Selasa, 24 Juli 2012

Makalah Berpikir dan Menulis Ilmiah (KPM 200)

| Selasa, 24 Juli 2012 | 0 komentar

ABSTRAK
Film kartun merupakan salah satu program televisi yang sangat dekat dengan masyarakat khususnya anak-anak. Namun, tidak dapat dipungkiri film kartun yang ditayangkan oleh berbagai stasiun televisi sering kali menayangkan adegan kekerasan baik dengan bentuk fisik maupun verbal. Hal ini berdampak negatif pada perilaku anak dalam kesehariannya. Anak akan meniru adegan kekerasan yang ia lihat dalam film kartun favoritnya sehingga dikhawatirkan anak akan mencelakai temannya ketika bermain bersama. Anak 
cenderung berperilaku kasar dalam kesehariannya karena meniru perbuatan dan perkataan kasar yang juga sering ditayangkan dalam film kartun. Perilaku anak yang kasar seperti berkelahi, memukul teman, dan mengejek atau menghina orang lain dapat dikatakan sebagai perilaku agresif. Tayangan yang mengandung unsur kekerasan juga mendorong anak memiliki perilaku antisosial. Selain unsur kekerasan, film kartun juga tidak dapat dijauhkan dari hal-hal yang bersifat imajinatif. Dengan pemberian imajinasi yang terlalu tinggi pada film kartun yang dominan disaksikan oleh anak-anak dapat membawa anak berimajinasi dan berkhayal terlalu dalam sehingga dapat mempengaruhi pola pikir anak dalam kesehariannya. Tayangan berimajinasi tinggi juga membuat anak berpikir secara singkat dalam bertindak. Peranan orang tua sangat dibutuhkan untuk mengatasi dan mencegah timbulnya dampak negatif yang akan timbul apabila anak terlalu sering menonton film kartun. Diharapkan orang tua dapat mengawasi tontonan anak sehingga orang tua dapat menyaring apa saja yang tidak boleh ditonton oleh anak. Orang tua juga harus membatasi intensitas anak menonton film kartun agar tidak menjadi suatu keharusan bagi anak tersebut untuk selalu menonton. Pendekatan kepada anak juga sangat penting dilakukan orang tua, sehingga anak dapat mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk.
Kata Kunci : anak, film kartun, kekerasan, imajinatif, orang tua

  
KATA PENGANTAR
            Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah akhir Berpikir dan Menulis Ilmiah yang berjudul “Dampak Negatif dari Adegan Kekerasan dan Tayangan Imajinatif dalam Film Kartun Terhadap Perilaku dan Pola Pikir Anak”. Makalah ini ditujukan untuk penyempurnaan tugas akhir mata kuliah Berpikir dan Menulis Ilmiah (KPM 200) pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Ekawati Sri Wahyuni, MA dan Ratri Vitrianita, S.sos, M.Si selaku dosen mata kuliah Berpikir dan Menulis Ilmiah serta Lulu Hanifah selaku asisten praktikum mata kuliah ini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak.
                                                                                                  Bogor,  Desember 2011
                                                                                                                        Fifi Fergi Floria
NRP. I34100092


PENDAHULUAN

Televisi merupakan salah satu media elektronik yang selalu menayangkan program acara yang menarik sehingga digemari oleh masyarakat berbagai kalangan. Salah satu program acara televisi yang cenderung digemari masyarakat khususnya anak-anak adalah kartun. Kartun anak-anak menayangkan cerita dan tokoh yang lucu sehingga anak-anak tertarik untuk menontonnya. Namun, tidak dapat dipungkiri film kartun yang ditayangkan oleh berbagai stasiun televisi sering kali menayangkan adegan kekerasan dalam tayangannya. Sehingga  dikhawatirkan dapat memberikan dampak buruk bagi perilaku anak sehari-hari karena bisa saja anak-anak meniru adegan kekerasan dalam film kartun yang ditontonnya.
Selain adegan kekerasan, film kartun juga menayangkan tayangan yang terlalu imajinatif sehingga dapat membuat anak-anak berpikir terlalu jauh. Hal tersebut dapat mempengaruhi pola pikir anak sehingga anak-anak akan berimajinasi terlalu dalam dan mungkin dapat membahayakan anak itu sendiri. Hal inilah yang memacu penulis untuk mengidentifikasi dampak-dampak negatif yang ditimbulkan oleh tayangan film kartun terhadap perilaku dan pola pikir anak.
Berdasarkan uraian diatas, muncul beberapa pertanyaan yang menjadi perumusan masalah yang akan dibahas, yaitu bagaimana dampak dari adegan perkelahian pada tayangan kartun terhadap perilaku anak-anak yang menontonnya? Serta bagaimana dampak tayangan kartun yang menayangkan tayangan yang terlalu imajinatif terhadap pola pikir anak? Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu mengetahui dampak negatif yang ditayangkan dalam film kartun, mengidentifikasi isi tayangan film kartun yang menampilkan bentuk kekerasan, dan mengidentifikasi tayangan imajinatif dalam film kartun.

 DAMPAK NEGATIF ADEGAN KEKERASAN DAN TAYANGAN IMAJINATIF DALAM FILM KARTUN
Dampak Negatif Adegan Kekerasan Pada Film Kartun Terhadap Perilaku Anak
Film kartun merupakan salah satu program televisi yang kian marak ditayangkan di berbagai stasiun televisi. Film kartun cenderung disiarkan oleh stasiun televisi nasional maupun internasional. Film yang berisi tentang kisah-kisah lucu dan menarik ini juga sangat digemari oleh masyarakat, khususnya anak-anak. Namun, banyak sekali yang harus diperhatikan dari adanya film kartun yang ditonton anak, salah satunya adalah terdapat unsur kekerasan di dalamnya. Tayangan kekerasan memang sering ditayangkan dalam film kartun dengan berbagai bentuk. Terkait dengan bentuk kekerasan, Haryatmoko (2007:120) menjelaskan bahwa “… Dalam kekerasan terkandung unsur dominasi terhadap pihak lain dalam berbagai bentuknya: fisik, verbal, moral, psikologis atau melalui gambar…”. Dalam hal ini dapat diartikan bahwa kekerasan tidak hanya dapat ditayangkan dalam bentuk fisik seperti memukul atau berkelahi, namun dapat dilakukan pula secara verbal seperti kata-kata kasar yang terkadang ditemukan dalam film kartun.
Dengan adanya tayangan kekerasan dalam film kartun, muncullah beberapa dampak negatif yang mungkin terjadi apabila anak terlalu sering mengkonsumsi film kartun. Dampak yang pertama adalah anak akan meniru adegan kekerasan yang ia lihat dalam film kartun favoritnya. Anak-anak cenderung meniru apa yang mereka lihat sehingga kemungkinan perilaku dan sikap anak akan mengikuti tokoh pada tayangan televisi yang mereka tonton (Natanael dan Sufren [tidak ada tahun]). Hal ini tentu akan membahayakan dirinya maupun orang lain dalam kehidupannya. Contohnya saja ketika anak menonton kartun Tom and Jerry, dimana Tom mengejar-ngejar Jerry dengan membawa palu atau benda berbahaya lainnya. Anak-anak mungkin beranggapan bahwa hal tersebut merupakan sesuatu hal yang lucu, tetapi di sisi lain adegan tersebut dapat membuat mereka ingin menirunya ketika bermain dengan teman mereka. Sikap meniru tersebutlah yang justru menjadi kekhawatiran berbagai pihak, khususnya orang tua. Dengan meniru adegan kekerasan  dikhawatirkan anak akan mencelakai temannya ketika bermain bersama.
“… Jika tayangan televisi yang anak lihat mengandung unsur-unsur negatif, penyimpangan, bahkan kekerasan, maka hal ini dapat memberikan dampak negatif terhadap perilaku anak. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian eksperimen Wilson (2008) di mana anak-anak diperlihatkan tontonan Mighty Morphin Power Ranger’s yang mengandung sejumlah adegan kekerasan. Berdasarkan eksperimen tersebut, didapat hasil penelitian bahwa anak-anak, khususnya laki-laki, cenderung akan meniru perilaku kekerasan yang ditayangkan tontonan acara tersebut, yaitu perilaku memukul, menendang, dan mendorong. …” (Natanael dan Sufren [tidak ada tahun]).
Dampak negatif yang mungkin terjadi berikutnya adalah dikhawatirkan anak  cenderung berperilaku kasar dalam kesehariannya karena meniru perbuatan dan perkataan kasar yang juga sering ditayangkan dalam film kartun. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, tidak hanya kekerasan dalam bentuk fisik saja, namun kekerasan dalam bentuk verbal sering sekali ditayangkan dalam film kartun di televisi. Penggunaan kata-kata dalam film kartun sering sekali menggunakan kata-kata kasar, contohnya adalah mengejek atau menghina. Dalam keseharian anak misalnya pada saat bermain, anak mungkin akan meniru perkataan kasar dan mengejek atau menghina temannya.
Perilaku anak yang kasar seperti berkelahi, memukul teman, dan mengejek atau menghina orang lain dapat dikatakan sebagai perilaku agresif. Perilaku agresif tersebut dapat diartikan bahwa anak akan berperilaku harus sesuai dengan kehendaknya sehingga dapat menyakiti orang lain. Perilaku agresif juga dapat berupa tingkah laku fisik maupun verbal (Medinnus dan Johnson 1983 dikutip Martani dan Adiyanti 1992). Tokoh kartun yang melakukan tindakan agresif seperti berkelahi atau memukul teman menjadi salah satu hal yang dikhawatirkan apabila anak menirunya. Perilaku agresif akan terus terpupuk dari diri seorang anak jika anak terus beranggapan bahwa melakukan hal-hal sesuai kehendaknya merupakan suatu hal yang biasa.
Selanjutnya, dijelaskan oleh Hearold (1986) dalam Drs. Eb. Surbakti, Ma mengenai dampak tayangan kekerasan terhadap anak, yaitu:
“… Tayangan kekerasan mendorong anak-anak menjadi antisosial, melanggar peraturan, tidak mau menaati hukum, melakukan penyerangan, baik secara verbal maupun fisik. Mereka merasa dunia ini penuh dengan kekerasan, dan senang menggunakan kekerasan. Berbagai macam perilaku yang ditunjukan anak-anak, baik jenis maupun jumlahnya, mengindikasikan betapa kuatnya hubungan antara tayangan kekerasan dengan perilaku anak-anak. …” (Hearold 1986 dikutip Surbakti 2008:126).
Berdasarkan penjelasan tersebut dikatakan bahwa tayangan yang mengandung unsur kekerasan mendorong anak memiliki perilaku antisosial, dimana kepedulian anak terhadap sesuatu yang terjadi di lingkungan sekitarnya dapat berkurang. Hal tersebut juga dapat menghambat anak dalam melakukan proses sosialisasi dalam kehidupan anak sehari-hari. Selain itu, tayangan kekerasan juga mendorong anak untuk menjauhi sikap saling tolong menolong dan berbagi rasa sehinga menimbulkan rasa frustasi dan menimbulkan permusuhan di antara anak-anak karena hilangnya rasa kebersamaan (Surbakti 2008:127).
Apabila anak-anak terus disajikan dan menyaksikan adegan kekerasan pada film kartun yang sering mereka tonton memungkinkan anak akan terbiasa untuk berpikir bahwa kekerasan adalah suatu hal yang biasa terjadi. Oleh karena itu, anak pun akan beranggapan bahwa mengejek, memukul, atau berkelahi dengan teman adalah suatu yang biasa dan tidak berbahaya. Kebanyakan anak yang menonton tayangan kekerasan kurang mendapat penjelasan dari orang tua atau orang dewasa di sekitarnya sehingga mereka menganggap tindakan kekerasan bukan perbuatan yang salah dan boleh dilakukan siapa saja (Surbakti 2008:128).
Dampak Tayangan Imajinatif Terhadap Pola Pikir Anak
Film kartun memang tidak dapat dijauhkan dari hal-hal yang bersifat imajinatif, dimana film kartun sering kali menayangkan segala hal dapat terjadi di dalamnya walaupun sebenarnya hal tersebut tidak mungkin terjadi dalam dunia nyata. Contohnya seorang tokoh kartun dapat terbang di udara, atau tokoh kartun yang terjatuh dari gedung berlantai lima namun tidak mati bahkan tidak luka serta film kartun yang menayangkan unsur sihir di dalamnya.  Tentu saja, di dunia nyata tidak ada orang yang kebal bahkan saat terjatuh dari gedung berlantai lima dan tidak ada manusia yang dapat terbang dengan menggunakan sapu atau permadani.
Tayangan film kartun dengan unsur imajinasi berlebih dapat menimbulkan hal-hal berdampak negatif bagi anak yang menontonnya. Tayangan bersifat imajinatif sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak terutama pada pola pikir sang anak.
“… Hasil survei di Amerika yang dilakukan oleh News Week tahun 1992 (dalam Sukoco, 1996) menghasilkan 4% dari orang yang disurvei menganggap televisi memberi pengaruh terbesar pada anak-anak dan menganggap televisi berdampak negatif pada anak-anak lebih lanjut dikemukakan bahwa televisi dalam banyak hal juga berpengaruh terhadap pola pikir, aktivitas keseharian serta hubungan antar-keluarga. …” (Murdjijo 2006).
            Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa tayangan-tayangan dalam film kartun termasuk tayangan yang bersifat fiksi dan imajinatif dapat mempengaruhi pola pikir anak dalam bertindak. Dengan pemberian imajinasi yang terlalu tinggi pada film kartun yang dominan disaksikan oleh anak-anak dapat membawa anak berimajinasi dan berkhayal terlalu dalam sehingga dapat mempengaruhi pola pikir anak dalam kesehariannya. Pada umumnya, di masa kanak-kanak, anak memiliki imajinasi yang sangat tinggi sehingga apa yang ia lihat dapat langsung ia bayangkan dan ia tiru tanpa memikirkan apa resiko bila  mengikuti hal yang dilihatnya. Banyak kasus-kasus yang telah terjadi karena anak meniru adegan fiksi dalam film kartun.
“… Film animasi kartun bersifat imajinatif / khayalan belakang dimana animasi ini hanya lebih mementingkan memacu adrenalin anak secara psikologis sehingga anak dapat suka dan menjadi addic / kecanduan untuk menontonnya. Tanpa disadari hal hal tersebut masuk secara substitusi terhadap cara berpikir anak sehingga anak akan mengolah semua informasi terutama dari mata dan telinga sehingga secara tidak langsung hal ini dapat mempengaruhi cara berpikir anak. …” (Liputra [tidak ada tahun]).
            Tayangan berimajinasi tinggi juga membuat anak berpikir secara singkat dalam bertindak. Anak tidak berpikir jauh dalam mengambil keputusan dan tidak memikirkan resiko yang akan terjadi karena menonton film kartun yang terkadang menyiratkan pesan untuk berperilaku praktis dalam kehidupan sehari-hari. Contoh film kartun yang memberikan pesan tersirat untuk melakukan segalanya dengan mudah adalah film kartun Doraemon. Kartun yang berasal dari negara Jepang ini menceritakan persahabatan Nobita dengan robot kucing berasal dari abad 21 yang memiliki kantong ajaib, dimana kantong tersebut dapat mengeluarkan alat-alat canggih yang selalu membantu segala masalah yang dialami oleh Nobita. Tokoh film kartun ini tanpa disadari sering diikuti oleh anak sehingga anak-anak dapat menyelesaikan masalah yang dihadapinya dengan cara yang dilakukan dalam film kartun yang mereka tonton (Liputra [tidak ada tahun]).




PERANAN ORANG TUA DALAM MENGATASI DAMPAK NEGATIF YANG  TERJADI
Orang tua adalah orang yang sangat dekat dalam lingkungan keseharian anak. Drs. Eb. Surbakti, Ma, menyatakan bahwa “…Orang tua adalah pribadi terdekat dengan anak sehingga segala sesuatu yang dikerjakannya langsung berpengaruh terhadap perkembangan mental anaknya. …” (Surbakti 2008) Sehingga dapat dikatakan bahwa peranan orang tua sangat besar dalam pertumbuhan fisik maupun mental anak. Peranan orang tua yang begitu besar tersebutlah yang dapat mengatasi dan mencegah timbulnya dampak negatif yang akan timbul apabila anak terlalu sering menonton film kartun.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan para orang tua untuk mengatasi atau mencegah perilaku anak yang kasar dan negatif akibat tayangan kekerasan dalam film kartun serta mencegah terjadinya hal yang membahayakan akibat pola pikir imajinasi anak yang terlalu dalam.  Pertama, diharapkan orang tua dapat mengawasi tontonan anak sehingga orang tua dapat menyaring apa saja yang tidak boleh ditonton oleh anak. Orang tua harus mengetahui banyak hal mengenai acara-acara yang berkaitan dengan anak (Milton 1996 dikutip Murdjijo 2006). Orang tua juga harus memperhatikan anak saat menonton televisi. Jangan sampai anak menonton tayangan yang tidak baik dan dapat menimbulkan dampak yang negatif bagi perilaku dan pola pikir anak. Dengan kata lain, jangan membiarkan anak menonton televisi sendirian.
Kedua, orang tua juga harus membatasi intensitas anak menonton film kartun agar tidak menjadi suatu keharusan bagi anak tersebut untuk selalu menonton. Apabila orang tua membiarkan anak selalu menonton televisi, kemungkinan lama-kelamaan anak akan semakin lupa melakukan aktivitas lainnya, seperti makan, mandi, belajar, mengerjakan tugas sekolah, atau bermain bersama saudara atau teman sepermainannya.
“… Banyak ditemukan kebiasaan dalam menonton pada anak-anak menjadi rutinitas terutama pada acara-acara hiburan, bahkan sering meninggalkan aktivitas lainnya untuk melihat film kartun, film cerita dan lagu anak-anak di televisi. Anak-anak yang seharusnya belajar sekarang lebih memilih untuk menonton televisi. …” (Murdjijo 2006:47).
Selanjutnya, orang tua diharapkan dapat melakukan pendekatan dengan buah hatinya tersebut. Pendekatan kepada anak sangat penting dilakukan orang tua karena dalam pendekatan tersebut orang tua dapat mengajarkan  hal yang baik dan hal yang buruk. Setelah dapat membedakan hal yang baik dan hal yang buruk, tentunya anak akan dapat menghindari pengaruh buruk yang mungkin ia saksikan dalam film kartun.
KESIMPULAN
 Dari uraian yang telah dijelaskan, dapat disimpulkan bahwa adegan kekerasan dan tayangan yang terlalu imajinatif sangat berpengaruh terhadap perilaku dan pola pikir anak. Maraknya film kartun yang ditayangkan di televisi menyebabkan semakin mudah anak memperoleh tayangan kartun setiap harinya. Dengan seringnya anak menyaksikan film kartun, memungkinkan anak semakin banyak mengkonsumsi tayangan kekerasan dan bersifat imajinatif sehingga dikhawatirkan anak meniru hal-hal yang tidak baik di dalamnya. Anak meniru tayangan yang ia lihat dalam kesehariannya seperti saat bermain dengan temannya. Adegan kekerasan yang sering disaksikan anak dapat memberikan pengaruh buruk pada keseharian anak. Bisa saja ia mencelakai atau menyakiti teman bermainnya dengan berperilaku agresif, seperti memukul, menendang, mengejek atau menghina. Selain itu, tayangan yang bersifat imajinatif atau terlalu menampilkan imajinasi yang tinggi pada film kartun juga sangat berpengaruh terhadap pola pikir anak. Dengan berimajinasi terlalu dalam dapat dikhawatirkan anak akan menjadi terbiasa berpikir tentang sesuatu yang sebenarnya tidak mungkin terjadi dalam kehidupan nyata. Dengan khayalannya yang tinggi akibat menyaksikan kartun terlalu sering memungkinkan anak mengikuti hal-hal fiksi yang berbahaya dalam film kartun yang ia saksikan.
Dampak negatif dari adegan kekerasan dan tayangan yang bersifat imajinatif dalam film kartun dapat dihindari dengan beberapa cara. Salah satunya adalah diperlukan peranan orang tua sebagai orang terdekat dalam lingkungan keseharian anak. Orang tua harus mengawasi tontonan anak sehingga dapat menyaring apa saja yang tidak boleh ditonton oleh anak. Orang tua juga harus membatasi intensitas anak menonton film kartun agar tidak menjadi suatu keharusan bagi anak tersebut untuk selalu menonton. Pendekatan kepada anak juga sangat penting dilakukan orang tua, sehingga anak dapat mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk. Selain itu, peranan media massa dalam hal ini stasiun televisi harus mampu menyeleksi tayangan kartun yang bermanfaat bagi anak-anak. Stasiun televisi seharusnya dapat menayangkan program film kartun yang bersifat edukatif agar mampu mengembangkan perkembangan otak anak.



Daftar Pustaka
Haryatmoko.2007. Etika berkomunikasi: manipulasi media, kekerasan, dan pornografi. Yogyakarta [ID]: Kanisius. 180 hal.
Liputra S. [tidak ada tahun]. Pengaruh film animasi terhadap cara berpikir anak. [skripsi]. [internet]. [dikutip 23 Desember 2011]. [Universitas Multimedia Nusantara]. Dapat diunduh dari: http://www.scribd.com/doc/57971067/Tessi-Pengaruh-Animasi-Trhadap-Pola-Pikir
Martani W, Adiyanti M.G. 1992. Pengaruh film televisi terhadap tingkah laku agresif anak. Jurnal Psikologi 1992. [Internet]. [dikutip 7 Desember 2011]. XIX(1): 3 hal. Dapat diunduh dari: http://i-lib.ugm.ac.id/jurnal/detail.php?dataId=4083
Murdjijo. 2006. Pengaruh frekuensi menonton program hiburan anak-anak di televisi terhadap motivasi belajar siswa Sekolaha Dasar Negeri Mangunsari 02 Kota Salatiga. Pena Wiyata Jurdik dan Hum. No.5 Tahun V. 6 hal. [Internet]. [dikutip 7 Desember 2011]. Dapat diunduh dari: http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/59064651.pdf
Natanael Y, Sufren. [tidak ada tahun]. Peran media televisi terhadap perilaku prososial anak-anak TK. 21 hal. [Internet]. [dikutip 21 Desember 2011]. Dapat diunduh dari: http://www.psikologi.tarumanagara.ac.id/s2/wp-content/uploads/2010/09/26-peran-media-televisi-terhadap-perilaku-prososial-anak-anak-tk-kajian-non-empiris-yonathan-natanael-sufren.pdf
Toriza V. 2010. Hubungan terpaan media televisi dengan belajar kognitif pada anak (kasus Sekolah Dasar Negeri 04 Dramaga, Bogor, Jawa Barat). [Skripsi]. Bogor [ID] : Institut Pertanian Bogor. 64 hal.
Triwardani R. 2007. Kajian kritis praktik anak menonton film kartun di televisi dalam aktifitas keseharian di Banyuwangi. 11 hal. [Internet]. [dikutip 7 Desember 2011]. Dapat diunduh dari:  http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/dkv/article/viewFile/17072/17030
Surbakti. 2008. Awas tayangan televisi: tayangan misteri dan kekerasan mengancam anak anda.[Internet]. [dikutip 7 Desember 2011]. Jakarta [ID]: PT Elex Media Komputindo. 206 hal. Dapat diunduh dari: http://books.google.co.id/books?id=8HrgLbt7kVwC&pg=PA214&dq=tayangan+tayangan+kartun+terhadap+anak&hl=id&ei=oKC6TqnzEcjprAfpi62pBg&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=3&sqi=2&ved=0CDIQ6AEwAg#v=onepage&q=tayangan%20tayangan%20kartun%20terhadap%20anak&f=false

0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

 
© Copyright 2012. Makalah Cyber . All rights reserved | Makalah Cyber.blogspot.com is proudly powered by Blogger.com | Template by Makalah Cyber - Zoenk