. Untuk menyiapkan tenaga siap
pakai yang dibutuhkan.
4. Pembiayaan bagi masyarakat miskin untuk bisa menikmati fasilitas pendidikan (Hamid, 2010).
Solusi lainnya adalah solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah
sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti
diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang
diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan
dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme, yang berprinsip antara lain
meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik,
termasuk pendanaan pendidikan ).
Solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait
langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan
masalah kualitas guru dan prestasi siswa. Maka, solusi untuk
masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk
meningkatkan kualitas sistem pendidikan.
B. Masalah Kesehatan di Indonesia
Sekitar 37,3 juta penduduk hidup di bawah garis kemiskinan, separo dari
total rumah tangga mengonsumsi makanan kurang dari kebutuhan
sehari-hari, lima juta balita berstatus gizi kurang, dan lebih dari 100
juta penduduk berisiko terhadap berbagai masalah kurang gizi (Suara
Pembaharuan,2004).
Itulah sebagian gambaran tingkat kesejahteraan rakyat Indonesia yang
perlu mendapat perhatian sungguh-sungguh untuk diatasi. Apalagi
Indonesia sudah terikat dengan kesepakatan global untuk mencapai
Millennium Development Goals (MDG's) dengan mengurangi jumlah penduduk
yang miskin dan kelaparan serta menurunkan angka kematian balita menjadi
tinggal separo ).
Terbentuknya sumber daya manusia yang berkualitas, yaitu sumber daya
manusia yang sehat, cerdas, dan produktif ditentukan oleh berbagai
faktor. Salah satu faktor yang sangat esensial adalah terpenuhinya
kebutuhan pangan yang bergizi.
Rendahnya konsumsi pangan atau tidak seimbangnya gizi makanan yang
dikonsumsi mengakibatkan terganggunya pertumbuhan organ dan jaringan
tubuh, lemahnya daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit, serta
menurunnya aktivitas dan produktivitas kerja.
Pada bayi dan anak balita, kekurangan gizi dapat mengakibatkan
terganggunya pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan
spiritual.Bahkan pada bayi, gangguan tersebut dapat bersifat permanen
dan sangat sulit untuk diperbaiki. Kekurangan gizi pada bayi dan balita,
dengan demikian, akan mengakibatkan rendahnya kualitas sumber daya
manusia (Antara News, 2010).
Diperkirakan sekitar 18,16 juta penduduk hidup di wilayah endemik sedang
dan berat; dan 39,24 juta penduduk hidup di wilayah endemis ringan.
Masalah berikutnya adalah anemia gizi akibat kurang zat besi. Hasil
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan bahwa prevalensi anemia
pada ibu hamil adalah 50,9 persen pada tahun 1995 dan turun menjadi 40
persen pada tahun 2001, sedangkan pada wanita usia subur 15-44 tahun
masing-masing sebesar 39,5 persen pada tahun 1995 dan 27,9 persen pada
2001. Prevalensi anemia gizi berdasarkan SKRT 2001 menunjukkan bahwa
61,3 persen bayi < 6 bulan, 64,8 persen bayi 6-11 bulan, dan 58
persen anak 12-23 bulan menderita anemia gizi (Suara Pembaharuan,2004).
Penyelesaian masalah
Pemerintah akan membangun dan mengembangkan Rumah Pemulihan Gizi (RPG)
Balita di wilayah Indonesia bagian timur sebagai upaya menurunkan
prevalensi gizi kurang (Kompas.com, 2010).
Saat ini, Kementerian Kesehatan sedang mengembangkan konsep pemulihan
gizi buruk dengan rawat jalan, atau yang disebut community based
managenet of severe malnutrition, yakni pemulihan gizi yang dikelola
bersama dengan masyarakat. Kegiatan utama dari program tersebut adalah
memberikan makanan tambahan untuk pemulihan kepada balita gizi buruk
yang sudah tidak mengalami penyakit komplikasi, serta pemeriksaan status
gizi secara rutin oleh petugas (Antara News,2010).
C. Masalah Infrastruktur di Indonesia
Kemacetan adalah hal yang wajar terjadi di negara berkembang seperti
Indonesia. Pada dasarnya kemacetan terjadi karena mobilitas urban dan
commuter yang terlalu tinggi tetapi tidak diimbangi dengan sarana dan
prasarana yang memadai. Apabila tidak segera ditangani maka suatu saat
nanti akan terjadi stagnasi yang luar biasa di kota kota besar seperti
di Jakarta. Gaya hidup kaum hedonis di kota-kota besar yang malas
berjalan dan berpanas-panasan meskipun hanya untuk sekedar makan siang
dari satu gedung ke restoran yang berada di gedung lainnya juga menjadi
salah satu faktor.
Besaran pajak untuk kendaraan juga dinilai terlalu kecil apabila
dibandingkan sarana yang harus disediakan untuk kendaraan itu sendiri.
Estimasi itu bisa kita dapatkan secara hitungan kasar. Pajak sebuah
mobil pertahun jauh dibawah biaya sarana yang harus dibangun untuk mobil
itu selama setahun. Belum lagi, itu tidak termasuk oknum oknum
penunggak pajak, dan manipulasi data serta besarnya pajak yang dikorupsi
oleh oknum terkait.
Dari dulu para ahli selalu mengatakan bahwa transportasi adalah urat
nadi perekonomian.Tapi saat ini pendapat tersebut tidak semuanya benar.
Di beberapa kota di Indonesia kemacetan lalu lintas sudah menjadi beban
ekonomi. Betapa tidak, menurut hasil penelitian, kota Jakarta saja harus
menanggung kerugian (beban ekonomi) setiap tahunnya sebesar + Rp. 43
triliyun. Angka ini tentunya akan menjadi besar apabila ditambahkan
dengan kota-kota lain disekitar Jakarta (BoDeTaBek) dan kota-kota besar
lainnya di Indonesia. Beban ekonomi ini ditanggung bersama-sama oleh
pemerintah dan masyarakat yang dihitung dari pemborosan BBM, waktu
kerja, kesehatan, dll. Biaya ini belum termasuk subsidi BBM yang sia-sia
dan biaya kecelakaan yang nilainya sulit diukur dengan uang. Apabila
tidak ada langkah-langkah yang konkrit dan revolusioner maka para ahli
meramalkan pada tahun 2014 Jakarta akan mengalami stagnasi atau
kemacetan total sehingga kerugian atau beban ekonomi yang akan
ditanggung oleh masyarakat tentunya akan menjadi berlipat ganda.
Penyelesaian Masalah
Konsep pengembangan angkutan masal dapat dikemas dalam suatu konsep
manajemen transportasi masal yang dapat digunakan oleh pemerintah daerah
dalam memecahkan permasalahan transportasi didaerahnya.
Pengembangan transportasi masal membutuhkan komitmen yang kuat dari
penyelenggara perhubungan di daerah, khususnya dalam meyakinkan
masyarakat dan kepala daerah bahwa transportasi masal adalah kunci utama
yang harus dilakukan dalam memecahkan permasalahan transportasi yang
saat ini terjadi hampir di setiap kota di seluruh Indonesia.
Pengembangan transportasi masal dapat dikemas dalam sebuah konsep
“Manajemen Transportasi Masal” dengan tahapan pengembangan sebagai
berikut:
1. Memperbaiki kinerja transportasi masal yang sudah ada di kota
tersebut dan secara bertahap menggantikannya dengan sistem lain.
2. Menyusun grand design pengembangan transportasi masal daerah dan
menjadikannya sebagai sebuah aturan hukum berupa peraturan daerah
sehingga harus ditaati oleh semua pihak.
3. Menggantikan secara bertahap angkot yang saat ini daerah tersebut serta mengalihkan rute angkot yang tumpang tindih.
4. Apabila angkot tidak bisa dihapuskan secara keseluruhan, sebagai
alternative angkot dapat dijadikan sebagai angkutan pengumpan (feeder
service) BRT yang melayani rute cabang dan ranting.
5. Menekan penggunaan kendaraan pribadi dan sepeda motor antara lain dengan jalan:
a. Melarang sepeda motor melewati jalan-jalan tertentu.
b. Membatasi areal parkir di pusat kota.
c. Menerapkan tarif parkir yang tinggi dan progresif khususnya di pusat kegiatan.
d. Menaikan tarif tol untuk kendaraan pribadi (selisih kenaikan tarif agar digunakan untuk memperbaiki fasilitas angkutan umum).
e. Menaikkan pajak kendaraan pribadi (selisih kenaikan tariff agar
digunakan untuk memperbaiki fasilitas angkutan umum mensubsidi biaya
operasionalnya).
f. Menerapkan aturan operasional kendaraan pribadi antara lain dengan
system three in one, plat nomor genap ganjil. Mobil siang/malam.
g. Menerapkan system ERP (electronic Road Pricing), yaitu mewajibkan
kendaraan pribadi atau sepeda motor untuk membayar apabila melewati
jalan-jalan tertentu.
6. Menyusun sistem penegakan hukum yang jelas dan tegas. Bagaimanapun
sebuah konsep harus diikuti oleh tindakan penegakan hukum yang tegas
oleh karena itu harus ada komitmen yang tegas dari polisi lalu lintas
dalam menindak pelanggaran kebijakan transportasi masal. Pemerintah
daerah juga harus memperjuangkan revisi UU no. 22 tahun 2009 tantang
LLAJ sehingga pemerintah daerah juga lebih dapat mengamankan
kebijakannya dengan mengoptimalkan peran PPNS sesuai dengan KUHAP.
7. Menyiapkan badan pengelola transportasi masal antara lain dengan
alternatif perusahaan daerah, badan layanan umum (BLU), sistem
lelang/kontrak dengan pihak swasta dan pemerintah hanya menyiapkan badan
yang mengawasi standar pelayanan minimum.
8. Menyiapkan anggaran khusus bagi pengembangan angkutan masal, anggaran
ini tidak mesti berasal dari pemerintah, dana dapat diperoleh dari
kebijakan penekanan penggunaan kendaraan pribadi dan sepeda motor
seperti diuraikan di atas. Hal terpenting adalah bagaimana supaya
transportasi masal dapat memberikan pelayanan sebaik-baiknya tanpa harus
memikirkan biaya operasional. Pengembangan Konsep Transportasi massal
mutlak dilakukan oleh pemerintah di pemerintahan daerah karena
permasalahan transportasi yang saat ini terjadi di Indonesia berasal
dari keterlambatan kita mengembangkan transportasi masal .
D. Masalah Ekonomi di Indonesia
Beberapa permasalahan ekonomi Indonesia yang masih muncul saat ini
dijadikan fokus program ekonomi yang tertuang dalam Inpres Nomor 5 tahun
2008 yang memuat berbagai kebijakan ekonomi yang menjadi target
pemerintah yang dapat dikelompokkan ke dalam 8 bidang yaitu: (i)
investasi, (ii) ekonomi makro dan keuangan, (iii) ketahanan energi, (iv)
sumber daya alam, lingkungan dan pertanian, (v) pemberdayaan usaha
mikro kecil dan menengah (UMKM), (vi) pelaksanaan komitmen masyarakat
ekonomi ASEAN, (vii) infrastruktur, dan (viii) ketenagakerjaan dan
ketransmigrasian. Analisis singkat atas kondisi ke-delapan bidang yang
menjadi paket kebijakan ekonomi adalah sebagaimana berikut ini:
1. Iklim investasi.
Realisasi investasi yang telah dikeluarkan oleh BKPM berdasarkan Izin
Usaha Tetap PMDN pada periode 1 Januari s/d 31 Desember 2007 sebanyak
159 proyek dengan nilai realisasi investasi sebesar Rp. 34.878,7 miliar
(34,88 triliun Rupiah). Sedangkan realisasi Investasi yang telah
dikeluarkan oleh BKPM berdasarkan Izin Usaha Tetap PMA (FDI) pada
periode 1 Januari s/d 31 Desember 2007 sebanyak 983 proyek dengan nilai
realisasi investasi sebesar US$. 10.349,6 juta (US$ 10,34 milyar).
Dibandingkan dengan FDI global yang selama 2007 mencapai rekor sebesar
US$ 1.500 milyar dan FDI yang masuk ke Amerika Serikat sebesar US$ 193
miliar, nilai FDI yang masuk ke Indonesia masih sangat rendah yaitu
0,66% terhadap FDI dunia dan 5,18% terhadap FDI ke Amerika Serikat.
Walau demikian, masuknya FDI ke Indonesia pada tahun 2007 ini jauh lebih
baik dibandingkan dengan masa puncak pra krisis yaitu tahun 1996-1997
yang hanya mencapai US$ 2,98 miliar (1996) dan US$ 4,67 miliar (1997).
2. Kebijakan ekonomi makro dan keuangan
Dari sisi fiskal, pemerintah menerapkan APBN yang cukup baik yaitu
dengan sedikit ekspansif walau masih sangat berhati-hati. Pemerintah
pada tahun 2009 berencana untuk memberikan empat macam insentif fiskal
yaitu (i) Pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) Badan
dalam jumlah dan waktu tertentu kepada investor yang merupakan industri
pionir. (ii) Keringanan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), khususnya untuk
bidang usaha tertentu pada wilayah atau kawasan tertentu. (iii)
Pembebasan atau penangguhan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas impor
barang modal atau mesin serta peralatan untuk keperluan produksi yang
belum dapat diproduksi di dalam negeri selama jangka waktu tertentu.
(iv) Pemerintah mengubah perlakuan PPN atas sebagian barang kena pajak
yang bersifat strategis dari yang semula ”dibebaskan” menjadi tidak
dipungut atau ditanggung pemerintah.
Dari sisi moneter, Bank Indonesia dengan instrument BI-rate cukup
berhasil untuk mengendalikan inflasi, khususnya core inflation sejak BI
rate diterapkan pada tahun 2005. Namun inflasi yang disebabkan oleh
adanya kenaikan harga energi dan terganggunya masalah distribusi
terutama akibat naiknya harga gas, premium, solar, dan makanan (volatile
food) membuat tahun 2008 ini tingkat inflasi cukup tinggi.
3. Kebijakan sumber daya alam, lingkungan dan pertanian
Indonesia beruntung memiliki sumber daya alam yang melimpah baik bahan
tambang, hutan, pertanian, hasil laut, dan cahaya matahari yang
sepanjang tahun. Untuk itu, sumber daya alam yang ada harus dikelola
dengan baik bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan
kesejahteraan ekonomi rakyat (welfare). Namun pemanfaatan sumber daya
alam ini membawa dampak negatif (negative externalities) terhadap
lingkungan. Disisi pertanian, walau banyak kemajuan yang dicatat
Indonesia masih mengimpor beras, dan produk pertanian lain seperti
kedele, dan hasil perkebunan (gula).
4. Infrastruktur.
Sebagaimana disinggung di depan, kondisi infrastruktur ekonomi Indonesia
berada pada titik yang nadir. Kalau pada masa orde baru, kondisi
infrastruktur Indonesia mengalami titik puncak, seiring dengan
meningkatnya pertumbuhan ekonomi infrastruktur yang ada sudah tidak lagi
memadai. Belum lagi kondisi infrastruktur yang kualitasnya menurun
seiring berjalannya waktu. Banyaknya jalan dan jembatan yang rusak ini
tidak terlepas dari masa-masa sulit APBN kita yang sampai tahun 2004
lebih dikonsentrasikan kepada pembayaran hutang dan belanja barang dan
gaji pegawai. Di tahun 2011, perlu ditingkatkannya belanja pemerintah
untuk keperluan infrastruktur ini disamping menerapkan KPS (Kerjasama
Pemerintah dan Swasta) untuk membangun jalan, jembatan, pelabuhan,
perlistrikan, telekomunikasi dan lain-lain.
5. Ketenagakerjaan dan ketransmigrasian.
Menyangkut masalah ketransmigrasian ada yang berubah pada penanganannya
dibandingkan dengan masa orde baru. Kala itu program transmigrasi
berjalan dengan sangat gencar dengan hasil yang bervariasi. Di satu
daerah program transmigrasi berjalan baik tapi di daerah lain mengalami
kegagalan, namun secara keseluruhan program transmigrasi berjalan
lumayan. Paska krisis, program transmigrasi kelihatannya mati suri atau
sudah hampir tidak lagi terdengar gaungnya. Apalagi sejak berlakunya
otonomi daerah dimana kewenangan mengatur daerah diserahkan kepada
pemerintah daerah, termasuk mengatur datangnya penduduk dari luar
daerah. Saat ini tentunya perlu ada koordinasi antara pusat dengan
daerah menyangkut masalah transmigrasi ini.
E. Masalah Pengangguran di Indonesia
Berdasarkan data yang tercatat Badan Pusat Statistik (BPS) hingga
Februari 2011 jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 8,12 juta orang.
Jumlah ini menurun 470 ribu orang dibandingkan Februari 2010 yang
sebanyak 8,59 juta orang. Tingkat pengangguran terbuka pada Februari
2011 mencapai 6,8% dari total angkatan kerja. Jumlah ini turun
dibandingkan Februari 2010 yang sebesar 7,41%
Jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Februari 2011 mencapai 119,4
juta orang, bertambah sekitar 2,9 juta orang dibanding angkatan kerja
Agustus 2010 sebesar 116,5 juta orang atau bertambah 3,4 juta orang
dibanding Februari 2010 sebesar 116 juta orang ).
Penduduk yang bekerja di Indonesia pada Februari 2011 mencapai 111,3
juta orang, bertambah sekitar 3,1 juta orang dibanding keadaan pada
Agustus 2010 sebesar 108,2 juta orang atau bertambah 3,9 juta orang
dibanding keadaan Februari 2010 sebesar 107,4 juta orang .
Setahun terakhir (Februari 2010-Februari 2011), hampir semua sektor
mengalami kenaikan jumlah pekerja, kecuali Sektor Pertanian dan Sektor
Transportasi, masing-masing mengalami penurunan jumlah pekerja sebesar
360 ribu orang (0,84%) dan 240 ribu orang (4,12 persen). Sektor
Pertanian, Perdagangan, Jasa Kemasyarakatan dan Sektor Industri secara
berurutan menjadi penampung terbesar tenaga kerja pada Februari 2011 ).
Masalah pengangguran merupakan masalah yang klasik. Seperti kita ketahui
setiap tahun jumlah tenaga kerja yang sedang mencari lapangan kerja
terus bertambah, sedangkan lapangan kerja yang tersedia sangat terbatas
akibatnya semakin bertambah jumlah pengangguran, ditambah banyaknya
pencari kerja usia muda tidak memiliki keahlian atau keterampilan yang
sesuai dengan yang dibutuhkan berbagai lapangan kerja tersebut.
Sebab-sebab terjadinya pengangguran terutama disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
1. Angkatan kerja yang terus meningkat jumlahnya dan pertumbuhan
kesempatan kerja tidak seimbang dengan pertumbuhan angkatan kerja.
2. Angkatan kerja yang sedang mencari kerja tidak dapat memenuhi persyaratan-persyaratan yang diminta oleh dunia kerja.
3. Pengangguran merupakan masalah di muara dan dapat berdampak langsung
dan tidak langsung terhadap masalah sosial dan politik. Kita tidak dapat
mengatasi masalah pengangguran hanya dengan berkiprah di muara, tetapi
penanganan pengangguran secara strategis harus dilakukan di hulu.
4. Sektor-sektor di hulu yang banyak berdampak pada pengangguran yaitu ,
Sektor kependudukan, Sektor Pendidikan dan Sektor ekonomi
Penyelesaian Masalah
Sasaran penyelesaian masalah lebih ditekankan pada arah kebijakan
pemerintah untuk mengurangi tingkat pengangguran dengan cara mendorong
investasi untuk menciptakan kesempatan, perbaikan iklim investasi dalam
mendorong kembalinya minat investasi dan ekspor, memperbaiki regulasi.
Sedangkan arah kebijakan pemerintah untuk tenaga kerja dan dunia
pendidikan adalah dengan meningkatkan kemampuan tenaga kerja melalui
perbaikan kualitas pendidikan. Pemerintah dituntut peran yang lebih
besar dalam mengambil kebijakan yang berkaitan dengan pengurangan angka
pengangguran. Pemerintah dapat berperan dalam merangsang kalangan
Investor (pengusaha) untuk melakukan perluasan atau pendirian industri
baru. Selain itu pemerintah dapat membuat kebijakan untuk menyiapkan
tenaga kerja yang berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan dunia kerja.
Penciptaan lapangan kerja hendaknya menjadi prioritas dalam kebijakan
pemerintah dan menuntut peran serta seluruh lapisan masyarakat.
Pemerintah sebaiknya membuka lapangan pekerjaan yang bersifat padat
karya. Kebijakan ini efektif untuk mengurangi pengangguran secara masif,
karena proyek padat karya dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah
besar.
F. Masalah Sumber Daya Alam di Indonesia
1. Masalah Krisis Energi di Indonesia
Sebanyak 50% konsumsi energi nasional Indonesia selama ini berasal dari
minyak bumi. Hal ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia masih sangat
tergantung pada sumber energi tak terbarukan tersebut. Salah satu solusi
yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah
dengan mengoptimalkan potensi energi terbarukan yang dimiliki Indonesia
yaitu sebesar 311. 232 MW dan baru 22% yang dimanfaatkan.
Di Indonesia, energi terbarukan telah menjadi begian dari strategi
elektrifikasi pedesaan, kapasitas yang terpasang telah mencapai 20 MW
untuk aplikasi berbagai sistem catu daya seperti energi tenaga surya,
energi tenaga angin dan mikrohydro.
Indonesia memilki sumber energi yang melimpah yang bisa dikonversi
menjadi tenaga listrik, mulai dari panas bumi, batu bara, bioetanol
dan bahkan Ocean energy mengingat dua per tiga wilayah Indonesia adalah
lautan. Ocean energy resources yang dimiliki Indonesia bisa dibilang
yang terbaik dan terbesar di dunia .
Namun sayangnya, upaya untuk mengembangkan energy yang melimpah ini
belum serius dikaji. Mungkin belum banyak yang mengetahui, bahwa
cadangan minyak yang dimiliki Indonesia diperkirakan hanya untuk 25
tahun kedepan.
Penyelesain Masalah
Fenomena tersebut jangan lantas ditakutkan oleh Indonesia, jika kualitas
manusia (SDM) di dalamnya dapat memanfaatkan dan mengelola potensi
ocean energy. Karena, ocean energy merupakan alternatif energi terbaru
termasuk sumberdaya non-hayati yang memilik potensi besar untuk
dikembangkan. Potensi energy laut mampu memenuhi empat kali kebutuhan
listrik dunia. Selain itu beberapa pengamat mengatakan sebaiknya
Indonesia mengembangkan energy geothermal (panas bumi) yang cadangannya
sangat berlimpah di Indonesia (terbesar di dunia) (BPPT, 2010).
2. Masalah Pertambangan di Indonesia
Dengan atau tanpa beroperasinya pertambangan, masyarakat Indonesia masih
tetap hidup dalam kemiskinan . Lihat saja betapa warga pedesaan di
Blora, Jawa Tengah, banyak yang hidup pas-pasan meski pertambangan
minyak beroperasi sejak zaman Hindia-Belanda. Kondisi serupa terlihat di
daerah Babelan, Bekasi, Jawa Barat. Masyarakat Tionghoa peranakan dan
Betawi sama-sama hidup marjinal di daerah yang kini menjadi salah satu
sentra produksi migas. Lebih miris lagi situasi di daerah Balongan,
Indramayu, pendidikan generasi muda di sana tergolong rendah. Bahkan,
banyak perempuan muda yang akhirnya terjerat ke dunia prostitusi di
Jakarta. Setali tiga uang adalah kondisi di sekitar Timika, Kabupaten
Mimika. Bupati Mimika Klemen Tinal mengeluhkan minimnya kontribusi
perusahaan pertambangan PT Freeport bagi kehidupan masyarakat .
Hasil tambang yang melimpah tidak meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Pada tahun 1970-an terjadi skandal besar kasus korupsi perusahaan
pertambangan nasional yang disidangkan di Singapura. Mantan pejabat
Republik Indonesia menikmati uang korupsi jutaan dollar AS yang disimpan
di bank asing. Indonesian Human Rights Committee for Social Justice
(IHCS) mengkritik rendahnya bagi hasil pertambangan yang diterima
Indonesia. Semisal dalam kasus PT Freeport, IHCS mencatat, pemerintah
hanya menerima 1 persen royalti. Padahal, setiap hari ditambang 300
kilogram emas dari 238.000 ton material yang digali dari tambang
Grasberg .
Penyelesain Masalah
Terhadap ketimpangan atas perikehidupan rakyat di sekitar daerah
pertambangan, PT Freeport yang kerap menjadi sasaran kritik tajam
mengaku terus melakukan perbaikan untuk membantu taraf hidup rakyat
setempat.”Saat ini sudah ada 30 persen tenaga kerja lokal asli Papua.
Pekerja asing kurang dari 2 persen. Selebihnya pekerja asal Indonesia
dari luar Papua,” kata Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Armando
Mahler. Selain itu beasiswa disediakan agar mereka dapat menuntaskan
pendidikan dasar dan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
”Kami juga bersama masyarakat mengembangkan perkebunan kopi. Perusahaan
waralaba minuman kopi seperti Starbucks sudah berminat membeli kopi
Amungme. Mereka meminta kepastian jumlah pasokan dan kualitas,” ujar
Sirait.
Upaya perbaikan lain adalah memberdayakan lahan bekas tailing sebagai
kebun. Penghijauan itu dilakukan di Kilometer 21. Mantan Presiden
Megawati Soekarnoputri pernah menanam pohon di lokasi itu dan kini mulai
tumbuh besar. Patut disayangkan, sebagian besar upaya perbaikan di
sekitar pertambangan lebih mengandalkan bantuan perusahaan belaka.
Pemerintah pusat dan daerah yang mengelola bagi hasil pertambangan
terlihat kurang berinisiatif membangun daerahnya.
3. Masalah Ilegaloging di Indonesia
Pencantuman rekor dalam buku Guinness akan tercatat sebagai berikut:
“Dari 44 negara yang secara kolektif memiliki 90% hutan di dunia, negara
yang meraih tingkat laju deforestasi tahunan tercepat di dunia adalah
Indonesia, dengan 1.8 juta hektar hutan dihancurkan per tahun antara
tahun 2000 hingga 2005—sebuah tingkat kehancuran hutan sebesar 2% setiap
tahunnya atau 51 km2 per hari” (Frasnico, 2008).
Banjir, tanah longsor dan kekeringan merupaka salah satu efek dari ilegalloging.
Banyak kayu illegal yang secara kasat mata setiap hari diangkut truck
maupun kapal menuju Malaysia, anehnya ketika melewati pos perbatasan
yang petugas pemeriksaannya dari berbagai macam instansi ternyata lolos
begitu saja tanpa hambatan .
Penyelesain Masalah
Pemecahan yang dilaksanakan adalah dengan penentuan tujuan seperti
terwujudnya pengamanan hutan, pemulihan tanah serta terwujudnya
pelestarian hutan. Sedangkan alternatif action yang dilakukan adalah
pengembangan pengelolaan hutan bersama masyarakat selain itu peningkatan
pengawasan hutan dan penegakkan hukum serta pengembangan langkah
intensif sebagai upaya preventif. Mensosialisasikan melalui stakeholder
dan masyarakt luas disekitar hutan, serta menginformasikan melalui media
cetak/elektonik.
Pemerintah Pusat dan Provinsi mengkoordinasikan penanggulangan illegal
logging antara instansi terkait, masyarakat dan swasta. Program yang
diterapkan adalah pengelolaan hutan bersama masyarakat dapat menekan
penebangan liar ( illegal logging ) Terakhir adalah pengawasan dan
penyuluhan yang intensif kepada masyarakat dan pelaku penebangan liar
dapat menekan perilaku illegal logging. Kebijakkan publik penanggulangan
illegal logging dilakukan melalui pelaksanaan pembangunan hutan
kemasyarakatan dapat diteruskan dengan pemantapan manajemen dan
operasional yang proporsional (Agnessekar, 2009).
Selain itu Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, meminta bantuan dunia
internasional untuk ikut menyelesaikan masalah pembalakan liar.
Menurutnya, dalam menyelesaikan masalah tersebut, Indonesia tidak
mungkin melakukannya sendiri (Pikpak , 2011).
AntaraNews.com. 2010 . Penanganan Masalah Gizi Buruk Ribuan Balita NTT
Harus dari Hulu. Http://www.antaranews.com, diakses tanggal 27 Mei 2011
pukul 09:36 WIB.
BPPT. 2010. Energi Terbarukan, Solusi Krisis Energi Masa Depan.
Http://www.BPPT.com diakses tanggal 13 Juni 2011 pukul 13:52 WIB.
Fransnico, 2008. Indonesia Pegang Rekor Penghancur Hutan Tercepat.
Http://Www.Greenpeace.org, diakses tanggal 10 Juni 2011 pukul 07:08 WIB.
Kompas.com. 2010. 12 Maret 2010 at 16:45 WIB. Gizi Buruk, RPG Solusinya
!. Http://Www.Kompas.com, diakses tanggal 27 Mei 2011 pukul 09:33 WIB.
Jumat, 18 Januari 2013
Makalah Kewarganegaraan Permasalahan di Indonesia
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar