DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB. 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan Penulisan
BAB. 2. PENDIDIKAN ANAK USIA DINI PERLUKAH?
2.1. Esensi Pendidikan Anak Usia Dini
2.2. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini
2.3. Kaidah Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini
2.4. Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam
2.5. Pendidikan Anak Usia Dini Yang Pluralis
BAB. 3. PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB. 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pendidikan
Anak Usia Dini dewasa ini banyak diminati oleh para orang tua terutama
di kota-kota besar untuk memasukkan anak-anak mereka ke lembaga
pendidikan pra pendidikan dasar yang lebih dikenal dengan istilah PAUD.
Tujuannya dan atau alasan para orang tua antara lain adalah :
- Karena
kesibukan kedua orang tuanya maka anaknya dimasukkan ke lembaga PAUD
sebagai tempat penitipan anak selama ditinggal bekerja sekaligus
mendapat pembelajaran pra sekolah;
- Atau
karena orang tua nya sadar dan sengaja memasukan anaknya ke lembaga
PAUD dengan tujuan agar anaknya memperoleh bekal yang cukup manakala
memasuki masa pendidikan dasar.
Padahal
pada kenyataannya PAUD diperlukan bagi anak, ruang lingkup Pendidikan
Anak Usia Dini adalah : Infant (usia 0 - 1 tahun); Toddler (usia 2-3
tahun); Preschool/Kindergarten (usia 3-6 tahun) dan Early Primary
School/SD Kelas Awal (usia 6-8 tahun), hal ini berkaitan dengan :
- Potensi intelektual terbentuk sejak umur 4 (empat) tahun,
- Perkembangan otak lebih banyak dipengaruhi lingkungan,
- Intervensi usia dini berpengaruh terhadap perkembangan selanjutnya,
- Peningkatan mutu pendidikan harus dimulai sejak anak usia dini,
- Lingkungan keluarga sebagai tempat pendidikan yang utama dan pertama.
Oleh
karena itu hendaknya proses Pendidikan dan Pembelajaran pada Anak Usia
Dini (PAUD) dilakukan dengan tujuan memberikan konsep yang bermakna bagi
anak melalui pengalaman nyata.
1.2. Tujuan
Dengan disusunnya makalah yang bertemakan dan
mengungkap beberapa aspek berkaitan dengan Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) diharapkan dapat memberikan sedikit gambaran mengenai seberapa
perlu serta implikasi dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) ini. Selain
dari itu makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas dari mata
kuliah “Softskill Psikologi”.
BAB. 2.
PAUD PERLU TIDAK YA?
2.1. Esensi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Program
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah program yang diselenggarakan
untuk memberikan pelayanan pendidikan dan perawatan bagi anak sedini
mungkin agar memperoleh pembinasaan tumbuh kembang yang optimal dan
mempunyai kesiapan masuk sekolah.
Pada
masa usia dini anak mengalami masa keemasan (the golden years) yang
merupakan masa dimana anak mulai peka/sensiitif untuk menerima berbagai
rangsangan.
Masa
peka pada masing-masing anak berbeda, seiring dengan laju pertumbuhan
dan perkembangan anak secara individual. Masa peka adalah masa
terjadinya kematangan fungsi fisik dan psikis yang siap merespons
stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Masa ini juga merupakan masa
peletak dasar untuk mengembangkan kemampuan kognitif, motorik, bahasa,
emosional, agama dan moral.
Pendidikan
usia dini merupakan wahana pendidikan yang sangat fundamental dalam
memberikan kerangka dasar terbentuk dan berkembangnya dasar-dasar
pengetahun, sikap dan keterampilan pada anak. Keberhasilan proses
pendidikan pada masa dini tersebut menjadi dasar untuk proses pendidikan
selanjutnya. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan pada lembaga
pendidikan anak usia dini, seperti : Kelompok Bermain, Taman Penitipan
Anak, Satuan Padu Sejenis Taman Kanak-kanak sangat tergantung pada
sistem dan proses pendidikan yang dijalankan.
2.2. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini
Ada tiga hal yang dijadikan landasan PAUD, yaitu :
1. Landasan Yuridis
2. landasan Empiris
3. Landasan Keilmuan
1. Landasan Yuridis
2. landasan Empiris
3. Landasan Keilmuan
Landasan Yuridis
Landasan hukum terkait dengan pentingnya PAUD tersirat dalam :
- Amandemen UUD pasal 28b ayat 2, yaitu : negara menjamin kelangsungan hidup, pengembangan dan perlindungan anak terhadap eksploitasi dan kekerasan.
- Keppres No. 36 tahun 1990, Konvensi Hak Anak, kewajiban negara untuk pemenuhan hak anak.
- UU No. 20/2003 tentang sistem Pendidikan Nasional
- PP No.27/1990 tentang pendidikan Prasekolah
- PP No.39/1992 mengenai Peran Serta Masyarakat dalam Pendidikan Nasional
Berbagai komitmen/peraturan maupun konvensi internasional yang terkait dengan hak asasi anak (beberapa telah diratifikasi).
- CRC-20 November 1989, pemenuhan hak-hak dasar anak
- United Nations Milenium Declaration- 8 Desember 2000, tentang perlunya nilai-nilai dasar yang bersifat universal yang harus ditanamkan pada anak-anak.
- The World Fit for Children - 8 Mei 2002, tentang memberikan kesempatan yang lebih luas bagi anak untuk berpartisipasi dalam pengambilan dan pemenuhan hak-hak dasar anak.
- Konferensi internasional di Dakkar – Senegal tahun 2000, “memperluas dan memperbaiki keseluruhan perawatan dan pendidikan anak dini usia, terutama bagi nak-anak yang sangat rawan dan kurang beruntung”.
Landasan Empiris
· Sensus
penduduk 2003, diperkirakan jumlah anak usia dini di Indonesia adalah
26,17 juta jiwa. Namun yang belum terlayani PAUD masih terdapat sekitar
19,01 juta (72,64%).
· Laporan
UNDP tentang Human Development Index (HDI) pada tahun 2002 Indonesia
menempati peringkat 110 dari 173 negara dan 111 pada tahun 2004, jauh di
bawah negara ASEAN lainnya seperti Malaysia (59), Philipina (77),
Thailand (70).
· Berdasarkan
hasil studi “kemampuan membaca” siswa tingkat SD yang dilaksanakan oleh
International Educational Achevement (IEA) diketahui bahwa siswa SD di
Indonesia berada di urutan ke 38 dari 39 negara.
· Hasil
penelitian The Third International Mathematics and Science Study Repeat
tahun 1999, kemampuan siswa Indinesia di bidang IPA berada di urutan ke
32 dari 38 negara yang diteliti dan di bidang matematika berada di
urutan ke 34 dari 38 negara yang diteliti.
· Berdasarkan
Piramida pendidikan Depdiknas tahun 1999/2000, yaitu rendahnya kualitas
calon siswa didasarkan pada suatu kenyataan bahwa selama ini perhatian
kita terhadap pendidikan anak usia dini masih sangat minim.
Landasan Keilmuan
Penelitian-penelitian :
· Seorang
bayi yang baru lahir memiliki kurang lebih 100 miliar sel otak. Ini
menunjukkan selama 9 bulan masa kehamilan, paling tidak setiap menit
dalam pertumbuhan otak diproduksi 250 ribu sel otak. Setiap sel otak
saling terhubung dengan lebih dari 15 ribu simpul elektrik kimia yang
sangat rumit sehingga bayi yang berusia 8 bulan pun diperkirakan
memiliki biliunan sel saraf di dalam otaknya. Sel-sel saraf ini harus
rutin distimulasi dan didayagunakan supaya terus berkembang jumlahnya.
· Pada
usia rawan saat anak mulai banyak bergerak, yaitu usia 6 bulan, angka
kecelakaan dapat berkurang sebanyak 80% bila mereka diberi rangsangan
dini.
· Pada
umur 3 tahun, anak-anak akan mempunyai IQ 10 sampai 20 poin lebih
tinggi dibandingkan mereka yang tidak pernah mendapat stimulasi.
· Pada
usia 12 tahun, mereka tetap memperoleh prestasi yang baik dan pada usia
15 tahun, tingkat intelektual mereka semakin bertambah.
· Ini
memberikan gambaran bahwa pendidikan sejak dini memberikan efek jangka
panjang yang sangat baik. Sebaliknya, bila anak mengalami stress pada
usia-usia awal pertumbuhannya akan berpengaruh juga pada perkembangan
otaknya. Anak yang dibesarkan di dalam lingkungan yang minim stimulasi,
berkurang kecerdasannya selama 18 bulan yang tidak mungkin tergantikan.
· Otak
manusia terdiri dari 2 belahan, kiri (left hemisphere) dan kanan (right
hemisphere) yang disambung oleh segumpal serabut yang disebut corpuss
callosum. Kedua belahan otak tersebut memiliki fungsi, tugas, dan
respons berbeda dan harus tumbuh dalam keseimbangan. Belahan otak kiri
terutama berfungsi untuk berpikir rasional, analitis, berurutan, linier,
saintifik seperti membaca, bahasa dan berhitung. Sedangkan belahan otak
kanan berfungsi untuk mengembangkan imajinasi dan kreativitas. Bila
pelaksanaan pembelajaran di PAUD memberikan banyak pelajaran menulis,
membaca, bahasa dan berhitung seperti yang cenderung terjadi dewasa ini,
akan mengakibatkan fungsi imajinasi pada belahan otak kanan terabaikan.
Sebaiknya dalam usaha memekarkan segenap kecerdasan anak, pembelajaran
pada anak usia dini ditunjukkan pada pengembangan kedua belahan otak
tersebut secara harmonis.
· Gardner
menemukan bahwa otak manusia memiliki beberapa jenis kecerdasan yaitu :
bahasa, logis matematis, visual-spasial, musical, kinestik,
interpersonal social, intrapersonal, naturalis.
2.3. Kaidah Pembelajaran PAUD
Pembelajaran PAUD meliputi beberapa hal :
2.3.1. Wilayah Perkembangan vs Wilayah Pembelajaran yaitu
- pertumbuhan hasrat ingin tahu
- perkembangan minat
- pembentukan karakter
- perkembangan sosial
- perkembangan emosional
- perkembangan otak/kognitif
- perkembangan bahasa
- perkembangan moral,nilai, keagamaan
2.3.2. Mengembangkan Cinta dan Kesiapan Belajar
- kasih sayang, perlindungan, perawatan
- waktu yang diberikan : jumlah dan mutu
- lingkungan belajar yang positif
- sikap/perlakukan sebagai belajar nilai
- belajar moral pada usia dini
2.3.3. Bagaimana Anak Belajar
- rasa sehat, istirahat, makan
- dunia meniru pada anak
- faktor latihan dan rutinitas
- kebutuhan bertanya dan jawaban
- pikiran anak =/= orang dewasa
- pengalaman langsung ----> hal kritis
- trial and error
- bermain urusan pokok anak
2.3.4. Stratregi Pembelajaran :Metode Ceritera, Sebuah Implikasi
- dunia lisan sebagai kekuatan pemahaman
- berceritera sebagai metode utama
- satuan pelajaran berwujud ceritera; bukan perangkat tujuan
- pengembangan konsep dalam rongga seritera
- bahasa grafis
- dunia permainan.
2.4. Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam
Pendidikan anak usia dini dalam Islam merupakan hal yang sangat penting.
Ini disebabkan rentang usia dini merupakan fase emas bagi pertumbuhan
jiwa dan kepribadian anak. Karena itu, pendidikan pada fase ini
hendaknya benar-benar menerapkan metode yang sesuai konsep pendidikan
Islam berdasarkan teladan Raulullah Saw. Beberapa kiat dalam menerapkan
pendidikan anak usia dini dalam Islam.
Menjadi Sahabat Sekaligus Teladan Anak
Rasulullah
terkenal sebagai penyayang anak dan kerap menemani anak-anak bermain
tanpa merasa canggung. Dalam riwayat Sa’ad bin Abi Waqqas bercerita
bahwa dirinya pernah masuk kerumah Rasulullah saat Hasan tengah bermain
di atas perut sang kakek.
Sa’at
lantas bertanya, apakah Rasulullah mencintai mereka. Dijawab oleh
Rasulullah,”Bagaimana mungkin aku tidak mencintai dua kuntum bunga
raihanah ini.
Disela-sela
aktivitasnya menemani anak-anak. Rasulullah selalu menyelipkan
pesan-pesan keteladanan. Sebagai bagian dari pendidikan anak usia dini
dalam Islam, orang tuapun memiliki peran penting terkait menanamlan
keteladanan terhadap anak. Apalagi di zaman sekarang televisi sebagai
media hiburan tak dapat diharapkan menjadi contoh yang baik bagi
pembentukan akhlak anak-anak muslim.
Mengembirakan Hati Anak
Suatu saat setelah penaklukan Mekkah, Rasulullah meminta
Bilalmengumandangkan azan di atas Ka’bah. Saat Bilal melaksanakan
tugasnya, beberapa musyrikin Quraisy mengolok-oloknya dengan menirukan
suara Bilal.
Salah
satu di antara mereka bernama Abu Mahdzurah, seorang anak bersuara
merdu. Mendengat olok-olok Abu Mahdzurah yang waktu itu berusia 16
tahun, Rasulullah meminta agar dia dibawa menghadap beliau.
Abu Mahdzurah menyangka Rasulullah
akan membunuhnya. Namun apa yang diperbuat Rasulullah?Beliau justru
mengusap-usap ubun-ubun remaja itu dengan penuh kelembutan . Kontan hati
Abu Madzurah pun luluh, terasa tersiram oleh iman dan keyakinan
Rasulullah lantas mengajarinya beradzan untuk penduduk Mekkah.
Satu
hikmah yang diptik dari kisah di atas. Bahwa hati yang gembira akan
lebih mudah menerima perintah, larangan, peringatan, atau bimbingan apa
pun. Karena itu, penting bagi setiap orang tua untuk selalu membuat anak
bergembira setiap saat. Tindakan kenakalan tidak sepatutnya dibalas
dengan hadirkan atau kemarahan.
Menumbuhkan Rasa Percaya Diri Anak
Sebagai upaya menumbuhkan rasa percaya diri anak, Rasulullahmenggunakan beberapa cara berikut :
- Saat
sedang berpuasa Rasulullah mengajak anak-anak bermain sehingga siang
yang panjang terasa cepat. Anak-anak akan menyongsong waktu berbuka
dengan gembira. Hal ini juga membuat anak memiliki kepercayaan diri
sanggup berpuasa sehari penuh.
- Sering
membawa anak-anak ke majelis orang dewasa, resepsi atau bersilaturahmi
ke rumah saudara sebagai upaya menumbuhkan kepercayaan diri sosialnya.
- Mengajari Al Qur’an dan As Sunnah serta mencerterakan sirah nabi untuk meningkatkan kepercayaan diri ilmiahnya.
- Menanamkan
kebiasaan berjual-beli untuk meningkatkan kepercayaan diri anak terkait
ekonomi dan bisnis. Disamping itu, sejak dini anak terlatih mandiri
secara ekonomi.
Memotivasi Anak Berbuat Baik
Anak-anak,
terutama pada fase usia dini, cenderung lebih mudah tersentuh oleh
motivasi ketimbang ancaman. Maka, hendaknya orang tua tidak mengandalkan
ancaman untuk mendidik sang buah hati. Ketimbang banyak bicara soal
murka Allah, siksa dan neraka-Nya mengapa tdak memotivasinya bahwa
kebaikan akan mendapat balasan surga dengan segala kenikmatannya?.
2.5. Pendidikan Anak Usia Dini Yang Pluralis
Seorang
teman guru pernah bercerita perihal anak balitanya yang berusia 4 tahun
yang dimasukan ke lembaga pendidikan anak usia diniyang berlabel play
group beridentitas eksklusif. Namun kemudian ada keterkejutan teman saya
manakala baru 2 bulan anak balitanya disekolahkan di play group yang
eksklusif itu muncul perilaku aneh dari sang anak.
Dari
semula seorang balita yang ceria menjadi pendiam. Dari balita yang
awalnya gemar menonton film kartun melalui televisi menjadi sosok anak
yang menolak menonton tayangan televisi apapun acaranya. Bahkan tak
jarang sang anak balita menasihati sang ibu dan sang ayah tentang petuah
moral yang mungkin sang anak tidak mengerti maknanya. Usut punya usut
manakala sang ibu menyelidiki faktor perubahan karakter anak, ternyata
dalam metode pembelajarandi play group yang berbiaya mahal itu
ditekankan materi pembelajaran yang serba “melarang”atau “mengekang”
kebebasan berpikir dan berindak anak.
Di
dalam ruang kelas pembelajaran dan ruang bermain anak, para guru
(pengasuh ) banyak memberikan materi pembelajaran dalam metode yang
doktriner. Anak didik yang seharusnya baru dalam tahap pertumbuhan
kejiwaan dan spirit bermain diajarkan tafsir moral keagamaan yang sangat
literer bahwa apa yang dilakukan para anak didik
harus sesuai tafsir ajaran agama yang literer atau tekstuali. Dengan
demikian, diluar apa yagn diajarkan dianggap “haram” dan tidak bermoral.
Menonton TV dianggap denkat dengan perbuatan “tercela”. Anak-anak
bermain harus dipisah menjadi dua kelompok bermain, antara perempuan dan
laki-laki. Anak-anak tidak boleh menggunakan perkakas bermain yang
berasal dari negara lain yang dianggap sekuler.
Belajar dari kasus aktual yang kini marak di balik model dan menjamurnya
pendidikan anak usia dini yang eksklusif tersebut, akankah generasi
muda bangsa ini di masa depan akan penuh dengan pengotak-otakan atas
dasar keyakinan “ideologis” tertentu? Di dunia pendidikan termasuk yang
usia prasekolah-telah dikembangkan kultur dan ajaran yang sifatnya
antitoleransi dan mengedapankan tafsir moralitas yang absurd?
Pendidikan
anak usia dini dan jejnjang pendidikan dasar saat ini terbelah menjadi 2
realitas. Pertama, Pendidikan anak usia dini dan jenjang pendidikan
dasar menjadi “proyek” rekayasa sosial untuk melahirkan komunitas basis
ideologi politik tertentu. Kelompok-kelompok “eksklusif” sosial tertentu
bahkan menjadikan level pendidikan anak usia dini dan jenjang
pendidikan dasar sebagai sarana kaderisasi sejak dini. Materi
pembelajaran yang dikembangkan dan kurikulum mengabaikan kesadaran
sosial sebagai nation (bangsa). Realitas yang kedua, jenjang pendidikan
anak usia dini dan sekolah dasar menjadi sarat mendapatkan “nilai lebih”
(laba) ekonomi atau bahasa harfiahnya menjadi ladang bisnis dalam
atmosfer komersialisasi pendidikan. Tidak mengherankan biaya pendidikan
anak usia dini dan jejnajgn pendidikan dasar semakin mahal, tidak
mungkin terjangkau oleh kocek keluarga miskin.
Pada
hakikatnya jenjang pendidikan anak usia dini diperlukan untuk
mengembangkan kepribadian anak dan mengangkat motivasi kolektivitas
sosial anak didik. Pendidikan anak usia dini menjadi media bermain,
karena itu anak menjadi berkembang kemampuan kognisi-afeksi dan
psikomotoriknya.
Pendidikan
anak usia dini seharusnya menjadi media pendidikan yang “liberal” dalam
makna membiarkan anak didik bermain dan berpikir sesuai kebutuhan
fisiologis dan psikisnya. Sehingga anak bisa merasakan proses
pendewasaan diri sebagai calon “manusia” yang humanis dan toleran.
Memang
tidak bisa disalahkan penyelenggara pendidikan anak usia dini
mengembangkan ideologi tertentu sebagai sarana kaderisasi politik sejak
dini. Masalahnya, jangan sampai program kurikulum pendidikan anak usia
dini menjadi “penjara” yang membatasi kebebasan kreatif-berpikir anak.
Anak
usia balita tidak etis apabila dikenalkan dengan tafsir ajaran moral
yang puritan dan antitoleransi, sehinggan lambat laun ke depannya akan
mendidik mentalitas antisosial dan anti kebinekaan. Anak balita
seharusnya diajarkan tentang bagaimana mengembangkan sikap humanis dan
menghargai kebebasan asasi anak yang lain.
Imlikasi
pendidikan anak usia dini yang eksklusif-puritan akan menjadikan anak
bangsa generasi muda kita sebagai generasi sosial yang selalu berpikir
(bersikap) “oposisi biner” dalam aktivitas sosial yang dilakoninya.
Memandang diri dan komunitasnya sebagai sentra kebenaran dan kelompok
(komunitas) lain sebagai sesuatu yang salah.
Untuk itulah saat ini perlu dikembangkan model-kurikulum pendidikan anak usia dini yang “idealis” namun pluralis. Sebuah kurikulum pendidikan anak usia dini yang menghargai nilai kemanusiaan dan perbedaan keyakinan sosial antar kelompok.
Pendidikan
anak usia dini yang berwatak pluralis dan humanis bisa dikembangkan
oleh ormas keagamaan lintas agama/etnik sebagai media “pengembangan”
nation Building bagi anak-anak balita, bisa pula dipelopori oleh
kalangan ornop penggiat pendidikan alternatif.
Ikhtisar
pendidikan anak usia dini yang pluralis, pertama, kurikulum pendidikan
harus jauh dari semangat puritanisme dan stereotype sosial berbasis
kesukuan-keagamaan dan harus mengedepankan materi pembelajaran yang
meneguhkan dimensi kemanusiaan.
Kedua,
model kurikulum pembelajaran anak usia dini mengikuti penalaran
psikologi pendidikan yang umum (wajar). Tidak ada skenario menjadikan
anak balita sebagai proyek percontohan “social engineering”. Ketiga,
pendidikan anak usia dini pada hakikatnya adalah media belajar melalui
logika bermain anak, karena itu tidak boleh ada pengekangan kebebasan
berpikir dan kreatif yang positif.
BAB. 3. PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pendidikan
anak usia dini (PAUD) jika diselenggarakan dengan berpedoman pada
ketentuan yang telah digariskan oleh otoritas pendidikan nasional serta
kaidah-kaidah yang berlaku universal bagi tumbuh kembang dan kebutuhan
dasar anak di usianya, akan membawa dampak yang baik.
Pendidikan
anak usia dini merupakan wahana pendidikan yang sangat fundamental
dalam memberikan kerangka dasar terbentuk dan berkembangnya dasar-dasar
pengetahuan, sikap dan keterampilan pada anak. Yang pada akhirnya akan
meningkatkan kemampuan kognitif, motorik, bahasa, sosio emosional, agama
dan moral.
3.2. Saran
Pendidikan
anak usia dini perlu dikembangkan,didukung dan mendapat pengawasan dari
pemerintah secara obyektif . Pendidikan anak usia dini jangan bersifat
“eksklusfi” dan menjadi ladang bisnis kelompok-kelompok kepentingan.
Melainkan harus diselenggarakan secara massal dan terstruktur dengan
baik dan berbiaya murah sehingga dapat dijangkau oleh masyarakat secara
luas.
Penulis
mengharapkan kritik serta saran-saran perbaikan manakala penulis
menyadari bahwasanya tulisan ini masih terdapat kekurangan-kekurangan,
atas perhatian dan saran perbaikan diucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
1. Konsepsi, Kebijakan, Dan Program Kerja Forum PAUD Jawa Barat – Sunaryo Kartadinata – Ketua Forum PAUD Jawa Barat.
2. http://file.upi/ai.php/dir=Direktori/A_FIP/JUR.PEND...
3. Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam – AnneAhira.com Content Team
4. Pendidikan Anak Usia Dini Yang Pluralis – Hans – Guru SMAN I Sragen
5. Psikologi Anak – Admin Blog Dunia Psikologi – Nopember 19th, 2008
0 komentar:
Posting Komentar