ABSTRAK
Film kartun merupakan salah satu program televisi yang sangat dekat
dengan masyarakat khususnya anak-anak. Namun, tidak dapat dipungkiri
film kartun yang ditayangkan oleh berbagai stasiun televisi sering kali
menayangkan adegan kekerasan baik dengan bentuk fisik maupun verbal. Hal
ini berdampak negatif pada perilaku anak dalam kesehariannya. Anak akan
meniru adegan kekerasan yang ia lihat dalam film kartun favoritnya
sehingga dikhawatirkan anak akan mencelakai temannya ketika bermain
bersama. Anak
cenderung berperilaku kasar dalam kesehariannya karena
meniru perbuatan dan perkataan kasar yang juga sering ditayangkan dalam
film kartun. Perilaku anak yang kasar seperti berkelahi, memukul teman,
dan mengejek atau menghina orang lain dapat dikatakan sebagai perilaku
agresif. Tayangan yang mengandung unsur kekerasan juga mendorong anak
memiliki perilaku antisosial. Selain unsur kekerasan, film kartun juga
tidak dapat dijauhkan dari hal-hal yang bersifat imajinatif. Dengan
pemberian imajinasi yang terlalu tinggi pada film kartun yang dominan
disaksikan oleh anak-anak dapat membawa anak berimajinasi dan berkhayal
terlalu dalam sehingga dapat mempengaruhi pola pikir anak dalam
kesehariannya. Tayangan berimajinasi tinggi juga membuat anak berpikir
secara singkat dalam bertindak. Peranan orang tua sangat dibutuhkan
untuk mengatasi dan mencegah timbulnya dampak negatif yang akan timbul
apabila anak terlalu sering menonton film kartun. Diharapkan orang tua
dapat mengawasi tontonan anak sehingga orang tua dapat menyaring apa
saja yang tidak boleh ditonton oleh anak. Orang tua juga harus membatasi
intensitas anak menonton film kartun agar tidak menjadi suatu keharusan
bagi anak tersebut untuk selalu menonton. Pendekatan kepada anak juga
sangat penting dilakukan orang tua, sehingga anak dapat mengetahui mana
yang baik dan mana yang buruk.
Kata Kunci : anak, film kartun, kekerasan, imajinatif, orang tua
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa, karena atas berkah dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan
makalah akhir Berpikir dan Menulis Ilmiah yang berjudul “Dampak Negatif
dari Adegan Kekerasan dan Tayangan Imajinatif dalam Film Kartun Terhadap
Perilaku dan Pola Pikir Anak”. Makalah ini ditujukan untuk
penyempurnaan tugas akhir mata kuliah Berpikir dan Menulis Ilmiah (KPM
200) pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat,
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Ekawati
Sri Wahyuni, MA dan Ratri Vitrianita, S.sos, M.Si selaku dosen mata
kuliah Berpikir dan Menulis Ilmiah serta Lulu Hanifah selaku asisten
praktikum mata kuliah ini yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan tugas akhir ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat penulis
harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Desember 2011
Fifi Fergi Floria
NRP. I34100092
PENDAHULUAN
Televisi merupakan salah satu media
elektronik yang selalu menayangkan program acara yang menarik sehingga
digemari oleh masyarakat berbagai kalangan. Salah satu program acara
televisi yang cenderung digemari masyarakat khususnya anak-anak adalah
kartun. Kartun anak-anak menayangkan cerita dan tokoh yang lucu sehingga
anak-anak tertarik untuk menontonnya. Namun, tidak dapat dipungkiri
film kartun yang ditayangkan oleh berbagai stasiun televisi sering kali
menayangkan adegan kekerasan dalam tayangannya. Sehingga dikhawatirkan
dapat memberikan dampak buruk bagi perilaku anak sehari-hari karena bisa
saja anak-anak meniru adegan kekerasan dalam film kartun yang
ditontonnya.
Selain adegan kekerasan, film kartun juga
menayangkan tayangan yang terlalu imajinatif sehingga dapat membuat
anak-anak berpikir terlalu jauh. Hal tersebut dapat mempengaruhi pola
pikir anak sehingga anak-anak akan berimajinasi terlalu dalam dan
mungkin dapat membahayakan anak itu sendiri. Hal inilah yang memacu
penulis untuk mengidentifikasi dampak-dampak negatif yang ditimbulkan
oleh tayangan film kartun terhadap perilaku dan pola pikir anak.
Berdasarkan uraian diatas, muncul beberapa
pertanyaan yang menjadi perumusan masalah yang akan dibahas, yaitu
bagaimana dampak dari adegan perkelahian pada tayangan kartun terhadap
perilaku anak-anak yang menontonnya? Serta bagaimana dampak tayangan
kartun yang menayangkan tayangan yang terlalu imajinatif terhadap pola
pikir anak? Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu mengetahui
dampak negatif yang ditayangkan dalam film kartun, mengidentifikasi isi
tayangan film kartun yang menampilkan bentuk kekerasan, dan
mengidentifikasi tayangan imajinatif dalam film kartun.
DAMPAK NEGATIF ADEGAN KEKERASAN DAN TAYANGAN IMAJINATIF DALAM FILM KARTUN
Dampak Negatif Adegan Kekerasan Pada Film Kartun Terhadap Perilaku Anak
Film kartun merupakan salah satu program
televisi yang kian marak ditayangkan di berbagai stasiun televisi. Film
kartun cenderung disiarkan oleh stasiun televisi nasional maupun
internasional. Film yang berisi tentang kisah-kisah lucu dan menarik ini
juga sangat digemari oleh masyarakat, khususnya anak-anak. Namun,
banyak sekali yang harus diperhatikan dari adanya film kartun yang
ditonton anak, salah satunya adalah terdapat unsur kekerasan di
dalamnya. Tayangan kekerasan memang sering ditayangkan dalam film kartun
dengan berbagai bentuk. Terkait dengan bentuk kekerasan, Haryatmoko
(2007:120) menjelaskan bahwa “… Dalam kekerasan terkandung unsur
dominasi terhadap pihak lain dalam berbagai bentuknya: fisik, verbal,
moral, psikologis atau melalui gambar…”. Dalam hal ini dapat diartikan
bahwa kekerasan tidak hanya dapat ditayangkan dalam bentuk fisik seperti
memukul atau berkelahi, namun dapat dilakukan pula secara verbal
seperti kata-kata kasar yang terkadang ditemukan dalam film kartun.
Dengan adanya tayangan kekerasan dalam film
kartun, muncullah beberapa dampak negatif yang mungkin terjadi apabila
anak terlalu sering mengkonsumsi film kartun. Dampak yang pertama adalah
anak akan meniru adegan kekerasan yang ia lihat dalam film kartun
favoritnya. Anak-anak cenderung meniru apa yang mereka lihat sehingga
kemungkinan perilaku dan sikap anak akan mengikuti tokoh pada tayangan
televisi yang mereka tonton (Natanael dan Sufren [tidak ada tahun]). Hal
ini tentu akan membahayakan dirinya maupun orang lain dalam
kehidupannya. Contohnya saja ketika anak menonton kartun Tom and Jerry,
dimana Tom mengejar-ngejar Jerry dengan membawa palu atau benda
berbahaya lainnya. Anak-anak mungkin beranggapan bahwa hal tersebut
merupakan sesuatu hal yang lucu, tetapi di sisi lain adegan tersebut
dapat membuat mereka ingin menirunya ketika bermain dengan teman mereka.
Sikap meniru tersebutlah yang justru menjadi kekhawatiran berbagai
pihak, khususnya orang tua. Dengan meniru adegan kekerasan
dikhawatirkan anak akan mencelakai temannya ketika bermain bersama.
“… Jika tayangan televisi yang anak lihat
mengandung unsur-unsur negatif, penyimpangan, bahkan kekerasan, maka hal
ini dapat memberikan dampak negatif terhadap perilaku anak. Hal ini
telah dibuktikan dengan penelitian eksperimen Wilson (2008) di mana
anak-anak diperlihatkan tontonan Mighty Morphin Power Ranger’s yang
mengandung sejumlah adegan kekerasan. Berdasarkan eksperimen tersebut,
didapat hasil penelitian bahwa anak-anak, khususnya laki-laki, cenderung
akan meniru perilaku kekerasan yang ditayangkan tontonan acara
tersebut, yaitu perilaku memukul, menendang, dan mendorong. …” (Natanael
dan Sufren [tidak ada tahun]).
Dampak negatif yang mungkin terjadi
berikutnya adalah dikhawatirkan anak cenderung berperilaku kasar dalam
kesehariannya karena meniru perbuatan dan perkataan kasar yang juga
sering ditayangkan dalam film kartun. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, tidak hanya kekerasan dalam bentuk fisik saja, namun
kekerasan dalam bentuk verbal sering sekali ditayangkan dalam film
kartun di televisi. Penggunaan kata-kata dalam film kartun sering sekali
menggunakan kata-kata kasar, contohnya adalah mengejek atau menghina.
Dalam keseharian anak misalnya pada saat bermain, anak mungkin akan
meniru perkataan kasar dan mengejek atau menghina temannya.
Perilaku anak yang kasar seperti berkelahi,
memukul teman, dan mengejek atau menghina orang lain dapat dikatakan
sebagai perilaku agresif. Perilaku agresif tersebut dapat diartikan
bahwa anak akan berperilaku harus sesuai dengan kehendaknya sehingga
dapat menyakiti orang lain. Perilaku agresif juga dapat berupa tingkah
laku fisik maupun verbal (Medinnus dan Johnson 1983 dikutip Martani dan
Adiyanti 1992). Tokoh kartun yang melakukan tindakan agresif seperti
berkelahi atau memukul teman menjadi salah satu hal yang dikhawatirkan
apabila anak menirunya. Perilaku agresif akan terus terpupuk dari diri
seorang anak jika anak terus beranggapan bahwa melakukan hal-hal sesuai
kehendaknya merupakan suatu hal yang biasa.
Selanjutnya, dijelaskan oleh Hearold (1986) dalam Drs. Eb. Surbakti, Ma mengenai dampak tayangan kekerasan terhadap anak, yaitu:
“… Tayangan kekerasan mendorong anak-anak
menjadi antisosial, melanggar peraturan, tidak mau menaati hukum,
melakukan penyerangan, baik secara verbal maupun fisik. Mereka merasa
dunia ini penuh dengan kekerasan, dan senang menggunakan kekerasan.
Berbagai macam perilaku yang ditunjukan anak-anak, baik jenis maupun
jumlahnya, mengindikasikan betapa kuatnya hubungan antara tayangan
kekerasan dengan perilaku anak-anak. …” (Hearold 1986 dikutip Surbakti 2008:126).
Berdasarkan penjelasan tersebut dikatakan
bahwa tayangan yang mengandung unsur kekerasan mendorong anak memiliki
perilaku antisosial, dimana kepedulian anak terhadap sesuatu yang
terjadi di lingkungan sekitarnya dapat berkurang. Hal tersebut juga
dapat menghambat anak dalam melakukan proses sosialisasi dalam kehidupan
anak sehari-hari. Selain itu, tayangan kekerasan juga mendorong anak
untuk menjauhi sikap saling tolong menolong dan berbagi rasa sehinga
menimbulkan rasa frustasi dan menimbulkan permusuhan di antara anak-anak
karena hilangnya rasa kebersamaan (Surbakti 2008:127).
Apabila anak-anak terus disajikan dan
menyaksikan adegan kekerasan pada film kartun yang sering mereka tonton
memungkinkan anak akan terbiasa untuk berpikir bahwa kekerasan adalah
suatu hal yang biasa terjadi. Oleh karena itu, anak pun akan beranggapan
bahwa mengejek, memukul, atau berkelahi dengan teman adalah suatu yang
biasa dan tidak berbahaya. Kebanyakan anak yang menonton tayangan
kekerasan kurang mendapat penjelasan dari orang tua atau orang dewasa di
sekitarnya sehingga mereka menganggap tindakan kekerasan bukan
perbuatan yang salah dan boleh dilakukan siapa saja (Surbakti 2008:128).
Dampak Tayangan Imajinatif Terhadap Pola Pikir Anak
Film kartun memang tidak dapat dijauhkan
dari hal-hal yang bersifat imajinatif, dimana film kartun sering kali
menayangkan segala hal dapat terjadi di dalamnya walaupun sebenarnya hal
tersebut tidak mungkin terjadi dalam dunia nyata. Contohnya seorang
tokoh kartun dapat terbang di udara, atau tokoh kartun yang terjatuh
dari gedung berlantai lima namun tidak mati bahkan tidak luka serta film
kartun yang menayangkan unsur sihir di dalamnya. Tentu saja, di dunia
nyata tidak ada orang yang kebal bahkan saat terjatuh dari gedung
berlantai lima dan tidak ada manusia yang dapat terbang dengan
menggunakan sapu atau permadani.
Tayangan film kartun dengan unsur imajinasi
berlebih dapat menimbulkan hal-hal berdampak negatif bagi anak yang
menontonnya. Tayangan bersifat imajinatif sangat berpengaruh terhadap
tumbuh kembang anak terutama pada pola pikir sang anak.
“… Hasil survei di Amerika yang dilakukan
oleh News Week tahun 1992 (dalam Sukoco, 1996) menghasilkan 4% dari
orang yang disurvei menganggap televisi memberi pengaruh terbesar pada
anak-anak dan menganggap televisi berdampak negatif pada anak-anak lebih
lanjut dikemukakan bahwa televisi dalam banyak hal juga berpengaruh
terhadap pola pikir, aktivitas keseharian serta hubungan antar-keluarga.
…” (Murdjijo 2006).
Dalam hal ini dapat dikatakan
bahwa tayangan-tayangan dalam film kartun termasuk tayangan yang
bersifat fiksi dan imajinatif dapat mempengaruhi pola pikir anak dalam
bertindak. Dengan pemberian imajinasi yang terlalu tinggi pada film
kartun yang dominan disaksikan oleh anak-anak dapat membawa anak
berimajinasi dan berkhayal terlalu dalam sehingga dapat mempengaruhi
pola pikir anak dalam kesehariannya. Pada umumnya, di masa kanak-kanak,
anak memiliki imajinasi yang sangat tinggi sehingga apa yang ia lihat
dapat langsung ia bayangkan dan ia tiru tanpa memikirkan apa resiko bila
mengikuti hal yang dilihatnya. Banyak kasus-kasus yang telah terjadi
karena anak meniru adegan fiksi dalam film kartun.
“… Film animasi kartun bersifat imajinatif /
khayalan belakang dimana animasi ini hanya lebih mementingkan memacu
adrenalin anak secara psikologis sehingga anak dapat suka dan menjadi
addic / kecanduan untuk menontonnya. Tanpa disadari hal hal tersebut
masuk secara substitusi terhadap cara berpikir anak sehingga anak akan
mengolah semua informasi terutama dari mata dan telinga sehingga secara
tidak langsung hal ini dapat mempengaruhi cara berpikir anak. …”
(Liputra [tidak ada tahun]).
Tayangan berimajinasi tinggi
juga membuat anak berpikir secara singkat dalam bertindak. Anak tidak
berpikir jauh dalam mengambil keputusan dan tidak memikirkan resiko yang
akan terjadi karena menonton film kartun yang terkadang menyiratkan
pesan untuk berperilaku praktis dalam kehidupan sehari-hari. Contoh film
kartun yang memberikan pesan tersirat untuk melakukan segalanya dengan
mudah adalah film kartun Doraemon. Kartun yang berasal dari
negara Jepang ini menceritakan persahabatan Nobita dengan robot kucing
berasal dari abad 21 yang memiliki kantong ajaib, dimana kantong
tersebut dapat mengeluarkan alat-alat canggih yang selalu membantu
segala masalah yang dialami oleh Nobita. Tokoh film kartun ini tanpa
disadari sering diikuti oleh anak sehingga anak-anak dapat menyelesaikan
masalah yang dihadapinya dengan cara yang dilakukan dalam film kartun
yang mereka tonton (Liputra [tidak ada tahun]).
PERANAN ORANG TUA DALAM MENGATASI DAMPAK NEGATIF YANG TERJADI
Orang tua adalah orang yang sangat dekat
dalam lingkungan keseharian anak. Drs. Eb. Surbakti, Ma, menyatakan
bahwa “…Orang tua adalah pribadi terdekat dengan anak sehingga segala
sesuatu yang dikerjakannya langsung berpengaruh terhadap perkembangan
mental anaknya. …” (Surbakti 2008) Sehingga dapat dikatakan bahwa
peranan orang tua sangat besar dalam pertumbuhan fisik maupun mental
anak. Peranan orang tua yang begitu besar tersebutlah yang dapat
mengatasi dan mencegah timbulnya dampak negatif yang akan timbul apabila
anak terlalu sering menonton film kartun.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan para
orang tua untuk mengatasi atau mencegah perilaku anak yang kasar dan
negatif akibat tayangan kekerasan dalam film kartun serta mencegah
terjadinya hal yang membahayakan akibat pola pikir imajinasi anak yang
terlalu dalam. Pertama, diharapkan orang tua dapat mengawasi tontonan
anak sehingga orang tua dapat menyaring apa saja yang tidak boleh
ditonton oleh anak. Orang tua harus mengetahui banyak hal mengenai
acara-acara yang berkaitan dengan anak (Milton 1996 dikutip Murdjijo
2006). Orang tua juga harus memperhatikan anak saat menonton televisi.
Jangan sampai anak menonton tayangan yang tidak baik dan dapat
menimbulkan dampak yang negatif bagi perilaku dan pola pikir anak.
Dengan kata lain, jangan membiarkan anak menonton televisi sendirian.
Kedua, orang tua juga harus membatasi
intensitas anak menonton film kartun agar tidak menjadi suatu keharusan
bagi anak tersebut untuk selalu menonton. Apabila orang tua membiarkan
anak selalu menonton televisi, kemungkinan lama-kelamaan anak akan
semakin lupa melakukan aktivitas lainnya, seperti makan, mandi, belajar,
mengerjakan tugas sekolah, atau bermain bersama saudara atau teman
sepermainannya.
“… Banyak ditemukan kebiasaan dalam menonton
pada anak-anak menjadi rutinitas terutama pada acara-acara hiburan,
bahkan sering meninggalkan aktivitas lainnya untuk melihat film kartun,
film cerita dan lagu anak-anak di televisi. Anak-anak yang seharusnya
belajar sekarang lebih memilih untuk menonton televisi. …” (Murdjijo
2006:47).
Selanjutnya, orang tua diharapkan dapat
melakukan pendekatan dengan buah hatinya tersebut. Pendekatan kepada
anak sangat penting dilakukan orang tua karena dalam pendekatan tersebut
orang tua dapat mengajarkan hal yang baik dan hal yang buruk. Setelah
dapat membedakan hal yang baik dan hal yang buruk, tentunya anak akan
dapat menghindari pengaruh buruk yang mungkin ia saksikan dalam film
kartun.
KESIMPULAN
Dari uraian yang telah
dijelaskan, dapat disimpulkan bahwa adegan kekerasan dan tayangan yang
terlalu imajinatif sangat berpengaruh terhadap perilaku dan pola pikir
anak. Maraknya film kartun yang ditayangkan di televisi menyebabkan
semakin mudah anak memperoleh tayangan kartun setiap harinya. Dengan
seringnya anak menyaksikan film kartun, memungkinkan anak semakin banyak
mengkonsumsi tayangan kekerasan dan bersifat imajinatif sehingga
dikhawatirkan anak meniru hal-hal yang tidak baik di dalamnya. Anak
meniru tayangan yang ia lihat dalam kesehariannya seperti saat bermain
dengan temannya. Adegan kekerasan yang sering disaksikan anak dapat
memberikan pengaruh buruk pada keseharian anak. Bisa saja ia mencelakai
atau menyakiti teman bermainnya dengan berperilaku agresif, seperti
memukul, menendang, mengejek atau menghina. Selain itu, tayangan yang
bersifat imajinatif atau terlalu menampilkan imajinasi yang tinggi pada
film kartun juga sangat berpengaruh terhadap pola pikir anak. Dengan
berimajinasi terlalu dalam dapat dikhawatirkan anak akan menjadi
terbiasa berpikir tentang sesuatu yang sebenarnya tidak mungkin terjadi
dalam kehidupan nyata. Dengan khayalannya yang tinggi akibat menyaksikan
kartun terlalu sering memungkinkan anak mengikuti hal-hal fiksi yang
berbahaya dalam film kartun yang ia saksikan.
Dampak negatif dari adegan kekerasan dan
tayangan yang bersifat imajinatif dalam film kartun dapat dihindari
dengan beberapa cara. Salah satunya adalah diperlukan peranan orang tua
sebagai orang terdekat dalam lingkungan keseharian anak. Orang tua harus
mengawasi tontonan anak sehingga dapat menyaring apa saja yang tidak
boleh ditonton oleh anak. Orang tua juga harus membatasi intensitas anak
menonton film kartun agar tidak menjadi suatu keharusan bagi anak
tersebut untuk selalu menonton. Pendekatan kepada anak juga sangat
penting dilakukan orang tua, sehingga anak dapat mengetahui mana yang
baik dan mana yang buruk. Selain itu, peranan media massa dalam hal ini
stasiun televisi harus mampu menyeleksi tayangan kartun yang bermanfaat
bagi anak-anak. Stasiun televisi seharusnya dapat menayangkan program
film kartun yang bersifat edukatif agar mampu mengembangkan perkembangan
otak anak.
Daftar Pustaka
Haryatmoko.2007. Etika berkomunikasi: manipulasi media, kekerasan, dan pornografi. Yogyakarta [ID]: Kanisius. 180 hal.
Liputra S. [tidak ada tahun]. Pengaruh film
animasi terhadap cara berpikir anak. [skripsi]. [internet]. [dikutip 23
Desember 2011]. [Universitas Multimedia Nusantara]. Dapat diunduh dari: http://www.scribd.com/doc/57971067/Tessi-Pengaruh-Animasi-Trhadap-Pola-Pikir
Martani W, Adiyanti M.G. 1992. Pengaruh film televisi terhadap tingkah laku agresif anak. Jurnal Psikologi 1992. [Internet]. [dikutip 7 Desember 2011]. XIX(1): 3 hal. Dapat diunduh dari: http://i-lib.ugm.ac.id/jurnal/detail.php?dataId=4083
Murdjijo. 2006. Pengaruh frekuensi menonton
program hiburan anak-anak di televisi terhadap motivasi belajar siswa
Sekolaha Dasar Negeri Mangunsari 02 Kota Salatiga. Pena Wiyata Jurdik dan Hum. No.5 Tahun V. 6 hal. [Internet]. [dikutip 7 Desember 2011]. Dapat diunduh dari: http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/59064651.pdf
Natanael Y, Sufren. [tidak ada tahun]. Peran
media televisi terhadap perilaku prososial anak-anak TK. 21 hal.
[Internet]. [dikutip 21 Desember 2011]. Dapat diunduh dari: http://www.psikologi.tarumanagara.ac.id/s2/wp-content/uploads/2010/09/26-peran-media-televisi-terhadap-perilaku-prososial-anak-anak-tk-kajian-non-empiris-yonathan-natanael-sufren.pdf
Toriza V. 2010. Hubungan terpaan media
televisi dengan belajar kognitif pada anak (kasus Sekolah Dasar Negeri
04 Dramaga, Bogor, Jawa Barat). [Skripsi]. Bogor [ID] : Institut
Pertanian Bogor. 64 hal.
Triwardani R. 2007. Kajian kritis praktik
anak menonton film kartun di televisi dalam aktifitas keseharian di
Banyuwangi. 11 hal. [Internet]. [dikutip 7 Desember 2011]. Dapat diunduh
dari: http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/dkv/article/viewFile/17072/17030
Surbakti. 2008. Awas tayangan televisi:
tayangan misteri dan kekerasan mengancam anak anda.[Internet]. [dikutip 7
Desember 2011]. Jakarta [ID]: PT Elex Media Komputindo. 206 hal. Dapat
diunduh dari: http://books.google.co.id/books?id=8HrgLbt7kVwC&pg=PA214&dq=tayangan+tayangan+kartun+terhadap+anak&hl=id&ei=oKC6TqnzEcjprAfpi62pBg&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=3&sqi=2&ved=0CDIQ6AEwAg#v=onepage&q=tayangan%20tayangan%20kartun%20terhadap%20anak&f=false
0 komentar:
Posting Komentar