Antara Sistem Demokrasi dan Sistem Khilafah ( Pemerintahan Islam )
Sistem pemerintahan yang diterapkan dalam suatu negara memiliki
perbedaan boleh latar belakang negara yang berbeda. Penggunaan sistem
pemerintahan dalam suatu negara terkadang merupakan suatu proses trial
dan juga termasuk didalamnya persaingan untuk mendapatkan pengaruh,
kekuasaan, dan faktor kepentingan.
Sistem pemerintahan Islam yang ada pada masa awal perkembangan Islam
(Masa Nabi Muhammad) dapat menciptakan masyarakat yang berkeadaban yang
pada mulanya berpola pikir jahiliyyah. Nabi Muhammad Saw berperan
sebagai pemimpin yang tidak dapat di bantah (Unguestionable Leader) bagi
negara Islam yang baru lahir pada masa itu. Sebagai Nabi, beliau
meletakkan prinsip-prinsip Agama (Islam) seperti: Memimpin shalat,
menyampaikan berabagai khotbah. Sebagai negarawan, beliau mengutus duta
keluar negeri untuk membentuk angkatan perang, dan membagikan rampasan
perang secara adil dan bijaksana. Dalam masa pemerintahannya, beliau
membentuk piagam Madinah yang dianggap sebagai dokumen HAM, yang berisi
tentang persaudaraan dengan ikatan iman yang bersifat ideologis dan
landasan bagi prinsip saling menghormati dan menghargai di antara muslim
dan yang bukan muslim.
Pada masa Khulafaurrasyidin yang berlangsung selama 30 tahun,
pemerintahan Islam sudah mulai mengalami berbagai perubahan yang
menimbulkan berbagai konflik yang mulai tampak tajam pada masa Kholifah
ke 3( Usman Bin Affan ra). Pada masa itu muncullah bermacam ideologis
seperti Favoritisme dan Nepotisme yang di lakukan oleh sekelompok
pejabat pemerintahan, yang pada akhir nya mengakibatkan terbunuhnya
Utsman itu sendiri. Pada masa Ali pemerintahan Islam mengalami gejolak
yang lebih dahsyat. Saat itu muncul berbagai ragam faksi politik, yang
membentuk spectrum pemikiran politik Islam, yaitu kaum Khawarij, Syiah,
dan Sunni. Yang setiap kelompok ini mempunyai pemikiran yang saling
bersebarangan dan kaum-kaum tersebut dan membentuk ideologinya
masing-masing. Pada masa-masa berikutnya system pemerintahan Islam lebih
cenderung ke sistem warisan yang di mulai ketika masa Muawiyah pada
pemerintahan Dinasti Umayah.
Indonesia hingga saat masih ini menggunakan sistem demokrasi dalam
menjalankan kepemerintahannya. Demokrasi dianggap efektif bagi
perkembangan Indonesia karena pada masa sebelumnya, beberapa macam
sistem pernah diaplikasikan di Negara ini. Sistem demokrasi di Indonesia
mengandung nilai-nilai keislaman karena sebagian besar penduduk dan
pemimpin berasal dari umat Islam. Keadaan ini dapat juga disebut
pemerintahan islami atau sistem pemerintahan yang mengakomodasi
nilai-nilai keislaman. Dalam sistem pemerintahan demokrasi Indonesia,
dibentuk daerah-daerah otonom untuk menjalankan proses demokrasi, agar
dapat memperkecil tekanan pemerintahan, meningkatkan kebebasan politik
dan tingkat kesejahteraan manusia.
Menurut Robet A. Dahl: "Otonom akan menimbulkan peluang-peluang untuk
melancarkan destruksi. Setiap daerah otonom dapat berpeluang untuk
mengabadikan ketidakadilan, melestarikan egoisme sempit dan juga untuk
menghancurkan demokrasi itu sendiri". Sehingga menurutnya setiap daerah
otonom harus memiliki kualitas dan pengawasan tertentu.
Selain itu, pada sistem demokrasi di Negeri ini yang menggunakan pemilu
dengan sistem multipartai, dalam pemilihan wakil-wakil rakyat saja masih
terdapat banyak kekurangan, seperti operasional yang besar tapi tidak
efektif, sebagai contoh adalah lambatnya perhitungan suara dan kondisi
IT yang amburadul, padahal biaya IT sangatlah besar, sehingga
mensinyalir ada unsur KKN. Dilihat dari tendernya saja, pengadaan IT
pemilu tidak melalui lelang, tetapi melalui penunjukan langsung. Ini
menjadi tanggung jawab bagi para pemimpin dan yang dipimpin (rakyat),
dan juga kita sebagai mahasiswa sebagai generasi masa depan. Kita harus
bisa membuat suatu perubahan kearah yang lebih baik dan harus bersikap
lebih dewasa dalam segala hal. Karena salah satu bentuk ketidakdewasaan
adalah melakukan hal yang sama secara berulang-ulang dan mengharapkan
hasil yang berbeda. Ironis memang, jika kita melihat masalah-masalah
yang terjadi dalam pemilu yang berskala nasional saat ini, Jika melihat
realita yang terjadi ketika diadakan pesta demokrasi skala kecil
seperti di sekolah atau di tingkat perguruan tinggi, kita masih merasa
kesulitan dalam menghadapi masalah yang muncul.
Sebagi solusi kita harus bisa mengatasi penyebab runtuhnya umat islam
pada masa ini. Menurut Syekh Hasan Annadwi dalam bukunya Maza Khasiral
Aalami Binhithaatil Muslimin mengatakan: "Ada lima penyebab runtuhnya
umat islam 1.Kepemimpinan berada di tangan yang tidak layak, 2. politik
di pisah kan dari agama, 3. pemimpin dan para pengauasa muslim
memberikan contoh yang buruk, 4. para ilmuwan muslim gagal mengembangkan
ilmu, 5. timbul nya bid'ah dan kesesatan dalam dunia islam".
Kita juga harus bisa meneladani dan mengambil hikmah kisah yang terjadi
pada zaman khalifah Ali ra. Ketika ada seorang sahabat yang bertanya
kepada beliau, "Ya.. Ali…!!, Pada masa khalifah Abu Bakar keadaan umat
Islam tidak kacau seperti ini, begitu juga pada masa khalifah Umar dan
Utsman ". Kemudian Ali menjawab: "Dulu ketika masa pemerintahan Abu
Bakar, Umar dan Usman, mereka memimpin orang-orang seperti aku dan
sekarang aku memimpin orang-orang seperti kamu". Artinya adalah
Keberhasilan seorang pemimpin bukan hanya di tentukan oleh pemimpin itu
sendiri, tetapi lebih dari itu oleh orang-orang yang di pimpinnya.
Wallahu a'lam…
.Daftar Pustaka
• Dr. khalid ibrahim jinda. Teori Politik Islam: Telaah Kritis Ibnu
Taimiyah Tentang Pemerintahan Islam. 1999. Surabaya : risalah gusti, hal
2-6
• Robert A. Dahl. Dilema demokrasi pluralis: antara otonomi dan control.1985. Jakarta: Rajawali
• Dr. dainul zainal abidin. 7 Formula Individu Cemerlang. 2004. Bandung: Mizan
Jumat, 19 Oktober 2012
Antara Sistem Demokrasi dan Sistem Khilafah ( Pemerintahan Islam )
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar