KATA PENGANTAR
Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa senantiasa selalu memberikan taufiq dan hidayah sehingga kita diberikan kesehatan maupun kesempatan dalam memberikan dorongan dan motivasi sehingga terselesainya tugas ini.
Makalah
ini dibuat untuk memenuhi tugas dari bapak Drs. Haninda Bharata,M.Pd.
Sebagai salah satu tugas mata kuliah Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum.
Melalui
makalah ini, kami mencoba menyajikan konsep dalam kurikulum dengan
makalah yang berjudul “Anatomi Dan Desain Kurikulum”. Isi makalah ini
kami kutip dari beberapa artikel di internet dan makalah yang berjudul
“Konsep Pengembangan Kurikulum “.
Ucapan
terimakasih kami sampaikan kepada bapak Drs. Haninda Bharata,M.Pd
selaku dosen mata kuliah dasar-dasar Pengembangan Kurikulum yang telah
membimbing kami sehingga makala ini dapat kami selesaikan denagn lancar.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya.
Bandar Lampung,23 November2010
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... 1
DAFTAR ISI.................................................................................................. 2
BAB I
PENDAHULUAN.......................................................................................... 4
1. Latar Belakang............................................................................................. 4
1.1. Pengertian Kurikulum................................................................................ 4
1.2. Posisi Kurikulum Dalam Pendidikan......................................................... 6
BAB II
PEMBAHASAN............................................................................................. 10
A. Komponen-komponen Kurikulum............................................................... 11
B. Desain Kurikulum........................................................................................ 24
BAB III
PENUTUP...................................................................................................... 33
A. Kesimpulan.................................................................................................. 33
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 34
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dalam
banyak literature kurikulum diartikan sebagai suatu dokumen atau
rencana tertulis mengenai kualitas pendidikan yang harus dimiliki oleh
peserta didik melalui suatu pengalaman belajar. Pengertian ini
mengandung arti bahwa kurikulum harus tertuang dalam satu atau beberapa
dokumen atau rencana tertulis. Pengertian kualitas pendidikan di sini
mengandung makna bahwa kurikulum sebagai dokumen merencanakan kualitas
hasil belajar yang harus dimiliki peserta didik, kualitas bahan/konten
pendidikan yang harus dipelajari peserta didik, kualitas proses
pendidikan yang harus dialami peserta didik. Aspek yang tidak terungkap
secara jelas tetapi tersirat dalam definisi kurikulum sebagai dokumen
adalah bahwa rencana yang dimaksudkan dikembangkan berdasarkan suatu
pemikiran tertentu tentang kualitas pendidikan yang diharapkan.
Perbedaan pemikiran atau ide akan menyebabkan terjadinya perbedaan dalam
kurikulum yang dihasilkan, baik sebagai dokumen mau pun sebagai
pengalaman belajar. Oleh karena itu Oliva (1997:12) mengatakan
"Curriculum itself is a construct or concept, a verbalization of an
extremely complex idea or set of ideas".
Pengaruh
pandangan filosofi terhadap pengertian kurikulum ditandai oleh
pengertian kurikulum yang dinyatakan sebagai "subject matter", "content"
atau bahkan "transfer of culture". Khusus yang mengatakan bahwa
kurikulum sebagai "transfer of culture" adalah dalam pengertian kelompok
ahli yang memiliki pandangan filosofi yang dinamakan perennialism
(Tanner dan Tanner, 1980:104).
Perbedaan
ruang lingkup kurikulum juga menyebabkan berbagai perbedaan dalam
definisi. Ada yang berpendapat bahwa kurikulum adalah "statement of
objectives" (McDonald; Popham), ada yang mengatakan bahwa kurikulum
adalah rencana bagi guru untuk mengembangkan proses pembelajaran atau
instruction (Saylor, Alexander,dan Lewis, 1981). Ada yang mengatakan
bahwa kurikulum adalah dokumen tertulis yang berisikan berbagai komponen
sebagai dasar bagi guru untuk mengembangkan kurikulum guru
(Zais,1976:10). Ada juga pendapat resmi negara seperti yang dinyatakan
dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 yang menyatakan bahwa kurikulum
adalah "seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan
bahan pelajaranserta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untukmencapai tujuan pendidikan tertentu" (pasal 1
ayat 19).
Pengertian
di atas menggambarkan definisi kurikulum dalam arti teknis pendidikan.
Pengertian tersebut diperlukan ketika proses pengembangan kurikulum
sudah menetapkan apa yang ingin dikembangkan, model apa yang seharusnya
digunakan dan bagaimana suatu dokumen harus dikembangkan. Kebanyakan
dari pengertian itu berorientasi pada kurikulum sebagai upaya untuk
mengembangkan diri peserta didik, pengembangan disiplin ilmu, atau
kurikulum untuk mempersiapkan peserta didik untuk suatu pekerjaan
tertentu. Doll (1993:47-51) menamakannya sebagai "the scientific
curriculum" dan menyimpulkan sebagai "clouded and myopic".
Banyak
kecaman terhadap pengertian kurikulum yang dikembangkan dari pandangan
filosofis ini walau pun dalam kenyataannya masih banyak orang dan
pengambil kebijakan yang menganut pandangan ini. Kurikulum di Indonesia
masih didominasi oleh pandangan ini. Konten kurikulum dalam pandangan
ini adalah materi yang dikembangkan dari disiplin ilmu; tujuan adalah
penguasaan konsep, teori, atau hal yang terkait dengan disiplin ilmu.
Pandangan
rekonstruksi social di atas menyebabkan kurikulum haruslah
diredefinisikan kembali sehingga ia tidak mediocre karena hanya
menfokuskan diri pada transfer kejayaan masa lalu, pengembangan
intelektualitas, atau pun menyiapkan peserta didik untuk kehidupan masa
kini. Padahal masa kini adalah kelanjutan dari masa lalu dan masa kini
akan terus berubah dan sukar diprediksi.
1.1.1 POSISI KURIKULUM DALAM PENDIDIKAN
Kurikulum
memiliki posisi sentral dalam setiap upaya pendidikan Klein, (1989:15).
Dalam pengertian kurikulum yang dikemukakan di atas harus diakui ada
kesan bahwa kurikulum seolah-olah hanya dimiliki oleh lembaga pendidikan
modern dan yang telah memiliki rencana tertulis. Sedangkan lembaga
pendidikan yang tidak memiliki rencana tertulis dianggap tidak memiliki
kurikulum. Pengertian di atas memang pengertian yang diberlakukan untuk
semua unit pendidikan dan secara administratif kurikulum harus terekam
secara tertulis.
Posisi
sentral ini menunjukkan bahwa di setiap unit pendidikan kegiatan
kependidikan yang utama adalah proses interaksi akademik antara peserta
didik, pendidik, sumber dan lingkungan. Posisi sentral ini menunjukkan
pula bahwa setiap interaksi akademik adalah jiwa dari pendidikan. Dapat
dikatakan bahwa kegiatan pendidikan atau pengajaran pun tidak dapat
dilakukan tanpa interaksi dan kurikulum adalah desain dari interaksi
tersebut.
Dalam
posisi maka kurikulum merupakan bentuk akuntabilitas lembaga pendidikan
terhadap masyarakat. Setiap lembaga pendidikan, apakah lembaga
pendidikan yang terbuka untuk setiap orang ataukah lembaga pendidikan
khusus haruslah dapat mempertanggungjawabkan apa yang dilakukannya
terhadap masyarakat. Lembaga pendidikan tersebut harus dapat memberikan
"academic accountability" dan "legal accountability" berupa kurikulum.
Jika seseorang ingin mengetahui apakah yang dihasilkan ataukah
pengalaman belajar yang terjadi di lembaga pendidikan tersebut tidak
bertentangan dengan hukum maka ia harus mempelajari dan mengkaji
kurikulum lembaga pendidikan tersebut.
Dalam
pengertian "intrinsic" kependidikan maka kurikulum adalah jantung
pendidikan. Artinya, semua gerak kehidupan kependidikan yang dilakukan
sekolah didasarkan pada apa yang direncanakan kurikulum. Kehidupan di
sekolah adalah kehidupan yang dirancang berdasarkan apa yang diinginkan
kurikulum. Pengembangan potensi peserta didik menjadi kualitas yang
diharapkan adalah didasarkan pada kurikulum. Proses belajar yang dialami
peserta didik di kelas, di sekolah, dan di luar sekolah dikembangkan
berdasarkan apa yang direncanakan kurikulum. Oleh karena itu kurikulum
adalah dasar dan sekaligus pengontrol terhadap aktivitas pendidikan.
Tanpa kurikulum yang jelas apalagi jika tidak ada kurikulum sama sekali
maka kehidupan pendidikan di suatu lembaga menjadi tanpa arah dan tidak
efektif dalam mengembangkan potensi peserta didik menjadi kualitas
pribadi yang maksimal.
Untuk
menegakkan akuntabilitasnya maka kurikulum tiak boleh hanya membatasi
diri pada persoalan pendidikan dalam pandangan perenialisme atau
esensialisme.. Kurikulum dan pendidikan melepaskan diri dari berbagai
masalah social yang muncul, hidup, dan berkembang di masyarakat.
Kurikulum menyebabkan sekolah menjadi lembaga menara gading yang tidak
terjamah oleh keadaan masyarakat dan tidak berhubungan dengan
masyarakat. Situasi seperti ini tidak dapat dipertahankan dan kurikulum
harus memperhatikan tuntutan masyarakat dan rencana bangsa untuk
kehidupan masa mendatang. Problema masyarakat harus dianggap sebagai
tuntutan, menjadi kepeduliaan dan masalah kurikulum.
Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 ayat (3) menyatakan bahwa kurikulum
disusun sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
- peningkatan iman dan takwa;
- peningkatan akhlak mulia;
- peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
- keragaman potensi daerah dan lingkungan;
- tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
- tuntutan dunia kerja;
- perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
- agama;
- dinamika perkembangan global; dan
- persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan
Pasal
ini jelas menunjukkan berbagai aspek pengembangan kepribadian peserta
didik yang menyeluruh dan pengembangan pembangunan masyarakat dan
bangsa, ilmu, kehidupan agama, ekonomi, budaya, seni, teknologi dan
tantangan kehidupan global. Artinya, kurikulum haruslah memperhatikan
permasalahan ini dengan serius dan menjawab permasalahan ini dengan
menyesuaikan diri pada kualitas manusia yang diharapkan dihasilkan pada
setiap jenjang pendidikan (pasal 36 ayat (2).
Sayangnya,
kurikulum yang dikembangkan di Indonesia masih membatasi dirinya pada
posisi sentral dalam kehidupan akademik yang dipersepsikan dalam
pemikiran perenialisme dan esensialisme. Konsekuensi logis dari posisi
ini adalah kurikulum membatasi dirinya dan hanya menjawab tantangan
dalam kepentingan pengembangan ilmu dan teknologi. kurikulum terhadap
permasalahan yang ada.
Secara
singkat, posisi kurikulum dapat disimpulkan menjadi tiga. Posisi
pertama adalah kurikulum adalah "construct" yang dibangun untuk
mentransfer apa yang sudah terjadi di masa lalu kepada generasi
berikutnya untuk dilestarikan, diteruskan atau dikembangkan. Kedua,
adalah kurikulum berposisi sebagai jawaban untuk menyelesaikan berbagai
masalah social yang berkenaan dengan pendidikan. Posisi ketiga adalah
kurikulum untuk membangun kehidupan masa depan dimana kehidupan masa
lalu, masa sekarang, dan berbagai rencana pengembangan dan pembangunan
bangsa dijadikan dasar untuk mengembangkan kehidupan masa depan.
Kurikulum,
mungkin kata yang satu ini bukan lagi menjadi bahasa asing bagi kita
semua khususnya para mahasiswa Fakultas Keguruan sebagai calon pendidik
profesional. Sempit
pemahaman kita sering kali mengartikan Kurikulum sebagai kumpulan mata
pelajaran atau bahan ajar. Akan tetapi, dapat juga kita artikan secara
luas yaitu bahwa Kurikulum adalah meliputi semua
pengalaman yang diperoleh siswa karena ada pengaruh atau bimbingan dan
tanggung jawab rencana atau program pendidikan (written curriculum), dan
juga pelaksana daripada rencana tersebut (actual curriculum).
Kurikulum
seperti pengertiannya, dapat juga dalam ruang lingkupnya mencakup
lingkup sempit maupun lingkup luas. Kurikulum dalam cakupan luas yaitu
sebagai program pengajaran pada suatu jenjang pendidikan, dan dalam
cakupan yang sempit yaitu seperti program pengajaran suatu mata
pelajaran untuk beberapa jam pelajaran. Akan tetapi keudian pertanyan
yang muncul, apakah dalam lingkup yang luas ataupun yang sempit
kurikulum dapat membentuk desain yang menggambarkan pola organisasi
daripada komponen – komponen kurikulum dengan perlengkapan penunjangnya?
Dari
hal tersebut di atas, dalam hal analisis dan desain kurikulum akan
sangat diperlukan sekali pemahaman kita akan pentingya komponen –
komponen kurikulum sendiri yang harus berjalan scara hierarkis dan
saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya.
Komponen
– komponen kurikulum tersebut kemudian bukan hanya menjadi wacana yang
hanya kita pelajari secara teoritis akan tetapi harus di aplikasikan
dalam dunia sesungguhnya sehingga komponen tersebut dapat membentuk
suatu gambaran akan bentuk ideal sebuah kurikulum.
BAB II
PEMBAHASAN
ANATOMI DAN DESAIN KURIKULUM
Anatomi (berasal dari bahasa Yunani ἀνατομία anatomia, dari ἀνατέμνειν
anatemnein, yang berarti memotong) atau kemudian akan lebih tepat dalam
pokok bahasan ini kita sebut atau kita artikan dengan menggunakan arti
struktur atau susunan atau juga bagian atau komponen.
Desain
biasa diterjemahkan sebagai seni terapan, arsitektur, dan berbagai
pencapaian kreatif lainnya. Dalam sebuah kalimat, kata "desain" bisa
digunakan baik sebagai kata benda maupun kata kerja. Sebagai kata kerja,
"desain" memiliki arti "proses untuk membuat dan menciptakan obyek
baru". Sebagai kata benda, "desain" digunakan untuk menyebut hasil akhir
dari sebuah proses kreatif, baik itu berwujud sebuah rencana, proposal,
atau berbentuk obyek nyata. Dalam kaitannya hal ini di artikan sebagai
proses daripada pelaksanaan atau penerapan model kurkulum dalam dunia
pendidikan.
Proses
desain pada umumnya memperhitungkan aspek fungsi, estetik dan berbagai
macam aspek lainnya, yang biasanya datanya didapatkan dari riset,
pemikiran, brainstorming, maupun dari desain yang sudah ada sebelumnya.
Kurikulum
adalah perangkat mata pelajaran yang diberikan oleh suatu lembaga
penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan
diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang
pendidikan. Penyusunan perangkat mata pelajaran ini disesuaikan dengan
keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam penyelenggaraan
pendidikan tersebut.
Lama
waktu dalam satu kurikulum biasanya disesuaikan dengan maksud dan
tujuan dari sistem pendidikan yang dilaksanakan. Kurikulum ini
dimaksudkan untuk dapat mengarahkan pendidikan menuju arah dan tujuan
yang dimaksudkan dalam kegiatan pembelajaran secara menyeluruh.
A. KOMPONEN-KOMPONEN KURIKULUM
Suatu kurikulum harus memiliki kesesuaian atau relevansi. Kesesuaian ini meliputi dua hal. Pertama, kesesuaian antara kurikulum dengan tuntutan kebutuhan, kondisi dan perkembangan masyarakat. Kedua, kesesuaian antar komponen-kpmponen
kurikulum, yaitu isi sesuai dengan tujuan,proses sesuai dengan isi dan
tujuan, demikian juga evaluasi sesuai dengan proses, isi dan tujuan kurikulum.
Kurikulum
dapat diumpamakan sebagai suatu organisme manusia yang memiliki anatomi
tertentu. Unsur atau komponen dari anatomi tubuh kurikulum yang utama
adalah tujuan, isi atau materi, proses atau system penyampaian media,
serta evaluasi. Keempat komponen tersebut berkaitan satu sama lain.
1. TUJUAN.
Dalam
kurikulum atau pengajaran, tujuan memegang peranan penting, akan
mengarahkan semua kegiatan pengajaran dan mewarnai komponen-komponen
kurikulum lainnya. Tujuan kurikulum dirumuskan berdasarkan dua hal.
Pertama, perkembangan tuntutan, kebutuhan, dan kondisi masyarakat.
Kedua, didasari oleh pemikiran-pemikiran dan terarah pada pencapaian
nilai-nilai filosofis, terutama falsafah Negara. Kita mengenal beberapa
kategori tujuan pendidikan, yaitu tujuan umum dan khusus, jangka
panjang, menengah, dan jangka pendek.
Dalam
kurikulum pendidikan dasar dan menengah 1975/1976 dikenal kategori
tujuan sebagai berikut. Tujuan pendidikan nasional merupakan tujuan
jangka panjang, tujuan ideal pendidikan bangsa Indonesia. Tujuan
institusional, merupakan sasaran pendidikan suatu lembaga pendidikan.
Tujuan kurikuler adalah tujuan yang ingin di capai oleh suatu program
study. Tujuan instruksional yang merupakan target yang harus dicapai
oleh suatu mata pelajaran. Yang terakhir ini , masih dirinci lagi
menjadi tujuan instruksional umum dan khusus atau disebut juga objektif,
yang merupakan tujuan pokok bahasan. Tujuan pendidikan nasional yang
berjangka panjang merupakan suatu tujuan pendidikan umum, sedangkan
tujuan instruksional yang berjangka waktu cukup pendek merupakan tujuan
yang bersifat khusus. Tujuan-tujuan khusus dijabarkan dari
sasaran-sasaran pendidikan yang bersifat umum yang biasanya abstrak dan
luas, menjadi sasaran khusus yang lebih konkret sempit dan terbatas.
Tujuan-tujuan
mengajar dibedakan atas beberapa kategori, sesuai dengan prilaku yang
menjadi sasarannya. Gage dan Brigs mengemukakan tiga kategori tujuan,
yaitu Intlectual skills, Cognitive strategis, Verbal information, Motor
Skills, dan Attitudes. Bloom mengemukakan tiga kategori tujuan mengajar
sesuai dengan domain-domain prilaku individu, yaitu domain kognitif,
afektif, dan psikomotor. Domain kognitif berkenaan dengan penguasaan
kemampuan intlektual atau berpikir. Domain afektif berkenaan dengan
penguasaan dan pengembangan perasaan, sikap, minat dan nilai-nilai.
Domain psikomotor menyangkut penguasaan dan pengembangan keterampilan
motorik.
Tujuan khusus mengajar juga memiliki tingkat kesukaran yang
berbeda-beda. Bloom membagi domain kognitif atas enam tingkatan dari
yang paling rendah, yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis,
sintesis dan evaluasi. Untuk domain afektif, Kratwohl membagi atas lima
tingkatan yang berjenjang, yaitu menerima, merespon, menilai,
mengorganisasi nilai dan karakterisasi nilai-nilai. Untuk domain
psikomotor, Anita Harrow membaginya atas enam jenjang, yaitu gerakan
refleks, gerakan-gerakan dasar, kecakapan mengamati, kecakapan
jasmaniah, gerakan-gerakan keterampilan dan komunikasi yang
berkesinambungan.
KEUNTUNGAN
Keuntungan perumusan tujuan mengajar yang berbentuk khusus(objektif) adalah :
1. Memudahkan dalam mengkomunikasikan maksud kegiatan mengajar kepada siswa.
2. Membantu memudahkan guru-guru memilih dan menyusun bahan ajar.
3. Memudahkan guru menentukan kegiatan belajar dan media pembelajaran.
4. Memudahkan guru mengadakan penilaian, menetukan bentuk tes, merumuskan butir tes dan menentukan kriteria pencapaiannya.
KERUGIAN
Selain keuntungannya, terdapat pula beberapa kesulitan, yaitu :
1. Sukar menyusun tujuan-tujuan khusus untuk domain efektif.
2. Sukar menyusun tujuan-tujuan khusus pada tingkat yang lebih tinggi.
Untuk
mengatasi kedua kesukaran tersebut diperlukan keahlian, latihan, dan
pengalaman yang mencukupi dari guru-guru. Kekurangan keahlian, latihan
dan pengalaman akan membawa guru-guru pada perumusan tujuan yang
bertaraf rendah, yang mudah diukur. Kelemahan diatas akan menyebabkan
penyusunan tujuan khusus bersifat mekanistis, dengan jumlah tujuan yang
sangat banyak.
Para
ahli mengemukakan bahwa tujuan khusus merupakan suatu prilaku yang
diperlihatkan siswa pada akhir suatu kegiatan belajar. Secara spesifik,
tujuan-tujuan mengajar khusus yaitu :
Menggambarkan apa yang diharapkan dapat dilakukan oleh siswa, dengan:
1) menggunakan kata-kata kerja yang menunjukan tingkah laku yang dapat diamati.
2) menunjukan stimulus yang membuktikan tingkah laku siswa.
3) memberikan pengkhususan tentang sumber-sumber yang dapat digunakan siswa dan orang-orang yang dapat diajak bekerjasama.
Menunjukan mutu tingkah laku yang diharapkan dilakukan oleh siswa dalam bentuk:
1) ketepatan dan ketelitian respon.
2) kecepatan, panjangnya dan frekuensi respon.
Mengambarkan kondisi atau lingkungan yang menunjang tingkah laku siswa, berupa :
1) kondisi atau lingkungan fisik,
2) kondisi atau lingkungan psikologis.
2. BAHAN AJAR
Seorang
siswa belajar dalam bentuk interaksi dengan lingkungannya, lingkungan
orang-orang, alat-alat dan ide-ide. Tugas utama seorang guru adalah
menciptakan lingkungan tersebut, untuk mendorong siswa melakukan
interaksi yang produktif dan memberikan pengalaman belajar yang
dibutuhkan. Kegiatan dan lingkungan demikian dirancang dalam suatu
rencana mengajar, yang mencakup komponen-komponen : tujuan khusus,
sekuensi bahan ajar, strategi mengajar, media dan sumber belajar, serta
evaluasi hasil mengajar.
3. SEKUENS BAHAN AJAR
Bahan
ajar tersusun atas topik-topik dan sub topik tertentu. Tiap topik atau
sub topik mengandung ide-ide pokok yang relevan dengan tujuan yan telah
ditetapkan. Topik-topik atau subtopik tersebut tersusun dalam sekuens
tertentu yang membentuk suatu sekuens bahan ajar.
Ada beberapa cara untuk menyusun sekuens bahan ajar, yaitu:
1. Sekuens kronologis.
Digunakan
untuk menyususn bahan ajar berdasr urutan waktu. Peristiwa sejarah,
penemuan ilmiah dan perkembangan historis suatu instuisi.
2. Sekuens kausal.
Berhubungan
dengan situasi yang menjadi sebab atau pendahulu dari suatu peristiwa
atau situasi lain. Dengan mempelajari sesuatu yang menjadi sebab, maka
akan diproleh akibatnya.
3. Sekuens struktural.
Suatu sekuens bahan ajar perlu disesuaikan dengan strukturnya.
4. Sekuens logis dan psikologis
Bahan
ajar juga dapat disusun berdasarkan urutan logis. Menurut sekuens logis
bahan ajar, dimulai dari bagian menuju pada keseluruhan, dari yang
sederhana kepada yang kompleks. Tetapi menurut sekuens psikologis,
sebaliknya, dari keseluruhan kepada sebagian, dari yang kompleks kepada
yang sederhana.
5. Sekuens spiral
Bahan
ajar dipusatkan pada topik atau pokok bahan tertentu. Dari topik atau
pokok tersebut, bahan diperluas atau diperdalam. Topik atau pokok bahan
ajar tersebut adalah sesuatu yang populer dan sederhana, tetapi kemudian
diperluas dan dan diperdalam dengan bahan yang lebih kompleks.
6. Rangkaian ke belakang.
Dalam sekuens ini, belajar dimulai dengan langkah terakhir dan mundur kebelakang.
7. Sekuens berdasar herarki belajar
Sekuens
ini memiliki prosedur sebagai berikut: tujuan khusus utama
pemebelajaran dianalisis, kemudian dicari suatu herarki urutan bahan
ajar untuk mencapai tujuan tersebut. Herarki tersebut menggambarkan
urutan perilaku yang mula-mula harus dikuasai siswa, berturut-turut
sampai dengan prilaku terakhir.
8. Strategi Mengajar
Penyusunan
sekuens bahan ajar berhubungan erat dengan strategi atau metode
mengajar. Pada waktu guru menyusun sekuens suatu bahan ajar, ia juga
harus memikirkan strategi mengjar mana yang sesuai untuk menyajikan
bahan ajar dengan urutan seperti itu.
Ada beberapa strategi yang dapat digunakan dalam mengajar yaitu :
1. Reception/ Exposition Learning-Discovery Learning.
Reception
dan Exposition sesungguhnya mempunyai makna yang sama, hanya berbeda
dalam pelakunya. Reception Learning dilihat dari sisi siswa sedangkan
Exposition dilihat dari sisi guru. Dalam exposition, keseluruhan bahan
ajar disampaikan kepada siswa dalam bentuk akhir atau bentuk jadi, baik
secara lisan maupun secara tertulis.
Dalam
Discovery Learning, bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir,
siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi,
membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan,
mereorganisakn bahan dan membuat kesimpulan. Melalui kegiatan tersebut,
siswa akan menguasainya, menerapkannya, serta menemukan hal yang
bermanfaat bagi dirinya.
2. Rote Learning- Meaningful Learning
Dalam
Rote Learning, bahan ajar disampaikan kepada siswa tanpa memperhatikan
arti atau maknanya bagi siswa. Siswa menguasai bahan ajar dengan
menghafalnya. Dalam Meaningful Learning, penyampaian bahan mengutamakan
maknanya bagi siswa. Menurut Ausubel dan Robinson, suatu bahan ajar
bermakna bila dihubungkan dengan struktural kognitif yang ada pada
siswa.
3. Group Learning – Individual Learning
Pelaksanaan
Discovery Learning, menuntut aktifitas belajar yang bersifat individual
atau dalam kelompok kecil. Discovery Learning dalam bentuk kelas,
pelaksanaannya agak sukar dan mempunyai beberapa masalah.
Masalah-masalah tersebut yaitu karena kemampuan dan kecepatan belajar
siswa tidak sama, sehingga hanya dapat dilakukan oleh siswa yang pandai.
Kerjasama hanya akan dilakuakan oleh anak yang aktif, sedangkan anak
yang lain mungkin hanya akan menonton. Dengan demikian akan timbul
perbedaan yang sangat jauh antara anak yang pandai dan yang kurang.
4. MEDIA PENGAJARAN
Media mengajar merupakan segala macam bentuk perngasang dan alat yang disediakan guru untuk mendorong siswa belajar.
Rowntree, mengelompokan media mengajar menjadi lima macam, yaitu :
1. Interaksi Insani
Media
ini merupakan komunikasi langsung antara dua orang atau lebih. Dalam
komunikasi tersebut, kehadiran guru mempengaruhi perilaku siswa atau
siswa-siswanya. Interaksi insani dapat berlangsung melalui komunikasi
verbal atau nonverbal.komunikasi verbal memegang pernanan penting,
terutama dalam perkembangan segi kognitif siswa. Untuk pengembangan segi
afektif, komunikasi nonverbal seperti : perilaku, penampilan fisik,
gerak, dan sikap memegang peranan penting sebagai contoh nyata.
2. Realita
Realita
merupakan bentuk perngasang nyata seperti ornag, benda, dan peristiwa
yang diamati siswa. Dalam realita, kesemuaan tersebut berfungsi sebagai
objek pengamatan studi siswa.
3. Pictorial
Media
ini menyajikan berbagai bentuk variasi gambar dan diagram nyata ataupun
simbol, bergerak atau tidak, dibuat diatas kertas, film, kaset dan
media lainnya. Media pictorial memiliki keuntungan karena semua bentuk
ukuran, kecepatan, benda, makhluk dan peristiwa dapat disajikan dalam
media ini.
4. Simbol Tertulis
Merupakan
media penyajian informasi paling umum, tetapi efektif. Ada beberpa
macam bentuk media simbol, seperti buku teks, buku paket, modul dan
majalah. Media ini biasnya dilengkapi dengan media pictorial.
5. Rekaman Suara
Berbagai
bentuk informasi dapat disajikan kepada anak dalam bentuk rekaman
suara, sehinga mempermudah guru dalam menyampaikan materi belajar.
Dale
mengemukakan 12 macam media mengajar atau audia visual aid, yang
disebutnya Cone Of Experience atau kerucut pengalaman, yaitu :
Verbal Symbol
Visual Symbol
Sign , stick figures
Radio and Recording
Still Pictures
Educational Television
Exhibits
Study Trips
Demonstration
Dramatized experiene
Contrived experience
Direct Purposeful
Gagne mengemukakan lima macam perangsang belajar disertai alat-alat untuk menyajikannya, yaitu :
Perangsang
|
Alat
|
Kata kata tertulis
Kata-kata lisan
Gambar dan kata-kata lisan
Gambar bergerak, kata dan suara lain.
Konsep teoritis gambar
|
Buku, pengajaran berprogram, bagan, proyektor slide, poster, checklist.
Guru, tape recording
Slide tapes, slide bersuara, ceramah dan poster.
Proyektor film bergerak, televisi, demonstrasi
Film bergerak, permainan boneka/wayang.
|
5. EVALUASI PENGAJARAN
Komponen
utama selanjutnnya setelah rumusan tujuan, bahan ajar, strategi
mengajar, dan media menngajar adalah evaluasi dan penyempurnaan.
Evaluasi ditujukan untuk menilai pencapaian tujuan-tujuan yang telah
ditentukan serta menilai proses pelaksanaan mengajar secara keseluruhan .
Tiap kegiatan akan memberiakn umpan balik, demikian juga dalam
pencapaian tujuan-tujuan belajar dan proses pelaksanaan mengajar. Umpan
balik tersebut digunakan untuk mengadakan berbagai usaha penyempurnaan
baik bagi penentuan dan perumusan tujuan mengajar, penentuan sekuens
bahan ajar, strategi, dan media mengajar.
a. Evaluasi hasil belajar-mengajar
Untuk
menilai keberhasilan penguasaan siswa atau tujuan-tujuan khusus yang
telah di tentukan, diadakan suatu evaluasi . Evaluasi ini disebut juga
evaluasi hasil belajar-mengajar. Dalam evaluasi ini disusun butir-butir
soal untuk mengukur pencapaian tiap tujuan khusus yang telah di
tentukan. Untuk riap tujuan khusus minimal disusun satu butir soal.
Menurut lingkup luas bahan dan jangka waktu belajar dibedakan antara
evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.
Evaluasi
formatif ditujukan untuk menilai penguasaan siswa terhadap
tujuan-tujuan belajar dalam jangka waktu yang relatif pendek. Tujuan
utama dari evaluasi formatif sebenarnya lebih besar ditujukan untuk
menilai proses pengajaran. Dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah
evaluasi formatif digunakan untuk menilai penguasaan siswa setelah
selesai mempelajari satu pokok bahasan. Hasil evaluasi formatif ini
terutama digunakan untuk memperbaiki proses belajar-mengajar dan
membantu mengatasi kesulitan-kesulitanbelajar siswa. Dengan demikian
evaluasi formatif, selain berfungsi menilai proses, juga merupakan
evaluasi atau tes diagnostik. Grondlund (1976:489) mengnemukakan fungsi
tes formatif sebagai berikut :
1. To plan corrective action for overcoming learning deficiences,
2. To aid in motivating learning,
3. To increase retention and tarnsfer or learning.
Evaluasi
sumatif ditunjukan untuk menilai penguasaan siswa terhadap
tujuan-tujuan yang lebih luas, sebagai hasil usaha belajar dalam jangka
waktu yang cukup lama, satu semester, satu tahun atau selama jenjang
pendidikan. Evaluasi sumatif mempunyai fungsi yang lebih luas daripada
evaluasi formatif. Dalam kurikulum pendidkan dasar dan menengah,
evaluasi sumatif dimaksudkan untuk menilai kemajuan belajar siswa
(kenaikan kelas, kelulusan ujian) serta menilai efektifitas program
secara menyeluruh. Ini sesuai dengan pendapat Grondlund (1976:499) bahwa
evaluaasi sumatif berguna bagi :
1. Assigning grades,
2. Reporting learning progress to parents, pupils, and school personnel,
3. Improving learning and intruction
Untuk
mengukur tingkat penguasaan siswa terhadap tujuan-tujuan yang telah
ditentukan atau bahan yang telah di ajarkan ada dua macam norma yang
digunakan yaitu norm refrenced dan criterion refrenced (Chauhan, 1979:170-171, Gronlound, 1976:18-19, Thorndike, 1976:654). Dalam criterion refrenced penguasaan
siswa yang diukur dengan sesuatu tes hasil belajar dibandingkan dengan
sesuatu kriteria tertentu umpamanya 80% dari tujuan atau bahan yang
diberikan. Dengan demikian dalam criterion refrenced ada suatu kriteria standar. Dalam norm referenced,
tidak ada suatu kriteria standar, penguasaan siswa dibandingkan dengan
tingkat penguasaan kawan-kawanya satu kelompok. Dengan demikian norma
yang digunakan adalah norma kelompok, yang lebih bersifat relatif.
Kelompok ini dapat berupa kelompok kelas, sekolah, daerah, ataupun
nasional. Dalam implementasi kurikulum atau pelaksanaan pengajaran, criterion referenced digunakan pada evaluasi formatif, sedangkan norm referenced digunakan pada evaluasi sumatif.
b. Evaluasi pelaksasanaan mengajar
Komponen
yang dievaluasi dalam pengajaran bukan hanya hasil belajar-mengajar
tetapi keseluruhan pelaksanaan pengajaran, yang meliputi evaluasi
komponen tujuan mengajar, bahan pengajaran (yang menyangkut sekuens
bahan ajar), strategi dan media pengajaran, serta komponen evaluasi
mengajar sendiri.
Stufflebeam
dan kawan-kawan (1977:243) mengutip Model Evaluasi dari EPIC, bahwa
dalam program mengajar komponen-komponen yang dievaluasi meliputi:
komponen tingkah laku yang mencakup aspek-asoek(subkomponen) : kognitif, afektif, dan psikomotor; komponen mengajar mencakup subkomponen : isi, metode, organisasi, fasilitas dan biaya; dan komponen populasi, yang mencakup : siswa, guru, adminisator, soesialis, pendidikan, keluarga dan masyarakat. Untuk
mengevaluasi komponen-komponen dan proses pelaksanaan mengajar bukan
hanya digunakan tes tetapi juga digunakan nontes, seperti observasi ,
studi dokumenter, analisis hasil pekerjaan, angket dan checklist.
Evaluasi dapat dilakukan oleh guru atau oleh pihak-pihak lain yang
berwenang atau diberi tugas seperti , kepala sekolah dan pengawas, tim
evaluasi kanwil atau pusat. Sesuai dengan prinsip sistem, evaluasi dan
umpan balik diadakan secara terus menerus, walaupun tidak semua komponen
mendapat evaluasi yang sama kedalaman dan keluasannya. Karena sifatnya
menyeluruh dan terus menerus tersebut maka evaluasi pelaksanaan sistem
mengajar dapt dipandang sebagai suatu monitoring.
6. PENYEMPURNAAN PENGAJARAN
Hasil-hasil
evaluasi, baik evaluasi hasil belajar, maupun evaluasi pelaksanaan
mengajar secara keseluruhan, merupakan umpan balik bagi
penyempurnaan-penyempurnaan lebih lanjut. Komponen apa yang
disempurnakan, dan bagaimana penyempurnaan tersebut dilaksanakan?.
Sesuai dengan komponen-komponen yang di evaluasi, pada dasarnya semua
semua komponen-komponen yang dievaluasi, pada dasarnya semua komponen
mengajar mempunyai kemungkinan untuk disempurnakan. Suatu komponen
mendapatkan prioritas lebih dulu atau mendapatkan penyempurnaan lebih
banyak, dilihat dari perannya dan tingkat kelemahannya (Rowntree,
1974:150-151). Penyempurnaan juga mungkin dilakukan secara langsung
begitu didapatkan sesuatu informasi umpan balik, atau ditangguhkan
sampai jangka waktu tertentu tergantung pada urgensinya dan kemungkinan
mengadakan penyempurnaan. Penyempurnaan mungkin dilaksanakan sendiri
oleh guru, tetapi dalam hal-hal tertentu mungkin dibutuhkan bantuan atau
saran-saran orang lain baik sesama personalia sekolah atau ahli
pendidikan dari luar sekolah. Penyempurnaan juga mungkin bersifat
menyeluruh atau hanya menyangkut bagian-bagian tertentu. Semua hal
tersebut beergantung pada kesimpulan-kesimpulan hasil evaluasi.
B. Desain Kurikulum
Desain
kurikulum mennyangkut pola pengorganisasian unsur-unsur atau komponen
kurikulum . Penyusunan desain kurikulum dapat dilihat dari dua dimensi,
yaitu dimensi horisontal dan vertikal. Dimensi horisontal berkenaan
dengan penyusunan dari lingkup isi kurikulum. Susunan lingkup ini sering
diintegrasikan dengan proses belajar dan mengajarnya. Dimensi vertikal
menyangkut penyusunan sekuens bahan berdasrkan urutan tingkat kesukaran.
Bahantersusun mulai dari yang mudah, kemudian menuju pada yang lebih
sulit, atau mulai dengan yang dasar diteruskan dengan yang lanjutan.
Berdasrkan pada apa yang menjadi fokus pengajaran , sekurang-kurangnya dikenal tiga pola desain kurikulum, yaitu :
1. Subject centered design, suatu desain kurikulum yang berpusat pada bahan ajar.
2. Learner centered design, suatu desain kurikulum yang mengutamakan peranan siswa.
3. Probelms centered design, desain kurikulum yang berpusat pada masalah-masalah yang dihadapi dalam masyarkat.
Walaupun bertolak dari hal yang sama, dalam suatu pola desain terdapat beberapa variasi desain kurikulum. Dalam Subject centered design dikenal ada : the subject design, thee disciplinies design, dan the broad fields design. Pada probelms centered design dikenal pula : the areas of living design dan the core design.
1. Subject Centered Design
Subject centered design curiculum merupakan bentuk desain yang paling populer, paling tua dan paling banyak digunakan. Dalam subject centered design, kurikulum
dipusatkan pada is atau materi yang akan diajarkan. Kurikulum tersusun
atas sejumlah mata-mata pelajaran, dan mata-matapelajaran tersebut
diajarkan secara terpisah-pisah. Karena terpisah-pisahnya itu maka
kurikulum ini disebut juga separated subject curiculum.
Subject cebtered design berkembang
dari konsep pendidikan klasik yang menenkankan pengetahuan, nilai-nilai
dan warisan budaya masa lalu, dan beruaya untuk mewariskannya kepada
generasi berikutnya. Karena mengutamakan isi atau bahan ajar atau subject matter tersebut, maka desain kurikulum ini disebut juga subject academic curriculum.
Model design curriculum ini mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan. Beberapa kelebihan dari model ini adalah:
1. mudah disusun, dilaksanakan, dievaluasi, dan disempurnakan
2.
para pengajarnya tidak perlu dipersiapkan khusus, asal menguasai ilmu
atau bahan yang akan diajarkan sering dipandang sudah dapat
menyampaikannya.
Beberapa kritik yang juga merupakan kekurangan model desain ini adalah
1.
karena pengetahuan diberikan secara terpisah-pisah, hal itu
bertentangan dengan kenyataan, sebab adalam kenyataan pengetahuan
itumerupakan suatu kesatuan,
2. karena mengutamakan bahan ajar maka peran peserta didik sangat pasif
3pengajaran
lebih menekankan pengetahuan dan kehidupan masa lalu, dengan demikian
pengajaran lebih bersifat verbalitas dan kurang praktis.
Atas
dasar tersebut, para pengkririk menyarankan perbaikan ke arah yang
lebih terintegrasi, praktis, dan bermakna serta memberikan peranyang
lebih aktif kepada siswa.
A. The Subject Design
The Subject Curiculum merupakan bentuk desain yang paling murni dari subject centered design. Materi
pelajaran disajikan secara terpisah-pisah dalam bentuk mata-mata
pelajaran. Model desain ini telah ada sejak lama. Orang-orang Yunani
kemudian Romaawimengembangkan Trivium dan Quadrivium. Trivium meliputi
gramatika, logika, dan retorika, sedangkan Quadrivium meliputi
matematiks, geometri, astonomi, dan musik. Paada saat itu pendidikan
tidak diarahkan pada mencari nafkah, tapi oada pembentuakan pribadi dan
status sosial (Liberal Art). Pendidikan hanya di peruntukan bagi anak-anak golongan bangsawan yang tidak usah bekerja mencari nafkah.
Pada abad 19 pendidikan tidak lagi diarahkan pada pendidikan umum (liberal art)
tetapi p[ada pendidikan yang lebih bersifat praktis., berkenaandengan
mata pencaharian (pendidikan vokasional). Pada saat itu mulai berkembang
mata-mata pelajaran fisika, kimia, biologi, bahasa yang masih bersifat
teoritis, juga berkembang mata-mata pelajaran praktid seperti
pertanian, ekonomi, tata buku, kesejahteraan keluarga, keterampilan dan
lain-lain. Isi pelajaran di ambil dari pengetahuan, dan nilai-nilai yang
telah ditemukan oleh ahli-ahli sebelumnya. Para siswa di tuntut untuk
menguasai semua pengetahuan yang diberikan, apakah mereka menyenangi
atau tidak, membutuhkannya atau tidak. Karena pelajaran-pelajaran
diberikan secara terpisah-pisah, maka siswa menguasainya pun
terpisah-pisah pula. Tidak jarang siswa menguasai bahan hanya pada tahap
hafalan, bahkan dikuasai secar verbalitas.
Lebih rinci kelemahan-kelemahan bentuk kurikulum ini adalah :
1. kurikulum memberikan pengetahuan terpisah-pisah, satu terlepas dari yang lainnya.
2. isi kurikulum diambil dari masa lalu, terlepas dari kejadian-kejadian yang hangat, yang sedang berlangsung saat sekarang.
3. Kurikulum ini kurang memperhatiakan minat, kebuutuhan dan pengalaman peserta didik
4. isi kurikulum disusun berdasarkan sistematika ilmu sering menimbulkan kesukaran di dalam mempelajari dan menggunakannya
5.
kurikulum lebih mengutamakan isi dan kurang memperhatiakn cara
penyampaian. Cara penyampaian utama adalah ekspositori yang menyebabkan
peran siswa pasif.
Meskipun
ada kelemahan-kelemahan di atas, bentuk desain kurikulum ini mempunyai
beberapa kelebhankarena kelebihan-kelebihan tersebut bentuk kurikulum
ini lebih banyak dipakai.
1 karena materi pelajaran diambil dari ilmu yang sudah tersusun secara sitematis logis, maka penyusunnya cukup mudah.
2. bentuk ini sudah di kenal sejak lama, baik oleh guru-guru maupun orang tua, sehingga lebih mudah untuk dilaksanakan.
3.
Bentuk ini memudahkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan di
perguruan tinggi, sebab pada perguruan tinggi umumnya menggunakan bentuk
ini
4.
Bentuk ini dapat dilaksanakan secara efisien, karena metode utamanya
adalah metode ekspositori yang dikenal tingkat efisiennya cukup tinggi
5. Bentuk ini sagat ampuh sebagai alat untuk melestarikan dan mewariskan warisan budaya masa lalu.
Dengan adanya kelemahan-kelemahan di atas pengembang kurikulum subject design tidak tinggal diam, mereka berusaha untuk memperbaikinya. Dalam rumpun subject centered, the broad field designmerupakan pengembangan dari bentuk ini. Begitu juga pengembangan bentuk-bentuk lain di luar subject centered, the broad field design, areas of living design dan core design.
B. The Disciplines Design
Bentuk ini merupakan pengembangan dari subject design
keduanya masih menekankan kepada isi materi kurikulum. Walaupun
bertolak belakang dari hal yang sama tetapi antara keduanya terdapat
perbedaan. Pada subject design belum ada kriteria yang tegas tentang apa yang disebut subject (ilmu). Belum ada perbedaan antara matematika, psikologi dengan teknik atau cara mengemudi, semuanya disebut subject. Pada disciplines design kriteria tersebut telah tegas, yang membedakan apakah suatu pengetahuan itu ilmu atau subject dan
bukan adalah batang tubuh ke ilmuannya. Batang tubuh keilmuan
menentukan apakah suatu bahan pelajaran itu disiplin ilmu atau bukan,
Untuk menegaskan hal itu mereka menggunakan istilah disiplin.
Isi
kurikulum yang diberikan di sekolah adalah dusiplin-disiplin ilmu.
Menurut pandangan ini sekolah adalah mikrokosmos dari dunia intelek,
batu pertama dari hal itu adalah isi dari kurikulum. Para pengembang
kurikulum dari aliran ini berpegang teguh pada disiplin-disiplin ilmu
seperti : fisika, biologi, psikologi, sosiologi dan sebagainya.
Perbedaan lain adalah dalam tingkat penguasaan, disciplines design tidak seperti subject design yang menekankan penguasaab fakta-fakta dan informasi tetapi pada pemahaman (understing).
Para peserta didik didorong untuk memahami logika atau struktur dasar
suatu disiplin, memahami konsep-konsep, ide-ide dan prinsip-prinsip
penting juga didorong untuk memahami cara mencari dan menemukannya (modes of inquiry and discovery).
Hanya dengan meguasai hal-hal itu, kata mereka, peserta didik akan
memahami masalah dan mampu melihat hubungan berbagai fenomena baru.
Proses
belajarnya tidak lagi menggunakan pendekatan ekspositori yang
menyebabkan peserta didik lebih banyak pasif, tetapi menggunakan
pendekatan inkuiri dan diskaveri. Disciplines design sudah
menintegrasikan unsur-unsur progersifisme dari Dewey. Bentuk ini
memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan subject design.
Pertama, kurikulum ini bukan hanya memiliki organisasi yang sistematik
dan efektif tetapi juga dapat memelihara integritas intelektual
pengetahuan manusia. Kedua, peserta didik tidak hanya menguasai
serentetan fakta, prinsip hasil hafalan tetapi menguasai konsep,
hubungan dan proses-proses intelektual yang berkembang pada siswa.
Meskipun
telah menunjukan beberapa kelebihan bentuk, desain ini maasih memiliki
beberapa kelemahan. Pertama, belum dapat memberikan pengetahuan yang
berintegrasi. Kedua, belum mampu mengintegrasikan sekolah dengan
masyarakat atau kehidupan. Ketiga, belum bertolak dari minat dan
kebutuhan atau pengalaman peserta didik. Keempat, susunan kurikulum
belum efisien baik untuk kegiatan belajar maupun untuk penggunaannya.
Kelima, meskipun sudah lebih luas dibandingkan dengan subject design tetapi secara akademis dan intelektual masih cukup sempit.
C. The Broad Fields Design
Baik subject design maupun disciplines design masih
menunjukan adanya pemisahan antar mata pelajaran. Salah satu usaha
untuk menghilangkan pemisahan tersebut adalah mengembangkan The broad field design.
Dalam model ini mereka menyatukan beberapa mata pelajaran yang
berdekatan atau berhubungan menjadi satu bidang studi seperti sejarah,
Geografi, dan Ekonomi digabung menjadi ilmu Pengetahuan sosial,
Aljabbar, Ilmu ukur, dan Berhitung menjadi matematika, dan sebagainya.
Tujuan pengembangan kurikulum broad field
adalah menyiapakan para siswa yang dewasa ini hidup dalam dunia
informasi yang sifatnya spesialistis, dengan pemahaman yang bersifat
menyeluruh. Bentuk kurikulum ini banyak digunakan di sekolah menengah
pertama, di sekolah menengah atas penggunaannya agak terbatas apalagi di
perguruan tinggi sedikit sekali.
Ada
dua kelebihan penggunaan kurikulum ini. Pertama, karena dasarnya bahan
yang terpisah-pisah, walaupun sudah terjadi penyatuan beberapa mata
kuliah masih memungkinkan penyusunan warisan-warisan budaya secara
sistematis dan teratur. Kedua, karena mengintegrasikan beberapa mata
kuliah memungkinkan peserta didik melihat hubungan antara beberapa hal.
Di
samping kelebihan tersebut, ada beberapa kelemahan model kurikulum ini.
Pertama, kemampuan guru, untuk tingkat sekolah dasar guru mampu
menguasai bidang yang luas, tetapi untuk tingkat yang lebih tinggi,
apalagi di perguruan tinggi sukar sekali. Kedua, karena bidang yang
dipelajari itu luas, maka tidak dapat diberikan secara mendetail, yang
diajarkan hanya permukaannya saja. Ketiga, pengintegrasian bahan ajar
terbatas sekali,tidak menggambarkan kenyataan, tidak memberikan
pengalaman yang sesungguhnya bagi siswa, dengan demikian kurang
membangkitkan minat belajar. Keempat, meskipun kadarnya lebih rendah di
bandingkan dengan subject design, tetapi model ini tetap menekankan proses pencapaian tujuan yang sifatnya afektif dan kognitif tingkat tinggi.
2. Learner-centered design
Sebagai reaksi ssekaligus penyempurnaan terhadap beberapa kelemahan subject centered design berkembang learner centered design. Desai ini berbeda dengan subject centered,
yang bertolak dari cita-cita untuk melestarikan dan mewariskan budaya,
dan karena itu mereka mengutamakan peranan isi dari kurikulum.
Learner centered,
memberi tempat utama kepada peserta didik. Di dalam pendidikan atau
pengajaran yang belajar dan berkembang adalah peserta didik sendiri.
Guru atau pendidik hanya berperan menciptakan situasi belajar-mengajar,
mendorong dan memberikan bimbingan sesuai dengan kebutuhan peserta
didik.
a. The Activity atau Experience Design
Model
desain berawal pada abad ke 18, atas hasil karya dari rousseau dan
Pestalozzi, yang berkembang pesat pada tahun 1920/1930an pada masa
kejayaan pendidikan progresif.
Beberapa ciri utama activity atau experience design:
Pertama,struktur kurikulum ditentukan oleh kebutuhan danminat pesertadidik. Dalam implementasinya guru hendaknya:
a) Menemukan minat dan kebutuhanpeserta didik,
b) Membantu para siswa memilih mana yang paling penting dan urgen .
Kedua,
karena struktur kurikulum didasarkan atas minat dan kebutuhan peserta
didik, maka kurikulum tidak dapat di susun jadi sebelumnya, tetapi
disusun bersama oleh siswa.
Ketiga,
Desain kurikulum menekankan prosedur pemecahan masalah, maksudnya dalam
pembelajaran tentu akan di dapatkan masalah dan dalam activity design
perlu mempunyai cara memecahkan masalah tersebut,.
Beberapa kelebihan dari design kurikulum :
Pertama,
karena program pendidikan berasal dari peserta didik,maka tidak banyak
mengalami kesulitan merangsang peserta didik dalam motivasi belajar.
Kedua,
pengajaran memperhatikan individual,meskipun di bentuk kelompok
sekalipun karena mereka juga harus berperan aktif dalm kelompok.
Ketiga,
kegiatan- kegiatan pemecahan masalah memberikan bekal kecakapan dan
pengetahuan untuk menghadapi kehidupan di luar sekolah.
Kritik untuk kurikulum ini:
Pertama, perbedaan pada minat dan kebutuhan peserta didik yang kerap terjadi.
Kedua, kurikulumtidakmempunyai polakarena sumber pemikiran berasaldari peserta didik.
Ketiga,
activity design curriculum sangat lemah dalam kontinuitas dan sekuens.
Dasar minat peserta didik tidak memberikan landasan yang kuat.
Keempat,
kurikulum ini tidak dapat dilakukan oleh guru biasa karena membutuhkan
ahli general education plus ahli psikologi perkembangan fan human
relation.
3. PROBLEM CENTERED DESIGN
Problem centered design berpangkal pada filsafat yang mengutamakan peranan manusia (man centered). Problem centered desain
menekankan manusia dalam kesatuan kelompok yaitu kesejahteraan
masyarakat. Problem cebtered design menekankan pada isi maupun
perkembangan peserta didik. Minimal ada dua variasi model desain
kurikulum ini, yaitu the areas of living design, dan The core design.
a. The Area of Living Design
Dalam
prosedur belajar ini tujuan yang bersifat proses (process objectives)
dan yang bersifat isi (content objectivies) diintegrasikan. Penguasaan
informasi- unformasi yang bersifat pasiftetap dirangsang. Cirri lai
yaiti menggunakan pengalaman dan situasi – situasi dari peserta didik
sebagai pembuka jalan dalam mempelajari bidang-bidang kehidupan.
Dalam
the areas of living hubungannya dengan bidang-bidang kehidupan sehingga
dapat dikatakan suatu desain bidang-bidang kehidupan yang dirumuskan
dengan baikakan merangkumkan pengalaman-pengalaman peserta didik.
Desain ini mempunyai beberapa kebaikan diantanya:
Petrama,
the areas of living desaign merupakan the subject matter design tetapi
dalam bentuk yang terintegrasi. Pemisahan antara subject dihilangkan
oleh problema- problema kehidupan sosial.
Kedua,
karena kurikulum diorganisasikan di sekitar problema- problema peserta
didik maka kurikulum ini menggunakan prosedur pemecahan masalah.
Ketiga, menyajikan bhan ajar yang relevan, untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan.
Keempat, menyajikan bahan ajar dalam bentuk yyang professional.
Kelima, motivasi berasal dari peserta didik.
Beberapa kritikan tentang desain ini:
Pertama, penentuan lingkup dan sekuens dari bidang-bidang kehidupan yang sngat esensial sangat sukar.
Kedua, lemahnya integrasi kurikulum
Ketiga, desain inio megabaikan warisan budaya.
Keempat, para peserta didik memandang masalah untuk sekarng dan masa depan dan mengabaikan masa lalu.
Kelima. Guru, buku dan media lain tidak banyak disiapkan untuk model ini sehingga mengalami kesulitan.
- The Core Design
The
cores design timbul sebagai reaksi utama kepada separate subject
design, yang sifatnya terpisah-pisah. Dalam mengintegrasikan bahan ajar ,
mereka memilih mta mata pelajaran tertentu sebagai inti (core).
Pelajaran lainnya dikembangkan kan disekitar core tersebut. Menurut konsep ini inti-initi bahn ajar dipusatkan pada kebutuhan individual dan sosial. The core design biasa juga disebut the core curriculum.
Variasi dalam the core curriculum
- the sparate subject core
- the correlated core
- the fused core
- the activity/ experience core
- the areas of living core
- the social problem core
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Makalah
yang berjudul Anatomi dan Desain Kurikulum ini mendeskripsikan secara
terperinci tentang komponen yang harus ada pada setiap kurikulum serta
desain kurikulum yang dapat digunankan untuk proses pembelajaran. Wacana
tersebut menyebutkan bahwa dalam kurikulum itu terdapat beberapa
komponen, diantaranya adalah tujuan kurikulum, bahan ajar atau materi
atau isi dari kurikulum tersebut, strategi mengajar atau metode
mengajar, media mengajar dan evaluasi pengajaran serta penyempurnaan
pengajaran. Komponen-komponen tersebut saling berhubungan satu dengan
yang lainnya. Setiap komponen mempunyai isi yang sangat penting sekali
bagi kelangsungan kurikulum.
Desain
kurikulum merupakan rencana pembelajran yang harus dilaksanakan oleh
guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Desain kurikulum yang dapat
digunakan diantaranya adalah subject centered design, learned centered
design, problem centered design. Setiap design kurikukum memberikan
teknik atau cara yang efektif dalam proses pembelajaran agar berjalan
dengan efektif dan efisien. Tetapi tidak setian design kurikulum dapat
dijadikan sebagai salah satu pedoman dalam melakukan proses
pembelajaran. Jadi setiap design kurikulum memiliki kelebihan dan
kekurangan dalam pelaksanannya.
DAFTAR PUSTAKA
Anatomi dan Desain Kurikulum
Makalah Konsep Pengembangan Kurikulum
http://faizhijauhitam.blogspot.com
http://wikipedia.com/anatomi_design_kurikulum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar