Halo para sahabat searching makalah Cyber ( MakBer) semuanya, kali ini makalah Cyber membahas Makalah Kebidanan yang berjudul "RETENSIO PLASENTA"
RETENSIO PLASENTA
Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plsenta, disebabkan oleh
gangguan kontraksi uterus. Retensio plasenta adalah tertahannya atau
belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi
lahir.
Jenis Retensio Plasenta Plsenta adhesiva adalah implantasi yang kuat
dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme
separasi fisiologi. Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion
plasenta hingga memasuki sebagian lapisan miometrium. Plasenta inkreta
adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai/memasuki
miometrium. Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta
yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding
uterus. Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum
uteri, disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.
Tabel 15.2 : Gambaran dan dugaan penyebab retensio plasenta Gejala Separasi/Akreta Parsial Plasenta Inkarserata Plasenta Akreta
- Konsistensi uterus
Kenyal
Keras
Cukup
- Tinggi fundus
Sepusat
2 jari bawah pusat
Sepusat
- Bentuk uterus
Diskoid
Agak globuler
Diskoid
- Perdarahan
Sedang-banyak
Sedang
Sedikit/tidak ada
- Tali pusat
Terjulur sebagian
Terjulur
Tidak terjulur
- Ostium uteri
Terbuka
Kontriksi
Terbuka
- Separasi plasenta
Lepas sebagian
Sudah lepas
Melekat seluruhnya
- Syok
Sering
Jarang
Jarang sekali, kecuali akibat inversio oleh tarikan kuat pada tali pusat
Retensio Plasenta dengan Separasi Parsial Tentukan jenis retensio yang
terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan diambil. Regangkan
tali pusat dan minta pasien untuk mengedan. Bila ekspulsi plasenta tidak
terjadi, cobakan traksi terkontrol tali pusat. Pasang infus oksitosin
20 unit dalam 5000 cc NS/RL dengan 40 tetesan per menit. Bila perlu,
kombinasikan dengan misoprostol 400 mg rektal (sebaiknya tidak
menggunakan ergometrin karena kontraksi tonik yang timbul dapat
menyebabkan plasenta terperangkap dalam kavum uteri). Bila traksi
terkontrol gagal untuk melahrkan plasenta, lakukan manual plasenta
(lihat prosedur klinik plasenta manual) secara hati-hati dan halus
(melepaskan plasenta yang melekat erat secara paksa, dapat menyebabkan
perdarahan atau perforasi). Restorasi cairan untuk mengatasi
hipovolemia. Lakukan transfusi darah apabila diperlukan. Beri
antibiotika profilaksis (ampisilin 2 g IV/oral + metronidazol 1 g
supositoria oral. Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat,
infeksi, syok neurogenik.
Plasenta Inkarseta Tentukan diagnosis kerja melalui anamnesis, gejala
klinik dan pemeriksaan. Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan
untuk menghilangkan konstriksi serviks dan melahirkan plasenta. Pilih
fluothane atau eter untuk konstriksi serviks yang kuat tetapi siapkan
infus oksitosin 20 IU dalam 500 ml NS/RL dengan 40 tetes per menit.
Untuk mengantisipasi gangguan kontraksi yang disebabkan bahan anestesi
tersebut. Bila prosedur anestesi tidak tersedia tetapi serviks dapat
dilalui oleh cunam ovum lakukan manuver sekrup untuk melahirkan
plasenta. Untuk prosedur tersebut,
berikan analgesik (Tramadol 100 mg IV Pethidine 50 mg IV dan sedatif (Diazepam 5 mg IV) pada tabung suntik yang terpisah.
Manuver Sekrup :
- Pasang spekulum sims sehingga ostium dan sebagian plasenta tampak dengan jelas.
- Jepit porsio dengan klem ovum pada jam 12, 4 dan 8 lepaskan spekulum.
- Tarik ketiga klem ovum agar ostium, tali pusat dan plaenta tampak lebih jelas.
- Tarik tali pusat ke lateral sehingga menampakkan plasenta di sisi
berlawanan agar dapat dijepit sebanyak mungkin. Minta asisten untuk
memegang klem tersebut.
- Lakukan hal yang sama untuk plasenta pada sisi yang berlawanan.
- Satukan kedua klem tersebut kemudian sambil diputar searah jarum jam,
tarik plasenta ke luar perlahan-lahan melalui pembukaan ostium.
Pengamatan dan perawatan lanjutan meliputi pemantauan tanda vital,
kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan perdarahan pasca-tindakan.
Tambahan pemantauan yang diperlukan adalah pemantauan efek samping atau
komplikasi dari bahan-bahan sedativa, analgetika atau anestesia umum
(mual dan muntah, cegah aspirasi bahan muntahan, hipo/atonia uteri,
vertio, halusinasi, pusing/vertigo, mengantuk).
Plasenta Akreta
Tanda penting untuk diagnosis pada pemeriksaan luar adalah ikutnya
fundus/korpus apabila tali pusat ditarik. Pada pemeriksan dalam sulit
ditentukan tapi plasenta karena implantasi yang dalam.
Upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas pelayanan kesehatan dasar
adalah menentukan diagnosis, stabilisasi pasien dan rujuk ke rumah sakit
rujukan karena kasus ini memerlukan tindakan kooperatif.
Sisa Plasenta Penemuan secara dini, hanya dimungkinkan dengan melakukan
pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa
plasenta dengan perdarahan pasca-persalinan lanjut, sebagian besar
pasien-pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan
perdarahan setelah 6 – 10 hari pulang ke rumah dan subinvolusi uterus.
Berikan antibiotika karena perdarahan juga merupakan gejala metritis.
Antibiotika yang dipilih adalah ampisilin dosis awl 1 g IV dilanjutkan
dengan 3 x 1 g orl dikombinasi dengan metronidazol 1 g supositoria
dilanjutkan 3 x 500 mg oral. Dengan dipayungi antibiotika tersebut,
lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan mengeluarkan
bekuan darah atau jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh
instrumen, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan AVM atau dilatasi dan
kuretase. Bila kadar Hb < 8 g% berikan transfusi darah. Bila kadar Hb
> 8 g%, berikan sulfat ferosus 600 mg/hari selama 10 hari.
Ruptura Perineum dan Robekan Dinding Vagina Lakukan eksplorasi untuk
mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber perdarahan. Lakukan irigasi
pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptik. Jepit dengan ujung klem
sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang yang dapat diserap.
Lakukan penjahitan luka mulai dari bagian yang paling distal terhadap
operator. Khusus pada ruptura perineum komplit (hingga anus dan sebagian
rektum) dilakukan penjahitan lapis demi lapis dengan bantuan busi pada
rektum, sebagai berikut :
- Setelah prosedur aseptik-antiseptik, pasang busi pada rektum hingga ujung robekan.
- Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul
submukosa, menggunakan benang poliglikolik No. 2/0 (Dexon/Vicryl) hingga
ke sfingter ani. Jepit kedua sfingter ani dengan klem dan jahit dengan
no. 2/0.
- Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan submukosa dengan benang yang sama (atau kromik 2/0) secara jelujur.
- Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara submukosal dan
subkutikuler penuh antibiotika hanya diberikan apabila luka tampak kotor
atau dibubuhi ramuan tradisional atau terdapat tanda-tanda infeksi yang
jelas.
Robekan Serviks Robekan serviks sering terjadi pada sisi lateral karena
serviks yang terjulur, akan mengalami robekan pada posisi spina isiadika
tertekan oleh kepala bayi. Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir
lengkap, tetapi terjadi perdarahan banyak maka segera lihat bagian
lateral bawah kiri dan kanan dari porsio. Jepitkan klem ovum pada kedua
sisi porsio yang robek sehingga perdarahan dapat segera dihentikan. Jika
setelah eksplorasi lanjutan tidak dijumpai robekan lain, lakukan
penjahitan. Jahitan dimulai dari ujung atas robekan kemudian ke arah
luar sehingga semua robekan dapat dijahit. Setelah tindakan, periksa
tanda vital pasien, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan perdarahan
pasca-tindakan. Beri antiviotika profilaksis, kecuali bila jelas
ditemui tanda-tanda infeksi. Bila terjadi defisit cairan, lakukan
restorasi dan bila kadar Hb di bawah 8 g%, berikan trasnfusi darah.
SOLUTIO PLACENTAE
Solutio placentae adalah pelepasan plasenta sebelum waktunya. Plasenta
itu secara normal terlepas setelah anak lahir jadi plasenta terlepas
sebelum waktunya kalau terlepas sebelum anak lahir.
Jadi definisi yang lengkap ialah : solutio plasenta adalah pelepasan
sebagian atau seluruh plasenta yang normal implantasinya antara minggu
22 dan lahirnya anak.
Nama lain yang sering dipergunakan dalam kepustakaan ialah :
- abruptio placenta
- ablatio placenta
- accidental haemorrhage
- premature separation of the normally implanted placenta
Pada solutio plasenta darah dari tempat pelepasan, mencari jalan keluar
antara selaput janin dan dinding rahim dan akhirnya keluar dari cervix :
terjadilah perdarahan keluar atau perdarahan nampak.
Kadang-kadang darah tidak keluar tapi berkumpul di belakang plasenta
membentuk haematom retroplasentair. Perdarahan semacam ini disebut
perdarahan ke dalam atau perdarahan tersembunyi.
Solutio plasenta dengan perdarahan tersembunyi menimbulkan tanda yang
lebih khas dan pada umumnya lebih berbahaya dari pada solutio plasenta
dengan perdarahan keluar.
Perbedaan solutio plasenta dengan perdarahan tersembunyi dan dengan perdarahan keluar.
Dengan perdarahan
Tersembunyi
Dengan perdarahan
Keluar
- Pelepasan biasanya komplit
- Sering disertai toxaemia
- Hanya merupakan 20% solutio plasenta.
- Biasanya inkomplit
- Jarang disertai toxaemia
- Merupakan 80% dari solutio plasenta.
Perdarahan pada solutio plasenta terutama berasal dari ibu tapi dapat juga berasal dari anak.
Etiologi :
Sebab primer solutio plasenta belum jelas, tapi diduga bahwa hal-hal yang tersebut di bawah dapat menyebabkannya :
- Hypertensi essentialis atau preeklampsi.
- Tali pusat yang pendek.
- Trauma.
- Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava interior.
- Uterus yang sangat mengecil (Hydramnion, gemelli).
Disamping itu ada pengaruh :
- Umur lanjut.
- Multiparitas
- Defisiensi ac. Folicum.
Gejala-gejala :
- Perdarahan yagn disertai nyeri, juga diluar his.
- Anaemi dan shock; beratnya anaemi dan shock sering tidak sesuai dengan banyaknya darah yang keluar.
- Rahim keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi rahim
bertambah dengan darah yang berkumpul di belakang plasenta hingga rahim
teregang (uterus en bois).
- Palpasi sukar karena rahim keras.
- Fundus uteri makin lama makin naik.
- Bunyi jantung biasanya tidak ada.
- Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus menerus (karena isi rahim bertambah).
- Sering ada proteinuria karena disertai toxaemia.
Diagnosa didasarkan atas adanya perdarahan antepartum yang bersifat
nyeri, uterus yang tegang dan nyeri dan setelah plasenta lahir atas
adanya impressi (cekungan) pada permukaan maternal plasenta akibat
tekanan haematon retroplacentair.
Penyulit solutio plasenta :
a. Timbul dengan segera
- Perdarahan
- Shock
b. Timbul agak lambat
- Kelainan pembekuan darah karena hypofibrinogenaemi
- Gangguan faal ginjal
Pengobatan :
I. Umum :
1. Pemberian darah yang cukup.
2. Pemberian O2.
3. Pemberian antibiotica.
4. Pada shock yang berat diberi kortikosteroid dalam dosis tinggi.
II. Khusus
1. Terhadap hypofibrinogenaemi.
- Substitusi dengan human fibrinogen 10 g atau darah segar.
- Menghentikan fibrinolyse dengan trasylol (proteinase inhibitor)
200.000 S i.v selanjutnya kalau perlu 100.000 S/jam dalam infus.
2. Untuk merangsang diurese : Mannit, Mannitol.
Diurese yang baik lebih dari 30 – 40 cc/jam.
III. Obstetris
Pimpinan persalinan pada solutio plasenta bertujuan untuk mempercepat persalinan sedapat-dapatnya kelahiran terjadi dalam 6 jam.
Alasan ialah :
- Bagian plasenta yang terlepas meluas.
- Perdarahan bertambah.
- Hypofibrinogenaemi menjelma atau bertambah.
Tujuan ini dicapai dengan :
a) Pemecahan ketuban : pemecahan ketuban pada solutio plasentae tidak
bermaksud untuk menghentikan perdarahan dengan segera tetapi untuk
mengurangkan regangan dinding rahim dan dengan demikian mempercepat
persalinan.
b) Pemberian infus pitocin ialah 5 S dalam 500 cc glucose 5%.
c) SC dilakukan :
- Kalau cervix panjang dan tertutup.
- Kalau setelah pemecahan ketuban dan pemberian oxytocin dalam 2 jam belum juga ada his.
- Kalau anak masih hidup.
d) Hysterektomi dilakukan kalau ada atonia uteri yang berat yang tak dapat diatasi dengan usaha-usaha yang lazim.
DISTOSIA KELAINAN TRAKTUS GENITALIS
VULVA
Kelainan yang bisa menyebabkan distosia ialah eema, stenosis dan tumor.
Edema bisa timbul waktu hamil, biasanya gejala preeklampsia akan tetapi
dapat pula mempunyai sebab lain misalnya gangguan gizi. Pada persalinan
lama dengan penderita dibiarkan meneran terus, dapat timbul pula edema
pada vulva. Kelainan ini umumnya jarang merupakan rintangan bagi
kelahiran pervaginam.
Stenosis pada vulva biasanya terjadi sebagai akibat perlukaan dan
radang, yang menyebabkan ulkus-ulkus dan yang sembuh dengan parut-parut
yang dapat menimbulkan kesulitan, walaupun umumnya dapat diatasi dengan
mengadakan episiotomi yang cukup luas. Kelainan kongenital pada vulva
yang menutup sama sekali hinggah hanya orifisium uretra eksternum tampak
dapat pula terjadi. Penanganan ialah mengadakan sayatan median
secukupnya untuk melahirkan kepala janin.
Tumor dalam bentuk neoplasma jarang ditemukan pada vulva; lebih sering
terdapat kondilomata akuminata, kista atau abses galndula Bartholin.
Abses yang pecah pada waktu persalinan dapat menyababkan infeksi
puerperalis.
Vagina
Stenosis vagina kongenital jarang terdapat, lebih sering ditemukan
septum vagina yang memisahkan vagina secara lengkap atau tidak lengkap
dalam bagian kanan dan bagian kiri. Septum lengkap biasanya tidak
menimbulkan distosia karena bagian vagina yang satu umumnya cukup lebar,
baik untuk koitus maupun untuk lahirnya janin. Septum tidak lengkap
kadang-kadang menahan turunnya kepala janin pada persalinan dan harus
dipotong. Stenosis dapat terjadi karena parut-parut akibat perlukaan dan
radang. Pada stenosis vagna yang tetap kaku dalam kehamilan dan
merupakan halangan untuk lahirnya janin, perlu dipertimbangkan seksio
sesarea.
Tumor vagina dapat merupakan rintangan bagi lahirnya janin pervaginam.
Adanya tumor vagina bisa pula menyebabkan persalinan pervaginam dianggap
mengandung terlampau banyak resiko. Tergantung dari jenis dan besarnya
tumor, perlu dipertimbangkan apakah persalinan dapat berlangsung
pervaginam atau harus diselesaikan dengan seksio sesarea.
Serviks Uteri
Distosia servikalis karena dysfunctional uterine action atau karena parut pada serviks uteri sudah dibicarakan dalam Bab lain.
Konglutinasio orifisii eksterni ialah keadaan yang jarang terdapat. Di
sini dalam kala I serviks uteri menipis akan tetapi pembukaan tidak
terjadi, sehingga merupakan lembaran kertas di bawah kepala janin.
Diagnosis dibuat dengan menemukan lubang kecil yakni ostium uteri
eksternum di tengah-tengah lapisan tipis tersebut. Dengan jari yang
dimasukkan ke dalam lobang itu pembukaan dapat menjadi lengkap dengan
sendirinya.
Karsinoma servisis uteri, dalam bab lain sudah dibahas termasuk distosia
yang bisa timbul karena penyakit tersebut, sehingga hal itu tidak
dibahas lagi disini.
Uterus
Kelainan bawaan dan kelainan letak uterus sebagai sebab distosia, tidak
dibicarakan lagi di sini, oleh karena sudah dibahas dalam bab lain.
Mioma uteri, tumor ini juga sudah dibahas dalam bab lain. Distosia
karena mioma uteri dapat terjadi: a) apabila letak mioma uteri
menghalangi lahirnya janin pervaginam; b) apabila berhubungan dengan
adanya mioma uteri terdapat kelainan letak janin; dan c) apabila
berhubungan dengan adanya mioma terjadi inersia uteri dalam persalinan.
Pada umumnya persalinan dengan mioma uteri berlangsung seperti biasa,
sehingga penanganan persalinan itu dapat dibatasi pada pengawasan yang
seksama. Kelainan letak janin atau kelainan his dihadapi sesuai dengan
sikap yang lazim. Apabila mioma
uteri merupakan halangan bagi lahirnya janin pervaginam, perlu dilakukan
seksio sesarea. Sedapat-dapatnya dilakukan seksio sesarea
transperiotonealis profunda, akan tetapi kadang-kadang berhubungan
dengan lokasi mioma perlu dilakukan seksio sesarea klasik. Miomektomi
sesudah seksio sesarea umumnya tidak dianjurkan berhubung dengan bahaya
perdarahan banyak dan tertinggalnya luka-luka yang tidak rata pada
miometrium yang memudahkan terjadinya infeksi puerperal. Dalam masa
puerperium, mioma uteri dapat mengecil malahan bisa menjadi lebih kecil
daripada sebelum kehamilan. Akan tetapi bahaya nekrosis dan infeksi
selalu ada, walaupun tidak besar, sehingga puerperium perlu diawasi
dengan baik. Jika peristiwa yang terakhir ini terjadi dan pengobatan
konservatif tidak memberi hasil yang diharapkan perlu dipertimbangkan
histerektomi. Sebagai profilaksis dianjurkan agar tidak memberikan
oksitosin yang dapat mengganggu peredaran darah ke miomata yang kemudian
menjadi nekrotik dan mudah terinfeksi.
Varium
Tumor ovarium telah dibahas dalam bab lain. Distosia karena tumor
ovarium terjadi apabila tumor tersebut menghalangi lahirnya janin
pervaginam.
Tumor demikian itu untuk sebagian atau seluruhnya terletak dalam kavum
Douglas. Membiarkan persalinan berlarut-larut mengandung bahaya pecahnya
tumor (bila tumor kistik), atau ruptura uteri (bila tumor solid)
dan/atau infeksi intrapartum. Apabila pada permulaan persalinan
ditemukan tumor ovarium dalam kavum Douglas, boleh dicoba dengan
hati-hati apakah tumor dapat diangkat ke atas rongga panggul, sehingga
tidak menghalangi persalinan. Apabila percobaan itu tidak berhasil, atau
persalinan sudah maju sehingga percobaan reposisi lebih sukar dan lebih
berbahaya, sebaiknya dilakukan seksio sesarea diikuti dengan
pengangkatan tumor. Pada tumor ovarii yang tidak merupakan halangan bagi
persalinan pervaginam, persalinan dibiarkan berlangsung spontan dan
tumor diangkat dalam masa nifas. Dalam masa ini ada kemungkinan terjadi
putaran tangkai tumor yang memerlukan tindakan pembedahan segera.
Minggu, 04 Agustus 2013
Makalah Kebidanan, RETENSIO PLASENTA
Sekian dulu pembahasan Makalah Kebidanan yang berjudul "RETENSIO PLASENTA". untuk para Sobat searching Makalah Cyber ( MakBer ) setia, semoga makalah yang kami bagikan dapat bermanfaat bagi para MakBer semua. jangan lupa follow twitter kami @makalahcyber dan like Facebook kami yaitu Makalah Cyber supaya tidak ketinggalan informasi makalah terupdate dari Makalah cyber. terima kasih para MakBer telah berkunjung di Makalah Cyber. Makalah Cyber adalah tempat Kumpulan Makalah terlengkap no 1 di Indonesia.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar