KATA PENGANTAR
Puji dan syukur
kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena alhamdulillah
dengan limpahan karunia dan
nikmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Tak lupa
shalawat serta salam semoga tetap tercurah pada Nabi akhir zaman
Muhammad SAW, kepada para
Sahabatnya, keluarga, serta sampai kepada kita
Makalah
berjudul “Warga Negara dan Kewarganegaraan” ini kami buat untk memenuhi salah
satu tugas yang diberikan guru mata pelajaran PKN. Dan semoga, selain
memenuhi
tugas
tersebut, makalah ini dapat bermanfaat bagi khalayak pembaca pada umumnya dan
kami khususnya.
Kritik dan
saran sangat kami harapkan dalam upaya perbaikan kami dalam
membuat makalah. Karena sangat
kami sadari pembuata makalah ini sarat akan
kekurangan.
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR........................................................... ................................ I
DAFTAR
ISI.........................................................................................................
II
BAB I
PENDAHULUAN.....................................................................................
1
1.1 Latar
Belakang................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah
........................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan
............................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
......................................................................................
2
2.1 Kewarganegaraan
..................................................................................
2
2.1.1 Pengertian
..................................................................................
2
2.1.2 Warga Negara Indonesia
........................................................... 2
2.2 Kedudukan Warga Negara Di Indonesia
............................................... 4
2.2.1 Persamaan Kedudukan Warga
Negara ......................................... 5
2.2.2 Persamaan Kedudukan Warga Negara Tanpa Membeda-
Bedakan Ras, Agama, Gender,
Golongan,
Budaya Dan Suku ........................................................................
7
BAB III
PENUTUP...............................................................................................
8
3.1
Kesimpulan.............................................................................................
8
3.2
Saran.......................................................................................................
8
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai warga
Negara dan masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai
kedudukan, hak dan kewajiban yang
sama, Yang pokok adalah bahwa setiap orang
haruslah terjamin haknya untuk
mendapatkan status kewarganegaraan, sehingga
terhindar dari kemungkinan
menjadi ‘stateless’ atau tidak berkewarganegaraan.
Tetapi pada saat yang bersamaan,
setiap negara tidak boleh membiarkan seseorang
memilki dua
status kewarganegaraan sekaligus.
Itulah sebabnya diperlukan
perjanjian kewarganegaraan antara
negara-negara modern untuk menghindari status
dwi-kewarganegaraan tersebut.
Oleh karena itu,
di samping pengaturan
kewarganegaraan berdasarkan
kelahiran dan melalui
proses pewarganegaraan
(naturalisasi) tersebut, juga
diperlukan mekanisme lain yang lebih sederhana, yaitu
melalui registrasi biasa.
Indonesia
sebagai negara yang pada dasarnya menganut prinsip ‘ius sanguinis’,
mengatur kemungkinan
warganya untuk mendapatkan
status kewarganegaraan
melalui prinsip kelahiran.
Sebagai contoh banyak warga keturunan Cina yang masih
berkewarganegaraan Cina
ataupun yang memiliki
dwi-kewarganegaraan antara
Indonesia
dan Cina, tetapi bermukim di Indonesia
dan memiliki keturunan di
Indonesia. Terhadap anak-anak
mereka ini sepanjang yang bersangkutan tidak
berusaha untuk mendapatkan status
kewarganegaraan dari negara asal orangtuanya,
dapat saja diterima sebagai
warganegara Indonesia
karena kelahiran. Kalaupun hal
ini dianggap tidak sesuai dengan
prinsip dasar yang dianut, sekurang-kurangnya
terhadap mereka itu dapat
dikenakan ketentuan mengenai kewarganegaraan melalui
proses registrasi biasa, bukan
melalui proses naturalisasi yang mempersamakan
kedudukan mereka sebagai orang
asing sama sekali.
1.2 Rumusan Masalah
Yang akan
dibahas dalam makalah
ini adalah tentang
pengertian
kewarganegaraandan kedudukan
warga Negara di Indonesia. Yang mana keduanya
merupakan dasar bagi kita seorang
warga Negara, agar mengetahui batasan-batasa
kewarganegaraan dan perolehan
hakdan kewajiban seorang warga negara, yang di
harapkan akan menentukan
langkah-langkah kita dalam upaya bela negara.
1.3 Tujuan Penulisan
1. Memenuhi salah satu tugas mata
pelajaran pendidika kewarganegaraan
2. menambah pengetahuan tentang
pendidikan kewarga negaraan.
3. membahas secara sederhana
peranan warga negara.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 KEWARGANEGARAAN
2.1.1 Pangertian
Kewarganegaraan merupakan keanggotaan
seseorang dalam satuan politik
tertentu (secara khusus: negara) yang
dengannya membawa hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik Seseorang
dengan keanggotaan yang demikian disebut warga negara. Seorang warga negara
berhak memiliki paspor dari negara yang dianggotainya.
Kewarganegaraan merupakan bagian
dari konsep kewargaan (citizenship). Di
dalam pengertian ini, warga suatu
kota atau
kabupaten disebut sebagai warga
kota atauwarga kabupaten, karena keduanya
juga merupakan satuan politik. Dalam
otonomi daerah, kewargaan ini
menjadi penting, karena masing-masing satuan
politik akan memberikan hak
(biasanya sosial) yang berbeda-beda bagi warganya.
Kewarganegaraan memiliki
kemiripan dengan kebangsaan
(nationality). Yang
membedakan adalah hak-hak untuk
aktif dalam perpolitikan. Ada
kemungkinan
untuk memiliki kebangsaan tanpa
menjadi seorang warga negara (contoh, secara
hukum merupakan subyek suatu
negara dan berhak atas perlindungan tanpa memiliki
hak berpartisipasi dalam
politik). Juga dimungkinkan untuk memiliki hak politik
tanpa menjadi anggota bangsa dari
suatu negara.
Di bawah teori kontrak sosial
, status kewarganegaraan memiliki
implikasi hak
dan kewajiban. Dalam filosofi
"kewarganegaraan aktif", seorang warga negara
disyaratkan untuk
menyumbangkan kemampuannya bagi
perbaikan komunitas
melalui partisipasi ekonomi,
layanan publik, kerja sukarela, dan berbagai kegiatan
serupa untuk memperbaiki
penghidupan masyarakatnya. Dari dasar pemikiran ini
muncul mata pelajaran
Kewarganegaraan (Civics) yang diberikan di sekolah
-sekolah.
2.1.2 WARGA NEGARA INDONESIA
Seorang Warga Negara Indonesia
(WNI) adalah orang yang diakui oleh UU
sebagai warga negara Republik Indonesia.
Kepada orang ini akan diberikan Kartu
Tanda Penduduk
, berdasarkan Kabupaten
atau (khusus DKI Jakarta
) Provinsi, tempat
ia terdaftar sebagai
penduduk/warga. Kepada orang ini akan diberikan nomor
identitas yang unik (Nomor Induk
Kependudukan
, NIK) apabila ia telah berusia
17
tahun dan mencatatkan diri di
kantor pemerintahan. Paspor
diberikan oleh negara
kepada warga negaranya sebagai
bukti identitas yang bersangkutan dalam tata
hukum internasional.
Kewarganegaraan Republik Indonesia
diatur dalam UU no. 12 tahun 2006
tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Menurut UU ini, orang yang menjadi
Warga Negara Indonesia (WNI)
adalah :
1. setiap orang yang sebelum
berlakunya UU tersebut telah menjadi
WNI
2. anak yang lahir dari
perkawinan yang sah dari ayah dan ibu WNI
3. anak yang lahir dari
perkawinan yang sah dari seorang ayah WNI dan
ibu warga negara asing (WNA),
atau sebaliknya
4. anak yang lahir dari
perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI dan
ayah yang tidak memiliki
kewarganegaraan atau hukum negara asal sang
ayah tidak memberikan
kewarganegaraan kepada anak tersebut
5. anak yang lahir dalam tenggang
waktu 300 hari setelah ayahnya
meninggal dunia dari perkawinan
yang sah, dan ayahnya itu seorang WNI
6. anak yang lahir di luar
perkawinan yang sah dari ibu WNI
7. anak yang lahir di luar
perkawinan yang sah dari ibu WNA yang
diakui oleh seorang ayah WNI
sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan
sebelum anak tersebut berusia 18
tahun atau belum kawin
8. anak yang lahir di wilayah
negara Republik Indonesia
yang pada
waktu lahir tidak jelas status
kewarganegaraan ayah dan ibunya.
9. anak yang baru lahir yang
ditemukan di wilayah megara Republik
Indonesia selama ayah dan ibunya
tidak diketahui
10. anak yang lahir di wilayah
negara Republik Indonesia
apabila ayah
dan ibunya
tidak memiliki kewarganegaraan atau
tidak diketahui
keberadaannya
11. anak yang dilahirkan di luar
wilayah Republik Indonesia
dari ayah
dan ibu WNI, yang karena
ketentuan dari negara tempat anak tersebut
dilahirkan memberikan
kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan
12. anak dari seorang ayah atau
ibu yang telah dikabulkan permohonan
kewarganegaraannya, kemudian ayah
atau ibunya meninggal dunia sebelum
mengucapkan sumpah atau
menyatakan janji setia.
Selain itu, diakui pula sebagai
WNI bagi
1. anak WNI yang lahir di luar
perkawinan yang sah, belum berusia 18
tahun dan
belum kawin, diakui
secara sah oleh
ayahnya yang
berkewarganegaraan asing
2. anak WNI yang belum berusia lima tahun, yang diangkat
secara sah
sebagai anak oleh WNA berdasarkan
penetapan pengadilan
3. anak yang belum berusia 18
tahun atau belum kawin, berada dan
bertempat tinggal
di wilayah RI, yang ayah atau
ibunya memperoleh
kewarganegaraan Indonesia
4. anak WNA yang belum berusia lima tahun yang diangkat
anak secara
sah menurut penetapan pengadilan
sebagai anak oleh WNI.
Kewarganegaraan Indonesia juga
diperoleh bagi seseorang yang termasuk dalam
situasi sebagai berikut:
1. Anak yang belum berusia 18
tahun atau belum kawin, berada dan
bertempat tinggal di wilayah
Republik Indonesia,
yang ayah atau ibunya
memperoleh kewarganegaraan Indonesia
2. Anak warga negara asing yang
belum berusia lima
tahun yang
diangkat anak secara sah menurut penetapan
pengadilan sebagai anak oleh
warga negara Indonesia
Di samping
perolehan status kewarganegaraan seperti
tersebut di atas,
dimungkinkan pula perolehan
kewarganegaraan Republik Indonesia
melalui proses
pewarganegaraan. Warga negara
asing yang kawin secara sah dengan warga negara
Indonesia
dan telah tinggal di wilayah negara Republik Indonesia
sedikitnya lima
tahun berturut-turut atau sepuluh
tahun tidak berturut-turut dapat menyampaikan
pernyataan menjadi warga negara
di hadapan pejabat yang berwenang, asalkan tidak
mengakibatkan kewarganegaraan
ganda.
Berbeda dari UU Kewarganegaraan
terdahulu, UU Kewarganegaraan tahun
2006 ini memperbolehkan
dwikewarganegaraan secara terbatas, yaitu untuk anak
yang berusia sampai 18 tahun dan
belum kawin sampai usia tersebut. Pengaturan
lebih lanjut mengenai hal ini
dicantumkan pada Peraturan Pemerintah no. 2 tahun
2007.
Dari UU ini terlihat bahwa secara
prinsip Republik Indonesia
menganut asas
kewarganegaraan ius sanguinis
; ditambah dengan ius soli
terbatas (lihat poin 8-10)
dan kewarganegaraan ganda
terbatas (poin 11).
2.2 KEDUDUKAN WARGA NEGARA DI
NEGARA INDONESIA
Dapat dikatakan bahwa proses
kewarganegaraan itu dapat diperoleh melalui
tiga cara, yaitu: (i)
kewarganegaraan karena kelahiran atau ‘citizenship by birth’, (ii)
kewarganegaraan melalui
pewarganegaraan atau ‘citizenship by naturalization’, dan
(iii) kewarganegaraan melalui
registrasi biasa atau ‘citizenship by registration’.
Ketiga cara
ini seyogyanya dapat
sama-sama dipertimbangkan dalam
rangka
pengaturan mengenai
kewarganegaraan ini dalam sistem hukum Indonesia, sehingga
kita tidak membatasi pengertian
mengenai cara memperoleh status kewarganegaraan
itu hanya dengan cara pertama dan
kedua saja sebagaimana lazim dipahami selama
ini.
Kasus-kasus kewarganegaraan di Indonesia juga
banyak yang tidak
sepenuhnya dapat diselesaikan
melalui cara pertama dan kedua saja. Sebagai contoh,
banyak warganegara Indonesia
yang karena sesuatu, bermukim di Belanda, di
Republik Rakyat Cina, ataupun di Australia dan
negara-negara lainnya dalam waktu
yang lama
sampai melahirkan keturunan,
tetapi tetap mempertahankan status
kewarganegaraan Republik Indonesia.
Keturunan mereka ini dapat
memperoleh status kewarganegaraan Indonesia
dengan cara registrasi biasa yang
prosesnya tentu jauh lebih sederhana daripada
proses naturalisasi. Dapat pula
terjadi, apabila yang bersangkutan, karena sesuatu
sebab, kehilangan kewarganegaraan
Indonesia,
baik karena kelalaian ataupun sebab-
sebab lain,
lalu kemudian berkeinginan
untuk kembali mendapatkan
kewarganegaraan Indonesia, maka prosesnya
seyogyanya tidak disamakan dengan
seorang warganegara
asing yang ingin
memperoleh status kewarganegaraan
Indonesia.
Lagi pula sebab-sebab hilangnya
status kewarganegaraan itu bisa saja terjadi
karena kelalaian, karena alasan
politik, karena alasan teknis yang tidak prinsipil,
ataupun karena
alasan bahwa yang bersangkutan
memang secara sadar ingin
melepaskan status kewarganegaraannya
sebagai warganegara Indonesia.
Sebab atau
alasan hilangnya kewarganegaraan
itu hendaknya dijadikan pertimbangan yang
penting, apabila
yang bersangkutan ingin
kembali mendapatkan status
kewarganegaraan Indonesia. Proses yang harus dilakukan
untuk masing-masing
alasan tersebut sudah semestinya
berbeda-beda satu sama lain.
Yang pokok adalah bahwa setiap
orang haruslah terjamin haknya untuk
mendapatkan status
kewarganegaraan, sehingga terhindar dari kemungkinan menjadi
‘stateless’ atau tidak
berkewarganegaraan. Tetapi pada saat yang bersamaan, setiap
negara tidak boleh membiarkan
seseorang memilki dua status kewarganegaraan
sekaligus. Itulah sebabnya
diperlukan perjanjian kewarganegaraan antara negara-
negara modern untuk menghindari
status dwi-kewarganegaraan tersebut. Oleh karena
itu, di samping pengaturan
kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan melalui
proses pewarganegaraan
(naturalisasi) tersebut, juga diperlukan mekanisme lain yang
lebih sederhana, yaitu melalui
registrasi biasa.
Di samping itu, dalam proses
perjanjian antar negara, perlu diharmonisasikan
adanya prinsip-prinsip yang
secara diametral bertentangan, yaitu prinsip ‘ius soli’
dan prinsip ‘ius sanguinis’
sebagaimana diuraikan di atas. Kita memang tidak dapat
memaksakan pemberlakuan satu
prinsip kepada suatu negara yang menganut prinsip
yang berbeda. Akan tetapi,
terdapat kecenderungan internasional untuk mengatur
agar terjadi harmonisasi dalam
pengaturan perbedaan itu, sehingga di satu pihak
dapat dihindari terjadinya
dwi-kewarganegaraan, tetapi di pihak lain tidak akan ada
orang yang berstatus ‘stateless’
tanpa kehendak sadarnya sendiri. Karena itu, sebagai
jalan tengah
terhadap kemungkinan perbedaan
tersebut, banyak negara
yang
berusaha menerapkan sistem
campuran dengan tetap berpatokan utama pada prinsip
dasar yang dianut dalam sistem
hukum masing-masing.
Indonesia sebagai negara yang pada
dasarnya menganut prinsip ‘ius sanguinis’,
mengatur kemungkinan
warganya untuk mendapatkan
status kewarganegaraan
melalui prinsip kelahiran.
Sebagai contoh banyak warga keturunan Cina yang masih
berkewarganegaraan Cina
ataupun yang memiliki
dwi-kewarganegaraan antara
Indonesia
dan Cina, tetapi bermukim di Indonesia
dan memiliki keturunan di
Indonesia. Terhadap anak-anak
mereka ini sepanjang yang bersangkutan tidak
berusaha untuk mendapatkan status
kewarganegaraan dari negara asal orangtuanya,
dapat saja diterima sebagai
warganegara Indonesia
karena kelahiran. Kalaupun hal
ini dianggap tidak sesuai dengan
prinsip dasar yang dianut, sekurang-kurangnya
terhadap mereka itu dapat
dikenakan ketentuan mengenai kewarganegaraan melalui
proses registrasi biasa, bukan
melalui proses naturalisasi yang mempersamakan
kedudukan mereka sebagai orang
asing sama sekali.
2.2.1 Persamaan Kedudukan Warga
Negara
1. Landasan yang Menjamin
Persamaan Kedudukan Warga Negara
a. Makna Persamaan
Saling menghargai dan menghormati
orang lain tanpa membeda-bedakan suku,
agama, ras dan antargolongan
(SARA)
b. Jaminan Persamaan Hidup
(Pendekatan Kultural)
Beberapa nilai cultural bangsa Indonesia
yang dapat dilestarikan :
1. Nilai Religius
2. Nilai Gotong Royong
3. Nilai Ramah Tamah
4. Nilai Cinta Tanah Air
c. Jaminan Persamaan Hidup dalam
Konstitusi Negara
Jaminan persamaan hidup warga
Negara di dalam konstitusi negara adalah :
a) Pembukaan UUD 1945 alinea 1
b) Sila-sila Pancasila
c) UUD 1945 dan peraturan
peundangan lainnya
2. Berbagai Aspek Persamaan
Kedudukan Sikap Warga Negara
a. Bidang Politik
a. Kewajiban bela negara terhadap
keberadaan dan kelangsungan NKRI
b. Pengembangan sistem politik
nasional yang demokratis, termasuk
penyelenggaraan pemilu yang
berkualitas.
c. Meningkatkan partai
politik yang mandiri
dengan pendidikan
kaderisasi yang intensif dan
komprehensif.
d. Memperketat dan menetapkan
prinsip persamaan dan antidiskriminasi
dalam kehidupan masyarakat bangsa
dan negara.
b. Bidang Ekonomi
a.Setiap warga negara berhak
memperoleh kesempatan dalam lapangan
kerja atau
perbaikan taraf hidup ekonomi dan
menikmati hasil-
hasilnya secara adil sesuai
dengan nilai-nilai kemanusiaan dan darma
baktinya yang diberikankepada
masyrakat, bangsa, dan negara
b.Persamaan kedudukan di bidang
ekonomi untuk menciptakan sistem
ekonomi kerakyatan yang
berkeadilan dan bersaing sehat, efisien,
produktif, berday saing, serta
mengembangkan kehidupan yang layak
anggota masyarakat.
c. Bidang Hukum
Dalam pasal 27 UUD 1945 secara
jelas disebutkan bahwa negara
menjamin warga negaranya tanpa
membedakan ras, agama, gender,
golongan, budaya, dan suku.
d. Bidang Sosial-Budaya
Persamaan kedudukan di bidang
sosial-budaya di antaranya :
memperoleh pelayanan kesehatan
kebebasan mengembangkan diri
memperoleh pendidikan yang
bermutu
memelihara tatanan sosial.
3. Contoh Perilaku yang
Menampilkan Persamaan Kedudukan Warga Negara
Menghargai dan menghormati
kedudukan individu dengan tidak menonjolkan
perbedaan yang ada
Menjaga tali persaudaraan dalam
suatu lingkungan
Negara menjamin persamaan
kedudukan warga Negara, sehingga setiap
warga negara memiliki hak dan
kewajiban yang sama
Tidak memicu konflik yang
disebabkan karena terlalu mengagung-agungkan
atau membangga-banggakan
agama/ras/golongan pribadi
Mengakui dan
memperlakukan manusia sesuai
harkat dan martabatnya
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha
Esa
Tidak mengambil hak-hak milik
orang lain
2.2.2 Persamaan Kedudukan Warga
Negara Tanpa Membeda-bedakan Ras,
Agama, Gender, Golongan, Budaya
dan Suku
Berikut upaya-upaya menghargai
persamaan kedudukan warga negara :
a) Setiap kebijakan
pemerintah hendaknya bertumpu
pada persamaan dan
menghargai pluralitas
b) Pemerintah harus terbuka dan
membuka ruang kepada masyarakat berperan
serta dalam pembangunan nasional
tanpa membeda-bedakan sara, gender,
budaya
c) Produk hukum atau peraturan
perundang-undangan harus menjamin persamaan
warga Negara
d) Partisipasi masyarakat dalam
politik harus memperhatikan kesetaraan sara dan
gender
Penerapan prinsip persamaan
kedudukan warga negara antara lain :
a) Tidak memaksakan suatu agama
dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa kepada orang lain
b) Mengakui dan memperlakukan
manusia sesuai harkat dan martabatnya sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa
c) Mengakui persamaan
derajat, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap
manusia tanpa membeda-bedakan
suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis
kelamin kedudukan social, warna
kulit dsb
d) Mengembangkan sikap tidak
semena-mena terhadap orang lain
e) Sebagai warga Negara dan
masyarakat, setiap manusia Indonesia
mempunyai
kedudukan, hak dan kewajiban yang
sama
f) Menjaga keseimbangan antara
hak dan kewajiban
g) Tidak menggunakan hak milik
untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan
terhadap orang lain.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Indonesia sebagai negara yang pada
dasarnya menganut prinsip ‘ius sanguinis’,
mengatur kemungkinan
warganya untuk mendapatkan
status kewarganegaraan
melalui prinsip kelahiran.
Sebagai contoh banyak warga keturunan Cina yang masih
berkewarganegaraan Cina
ataupun yang memiliki
dwi-kewarganegaraan antara
Indonesia
dan Cina, tetapi bermukim di Indonesia
dan memiliki keturunan di
Indonesia. Terhadap anak-anak mereka
ini sepanjang yang bersangkutan tidak
berusaha untuk mendapatkan status
kewarganegaraan dari negara asal orangtuanya,
dapat saja diterima sebagai
warganegara Indonesia
karena kelahiran. Kalaupun hal
ini dianggap tidak sesuai dengan
prinsip dasar yang dianut, sekurang-kurangnya
terhadap mereka itu dapat
dikenakan ketentuan mengenai kewarganegaraan melalui
proses registrasi biasa, bukan
melalui proses naturalisasi yang mempersamakan
kedudukan mereka sebagai orang
asing sama sekali.
Seorang Warga Negara Indonesia
(WNI) adalah orang yang diakui oleh UU
sebagai warga negara Republik Indonesia.
Kepada orang ini akan diberikan Kartu
Tanda Penduduk
, berdasarkan Kabupaten
atau (khusus DKI Jakarta
) Provinsi, tempat
ia terdaftar sebagai penduduk/warga.
Kepada orang ini akan diberikan nomor
identitas yang unik (Nomor Induk
Kependudukan
, NIK) apabila ia telah berusia
17
tahun dan mencatatkan diri di
kantor pemerintahan. Paspor
diberikan oleh negara
kepada warga negaranya sebagai
bukti identitas yang bersangkutan dalam tata
hukum internasional.
Kewarganegaraan Republik Indonesia
diatur dalam UU no. 12 tahun 2006
tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Setiap warga negara berhak
memperoleh kesempatan dalam lapangan kerja
atau perbaikan taraf hidup
ekonomi dan menikmati hasil-hasilnya secara adil sesuai
dengan nilai-nilai
kemanusiaan dan darma
baktinya yang diberikankepada
masyrakat, bangsa, dan negara
Dalam pasal 27 UUD 1945 secara
jelas disebutkan bahwa negara menjamin
warga negaranya tanpa membedakan
ras, agama, gender, golongan, budaya, dan
suku.
3.2 SARAN
Berikut upaya-upaya menghargai
persamaan kedudukan warga negara :
a. Setiap kebijakan pemerintah
hendaknya bertumpu pada persamaan
dan menghargai pluralitas
b. Pemerintah harus terbuka dan
membuka ruang kepada masyarakat
berperan serta dalam pembangunan
nasional tanpa membeda-bedakan
sara, gender, budaya
c. Produk hukum atau peraturan
perundang-undangan harus menjamin
persamaan warga Negara
d.Partisipasi masyarakat dalam
politik harus memperhatikan kesetaraan
sara dan gender.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar