BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejalan dengan tantangan kehidupan global, pendidikan merupakan hal yang
sangat penting karena pendidikan salah satu penentu mutu Sumber Daya
Manusia. Dimana dewasa ini keunggulan suatu bangsa tidak lagi ditandai
dengan melimpahnya kekayaan alam, melainkan pada keunggulan Sumber Daya
Manusia (SDM). Dimana mutu Sember Daya Manusia (SDM) berkorelasi positif
dengan mutu pendidikan, mutu pendidikan sering diindikasikan dengan
kondisi yang baik, memenuhi syarat, dan
segala komponen yang harus
terdapat dalam pendidikan, komponen-komponen tersebut adalah masukan,
proses, keluaran, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana serta biaya.
Mutu pendidikan tercapai apabila masukan, proses, keluaran, guru, sarana
dan prasarana serta biaya apabila seluruh komponen tersebut memenuhi
syarat tertentu. Namun dari beberapa komponen tersebut yang lebih banyak
berperan adalah tenaga kependidikan yang bermutu yaitu yang mampu
menjawab tantangan-tantangan dengan cepat dan tanggung jawab. Tenaga
kependidikan pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga
menuntut tenaga kependidikan untuk senantiasa melakukan berbagai
peningkatan dan penyesuaian penguasaan kompetensinya.
Pendidikan yang bermutu sangat membutuhkan tenaga kependidikan yang
professional. Tenaga kependidkan mempunyai peran yang sangat strategis
dalam pembentukan pengetahuan, ketrampilan, dan karakter peserta didik.
Oleh karena itu tenaga kependidikan yang professional akan melaksanakan
tugasnya secara professional sehingga menghasilkan tamatan yang lebih
bermutu. Menjadi tenaga kependidikan yang profesional tidak akan
terwujud begitu saja tanpa adanya upaya untuk meningkatkannya, adapun
salah satu cara untuk mewujudkannya adalah dengan pengembangan
profesionalisme ini membutuhkan dukungan dari pihak yang mempunyai peran
penting dalam hal ini adalah kepala sekolah, dimana kepala sekolah
merupakan pemimpin pendidikan yang sangat penting karena kepala sekolah
berhubungan langsung dengan pelaksanaan program pendidikan di sekolah.
Ketercapaian tujuan pendidikan sangat bergantung pada kecakapan dan
kebijaksanaan kepemimpinan kepala sekolah yang merupakan salah satu
pemimpin pendidikan. Karena kepala sekolah merupakan seorang pejabat
yang profesional dalam organisasi sekolah yang bertugas mengatur semua
sumber organisasi dan bekerjasama dengan guru-guru dalam mendidik siswa
untuk mencapai tujuan pendidikan. Dengan keprofesionalan kepala sekolah
ini pengembangan profesionalisme tenaga kependidikan mudah dilakukan
karena sesuai dengan fungsinya, kepala sekolah memahami kebutuhan
sekolah yang ia pimpin sehingga kompetensi guru tidak hanya mandeg pada
kompetensi yang ia miliki sebelumnya, melainkan bertambah dan berkembang
dengan baik sehingga profesionalisme guru akan terwujud. Karena tenaga
kependidikan profesional tidak hanya menguasai bidang ilmu, bahan ajar,
dan metode yang tepat, akan tetapi mampu memotivasi peserta didik,
memiliki keterampilan yang tinggi dan wawasan yang luas terhadap dunia
pendidikan.
Profesionalisme tenaga kependidikan juga secara konsinten menjadi salah
satu faktor terpenting dari mutu pendidikan. Tenaga kependidikan yang
profesional mampu membelajarkan murid secara efektif sesuai dengan
kendala sumber daya dan lingkungan. Namun, untuk menghasilkan guru yang
profesional juga bukanlah tugas yang mudah. Guru harus harus lebih
dinamis dan kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran siswa. Agar
proses pendidikan dapat berjalan efektif dan efisien, guru dituntut
memiliki kompetensi yang memadai, baik dari segi jenis maupun isinya
Ada dua faktor yang dapat menjelaskan mengapa upaya perbaikan mutu
pendidikan selama ini kurang atau tidak berhasil. Pertama strategi
pembangunan pendidikan selama ini lebih bersifat input oriented.
Strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa bilamana
semua input pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan buku-buku
(materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan,
pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara otomatis
lembaga pendidikan ( sekolah) akan dapat menghasilkan output (keluaran)
yang bermutu sebagai mana yang diharapkan. Ternyata strategi
input-output yang diperkenalkan oleh teori education production function
(Hanushek, 1979,1981) tidak berfungsi sepenuhnya di lembaga pendidikan
(sekolah), melainkan hanya terjadi dalam institusi ekonomi dan industri.
Kedua, pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro-oriented,
diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor
yang diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak terjadi atau tidak
berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro (sekolah). Atau dengan
singkat dapat dikatakan bahwa komleksitasnya cakupan permasalahan
pendidikan, seringkali tidak dapat terpikirkan secara utuh dan akurat
oleh birokrasi pusat.
B.RumusanMasalah
1. Bagaimana Gambaran Kepemimpinan Kepala Sekolah
2. Bagaimana Peranan Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan
B. Tujuan Penulisan Makalah
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui gambaran kepemimpinan kepala sekolah
2. Untuk memahami peranan kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan
A. TINJAUAN PUSTAKA
1. Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan salah satu bagian dari manajemen (Nasution,
2005: 200). Lebih lanjut, Siagian (2002: 62), mengemukakan bahwa
kepemimpinan memainkan peranan yang dominan, krusial, dan kritikal dalam
keseluruhan upaya untuk meningkatkan produktivitas kerja, baik pada
tingkat individual, pada tingkat kelompok, dan pada tingkat organisasi.
Secara bahasa, makna kepemimpinan itu adalah kekuatan atau kualitas
seseorang pemimpin dalam mengarahkan apa yang dipimpinnya untuk mencapai
tujuan. Seperti halnya manajemen, kepemimpinan atau leadership telah
didefinisikan oleh banyak para ahli antaranya adalah Stoner mengemukakan
bahwa kepemimpinan manajerial dapat didefinisikan sebagai suatu proses
mengarahkan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok
anggota yang salain berhubungan dengan tugasnya. (T. Hani Handoko,
1999:294)
Menurut Handoko (1999:295), ada beberapa pendekatan kepemimpinan yang
diklasifikasikan sebagai pendekatan-pendekatan kesifatan, perilaku, dan
situasional, yaitu:
1. Pendekatan
pertama memandang kepemimpinan sebagai suatu kombinasi sifat-sifat yang
tampak. Pendekatan kedua bermaksud mengidentifikasikan
perilaku-perilaku (behaviours) pribadi yang berhubungan dengan
kepemimpinan yang efektif.
2. Pendekatan
kedua pendekatan ini mempunyai anggapan bahwa seorang individu yang
memiliki sifat-sifat tertentu atau memperagakan perilaku-perilaku
tertentu akan muncul sebagai pemimpin dalam situasii kelompok apapun
dimana ia berada.
Pendekatan ketiga yaitu pandangan situasional tentang kepemimpinan.
Pandangan ini menganggap bahwa kondisi yang menentukan efektifitas
kepempimpinan bervariasi dengan situasi yakni tugas-tugas yang
dilakukan, keterampilan dan pengharapan bawahan, lingkungan organisasi,
pengalaman masa lalu pemimpin dan bawahan dan sebagainya. Pandangan ini
telah menimbulkan pendekatan contingency pada kepemimpinan yang
bermaksud untuk menetapkan faktor-faktor situasional yang menentukan
seberapa besar efektifitas situasi gaya kepemimpinan tertentu.
2. Tipe – Tipe Kepemimpinan
Menurut Kurt Lewin yang dikutif oleh Maman Ukas mengemukakan tipe-tipe kepemimpinan menjadi tiga bagian, yaitu :
1. Otokratis,
pemimpin yang demikian bekerja kerang, sungguh-sungguh, teliti dan
tertib. Ia bekerja menurut peraturan yang berlaku dengan ketat dan
instruksi-instruksinya harus ditaati.
2. Demokratis,
pemimpin yang demokratis menganggap dirinya sebagai bagian dari
kelompoknya dan bersama-sama dengan kelompoknya berusaha bertanggung
jawab tentang pelaksanaan tujuannya. Agar setiap anggota turut serta
dalam setiap kegiatan-kegiatan, perencanaan, penyelenggaraan, pengawasan
dan penilaian. Setiap anggota dianggap sebagai potensi yang berharga
dalam usaha pencapaian tujuan yang diinginkan.
3. Laissezfaire,
pemimpin yang bertipe demikian, segera setelah tujuan diterangkan pada
bawahannya, untuk menyerahkan sepenuhnya pada para bawahannya untuk
menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Ia
hanya akan menerima laporan-laporan hasilnya dengan tidak terlampau
turut campur tangan atau tidak terlalu mau ambil inisiatif, semua
pekerjaan itu tergantung pada inisiatif dan prakarsa dari para
bawahannya, sehingga dengan demikian dianggap cukup dapat memberikan
kesempatan pada para bawahannya bekerja bebas tanpa kekangan.
3. Kepemimpinan Kepala Sekolah
Kepala sekolah memiliki peran yang sangat besar. Kepala Sekolah
merupakan motor penggerak, penentu arah kebijakan menuju sekolah dan
pendidikan secara luas. Sebagai pengelola institusi satuan pendidikan,
kepala sekolah dituntut untuk selalu meningkatkan efektifitas
kinerjanya. Untuk mencapai mutu sekolah yang efektif, kepala sekolah dan
seluruh stakeholders harus bahu membahu kerjasama dengan penuh
kekompakan dalam segala hal.
Selain itu berlandaskan teori Maslow, kepala sekolah juga disentil
dengan persepsi bahwa guru dan siswa berkemungkinan memiliki tingkat
kebutuhan yang berbeda-beda. Yang pasti mereka akan mengejar kebutuhan
yang lebih tinggi yakni interaksi, afiliasi sosial, aktualisasi diri dan
kesempatan berkembang. Oleh karena itu, mereka bersedia menerima
tantangan dan bekerja lebih keras. Kiat kepala sekolah adalah memikirkan
fleksibilitas peran dan kesempatan, bukannya otoriter dan “semau gue”.
Demi kelancaran semua kegiatan itu kepala sekolah harus mengubah gaya
pertemuan yang sifatnya pemberitahuan kepada pertemuan yang sesungguhnya
yakni mendengarkan apa kata mereka dan bagaimana seharusnya mereka
menindaklanjutinya (Xaviery, 2004. ”Benarkah Wajah Sekolah Ada pada
Kepala Sekolah”. www.diknas.go.id ).
4. Mutu Pendidikan
Dalam rangka umum mutu mengandung makna derajat (tingkat) keunggulan
suatu produk (hasil kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa; baik
yang tangible maupun yang intangible. Dalam konteks pendidikan
pengertian mutu, dalam hal ini mengacu pada proses pendidikan dan hasil
pendidikan. Dalam “proses pendidikan” yang bermutu terlibat berbagai
input, seperti; bahan ajar (kognitif, afektif, atau psikomotorik),
metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan
administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta
penciptaan suasana yang kondusif.
Manajemen sekolah, dukungan kelas berfungsi mensinkronkan berbagai input
tersebut atau mensinergikan semua komponen dalam interaksi (proses)
belajar mengajar baik antara guru, siswa dan sarana pendukung di kelas
maupun di luar kelas; baik konteks kurikuler maupun ekstra-kurikuler,
baik dalam lingkup subtansi yang akademis maupun yang non-akademis dalam
suasana yang mendukung proses pembelajaran. Mutu dalam konteks “hasil
pendidikan” mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap
kurun waktu tertentu (apakah tiap akhir cawu, akhir tahun, 2 tahun atau 5
tahun, bahkan 10 tahun).
Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan (student achievement) dapat
berupa hasil test kemampuan akademis (misalnya ulangan umum, Ebta atau
Ebtanas). Dapat pula prestasi di bidang lain seperti prestasi di suatu
cabang olah raga, seni atau keterampilan tambahan tertentu misalnya :
komputer, beragam jenis teknik, jasa. Bahkan prestasi sekolah dapat
berupa kondisi yang tidak dapat dipegang (intangible) seperti suasana
disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersihan, dsb.
Antara proses dan hasil pendidikan yang bermutu saling berhubungan. Akan
tetapi agar proses yang baik itu tidak salah arah, maka mutu dalam
artian hasil (ouput) harus dirumuskan lebih dahulu oleh sekolah, dan
harus jelas target yang akan dicapai untuk setiap tahun atau kurun waktu
lainnya. Berbagai input dan proses harus selalu mengacu pada mutu-hasil
(output) yang ingin dicapai. Dengan kata lain tanggung jawab sekolah
dalam school based quality improvement bukan hanya pada proses, tetapi
tanggung jawab akhirnya adalah pada hasil yang dicapai .
Untuk mengetahui hasil/prestasi yang dicapai oleh sekolah ‘ terutama
yang menyangkut aspek kemampuan akademik atau “kognitif” dapat dilakukan
benchmarking (menggunakan titik acuan standar, misalnya :NEM oleh PKG
atau MGMP). Evaluasi terhadap seluruh hasil pendidikan pada tiap sekolah
baik yang sudah ada patokannya (benchmarking) maupun yang lain
(kegiatan ekstra-kurikuler) dilakukan oleh individu sekolah sebagai
evaluasi diri dan dimanfaatkan untuk memperbaiki target mutu dan proses
pendidikan tahun berikutnya. Dalam hal ini RAPBS harus merupakan
penjabaran dari target mutu yang ingin dicapai dan skenario bagaimana
mencapainya.
Dalam manajemen peningkatan mutu sekolah diharapkan sekolah dapat
bekerja dalam koridor – koridor tertentu antara lain sebagai berikut ;
Sumber daya; sekolah harus mempunyai fleksibilitas dalam mengatur semua
sumber daya sesuai dengan kebutuhan setempat. Selain pembiayaan
operasional/administrasi, pengelolaan keuangan harus ditujukan untuk :
(i) memperkuat sekolah dalam menentukan dan mengalolasikan dana sesuai
dengan skala prioritas yang telah ditetapkan untuk proses peningkatan
mutu, (ii) pemisahan antara biaya yang bersifat akademis dari proses
pengadaannya, dan (iii) pengurangan kebutuhan birokrasi pusat.
Pertanggung-jawaban (accountability); sekolah dituntut untuk memilki
akuntabilitas baik kepada masyarakat maupun pemerintah. Hal ini
merupakan perpaduan antara komitment terhadap standar keberhasilan dan
harapan/tuntutan orang tua/masyarakat. Pertanggung-jawaban
(accountability) ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa dana masyarakat
dipergunakan sesuai dengan kebijakan yang telah ditentukan dalam rangka
meningkatkan kualitas pendidikan dan jika mungkin untuk menyajikan
informasi mengenai apa yang sudah dikerjakan. Untuk itu setiap sekolah
harus memberikan laporan pertanggung-jawaban dan mengkomunikasikannya
kepada orang tua/masyarakat dan pemerintah, dan melaksanakan kaji ulang
secara komprehensif terhadap pelaksanaan program prioritas sekolah dalam
proses peningkatan mutu.
Kurikulum; berdasarkan kurikulum standar yang telah ditentukan secara
nasional, sekolah bertanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum baik
dari standar materi (content) dan proses penyampaiannya. Melalui
penjelasan bahwa materi tersebut ada mafaat dan relevansinya terhadap
siswa, sekolah harus menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan
melibatkan semua indera dan lapisan otak serta menciptakan tantangan
agar siswa tumbuh dan berkembang secara intelektual dengan menguasai
ilmu pengetahuan, terampil, memilliki sikap arif dan bijaksana, karakter
dan memiliki kematangan emosional. Ada tiga hal yang harus diperhatikan
dalam kegiatan ini yaitu;
• pengembangan kurikulum tersebut harus memenuhi kebutuhan siswa.
• bagaimana
mengembangkan keterampilan pengelolaan untuk menyajikan kurikulum
tersebut kepada siswa sedapat mungkin secara efektif dan efisien dengan
memperhatikan sumber daya yang ada.
• pengembangan berbagai pendekatan yang mampu mengatur perubahan sebagai fenomena alamiah di sekolah.
Untuk melihat progres pencapain kurikulum, siswa harus dinilai melalui
proses test yang dibuat sesuai dengan standar nasional dan mencakup
berbagai aspek kognitif, affektif dan psikomotor maupun aspek psikologi
lainnya. Proses ini akan memberikan masukan ulang secara obyektif kepada
orang tua mengenai anak mereka (siswa) dan kepada sekolah yang
bersangkutan maupun sekolah lainnya mengenai performan sekolah
sehubungan dengan proses peningkatan mutu pendidikan.
Personil sekolah; sekolah bertanggung jawab dan terlibat dalam proses
rekrutmen (dalam arti penentuan jenis guru yang diperlukan) dan
pembinaan struktural staf sekolah (kepala sekolah, wakil kepala sekolah,
guru dan staf lainnya). Sementara itu pembinaan profesional dalam
rangka pembangunan kapasitas/kemampuan kepala sekolah dan pembinaan
keterampilan guru dalam pengimplementasian kurikulum termasuk staf
kependidikan lainnya dilakukan secara terus menerus atas inisiatif
sekolah. Untuk itu birokrasi di luar sekolah berperan untuk menyediakan
wadah dan instrumen pendukung. Dalam konteks ini pengembangan
profesioanl harus menunjang peningkatan mutu dan pengharhaan terhadap
prestasi perlu dikembangkan. Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah
memberikan kewenangan kepada sekolah untuk mengkontrol sumber daya
manusia, fleksibilitas dalam merespon kebutuhan masyarakat, misalnya
pengangkatan tenaga honorer untuk keterampilan yang khas, atau muatan
lokal. Demikian pula mengirim guru untuk berlatih di institusi yang
dianggap tepat.
Konsekwensi logis dari itu, sekolah harus diperkenankan untuk:
• mengembangkan perencanaan pendidikan dan prioritasnya didalam kerangka acuan yang dibuat oleh pemerintah.
• Memonitor
dan mengevaluasi setiap kemajuan yang telah dicapai dan menentukan
apakah tujuannya telah sesuai kebutuhan untuk peningkatan mutu.
• Menyajikan
laporan terhadap hasil dan performannya kepada masyarakat dan
pemerintah sebagai konsumen dari layanan pendidikan (pertanggung jawaban
kepada stake-holders).
BAB II
PEMBAHASAN
1. Kepemimpinan Kepala Sekolah
Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling
berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Untuk itu kepala
sekolah harus mengetahui tugas-tugas yang harus ia laksankan. Adapun
tugas-tugas dari kepala sekolah seperti yang dikemukakan Wahjosumidjo
(2002:97) adalah:
1. Kepala sekolah bekerja dengan dan melalui orang lain.
• Kepala sekolah berperilaku sebagai saluran komunikasi di leingkungan sekolah.
• Kepala
sekolah bertanggung jawab dan mempertanggungjawabkan. Kepala sekola
bertindak dan bertanggungjawab atas segala tindakan yang dilakukan oleh
bawahan. Perbuatan yang dilakukan oleh para guru, siswa, staf, dan orang
tua siswa tidak dapat dilepaskan dari tanggung jawab kepala sekolah
• Dengan
waktu dan sumber yang terbatas seorang kepala sekolah harus mampu
menghadapi berbagai persoalan.Dengan segala keterbatasan, seorang kepala
sekolah harus dapat mengatur pemberian tugas secara cepat serta dapat
memprioritaskan bila terjadi konflik antara kepentingan bawahan dengan
kepentingan sekolah.
• Kepala
sekolah harus berfikir secara analitik dan konsepsional. Kepala sekolah
harus dapat memecahkan persoalan melalui satu analisis, kemudian
menyelesaikan persoalan dengan satu solusi yang feasible. Serta harus
dapat melihatsetiap tugas sebagai satu keseluruhan yang saling
berkaitan.
• Kepala
sekolah adalah seorang mediator atau juru penengah. Dalam lingkungan
sekolah sebagai suatu organisasi di dalamnya terdiri dari manusia yang
mempunyai latar belakang yang berbeda-beda yang bisa menimbulkan konflik
untuk itu kepala sekolah harus jadi penengah dalam konflik tersebut.
• Kepala
sekolah adalah seorang politisi. Kepala sekolah harus dapat membangun
hubungan kerja sama melalui pendekatan persuasi dan kesepakatan
(compromise). Peran politis kepala sekolah dapat berkembang secara
efektif, apabila: (1) dapat dikembangkan prinsip jaringan saling
pengertian terhadap kewajiban masing-masing, (2) terbentuknya aliasi
atau koalisi, seperti organisasi profesi, OSIS, BP3, dan sebagainya; (3)
terciptanya kerjasama (cooperation) dengan berbagai pihak, sehingga
aneka macam aktivitas dapat dilaksanakan.
• Kepala
sekolah adalah seorang diplomat. Dalam berbagai macam pertemuan kepala
sekolah adalah wakil resmi sekolah yang dipimpinnya.
• Kepala
sekolah mengambil keputusan-keputusan sulit. Tidak ada satu organisasi
pun yang berjalan mulus tanpa problem. Demikian pula sekolah sebagai
suatu organisasi tidak luput dari persoalan dn kesulitan-kesulitan. Dan
apabila terjadi kesulitan-kesulitan kepala sekolah diharapkan berperan
sebagai orang yang dapat menyelesaikan persoalan yang sulit tersebut.
Dalam menjalankan kepemimpinannya, selain harus tahu dan paham tugasnya
sebagai pemimpin, yang tak kalah penting dari itu semua seyogyanya
kepala sekolah memahami dan mengatahui perannya. Adapun peran-peran
kepala sekolah yang menjalankan peranannya sebagai manajer seperti yang
diungkapkan oleh Wahjosumidjo (2002:90) adalah: (a)Peranan hubungan
antar perseorangan; (b) Peranan informasional; (c) Sebagai pengambil
keputusan.
Dari tiga peranan kepala sekolah sebagai manajer tersebut, dapat penulis uraikan sebagai berikut:
1. Peranan hubungan antar perseorangan
• Figurehead, figurehead berarti lambang dengan pengertian sebagai kepala sekolah sebagai lambang sekolah.
• Kepemimpinan
(Leadership). Kepala sekolah adalah pemimpin untuk menggerakkan seluruh
sumber daya yang ada di sekolah sehingga dapat melahirkan etos kerja
dan peoduktivitas yang tinggi untuk mencapai tujuan.
• Penghubung
(liasion). Kepala sekolah menjadi penghubung antara kepentingan kepala
sekolah dengan kepentingan lingkungan di luar sekolah. Sedangkan secara
internal kepala sekolah menjadi perantara antara guru, staf dan siswa.
1. Peranan informasional
2. Sebagai pengambil keputusan
• Sebagai
monitor. Kepala sekolah selalu mengadakan pengamatan terhadap lingkungan
karena kemungkinan adanya informasi-informasi yang berpengaruh terhadap
sekolah.
• Sebagai
disseminator. Kepala sekolah bertanggungjawab untuk menyebarluaskan dan
memabagi-bagi informasi kepada para guru, staf, dan orang tua murid.
• Spokesman. Kepala sekolah menyabarkan informasi kepada lingkungan di luar yang dianggap perlu.
• Enterpreneur.
Kepala sekolah selalu berusaha memperbaiki penampilan sekolah melalui
berbagai macam pemikiran program-program yang baru serta malakukan
survey untuk mempelajari berbagai persoalan yang timbul di lingkungan
sekolah.
• Orang
yang memperhatikan ganguan (Disturbance handler). Kepala sekolah harus
mampu mengantisipasi gangguan yang timbul dengan memperhatikan situasi
dan ketepatan keputusan yang diambil.
• Orang
yang menyediakan segala sumber (A Resource Allocater). Kepala sekolah
bertanggungjawab untuk menentukan dan meneliti siapa yang akan
memperoleh atau menerima sumber-sumber yang disediakan dan dibagikan.
• A
negotiator roles. Kepala sekolah harus mampu untuk mengadakan
pembicaraan dan musyawarah dengan pihak luar dalam memnuhi kebutuhan
sekolah
2. Peranan Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan
Secara garis besar, ruang lingkup tugas kepala sekolah dapat
diklasifikasikan ke dalam dua aspek pokok, yaitu pekerjaan di bidang
administrasi sekolah dan pekerjaan yang berkenaan dengan pembinaan
profesional kependidikan. Untuk melaksanakan tugas tersebut dengan
sebaik – baiknya, ada tiga jenis ketrampilan pokok yang harus dimiliki
oleh kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan yaitu ketrampilan teknis
( technical skill ), ketrampilan berkomunikasi ( human relations skill )
dan ketrampilan konseptual ( conceptual skill ).
Menurut persepsi banyak guru, keberhasilan kepemimpinan kepala sekolah
terutama dilandasi oleh kemampuannya dalam memimpin. Kunci bagi
kelancaran kerja kepala sekolah terletak pada stabilitas dan emosi dan
rasa percaya diri. Hal ini merupakan landasan psikologis untuk
memperlakukan stafnya secara adil, memberikan keteladanan dalam
bersikap, bertingkah laku dan melaksanakan tugas.
Dalam konteks ini, kepala sekolah dituntut untuk menampilkan
kemampuannya membina kerja sama dengan seluruh personel dalam iklim
kerja terbuka yang bersifat kemitraan, serta meningkatkan partisipasi
aktif dari orang tua murid. Dengan demikian, kepala sekolah bisa
mendapatkan dukungan penuh setiap program kerjanya.
Keterlibatan kepala sekolah dalam proses pembelajaran siswa lebih banyak
dilakukan secara tidak langsung, yaitu melalui pembinaan terhadap para
guru dan upaya penyediaan sarana belajar yang diperlukan.
Kepala sekolah sebagai komunikator bertugas menjadi perantara untuk
meneruskan instruksi kepada guru, serta menyalurkan aspirasi personel
sekolah kepada instansi kepada para guru, serta menyalurkan aspirasi
personel sekolah kepada instansi vertikal maupun masyarakat. Pola
komunikasi dari sekolah pada umumnya bersifat kekeluargaan dengan
memanfaatkan waktu senggang mereka. Alur penyampaian informasi
berlangsung dua arah, yaitu komunikasi top-down, cenderung bersifat
instruktif, sedangkan komunikasi bottom-up cenderung berisi pernyataan
atau permintaan akan rincian tugas secara teknis operasional. Media
komunikasi yang digunakan oleh kepala sekolah ialah : rapat dinas, surat
edaran, buku informasi keliling, papan data, pengumuman lisan serta
pesan berantai yang disampaikan secara lisan.
Dalam bidang pendidikan, yang dimaksud dengan mutu memiliki pengertian
sesuai dengan makna yang terkandung dalam siklus pembelajaran. Secara
ringkas dapat disebutkan beberapa kata kunci pengertian mutu, yaitu:
sesuai standar (fitness to standard), sesuai penggunaan pasar/pelanggan
(fitness to use), sesuai perkembangan kebutuhan (fitness to latent
requirements), dan sesuai lingkungan global (fitness to global
environmental requirements).2 Adapun yang dimaksud mutu sesuai dengan
standar, yaitu jika salah satu aspek dalam pengelolaan pendidikan itu
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Garvin seperti dikutip Gaspersz mendefinisikan delapan dimensi yang
dapat digunakan untuk menganalisis karakteristik suatu mutu, yaitu: (1)
kinerja (performance), (2) feature, (3) kehandalan (reliability), (4)
konfirmasi (conformance), (5) durability, (6) kompetensi pelayanan
(servitability), (7) estetika (aestetics), dan (8) kualitas yang
dipersepsikan pelanggan yang bersifat subjektif.
Dalam pandangan masyarakat umum sering dijumpai bahwa mutu sekolah atau
keunggulan sekolah dapat dilihat dari ukuran fisik sekolah, seperti
gedung dan jumlah ekstra kurikuler yang disediakan. Ada pula masyarakat
yang berpendapat bahwa kualitas sekolah dapat dilihat dari jumlah
lulusan sekolah tersebut yang diterima di jenjang pendidikan
selanjutnya. Untuk dapat memahami kualitas pendidikan formal di sekolah,
perlu kiranya melihat pendidikan formal di sekolah sebagai suatu
sistem. Selanjutnya mutu sistem tergantung pada mutu komponen yang
membentuk sistem, serta proses yang berlangsung hingga membuahkan hasil.
Dalam pelaksanaan manajemen peningkatan mutu, Kepala sekolah harus
senantiasa memahami sekolah sebagai suatu sistem organic. Untuk itu
kepala sekolah harus lebih berperan sebagai pemimpin dibandingkan
sebagai manager. Sebagai leader maka kepala sekolah harus :
1. Lebih banyak mengarahkan daripada mendorong atau memaksa
2. Lebih bersandar pada kerjasama dalam menjalankan tugas dibandingkan bersandar pada kekuasaan atau SK.
3. Senantiasa menanamkan kepercayaan pada diri guru dan staf administrasi. Bukannya menciptakan rasa takut.
4. Senantiasa menunjukkan bagaimana cara melakukan sesuatu daripada menunjukkan bahwa ia tahu sesuatu.
5. Senantiasa mengembangkan suasana antusias bukannya mengembangkan suasana yang menjemukan
6. Senantiasa
memperbaiki kesalahan yang ada daripada menyalahkan kesalahan pada
seseorang, bekerja dengan penuh ketangguhan bukannya ogah-ogahan karena
serba kekurangan(Boediono,1998).
Menurut Poernomosidi Hadjisarosa (1997 dalam slamet, PH, 2000), kepala
sekolah merupakan salah satu sumberdaya sekolah yang disebut sumberdaya
manusia jenis manajer (SDM-M) yang memiliki tugas dan fungsi
mengkoordinasikan dan menyerasikan sumberdaya manusia jenis pelaksana
(SDM-P) melalui sejumlah input manajemen agar SDM-P menggunakan jasanya
untuk bercampur tangan dengan sumberdaya selebihnya (SD-slbh), sehingga
proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik untuk menghasilkan
output yang diharapkan.
Secara umum, karakteristik kepala sekolah tangguh dapat dituliskan sebagai berikut (Slamet, PH,2000) : Kepala sekolah:
(a) Memiliki wawasan jauh kedepan (visi) dan tahu tindakan apa
yang harus dilakukan (misi) serta paham benar tentang cara yang akan
ditempuh (strategi);
(b) Memiliki kemampuan mengkoordinasikan dan menyerasikan
seluruh sumberdaya terbatas yang ada untuk mencapai tujuan atau untuk
memenuhi kebutuhan sekolah (yang umumnya tak terbatas);
(c) Memiliki kemampuan mengambil keputusan dengan terampil (cepat, tepat, cekat, dan akurat);
(d) Memiliki kemampuan memobilisasi sumberdaya yang ada untuk
mencapai tujuan dan yang mampu menggugah pengikutnya untuk melakukan
hal-hal penting bagi tujuan sekolahnya;
(e) Memiliki toleransi terhadap perbedaan pada setiap orang dan
tidak mencari orang-orang yang mirip dengannya, akan tetapi sama sekali
tidak toleran terhadap orang-orang yang meremehkan kualitas, prestasi,
standar, dan nilai-nilai;
(f) Memiliki kemampuan memerangi musuh-musuh kepala sekolah,
yaitu ketidakpedulian, kecurigaan, tidak membuat keputusan, mediokrasi,
imitasi, arogansi, pemborosan, kaku, dan bermuka dua dalam bersikap dan
bertindak.
Adapun peran kepala sekolah dalam peningkatan mutu pendidikan dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Kepala
sekolah menggunakan “pendekatan sistem” sebagai dasar cara berpikir,
cara mengelola, dan cara menganalisis kehidupan sekolah. Oleh karena
itu, kepala sekolah harus berpikir sistem (bukan unsystem), yaitu
berpikir secara benar dan utuh, berpikir secara runtut (tidak
meloncat-loncat), berpikir secara holistik (tidak parsial), berpikir
multi-inter-lintas disiplin (tidak parosial), berpikir entropis (apa
yang diubah pada komponen tertentu akan berpengaruh terhadap
komponen-komponen lainnya); berpikir “sebab-akibat” (ingat ciptaan-Nya
selalu berpasang-pasangan); berpikir interdipendensi dan integrasi,
berpikir eklektif (kuantitatif +kualitatif), dan berpikir sinkretisme.
2. Kepala
sekolah memiliki input manajemen yang lengkap dan jelas, yangditunjukkan
oleh kelengkapan dan kejelasan dalam tugas (apa yang harus dikerjakan,
yang disertai fungsi, kewenangan, tanggungjawab, kewajiban, dan hak),
rencana (diskripsi produk yang akan dihasilkan), program (alokasi
sumberdaya untuk merealisasikan rencana), ketentuanketentuan/limitasi
(peraturan perundang-undangan, kualifikasi, spesifikasi, metoda kerja,
prosedur kerja, dsb.), pengendalian (tindakan turun tangan), dan
memberikan kesan yang baik kepada anak buahnya.
3. Kepala
sekolah memahami, menghayati, dan melaksanakan perannya sebagai manajer
(mengkoordinasi dan menyerasikan sumberdaya untuk mencapai tujuan),
pemimpin (memobilisasi dan memberdayakan sumberdaya manusia), pendidik
(mengajak nikmat untuk berubah), wirausahawan (membuat sesuatu bisa
terjadi), penyelia (mengarahkan, membimbing dan memberi contoh),
pencipta iklim kerja (membuat situasi kehidupan kerja nikmat),
pengurus/administrator (mengadminitrasi), pembaharu (memberi nilai
tambah), regulator (membuat aturan-aturan sekolah), dan pembangkit
motivasi (menyemangatkan).
Menurut Enterprising Nation (1995), manajer tangguh memiliki delapan
kompetensi, yaitu: (a) people skills, (b) strategic thinker, (c)
visionary, (d) flexible and adaptable to change, (e) self-management,
(f) team player, (g) ability to solve complex problem and make
decisions, and (h) ethical/high personal standards.
Sedang American Management Association (1998) menuliskan 18 kompetensi
yang harus dimiliki manajer tangguh, yaitu: (a) efficiency orientation,
(b) proactivity, (c) concern with impact, (d) diagnostic use of
concepts, (e) use of unilateral power, (f) developing others, (g)
spontaneity, (h) accurate self-assessment, (i) self-control, (j) stamina
and adaptability, (k) perceptual objectivity, (l) positive regard, (m)
managing group process, (n) use of sosialized power, (o)
self-confidence, (p) conceptualization, (q) logical thought, and (r) use
of oral presentation.
1. Kepala
sekolah memahami, menghayati, dan melaksanakan dimensi-dimensi tugas
(apa), proses (bagaimana), lingkungan, dan keterampilan personal, yang
dapat diuraikan sebagai berikut: (a) dimensi tugas terdiri dari:
pengembangan kurikulum, manajemen personalia, manajemen kesiswaan,
manajemen fasilitas, pengelolaan keuangan, hubungan sekolahmasyarakat,
dsb; (b) dimensi proses, meliputi pengambilan keputusan, pengelolaan
kelembagaan, pengelolaan program, pengkoordinasian, pemotivasian,
pemantauan dan pengevaluasian, dan pengelolaan proses belajar mengajar;
(c) dimensi lingkungan meliputi pengelolaan waktu, tempat, sumberdaya,
dan kelompok kepentingan; dan (d) dimensi keterampilan personal meliputi
organisasi diri, hubungan antar manusia, pembawaan diri, pemecahan
masalah, gaya bicara dan gaya menulis (Lipham, 1974; Norton, 1985).
2. Kepala
sekolah mampu menciptakan tantangan kinerja sekolah (kesenjangan antara
kinerja yang aktual/nyata dan kinerja yang diharapkan). Berangkat dari
sini, kemudian dirumuskan sasaran yang akan dicapai oleh sekolah,
dilanjutkan dengan memilih fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai
sasaran, lalu melakukan analisis SWOT (Strength, Weaknes, Opportunity,
Threat) untuk menemukan faktor-faktor yang tidak siap (mengandung
persoalan), dan mengupayakan langkah-langkah pemecahan persoalan.
Sepanjang masih ada persoalan, maka sasaran tidak akan pernah tercapai.
3. Kepala
sekolah mengupayakan teamwork yang kompak/kohesif dan cerdas, serta
membuat saling terkait dan terikat antar fungsi dan antar warganya,
menumbuhkan solidaritas/kerjasama/kolaborasi dan bukan kompetisi
sehingga terbentuk iklim kolektifitas yang dapat menjamin kepastian
hasil/output sekolah.
4. Kepala
sekolah menciptakan situasi yang dapat menumbuhkan kreativitas dan
memberikan peluang kepada warganya untuk melakukan
eksperimentasi-eksperimentasi untuk menghasilkan kemungkinan-kemungkinan
baru, meskipun hasilnya tidak selalu benar (salah). Dengan kata lain,
kepala sekolah mendorong warganya untuk mengambil dan mengelola resiko
serta melindunginya sekiranya hasilnya salah.
5. Kepala sekolah memiliki kemampuan dan kesanggupan menciptakan sekolah belajar .
6. Kepala
sekolah memiliki kemampuan dan kesanggupan melaksanakan Manajemen
Berbasis Sekolah sebagai konsekuensi logis dari pergeseran kebijakan
manajemen, yaitu pergeseran dari Manajemen Berbasis Pusat menuju
Manajemen Berbasis Sekolah (dalam kerangka otonomi daerah).
10. Kepala sekolah memusatkan perhatian pada pengelolaan proses belajar
mengajar sebagai kegiatan utamanya, dan memandang kegiatan-kegiatan
lain sebagai penunjang/pendukung proses belajar mengajar. Karena itu,
pengelolaan proses belajar mengajar dianggap memiliki tingkat
kepentingan tertinggi dan kegiatan-kegiatan lainnya dianggap memiliki
tingkat kepentingan lebih rendah.
11. Kepala sekolah mampu dan sanggup memberdayakan sekolahnya (Slamet
PH, 2000), terutama sumberdaya manusianya melalui pemberian kewenangan,
keluwesan, dan sumberdaya.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat diambil suatu kesimpulan sebagai berikut :
Bahwa Kepemimpinan kepala sekolah yang konsisten akan aturan
yang berlaku besar sekali pengaruhnya terhadap peningkatan mutu di
sekolah dengan catatan adanya interaksi antara kepala sekolah dan guru
serta para orangtua saling menunjang dan mengisi masing-masing konsisten
dan tanggung jawab atas hak dan kewajibannya sehingga tercipta situasi
dan kondisi yang diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2000. Panduan Manajemen Sekolah, Depdiknas, Dikmenum
Anonim, 2000. Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan/Kultur Sekolah,
Depdiknas, hand out pelatihan calon kepala sekolah, Direktorat Sekolah
lanjutan Pertama, 2000.
Gaspersz, Vincent. 2000. Penerapan Total Management In Education (TQME)
Pada Perguruan Tinggi di Indonesia, Jurnal Pendidikan (online), Jilid 6,
No. 3 (http://www.ut.ac.id diakses 20 Januari 2001).
Hanafiah, M. Jusuf, dkk, 1994. Pengelolaan Mutu Total Pendidikan Tinggi,
Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Nasution, MN, 2000. Manajemen
Mutu Terpadu, Ghalia Indonesia, Jakarta
Moh. Iwan Apriyadi. 2007. Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan. Artikel dipublikasikan diinternet.
Slamet, PH. 2000. Karakteristik Kepala Sekolah Yang Tangguh, Jurnal
Pendidikan, Jilid 3, No. 5 (online) (http://www.ut.ac.id diakses 20
Januari 2001).
Sudarsono. 2007. Manajemen Kepala Sekolah Dalam Pelayanan Publik. Makalah dipublikasikan diinternet.
Usman, Husaini, Peran Baru Administrasi Pendidikan dari Sistem
Sentralistik Menuju Sistem Desentralistik, dalam Jurnal Ilmu Pendidikan,
Februari 2001, Jilid 8, Nomor 1.
Tim Kajian Staff Mendiknas Bidang Mutu Pendidikan. Kajian Kompetensi Guru Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar