A. Partisipasi Politik
definisi
partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang unutk
ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan
jalan memilih pimpinan negara dan, secara langsung atau tidak langsung,
mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy).
a. Partisipasi Politik di Negara Demokrasi
Konsep partisipasi politik bertolak dari paham bahwa kedaulatan ada
di tangan rakyat, yang dilaksanakan melalui kegiatan bersama untuk
menetapkan tujuan-tujaun serta masa depan masyarakat itu dan untuk
menentukan orang-orang yang akan memegang tampuk pimpinan.
Ada dua piramida pola partisipasi :
1). Piramida pasrtispasi I, oleh Milbrath dan Goel, masyarakat terbagi dalam tiga kategori, yaitu :
- Pemain (Gladiators) : 5-7% populasi termasuk gladiators, yaitu orang yang sangat aktif dalam dunia politik.
- Penonton (Spectators) : 60% aktif secara minimal, termasuk memakai hak pilihnya.
- Apatis (Aphatetics) : 33% populasi termasuk aphatetics, yaitu orang yang tidak aktif sama sekali, termasuk tidak memakai hak pilihnya.
2). Piramida partisipasi II, oleh David F Roth dan Frank L. Wilson, masyarakat terbagi dalam empat kategori, yaitu :
- Aktivis (Activist) : The Devient (termasuk di
dalamnya pembunuh dengan maksud politik, pembajak, dan teroris);
pejabat public atau calon pejabat public; Fungsionaris partai politik
pimpinan kelompok kepentingan.
- Partisipan (Participant) : orang yang bekerja untuk
kampanye; anggota partai secara aktif; Partisipan dalam kelompok
kepentingan dan tindakan-tindakan yang bersifat politis; Orang yang
terlibat dalam komunitas proyek
- Penonton (Onlookers) : Orang yang menghadiri reli-reli politik; Anggota dalam kelompok kepentingan; Pe-lobby; Pemilih; Orang yang terlibat dalam diskusipolitik; Pemerhati dalam pembangunan politik.
- Apolitis (Apoliticals)
b. Partisipasi Politik di Negara Otoriter
Pada masa lampau, partisipasi diakui kewajarannya karena secara
formal kekuasaan ada di tangan rakyat. Akan tetapi tujuan utama
partisipasi olitik massa dalam masa pendek masyarakt adalah merombak
masyarakat yang terbelakang menjadi masyarakat yang modern, produktif,
kuat, dan berideologi kuat.
Uni Soviet adalah salah satu negara yang berhasil mencapai persentase voter turnout
(persentase orang yang menggunakan hak pilihnya) yang sangat tinggi,
yaitu selalu mencapai 99%. Namun sistemnya berbeda dengna negara
demokrasi, terutama karena hanya ada satu calon untuk setiap satu kursi
yang diperebutkan, dan para calon itu harus melalui proses penyaringan
yang ditentukan dan diselenggarakan oleh Partai Komunis.
c. Partisipasi Politik di Negara Berkembang
Kebanyakan negara berkembang ingin cepat-cepat melaksanakan
pembangunan untuk mengejar keterbelakangannya karena dianggap bahwa
berhasil atau tidaknya pembangunan banyak bergantung pada partisipasi
rakyat.
Di beberapa negara berkembang, partisipasi yang bersifat otonom
(lahir dari diri mereka sendiri) masih terbatas. Hal ini menyebabkan
pemerintah menghadapai masalah bagaimana untuk meningkatkan partispasi
itu, sebab jika partisipasi mengalami jalan buntu, dapat terjadi dua
hal, yaitu menimbulkan ”anomi” atau justru ”revolusi”. Masalah lain
adalah di beberapa negara berkembang yang proses pembangunannya agak
lancar. Di sana perluasan urbanisasi serta jaringan pendidikan dan
meningkatnya komunikasi menggerakkan banyak kelompok untuk aktif dalam
proses politik sehingga terjadi peningkatan tuntutan terhadap pemerintah
yang sangat mencolok. Kesenjangan antara tujuan sosial dan cara-cara
mencapai tujuan itu dapat menimbulkan perilaku ekstrem seperti teror dan
pembunuhan.
Jalan yang paling baik untuk mengatasi krisis partisipasi adalah
peningkatan inkremental dan bertahap seperti yang dilakukan Inggris pada
abad ke-19. cara demikian akan memberikan kesempatan dan waktu kepada
institusi maupun kepada rakyat untuk menyesuaikan diri.
Di negara-negara berkembang, setiap usaha pembangunan akan selalu
dibarengi dengan gejala-gejala sosial. Kalaupun stabilitas berhasil
dicapai, sifatnya mungkin akan tetap kurang stabil bila dibandingkan
dengan negara-negara yang sudah kuat dan mantap kehidupan politiknya.
Social Movements dan Kelompok Kepentingan
Yaitu tantangan kolektif oleh orang-orang yang mempunyai tujuan
bersama berbasis solidaritas, (yang dilaksanakan) melalui interaksi
secara terus menerus dengan para elite, lawan-lawannya, dan
pejabat-pejabat (T. Tarow, Power in Movement, 1994). Sementara
itu definisi kelompok kepentingan adalah suatu organisasi yang berusaha
untuk mempengaruhi kebijakan publik dalam suatu bidang yang penting
untuk anggota-anggotanya.
Beberapa Jenis Kelompok
- Kelompok Anomi, yaitu individu-indivi (tidak punya organisasi) yang terlibat merasa mempunyai perasaan frustasi dan ketidakpuasan yang sama. Ketidakpuasan ini diungkapkan melalui demonstrasi dan pemogokan yang tak terkontrol, yang kadang-kadang berakhir dengan kekerasan.
- Kelompok Nonasosiasional, yaitu kelompok yang tumbuh berdasarkan rasa solidaritas pada sanak saudara, kerabat, agama, wilayah, kelompok etnis, dan pekerjaan. Contohnya adalah Paguyuban Pasundan.
- Kelompok Institusional, yaitu kelompok-kelompok formal yang berada dalam atau bekerja secara erat dengan pemerintah seperti birokrasi dan kelompok militer. Contoh di Amerika adalah military industrial complex di mana Pentagon bekerja sama dengan industri pertahanan. Contoh di Indonesia adalah Dharma Wanita, KOPRI, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI)
- Kelompok Asosiasional, yaitu terdiri atas serikat buruh, kamar dagang, asosiasi etnis dan agama. Organsasi-organisasi ini dibentuk dengan tujuan yang eksplisit, mempunyai organisasi yang baik dengan staf yang bekerja dengan penuh waktu.
- Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), yaitu organisasi yang didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang secara sukarela yang memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatannya.
Pemilihan Umum adalah proses pemilihan orang atau kelompok orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu.
Dalam ilmu politik, dikenal bermacam-macam sistem pemilihan, tetapi umumnyan berkisar pada dua prinsip,yaitu :
- Single-member Constituency (Sistem Distrik), yaitu satu daerah pemilihan memilih satu wakil.
- Multi-member Constituency (system Proporsional), yaitu satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil.
Keuntungan :
- Sistem ini lebih mendorong ke arah integrasi parati-partai politik karena kursi yang diperebutkan adalah satu
- Fragmentasi partai dan kecenderungan membentuk partai baru dapat dibendung
- Wakil yang dipilih dapat dikenal oleh komunitasnya
- Bagi partai besar sistem ini menguntungkan karena dapat merai suara dari pemilih-pemilih lain sehingga memperoleh kedudukan mayoritas
- Tidak perlu diadakan koalisi karena mudah bagi suatu partai untuk memperoleh kedudukan mayoritas
- Sederhana dan murah untuk diselenggarakan
- Kurang memperhatikan kepentingan partai-partai kecil dan golongan minoritas
- Kurang representatif : partai yang calonnya kalah dalam satu distrik kehilangan suara yang telah mendukungnya
- Kurang efektif dalam masyarakat yang plural karena terbagi dalam kelompok etnis, religius, dan tribal
- Si Wakil kemungkinan akan lebih memperhatikan kepentingan distrik daripada kepentingan nasional.
Kuntungan :
- Sistem ini representatif karena jumlah kursi dalam parlemen sesuai dengan jumlah suara masyarakat yang diperlukan dalam pemilihan umum
- Lebih demokratis dalam arti lebih egalitarian karena praktis tanpa ada distorsi, yaitu kesenjangan antara suara nasional dan jumlah kursi dalam parlemen, tanpa suara yang hilang.
- Kurang mendorong partai-partai untuk berintegrasi atau bekerja sama satu sama lain
- Sistem ini mempermudah fragmentasi partai.
- Sistem ini memberikan kedudukan yang kuat kepada pimpinanpartai karena pimpinan partai menentukan daftar calon melalui Sistem Daftar
- Wakil yang terpilih kemungkinan renggang ikatannya dengan konstituen.
- Karena banyaknya partai, sulit bagi satu partai unutk memperoleh suara atau kedudukan mayoritas (50% + satu).
Tahun 1955 :
Menggunakan sistem proporsional. Jumlah anggota DPR ditetapkan berdasarkan imbangna jumlah penduduk. Tiap 300.000 penduduk diwakli oleh satu anggota DPR. Menggunakan Stelsel Daftar Mengikat dan Stelse Daftar Bebas. Calon yang terpilih adalah yang memperoleh suara sesuai BPPD (Bilangan Pembagi Pemilih Daftar)
Tahun 1971-1999 :
Menggunakan sistem proporsional dengan Stelsel Daftar Tertutup. Pemilih memberikan suara hanya kepada partai, dan partai akan memberikan suaranya kepada calon dengan nomor urut teratas. Suara akan diberikan kepada urutan berikutnya bila calon dengan nomor urut teratas telah memilik suara cukup untuk kuota satu kursi. Pada pemilihan tahun-tahun ini setiap anggota DPR mewakili 400.000 penduduk.
2004 :
Ada satu lembaga baru, yaitu DPD (Dewan Perwakilan Daerah). Untuk pemilihan umum DPD digunakan system distrik dengan wakil 4 kursi steiap provinsi). Pesertanya adalah individu dan daerah pemilihannya adalah wilayah provinsi. Untuk pemilihan DPR dan DPRD digunakan sistem proporsional dengan Stelsel Daftar Terbuka sehingga pemilih dapat memberikan suaranya secara langsung kepada calon yang dipilih.
Dari sudut pandang gender, Pemilihan Umum 2004 secara tegas memberi peluan lebih besar secara afirmatif bagi peran perempuan. Pasal 65 UU No. 12/2003 menyatakan calon anggota DPR dan DPRD dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% untuk setiap daerah pemilihan.
Kemudian juga ada prosedur selektif partai-partai yang akan menjadi peserta pemilihan umum. Ada sejumlah syarat, baik administratif maupun substansial, yang harus dipenuhi oleh setiap partai untuk bisa menjadi peserta.
0 komentar:
Posting Komentar